Puasa, tarawih himpun pahala, hapus dosa
MUKMIN yang taat kepada perintah Allah sentiasa bergembira dan merindukan kehadiran Ramadan, bulan agung penuh barkah dan kerahmatan.
Mereka yang masih dipanjangkan usia hingga bersua dengan Ramadan kali ini, sewajarnya bersyukur. Ia adalah tanda Allah masih memberi peluang untuk mereka memperbaiki diri, memperbanyak dan menambah bekalan berupa amal soleh buat persiapan menuju alam baqa.
Kesempatan yang sangat bernilai ini, sewajarnya direbut, sekali gus berazam untuk melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya.
Ramadan menurut istilah Arab bererti terlampau panas. Mengikut sejarah, sewaktu ingin meminda nama bulan daripada bahasa lama kepada yang baru, bangsa Arab menamakannya mengikut suasana/keadaan yang berlaku pada sesuatu masa tertentu.
Kebetulan suasana waktu itu terlalu panas, maka dinamakan Ramadan. Dapat juga difahami bahawa dengan makna ‘terlalu panas’ itu, maka Ramadan dapat membakar segala dosa orang mukmin menerusi pelbagai ibadat yang dilaksanakan dengan penuh ikhlas seperti berpuasa dan solat Tarawih.
Nabi Muhammad bersabda maksudnya: “Sesiapa berpuasa pada Ramadan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, diampunkan dosanya yang telah lalu.”(Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Alangkah ruginya jika kebanyakan umat Islam mensia-siakan atau tidak memanfaatkan kedatangan Ramadan yang sebentar itu dengan kerja kebajikan. Perkara ini kerana pada bulan inilah Allah memberi banyak keistimewaan iaitu berupa ganjaran pahala berganda bagi setiap amalan baik yang dikerjakan. Ia tidak dikurniakan Allah pada bulan lain.
Dalam hal ini, Rasulullah bersabda :“Sekiranya manusia mengetahui kebajikan yang terkandung dalam Ramadan itu, tentulah mereka mengharap-harap supaya Ramadan berlaku sepanjang tahun.” (Hadis riwayat Ibnu Abid Dunya).
Ramadan hadir membawa rahmat serta maghfirah (keampunan) Allah. Allah akan mengurniakan pahala yang berlipat ganda bagi setiap ibadat wajib yang dilakukan pada Ramadan. Satu ibadat wajib pada Ramadan menyamai 70 ibadat wajib di luar Ramadan, manakala ibadat sunat akan mempunyai nilai yang sama dengan ibadat wajib apabila dilakukan dalam Ramadan. Malah, segala bentuk kebajikan sekecil dan seringan mana pun, jika dilakukan dengan ikhlas pada Ramadan mengandung nilai ibadat.
Peluang umat Islam mengaut ganjaran pahala yang Allah tawarkan sangat terbuka luas melalui pelaksanaan pelbagai ibadat yang menjanjikan pahala berganda. Ini seperti membaca dan bertadarus al-Quran, berzikir, bersedekah, beriktikaf, berselawat, solat Tarawih serta ibadat sunat lain, selain solat fardu.
Ramadan adalah bulan yang dimakbulkan doa, bulan Allah memberi pengampunan, bulan penyucian diri, malah tidur dan tarikan nafas seorang mukmin diberi pahala ibadat.
Berdasarkan beberapa penjelasan hadis, dapat disimpulkan bahawa Ramadan adalah bulan ibadat iaitu bulan yang pada satu sisi mampu memperbanyak pelbagai nilai positif atau pahala. Pada sisi lain mampu pula menghanguskan pelbagai nilai negatif atau dosa. Pengumpulan pahala secara besar-besaran seiring dengan penghapusan dosa itu, dihasilkan menerusi pelbagai bentuk ibadat dan amalan soleh, baik yang berbentuk wajib mahupun sunat.
Dua ibadat yang menjadi inti amaliah Ramadan ialah puasa dan solat Tarawih. Dua jenis ibadat itu mampu menawarkan kedua-dua sisi di atas iaitu pengumpulan pahala dan penghapusan atau pembakaran dosa.
Oleh kerana puasa dan solat Tarawih adalah ibadat istimewa pada Ramadan, maka apabila ia dilakukan dengan sempurna dan ikhlas, seseorang itu akan meraih ganjaran pahala berlipat ganda. Ternyata pada masa sama, hasil pelaksanaan puasa dan ibadah Tarawih, sekali gus juga menghapuskan dosa
Perkara itu sesuai dengan sabda Nabi bermaksud: "Ramadan adalah bulan yang Allah telah memfardukan atasmu berpuasa dalamnya, dan aku telah mensunahkan bagimu berdiri dan beribadah pada malamnya. Barang siapa berpuasa dan bersolat lail (Tarawih) kerana iman dan kerana mengharapkan Allah, nescaya dia keluar daripada dosanya, bagaikan bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.”(Hadis riwayat Ibnu Khuzaimah daripada Abu Hurairah).
Sebagaimana diketahui bahwa puasa adalah salah satu ibadah terbesar dan sebaik-baiknya amalan ketaatan. dan puasa ramadhan adalah puasa tertinggi dan wajib hukumnya bagi semua muslim. Allah menyatakan bahwa amalan puasa adalah untuk-Nya dan Dia langsung yang memberi balasan yang berlipat-lipat, dikhususkan dengan pintu surga dan dipanggillah orang-orang yang berpuasa darinya untuk masuk, tidak akan memasuki surga lewat pintu tersebut kecuali orang-orang yang berpuasa.
Keutamaan Puasa Ramadhan
Banyak sekali keutamaan puasa pada bulan ramadhan yang dikabarkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. diantara keutamaan puasa ramadhan adalah sebagai berikut :
1. Bahwa puasa juga diwajibkan atas ummat sebelum kita. Allah berfirman :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqoroh : 183)
Jika puasa bukan sebuah amalan yang agung, maka tidak mungkin puasa juga diwajibkan atas ummat-ummat sebelum kita. walaupun puasa mereka berbeda dengan puasa kita, artinya bukan pada bulan ramadhan yang diwajibkan atas mereka, akan tetapi amalan puasa itu tersendiri telah diwajibkan atas mereka yang menandakan bahwa amalan ini sangatlah agung.
2. Puasa adalah sebab diampuninya dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :
Artinya : "Barang siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan pengharapan (pahala), diampuni dosa-dosa yang telah lampau." (Muttafaq 'Alaihi)
Iman maksudnya beriman dengan Allah dan ridho atas diwajibkannya puasa ramadhan. pengharapan yaitu mengharap balasan dan pahala dari Allah. Jika seseorang telah yakin dan ridho akan kewajibannya berpuasa serta tidak benci atas kewajiban puasa ramadhan, yakin terhadap pahala dan ganjaran yang akan didapat maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.
3. Bahwa pahala puasa tidak terikat dengan jumlah tertentu, akan tetapi pahalanya diberikan kepada orang yang berpuasa tanpa ada perhitungan. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :
Artinya : "Semua amalan anak Adam untuknya dan dilipat gandakan setiap satu kebaikan (dianggap) sepuluh kali kebaikan tersebut dan dilipat gandakan menjadi 700 kali. Allah berfirman : Kecuali puasa, karena amalan itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. (disebabkan) meninggalkan sahwatnya dan makanannya demi Aku." (HR Muslim)
4. Dua kabahagiaan bagi orang yang berpuasa. yaitu kebahagiaan ketika berbuka puasa setelah menahan nafsu, lapar dan dahaga sehari penuh. dan kebahagiaan ketika menjumpai Allah diakherat dengan dimasukkannya kedalam surga-Nya. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :
Artinya : "Untuk orang yang berpuasa dua kebahagiaan : kebahagiaan ketika berbuka puasa. dan kebahagiaan ketika menemui Tuhannya." (Muttafaq 'Alaihi)
5. Bahwa amalan puasa memberi syafaat kepada yang mengamalkannya. seperti Al-Qur'an yang memberi syafaat diakherat kepada orang yang membacanya. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :
Artinya : "Puasa dan Al-Qur'an memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat. puasa berkata : Wahai Robb, aku telah menahannya dari makanan dan syahwat maka berikanlah syafaat. Al-Qur'an berkata : Wahai Robb, aku telah menahannya dari tidur dimalam hari maka berilah syafaat. Rosulullah berkata : maka keduanya memberi syafaat." (HR Ahmad, Ath-Thabrany dan Al-Hakim)
Itulah 5 keutamaan puasa ramadhan. dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan yang berkaitan dengan amalan puasa. dengan diwajibkannya amalan-amalan bukan saja memberikan pahala bagi kita, bahkan menjadikan kita sebagai makhluk yang utama dan penuh dengan masa depan yang cerah. semoga kita dijadikan sebagai hamba-hamba-Nya yang taat dan ridho dengan semua keputusan-Nya.
MENGIMANI SHIRATH, JEMBATAN DI ATAS NERAKA Oleh Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra
Di akherat kelak, akan banyak sekali peristiwa yang sangat menakjubkan sekaligus menakutkan. Kita, sebagai seorang Mukmin, wajib mempercayai segala hal yang akan terjadi pada hari Kiamat, baik yang disebutkan dalam al-Qur'aan maupun yang terdapat dalam Hadits yang shahih. Kita tidak boleh membeda-bedakan dalam urusan beriman dengan segala peristiwa tersebut, baik itu sesuai dengan logika ataupun tidak. Segala hal yang akan terjadi di akherat tidak bisa kita qiyaskan dengan peristiwa di dunia ini. Karena semua peristiwa di akherat adalah peristiwa yang penuh dengan keluarbiasaan dan kedahsyatan. Di antara peristiwa yang akan menakjubkan sekaligus menakutkan di alam akhirat kelak, peristiwa melewati shirâth (jembatan) yang terbentang di atas neraka menuju ke surga. Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan kemudahan kepada kita untuk melewatinya kelak di akherat.
PENGERTIAN SHIRATH.
Shirâth secara etimologi bermakna jalan lurus yang terang[1] . Adapun menurut istilah, yaitu jembatan terbentang di atas neraka Jahannam yang akan dilewati oleh manusia ketika menuju Surga [2] .
DALIL-DALIL TENTANG KEBERADAAN SHIRAT
Landasan keyakinan tentang adanya shirâth pada hari Kiamat berdasarkan kepada ijma’ para ulama Ahlus Sunnah yang bersumberkan kepada dalil-dalil yang akurat dari al-Qur`ân dan Sunnah. Berikut ini kita sebutkan beberapa dalil yang menerangkan tentang adanya shirâth.
Di antara ulama berhujjah dengan firman Allâh Azza wa Jalla berikut :
Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan akan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan [Maryam/19:71]
Diriwayatkan dari kalangan para Sahabat, di antaranya; Ibnu 'Abbâs Radhiyallahu anhu, Ibnu Mas'ûd Radhiyallahu anhu dan Ka'ab bin Ahbâr bahwa yang dimaksud dengan mendatangi neraka dalam ayat tersebut adalah melewati shirâth.[3]
Sementara itu, banyak sekali riwayat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ini, di antaranya:
Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
Kemudian didatangkan jembatan lalu dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam. Kami (para Sahabat) bertanya: "Wahai Rasûlullâh, bagaimana (bentuk) jembatan itu?". Jawab beliau, "Llicin (lagi) mengelincirkan. Di atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Najd, dikenal dengan pohon Sa'dân ..." [Muttafaqun 'alaih]
BENTUK DAN KONDISI SHIRATH.
Dalam hadits yang sudah disebutkan di atas terdapat beberapa ciri atau sifat dan bentuk shirâth, yaitu: "licin (lagi) mengelincirkan, di atasnya ada besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa'dân ...".
Dan disebutkan lagi dalam hadits bahwa shirâth tersebut memiliki cangkok-cangkok besar, yang mencankok siapa yang melewatinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
Dan dibentangkanlah jembatan Jahannam. Akulah orang pertama yang melewatinya. Doa para rasul pada saat itu: "Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah". Pada shirâth itu, terdapat pencangkok-pencangkok seperti duri pohon Sa'dân. Pernahkah kalian melihatnya?" Para Sahabat menjawab, "Pernah, wahai Rasûlullâh. Maka ia seperti duri pohon Sa'dân, tiada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali Allâh. Maka ia mencangkok manusia sesuai dengan amalan mereka". [HR. al-Bukhâri]
Di samping itu, para Ulama menyebutkan pula bahwa shirâth tersebut lebih halus daripada rambut, lebih tajam dari pada pedang, dan lebih panas daripada bara api, licin dan mengelincirkan. Hal ini berdasarkan pada beberapa riwayat, baik yang disandarkan langsung kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataupun kepada para Sahabat tetapi dihukumi marfû'. Sebab, para Sahabat tidak mungkin mengatakannya dengan dasar ijtihad pribadi mereka tentang suatu perkara yang ghaib, melainkan hal tersebut telah mereka dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Sa'id Radhiyallahu anhu berkata: "Sampai kepadaku kabar bahwa shirâth itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang" [4] .
Setelah kita amati dalil-dalil tersebut di atas dapat kita ikhtisarkan di sini sifat dan bentuk shirâth tersebut sebagaimana berikut:
1. Shirâth tersebut amat licin, sehingga sangat mengkhawatirkan siapa saja yang lewat dimana ia mungkin saja terpeleset dan terperosok jatuh.
2. Shirâth tersebut menggelincirkan. Para Ulama telah menerangkan maksud dari 'menggelincirkan' yaitu ia bergerak ke kanan dan ke kiri, sehingga membuat orang yang melewatinya takut akan tergelincir dan tersungkur jatuh.
3. Shirâth tersebut memiliki besi pengait yang besar, penuh dengan duri, ujungnya bengkok. Ini menunjukkan siapa yang terkena besi pengait ini tidak akan lepas dari cengkeramannya.
4. Terpeleset atau tidak, tergelincir atau tidak, dan tersambar oleh pengait besi atau tidak, semua itu ditentukan oleh amal ibadah dan keimanan masing-masing orang.
5. Shirâth tersebut terbentang membujur di atas neraka Jahannam. Barang siapa terpeleset dan tergelincir atau terkena sambaran besi pengait, maka ia akan terjatuh ke dalam neraka Jahannam.
6. Shirâth tersebut sangat halus, sehingga sulit untuk meletakkan kaki di atasnya.
7. Shirâth tersebut juga tajam yang dapat membelah telapak kaki orang yang melewatinya. Karena sesuatu yang begitu halus, namun tidak bisa putus, maka akan menjadi tajam.
8. Sekalipun shirâth tersebut halus dan tajam, manusia tetap dapat melewatinya. Karena Allâh Azza wa Jalla Maha Kuasa untuk menjadikan manusia mampu berjalan di atas apapun.
9. Kesulitan untuk melihat shirâth karena kehalusannya, atau terluka karena ketajamannya, semua itu bergantung kepada kualitas keimanan setiap orang yang melewatinya.
BAGAIMANA KEADAAN MANUSIA KETIKA MELEWATI SHIRATH?
Setelah kita melihat sikilas tentang sifat-sifat shirâth yang tedapat dalam hadits-hadits shahih. Berikutnya kita lihat pula bagaimana keadaan manusia ketika melewati shiraath tersebut.
1. Riwayat Pertama:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: "Lalu diutuslah amanah dan rohim (tali persaudaraan) keduanya berdiri di samping kair-kanan shiraath tersebut. Orang yang pertama lewat seperti kilat". Aku bertanya: "Dengan bapak dan ibuku (aku korbankan) demi engkau. Adakah sesuatu seperti kilat?" Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : "Tidakkah kalian pernah melihat kilat bagaimana ia lewat dalam sekejap mata? Kemudian ada yang melewatinya seperti angin, kemudian seperti burung dan seperti kuda yang berlari kencang. Mereka berjalan sesuai dengan amalan mereka. Nabi kalian waktu itu berdiri di atas shirâth sambil berkata: "Ya Allâh selamatkanlah! selamatkanlah! Sampai para hamba yang lemah amalannya, sehingga datang seseorang lalu ia tidak bisa melewati kecuali dengan merangkak". Beliau menuturkan (lagi): "Di kedua belah pinggir shirâth terdapat besi pengait yang bergatungan untuk menyambar siapa saja yang diperintahkan untuk disambar. Maka ada yang terpeleset namun selamat dan ada pula yang terjungkir ke dalam neraka". [HR. Muslim]
2. Riwayat Kedua:
Orang Mukmin (berada) di atasnya (shirâth), ada yang secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat kuda yang amat kencang berlari, dan ada yang secepat pengendara. Maka ada yang selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang dilemparkan ke dalam neraka. Mereka yang paling terakhir merangkak secara pelan-pelan”. [Muttafaqun 'alaih]
3. Riwayat Ketiga:
Di antara mereka ada yang binasa disebabkan amalannya, dan di antara mereka ada yang tergelincir namun kemudian ia selamat [Muttafaqun 'alaih]
4. Riwayat Keempat:
Dan dibentangkanlah shirâth di atas permukaan neraka Jahannam. Maka aku dan umatku menjadi orang yang pertama kali melewatinya. Dan tiada yang berbicara pada saat itu kecuali para rasul. Dan doa para rasul pada saat itu: "Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah……di antara mereka ada yang tertinggal dengan sebab amalannya dan di antara mereka ada yang dibalasi sampai ia selamat”. [HR. Muslim]
Melalui riwayat-riwayat yang kita sebutkan di atas dapat kita simpulkan di sini bagaimana kondisi manusia saat menlintasi shirâth :
1. Ketika manusia melewati shirâth, amanah dan ar-rahm (hubungan silaturrahim) menyaksikan mereka. Ini menunjukkan betapa pentingnya menunaikan amanah dan menjalin hubungan silaturrahim. Barangsiapa melalaikan keduanya, maka ia akan merasa gemetar ketika disaksikan oleh amanah dan ar-rahm saat melewati shirâth.
2. Kecepatan manusia saat melewati shirâth yang begitu halus dan tajam tersebut sesuai dengan tingkat kecepatan mereka dalam menyambut dan melaksanakan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla di dunia ini.
3. Di antara manusia ada yang melewati shirâth secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat burung terbang, dan ada pula yang secepat kuda yang berlari kencang.
4. Di antara manusia ada yang melewatinya dengan merangkak secara pelan-pelan, ada yang berjalan dengan menggeser pantatnya sedikit demi sedikit, ada pula yang bergelantungan hampir-hampir jatuh ke dalam neraka dan ada pula yang dilemparkan ke dalamnya.
5. Besi-besi pengait baik yang bergantungan dengan shirâth maupun yang berasal dari dalam neraka akan menyambar sesuai dengan keimanan dan ibadah masing-masing manusia.
6. Yang pertama sekali melewati shirâth adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya.
7. Setiap rasul menyasikkan umatnya ketika melewati shirâth dan mendoakan umat mereka masing-masing agar selamat dari api neraka.
8. Ketika melewati shirat setiap mukmin agar diberi cahaya sesuai dengan amalnya masing-masing. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu dalam menafsirkan firman Allâh Azza wa Jalla :
9. Pada hari itu, engkau melihat orang-orang mukmin cahaya mereka menerangi dari hadapan da kanan mereka [al-Hadîd/57:12]
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Mereka melewati shirâth sesuai dengan tingkat amalan mereka. Di antara mereka ada cahayanya sepert gunung, ada cahayanya yang seperti pohon, ada cahayanya setinggi orang berdiri, yang paling sedikit cahayanya sebatas menerangi ampu kakinya, sesekali nyala sesekali padam” [5] .
KELOMPOK YANG MENYIMPANG DALAM MENGIMAMI
Meski banyak sekali dalil yang mengharuskan umat mengimani adanya shirâth, namun ada saja kelompok yang menyimpang dalam masalah ini, yaitu kaum Mu’tazilah. Mereka tidak mengimani adanya shirâth yang hakiki pada hari Kiamat, karena –menurut mereka- hal itu tidak masuk akal dan tidak logis (?!).
Syubhat yang merasuki hati mereka dalam pengingkaran ini, bagaimana mungkin manusia bisa melewati di atas benda yang lebih halus dari rambut, lebih tajam dari pedang, amat licin dan selalu bergerak-gerak?
Para Ulama telah membantah dan menjawab pernyataan aneh mereka ini dan orang-orang yang meragukan wujud shirâth, seperti Imam al-Qurthubi rahimahullah. Setelah menyebutkan perkataan mereka, beliau berkata, "Apa yang disebutkan oleh orang ini adalah tertolak berdasarkan hadits-hadits yang kita sebutkan, bahwa beriman dengan hal itu adalah wajib. Sesungguhnya (Allâh) Dzat yang mampu menahan burung di udara, tentu sanggup menahan orang Mukmin di atas shirâth tersebut. Baik, dengan berlari maupun berjalan. Tidak boleh dialihkan dari makna hakiki kepada makna majazi kecuali bila mustahil. Dan tidak ada kemustahilan dalam hal itu, berdasarkan hadits-hadits dan penjelasan para ulama yang terkemuka tentang hal itu. Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allâh Azza wa Jalla , maka ia tidak akan memiliki cahaya (petunjuk)” [6] .
PELAJARAN DAN HIKMAH DIBALIK KEIMANAN KEPADA KEIMANAN
Qurthubi rahimahullaht berkata, "Coba renungkan sekarang tentang apa yang akan engkau alami, berupa ketakutan yang ada pada hatimu ketika engkau menyaksikan shirâth dan kehalusannya (bentuknya). Engkau memandang dengan matamu kedalaman neraka Jahanam yang terletak di bawahnya. Engkau juga mendengar gemuruh dan gejolaknya. Engkau harus melewati shirâth itu sekalipun keadaanmu lemah, hatimu gundah, kakimu bisa tergelincir, punggungmu merasa berat karena memikul dosa, hal itu tidak mampu engkau lakukan seandainya engkau berjalan di atas hamparan bumi, apa lagi untuk di atas shirâth yang begitu halus.
Bagaimana seandainya engkau meletakkan salah satu kakimu di atasnya, lalu engkau merasakan ketajamannya! Sehingga mengharuskan mengangkat tumitmu yang lain! Engkau menyaksikan makhluk-makhluk di hadapanmu tergelincir kemudian berjatuhan! Mereka lalu ditarik oleh para malaikat penjaga neraka dengan besi pengait. Engkau melihat bagaimana mereka dalam keadaan terbalik ke dalam neraka dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas. Wahai betapa mengerikannya pemandangan tersebut. Pendakian yang begitu sulit, tempat lewat yang begitu sempit"[7] .
Imam al-Qurthubi rahimahullah menambahkan, "Bayangkanlah wahai saudaraku!. Seandainya dirimu berada di atas shiraath, dan engaku melihat di bawahmu neraka Jahanam yang hitam-kelam, panas dan menyala-nyala, engkau saat itu sesekali berjalan dan sesekali merangkak"[8].
Dari pembahasan shirâth di atas terbukti kebenaran aqidah Ahlus Sunnah dalam pembahasan masalah iman:
1. Bahwa amal sholeh merupakan bagian dari iman, karena jelas sekali disebutkan dalam hadits-hadits shirâth tersebut bahwa kecepatan manusia melewatinya sesuai dengan kadar keimanan mereka masing-masing. Ini sekaligus membantah paham Murji`ah yang mengeluarkan amal sholeh sebagai bagian dari iman.
2. Bahwa iman bertambah dan berkurang. Ketika seorang Mukmin berbeda-beda tingkat kekuatan iman mereka, maka berbeda-beda pula tingkat kecepatan mereka ketika melewati shirâth.
Dalam pembahasan shirâth ini terdapat pula pelajaran bagi kita agar kita berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, sehingga termasuk orang yang paling cepat ketika melewati shirâth di akhirat kelak. Semoga bermanfaat. Wallâhu a’lam bish shawâb
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIV/1432H/2011. _______ Footnote [1]. Al-Qâmûs al-Muhîth hlm. 872 [2]. Lawâmi'ul Anwâr 2/189 [3]. Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr 5/254 [4]. Lihat Shahîh Muslim 1/117 [5]. Imam Ibnu Katsîr t berkata: “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hâtim dan Ibnu Jarîr” (tafsir Ibnu katsir: 8/15) [6]. At-Tadzkirah 1/381 [7]. At-Tadzkirah 1/381 [8]. At-Tadzkirah 1/381
|
ORANG YANG PALING UTAMA
Disebutkan di dalam kitab Tanbiihul Ghafilin, bahwa orang yang paling utama, ialah orang yang meliki 5 perkara, yaitu :
1. Menyembah Tuhannya dengan penuh kemantaban hati. 2. Memberikan manfaat terhadap sesama mahluk secara nyata. 3. Orang lain selamat dari kejahatannya. 4. Tidak berharap apapun dari apa-apa yang dimiliki orang lain. 5. Selalu mempersiapkan bekal untuk menyambut datangnya maut.
Disebutkan dalam kitab Tanbiihul Ghafilin, bahwa Syaikh Abi Hamid al Lafaf berkata : “ Barangsiapa yang banyak mengingat maut (kematian) maka ia akan dimuliakan dengan 3 perkara, yaitu : (1) bersegera bertaubat, (2) bersifat qona’ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang ada, dan (3) bersegera dalam beribadah.
Sedangkan barangsiapa yang melupakan maut, maka ia akan dihukum dengan 3 perkara, yaitu : (1) menunda-nunda bertaubat, (2) tidak bisa ridha dan merasa cukup dengan apa yang ada, dan (3) malas beribadah.
Disamping itu, orang yang melupakan maut, maka dia tidak akan memiliki kendali untuk mengendalikan dan menghentikan diri dari dorongan-dorongan nafsu yang selalu mengajak maksiat kepada Allah, dan dia tidak memiliki pendorong dan penyemangat dalam melakukan ibadah dan taat kepada Allah, sehingga hidupnya hanya digunakan untuk memenuhi dan memuaskan hasrat nafsu yang tidak akan pernah ada habisnya. Akhirnya maut menjemput dalam keadaan suu ul khatimah. Na’udzu billahi min dzaalik.
|
BERBAHAGIALAH DENGAN KESULITAN HIDUP TAKUTLAH DENGAN KEMUDAHAN HIDUP
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa Allah 'azza wa jalla berfirman yang artinya : " Demi keagunganKu dan demi kemuliaanKu, Aku tidak akan mengeluarkan hambaKu dari dunia ini sedangkan Aku ingin merahmatinya, sebelum Aku tunaikan dari setiap kesalahan yang ia lakukan (di dunia ini), sebagi penyakit di tubuhnya, atau musibah dalam keluarga atau anaknya, atau sebagai kesempitan dalam hidupannya, atau kesulitan dalam ekonominya, hingga Aku sampaikan darinya beberapa mitsqal dzurrah. Dan jika masih ada kesalahan yang tersisa, maka kematiannya Aku buat berat (karena untuk menggenapkan hukumannya), sehingga dia menemuiKu (bersih dari kesalahan) seperti ketika ibunya melahirkannya ".
Dalam hadis ini, dijelaskan bahwa jika Allah menghendaki hambaNya mati dalam keadaan chusnul khatimah, maka dari setiap dosa dan kesalahan yang dilakukannya, Allah memberikan hukumannya di dunia ini. Sehingga kehidupannya akan sangat berat dipenuhi oleh berbagai musibah dan kesulitan. Bahkan kematiannya pun akan terasa sangat berat dan sakit, karena pada saat itu ia harus menghabiskan semua hukuman dari dosa-dosa yang masih tersisa. Tetapi, setelah itu, ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan seperti bayi yang baru saja lahir dari rahim ibunya.
Sebaliknya, jika Allah menghendaki hambaNya mati dalam keadaan suu ul khatimah, maka Allah telah menjelaskan dalam firmanNya : " Demi keagunganKu dan demi kemuliaanKu, Aku tidak akan mengeluarkan hambaKu dari dunia ini sedangkan Aku ingin mengazabnya, sebelum Aku tunaikan dari setiap kebaikan yang ia lakukan (di dunia ini) sebagai kesehatan di tubuhnya, keluasan dalam rizqinya, kesenangan dalam hidupnya, dan ketenangan dalam hatinya, hingga Aku sampaikan darinya beberapa mitsqal dzurrah. Dan jika masih ada kebaikan yang tersisa, maka kematiannya Aku buat mudah (untuk menggenapkan balasan kebaikan yang tersisa itu), sehingga ketika nyawanya dicabut, maka tidak ada lagi baginya satu kebaikanpun yang bisa ia gunakan untuk menjaga dari api neraka ".
Intinya, bersabarlah dan berbahagialah jika kita seorang muslim yang taat kepada Allah 'Azza wa Jalla, tetapi hidup serba dalam kesulitan dan kesusahan, karena sesungguhnya itu adalah neraka yang didahulukan di dunia ini, sehingga di akherat nanti tidak ada lagi neraka, dan yang ada hanyalah surga. Sebaliknya, bersyukurlah dan waspadalah jika kita hidup dalam kemudahan dan kesenangan, karena sesungguhnya itu merupakan surga yang didahulukan di dunia ini. Jika kita tidak waspada dan berhati-hati, maka di akherat nanti tidak ada lagi surga, dan yang ada hanyalah neraka.
Wallahu a'lamu bish shawab |
GHARAIBIL ‘ILMI
Diriwayatkan dari Abdillah bin Masur al Hasyimiy Ra. dia berkata : "Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Laki-laki itu berkata : "(Wahai rasulullah) aku datang kepadamu, agar engkau mengajariku gharaibil 'ilmi (ilmu yang asing, nyleneh, rumit)". Rasulullah Saw. bertanya kepadanya : "Apakah yang telah engkau kerjakan dengan ilmu yang pokok-pokok?". Laki-laki itu bertanya : "Apakah ilmu yang pokok-pokok itu?". Rasulullah Saw. bersabda : "Apakah engkau mengenal tuhanmu?". "Ya" jawab laki-laki itu. Rasulullah Saw. bertanya : "Hak-hak Tuhanmu apa sajakah yang telah engkau kerjakan?" "Masyaa Allah". jawab laki-laki itu. Kemudian Rasulullah Saw. bertanya lagi : "Tahukah engkau tentang kematian?". "Ya" jawab laki-laki itu. Rasulullah Saw. bertanya : "Apa sajakah yang telah engkau persiapkan untuk kematian?". "Masyaa Allah", jawab laki-laki itu. Maka Rasulullah Saw. bersabda : "Pergilah. Dan tetaplah engkau pada dua perkara itu, kemudian kembalilah kemari. Maka aku akan mengajarimu tentang ilmu yang asing-asing itu".
Setelah beberapa tahun, laki-laki itu datang kepada Rasulullah Saw. Maka beliau bersabda : "Letakkan tanganmu, di atas hatimu. Apa saja yang engkau tidak ridha untuk dirimu, maka janganlah engkau ridha untuk saudara islammu. Dan apa saja yang engkau ridha untuk dirimu, maka ridhailah itu untuk saudara islammu. Itulah gharaibil 'ilmi".
Disini Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa 'mempersiapkan bekal untuk kematian' adalah ilmu pokok, yang harus diutamakan. Disamping juga Rasulullah menjelaskan, bahwa ilmu yang rumit, asing, dan sulit, adalah 'mengusahakan apa yang terbaik untuk saudara sesama muslim'. Bukan ilmu seperti yang kita bayangkan, tapi ilmu yang mengajarkan kepada kita agar ketika orang lain senang, maka kitapun ikut senang, dan ketika orang lain susah, maka kitapun ikut susah. Itulah gharaibul 'ilmi.
Wallahu a'lamu bish shawab |
MAUT Rasulullah saw, bersabda yang artinya : "Barangsiapa yang senang berjumpa dengan Allah (mati), maka Allah juga senang berjumpa dengannya. Dan barangsiapa yang tidak senang berjumpa dengan Allah, maka Allah juga tidak senang berjumpa dengannya". Kemudian 'Aisyah ra. berkata kepada beliau saw. : "Wahai Rasulullah, kita semua tidak senang terhadap kematian". Maka Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya jika seorang mukmin berada dalam sakaratul maut, maka diberitakan kepadanya tentang rahmat Allah (surga dengan segala kenikmatannya), sehingga ia menjadi sangat menginginkan berjumpa dengan Allah (mati), dan Allahpun sangat menginginkan berjumpa dengannya.
Sedangkan jika seorang kafir berada dalam keadaan sekarat, maka diberitakan kepadanya tentang azab yang Allah telah sediakan untuknya (neraka dengan segala kepedihan siksanya), sehingga dia menjadi semakin benci berjumpa dengan Allah (mati), dan Allahpun semakin benci berjumpa dengannya".
Perkataan 'Aisyah Ra 'Wahai Rasulullah kita semua tidak senang terhadap kematian', itu dikarenakan rasa sakitnya sangat dahsyat dan sangat keras. Kematian itu sakitnya seperti dibabat dengan seribu pedang. Seperti dikuliti hidup-hidup. Seperti dahan yang rantingnya bercabang-cabang dimasukkan dari mulut, kemudian ditarik dan dihentakkan dengan sangat kuat, dengan sekali hentakan hingga semuanya keluar dari dubur. Rasulullah Saw, melukiskan gambaran dahsyatnya kematian dengan gambaran yang luar biasa sakitnya. Bahkan dahsyatnya rasa sakit akibat kematian, tidak berkurang sedikitpun setelah berlalu Sembilan puluh tahun.
Namun derita sakitnya kematian yang sangat dahsyat itu, bagi orang yang beriman semuanya akan hilang, dan akan terasa sangat mudah, tertutup oleh rahmat Allah dan besarnya kenikmatan surga yang telah dijanjikan, yang ditampakkan ketika ia dalam keadaan sakaratul maut. Sehingga kematian orang yang beriman hanyalah seperti sehelai rambut yang ditarik keluar dari adonan tepung. Mudah sekali, tanpa terasa sakit. Orang kafirlah yang akan merasakan semua derita kematian yang sangat dahsyat dan menyakitkan itu. Apalagi ketika jiwanya memberontak dan meronta-ronta berusaha melepaskan diri, maka akan semakin lama dan semakin bertambah rasa sakitnya. Na'udzubillahi min dzaalik.
Oleh karena itu, marilah kita selalu menjaga iman dan islam kita, bersemangat dalam mempersiapkan bekal kita untuk menyambut kematian dan untuk menempuh kehidupan di akherat. Dan marilah kita selalu tabah dan kuat dalam menerima semua derita hidup yang menimpa kita di dunia ini, kita hadapi dengan penuh kesabaran. Karena dahsyatnya derita hidup di dunia ini belumlah apa-apa jika dibandingkan dengan dahsyatnya kematian dan azab yang kekal di akherat nanti, yang pasti akan kita hadapi tanpa ada sedikit keraguanpun. Sesungguhnya kita semua telah divonis mati oleh Hakim yang Maha Adil, hanya saja kita tidak tahu kapan eksekusinya terjadi.
Tuubuu qabla an tamuutuu. Bertaubatlah sebelum kalian semua mati. Inilah perintah Allah Dzat yang tidak akan pernah mengingkari janji-janjiNya. Sesungguhnya taubat itu menghapus dosa-dosa seperti air bersih menghapus noda-noda. Orang yang berdosa, kemudian ia bertaubat, maka seperti orang yang tidak pernah berdosa. Bersyukurlah dengan kemurahan Allah ini. Bertaubatlah sebelum mati datang menghampiri.
| TERBANGUN DARI KELALAIAN
Sudah semestinya bagi setiap orang yang berakal untuk bangkit tersadar dari lelapnya kelalaian (agar dapat menyelesaikan kehidupannya di dunia ini dengan penuh rasa aman tentram, damai dan bahagia, serta dapat menempuh kehidupannya di alam kelanggengan akherat nanti dengan selamat, penuh nikmat, mulia di surga). Adapun pertanda orang terbangun dari lelapnya kelalaian, itu ada 4, yaitu :
(1) Menyelesaikan urusan dunia ini dengan qona’ah dan santai. Qona’ah ialah merasa cukup dengan apa yang ada pada dirinya, dan tidak menginginkan apa yang ada pada orang lain. Sedangkan santai artinya tidak terburu-buru. Kalau tercapai hari ini Alhamdulillah, kalau tidak tercapai hari ini tidak masalah. Karena masih ada hari esok, hari esoknya lagi, dan hari esoknya lagi. Bahkan seandainya tidak tercapai pun juga tidak apa-apa, karena seandainya tercapai pun akhirnya juga pasti hanya akan ditinggalkan juga.
(2) Menyelesaikan urusan akherat dengan rakus dan kemrungsung. Rakus artinya sangat ingin bisa mendapatkan yang sebanyak-banyaknya dan yang sebaik-baiknya. Sedangkan kemrungsung artinya tidak tenang dan tidak tentram hatinya sebelum berhasil mendapatkannya.
(3) Menyelesaikan urusan agama dengan ilmu dan dengan kesungguhan. Karena ibadah apapun yang dilakukan tanpa ilmu, maka ibadah itu akan tertolak, dan tidak mungkin diterima oleh Allah. Karena ibadah yang dilakukan dengan ngawur, tanpa ilmu, maka tidak akan membawa kebaikan, tapi malah akan mendatangkan keburukan. Itulah sebabnya, apapun yang akan dilakukan harus diketahui ilmunya, dan apapun yang tidak diketahui ilmunya, maka sebaiknya ditinggalkan tidak usah dikerjakan). Begitu pula harus dengan kesungguhan, karena semua urusan agama pasti berlawanan dengan keinginan nafsu, sehingga tidak mungkin dapat terselesaikan jika tidak dengan kesungguhan.
(4) Menyelesaikan urusan sesama mahluk dengan nasehat dan penuh perhatian. Nasehat ialah merasa senang jika orang lain berada dalam kebaikan dan kenikmatan, dan merasa susah jika orang lain berada dalam keburukan dan kesusahan.
Inilah tanda-tanda orang yang bangkit terbangun dan tersadar dari lelapnya kelalaian. Orang yang memiliki ketenangan dan ketentraman serta kebahagiaan dalam hidupnya di dunia ini, dan memiliki keselamatan dan kebahagiaan abadi di akherat nanti.
Wallahu a’lamu bish shawaab
| Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:
1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.
Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.
Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri.
Kamu jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin. (Al-Mihrab).[]
|
KESESATAN QARUN
Qarun adalah kaum Nabi Musa, berkebangsaan Israel, dan bukan berasal dari suku Qibthi (Gypsy, bangsa Mesir). Allah mengutus Musa kepadanya seperti diutusnya Musa kepada Fir'aun dan Haman. Allah telah mengaruniai Qarun harta yang sangat banyak dan perbendaharaan yang melimpah ruah yang banyak memenuhi lemari simpanan. Perbendaharaan harta dan lemari-lemari ini sangat berat untuk diangkat karena beratnya isi kekayaan Qarun. Walaupun diangkat oleh beberapa orang lelaki kuat dan kekar pun, mereka masih kewalahan.
Qarun mempergunakan harta ini dalam kesesatan, kezaliman dan permusuhan serta membuatnya sombong. Hal ini merupakan musibah dan bencana bagi kaum kafir dan lemah di kalangan Bani Israil.Dalam memandang Qarun dan harta kekayaannya, Bani Israil terbagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok orang yang beriman kepada Allah dan lebih mengutmakan apa yang ada di sisi-Nya. Karena itu mereka tidak terpedaya oleh harta Qarun dan tidak berangan-angan ingin memilikinya. Bahkan mereka memprotes kesombongan, kesesatan dan kerusakannya serta berharap agar ia menafkahkan hartanya di jalan Allah dan memberikan kontribusi kepada hamba-hamba Allah yang lain.Adapun kelompok kedua adalah yang terpukau dan tertipu oleh harta Qarun karena mereka telah kehilangan tolok ukur nilai, landasan dan fondasi yang dapat digunakan untuk menilai Qarun dan hartanya. Mereka menganggap bahwa kekayaan Qarun merupakan bukti keridhaan dan kecintaan Allah kepadanya. Maka mereka berangan-angan ingin bernasib seperti itu.
Qarun mabuk dan terlena oleh melimpahnya harta dan kekayaan. Semua itu membuatnya buta dari kebenaran dan tuli dari nasihat-nasihat orang mukmin. Ketika mereka meminta Qarun untuk bersyukur kepada Allah atas sedala nikmat harta kekayaan dan memintanya untuk memanfaatkan hartanya dalam hal yang bermanfaat,kabaikan dan hal yang halal karena semua itu adalah harta Allah, ia justru menolak seraya mengatakan "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku"
Suatu hari, keluarlah ia kepada kaumnya dengan kemegahan dan rasa bangga, sombong dan congkaknya. Maka hancurlah hati orang fakir dan silaulah penglihatan mereka seraya berkata, "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar."Akan tetapi orang-orang mukmin yang dianugerahi ilmu menasihati orang-orang yang tertipu seraya berkata, "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh…."
Berlakulah sunnatullah atasnya dan murka Allah menimpanya. Hartanya menyebabkan Allah murka, menyebabkan dia hancur, dan datangnya siksa Allah. Maka Allah membenamkan harta dan rumahnya kedalam bumi, kemudian terbelah dan mengangalah bumi, maka tenggelamlah ia beserta harta yang dimilikinya dengan disaksikan oleh orang-orang Bani Israil. Tidak seorangpun yang dapat menolong dan menahannya dari bencana itu, tidak bermanfaat harta kekayaan dan perbendaharannya.
Tatkala Bani Israil melihat bencana yang menimpa Qarun dan hartanya, bertambahlah keimanan orang-orang yang beriman dan sabar. Adapaun mereka yang telah tertipu dan pernah berangan-angan seperti Qarun, akhirnya mengetahui hakikat yang sebenarnya dan terbukalah tabir, lalu mereka memuji Allah karena tidak mengalami nasib seperti Qarun. Mereka berkata, "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)."
PENYEBUTAN QARUN DALAM QURAN
Nama Qarun diulang sebanyak empat kali dalam Al-Quran, dua kali dalam surah al-Qashash, satu kali dalam surah al-`Ankabut, dan satu kali dalam surah al-Mu'min.Penyebutan dalam surah al-`Ankabut pada pembahasan singkat tentang pendustaan oleh tiga orang oknum thagut, yaitu Qarun,Fir'aun, dan Haman, lalu Allah menghancurkan mereka.
"Dan (juga) Qarun, Fir'aun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi, mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu).
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu, kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (al-`Ankabut: 39-40)
Penyebutan dalam surah al-Mu'min (Ghafir) pada kisah pengutusan Musa a.s. kepada tiga orang thagut yang mendustakannya."Dan sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata, kepada Fir'aun, Haman, dan Qarun, maka mereka berkata, `(Ia) adalah seorang ahli sihir yang pendusta.'" (al-Mu'min:23-24)
|
Jibril & 12,000 Malaikat menemui Rasulullah di Bukit Qubais
Bagi tiap-tiap seorang ada malaikat penjaganya silih berganti dari hadapannya dan dari belakangnya, yang mengawas dan menjaganya (dari sesuatu bahaya) dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki untuk menimpakan kepada sesuatu kaum bala bencana (disebabkan kesalahan mereka sendiri), maka tiada sesiapapun yang dapat menolak atau menahan apa yang ditetapkanNya itu, dan tidak ada sesiapapun yang dapat menolong dan melindungi mereka selain daripadaNya. (Ar-R'ad 13:11)
Pada zaman jahiliah di antara beberapa orang raja ada seorang raja yang bernama raja Habib lbnu Malik di kota Syam. Orang-orang arab menggelarnya “Raihanah Quraisyin.”
Ketika Raja Habib bersama angkatan tenteranya seramai 12,000 orang singgah di Abthah, iaitu suatu tempat dekat kota Makkah maka datanglah Abu Jahal beserta pengikut pengikutnya memberikan berbagai-bagai hadiah kepada raja Habib.
Setelah itu Abu Jahal dipersilakan duduk di sebelah kanan raja Habib. Berkata raja Habib: “Wahai Abu Jahal katakan kepadaku tentang Muhammad.”
Berkata Abu Jahal: “Tuan, silalah tuan tanya tentang Muhammad itu dari Bani Hasyim.”
Raja Habib pun bertanya kepada Bani Hasyim: “Wahai Bani Hasyim, katakan pada beta tentang Muhammad itu.”
Berkata Bani Hasyim: “Sebenarnya kami telah mengenal Muhammad itu sejak dia kecil lagi, orangnya sungguh amanah dan setiap katanya benar; dia tidak akan berkata selain dari yang benar. Apabila umur Muhammad meningkat pada 40 tahun dia telah mula mencela Tuhan kita dan dia membawa agama baru yang bukan datangnya dari nenek moyang kita.”
Sebaik sahaja raja Habib mendengar penjelasan dan Bani Hasyim maka dia pun berkata: “Bawa Muhammad mengadap dengan cara baik, kalau Muhammad degil maka gunakan kekerasan.
Setelah itu mereka pun mengutus salah seorang untuk menjemput Muhammad SAW. Setelah Rasulullah SAW menerima pesanan raja, baginda pun bersiap-siap untuk pergi, sementara itu Abu Bakar ra dan Siti Khadijah menangis kerana takut baginda dizalimi oleh raja tersebut.
Rasulullah SAW berkata: “Janganlah kamu berdua menangis, serahkanlah urusanku ini kepada Allah SWT.”
Kemudian Ahu Bakar ra pun mengaturkan pakaian untuk RasuIulIah SAW yang terdiri dari baju berwarna merah dan serban berwarna hitam.
Setelah Rasulullah SAW mengenakan pakaian tersebut maka baginda bersama Abu Bakar ra dan Khadijah ra pun pergi menghadap raja Habib. Setelah sampai di hadapan raja, Abu Bakar ra berdiri di sebelah kanan Rasulullah SAW sementara Siti Khadijah berdiri di belakang Rasulullah SAW.
Apabila raja Habib melihat baginda Rasulullah SAW berdiri dihadapannya maka raja Habib pun bangun memberi hormat mempersilakan Rasulullah SAW duduk di sebuah kerusi yang diperbuat dari emas. Sementara itu Siti Khadijah yang merasa cemas berdoa kepada Allah SWT: “Ya Allah, tolonglah Muhammad dan mudahkanlah dia menjawab sebarang pertanyaan.”
Sewaktu baginda duduk di hadapan raja Habib maka keluarlah cahaya memancar dari wajah baginda dan baginda duduk dengan tenang tanpa rasa takut.
Raja Habib memulakan pertanyaan: ‘Wahai Muhammad, kamu pun tahu bahawa setiap Nabi itu ada mukjizatnya, jadi apakah mukjizat kamu itu?”
Bersabda Rasulullah SAW: “Katakan apakah yang kamu kehendaki?”
Berkata raja Habib: Aku mahu matahari itu terbenam dan bulan pula hendaklah turun ke bumi dan kemudiannya bulan hendaklah terbelah menjadi dua, kemudian masuk di bawah baju kamu dan separuh keluar melalui lengan baju kamu yang kanan dan sebelah lagi hendaklah keluar melalui lengan baju kamu yang kiri. Setelah itu bulan itu hendaklah berkumpul menjadi satu di atas kepala kamu dan bersaksi atasmu, kemudian bulan itu hendaklah kembali ke langit dan mengeluarkan cahaya yang hersinar dan hendaklah bulan itu tenggelam. Sesudah itu hendaklah matahari yang tenggelam muncul semula dan berjalan ke tempatnya seperti mulanya.”
Setelah mendengar begitu banyak yang raja Habib kehendaki, maka baginda Rasulullah SAW pun bersabda:
Apakah kamu akan beriman kepadaku setelah aku melakukan segala apa yang kamu kehendaki?”
Berkata raja Habib: “Ya, aku akan beriman kepadamu setelah kamu dapat menyatakan segala isi hatiku.”
Abu Jahal yang sedang menyaksikan percakapan itu segera melompat ke hadapan sambil berkata: “Wahai tuanku, tuanku telah mengatakan yang cukup baik dan tepat.”
Rasulullah SAW pun keluar lalu pergi mendaki gunung Abi Qubais, kemudian baginda mengerjakan solat dua rakaat lalu berdoa kepada Allah SWT. Setelah berdoa maka turunlah malaikat Jibril as bersama dengan 12,000 malaikat dengan memegang panah di tangan mereka.
Malaikat Jibril as berkata: “Assalamu alaika yaa Rasulullah, sesungguhnya Allah telah bersalam kepadamu dan berfirman:
“Wahai kekasihku, janganlah kamu takut dan bersusah hati. Aku akan sentiasa bersamamu di mana sahaja engkau berada dan telah tetap dalam pengetahuanKu dan berjalan di dalam qada kepastianKu di zaman azali apa-apa yang diminta oleh raja Habib bin Malik pada hari ini; pergilah kamu kepada mereka dan berikan hujjahmu dengan tepat dan jelaskan keadaanmu dan keutusanmu. Ketahuilah sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan matahari, bulan, malam dan siang. Sesungguhnya raja Habib itu mempunyai seorang puteri yang tidak mempunyai kedua tangan, kedua kaki dan tidak mempunyai kedua mata. Dan katakan kepadanya bahawa Allah SWT telah mengembalikan kedua tangannya, kedua kakinya dan kedua matanya.”
Setelah itu Rasulullah SAW pun turun dari gunung Abi Qubais dengan rasa tenang dan rasa gembira. Malaikat Jibril as di angkasa dan para malaikat berbaris lurus dan Rasulullah SAW berdiri di maqam Ibrahim. Dan adalah saat itu matahari terbenam.
Matahari mulai seakan-akan berlari cepat, ertinya matahari cepat-cepat terbenam dan menjadi gelap gelita. Kemudian bulan terbit dengan terangnya, setelah bulan naik meninggi baginda Rasulullah SAW memberikan isyarat dengan dua jari-jarinya kepada bulan itu, dan bulan seakan-akan berlari turun ke bumi dan berdiri di hadapan baginda Rasulullah SAW. Kemudian bulan itu bergerak-gerak seperti awan lalu bulan itu terbelah menjadi 2 dan bulan itu masuk di bawah baju Rasulullah SAW separuhnya keluar melalui lengan sebelah kanan baju baginda sementara yang sebelah lagi keluar melalui lengan sebelah kiri baju baginda. Kemudian bulan kembali bercantum mengeluarkan cahaya dengan terang lalu berdiri di atas kepala Rasulullah SAW dengan berkata: “Saya bersaksi bahawa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan saya bersaksi bahawa Muhammad itu hamba Allah dan RasulNya sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang membenarkan engkau Muhammad dan rugilah orang-orang yang menyalahi engkau.”
Setelah bulan berkata demikian maka bulan pun kembali ke langit menjadi terang dan menghilangkan dirinya. Sebaik sahaja bulan menghilangkan dirinya maka matahari pun timbul kembali. Oleh kerana raja Habib telah mengatakan bahawa Rasulullah SAW mesti memberitahu rasa hatinya maka diapun berkata: ‘Wahai Muhammad, kamu masih ada satu syarat lagi.”
Belum sempat Habib hendak berkata maka baginda Rasululah SAW bersabda: “Sesungguhnya kamu mempunyai seorang puteri yang tidak mempunyai dua tangan, tidak mempunyai dua kaki dan dia juga tidak mempunyai dua mata dan sesungguhnya ketahuilah olehmu Allah SWT telah mengembalikan kedua tangan, kedua kaki dan kedua matanya.”
Sebaik sahaja raja Habib mendengar dan meihat segala galanya maka dia pun berkata: “Wahai ahli Makkah, tidak ada kufur sesudah iman dan tidak ada keraguan sesudah yakin, oleh itu ketahuilah oleh kamu sekelian bahawa sesungguhnya aku bersaksi, Tidak ada Tuhan melainkan Allah yang satu dan tidak ada sekutu bagiNya, dan saya bersaksi bahawa sesungguhnya Muhammad itu hambaNya dan utusan-Nya.”
Raja Habib dan semua bala tenteranya masuk Islam. Kemarahan Abu Jahal meluap-luap dan dia berkata: “Wahai tuan raja, apakah tuan percaya kepada ahli syihir ini sehingga syihir itu telah mempersonakan tuan.”
Raja Habib tidak menghiraukan kata-kata Abu Jahal, sebaliknya raja Habib kembali ke negerinya Syam. Apabila raja Habib masuk ke dalam istananya dia disambut oleh anak perempuanya dengan mengucap: “Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu” (Saya bersaksi bahawa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan AlIah dan saya bersaksi bahawa Muhammad itu adalah pesuruhNya dan utusanNya).
Raja Habib tercengang dengan kalimah yang diucapkan oleh anaknya maka dia pun berkata: “Wahai anakku, siapakah yang mengajarkan kepada kamu kalimah ini?”
Berkata anak raja Habib: “Sebenarnya sewaktu saya tidur, telah datang seorang lelaki lalu berkata kepada saya: “Sesunguhnya ayah kamu telah masuk Islam, kalau kamu mahu masuk Islam maka aku kembalikan segala anggota kamu dengan baik.” Setelah itu saya pun tidur dan pagi ini diri saya tidak ada yang
kurang seperti yang ayah lihat sekarang”
Kemudian raja Habib bersyukur sujud kepada Allah SWT agar nikmat iman dan bertambahlah keyakinan. Setelah itu raja Habib mengumpulkan emas, perak dan kain lalu dinaikkan atas lima ekor unta berserta dengan beberapa orang hamba
dikirimkan kepada Rasulullah SAW.
Ketika rombongan yang membawa segala hadiah dari raja Habib itu sampai dekat kota Makkah, tiba-tiba muncul Abu Jahal bersama kuncu-kuncunya lalu berkata: “Kamu semua milik siapa?”
Berkata rombongan itu: “Kami semua ini milik raja Habib bin Ibnu Malik dan kami hendak pergi pada Rasullulah SAW.”
Sebaik sahaja Abu Jahal mendengar jawapan dari rombongan itu maka dia cuba merampas semua barang-barang yang bawa oleh rombongan itu, oleh kerana rombongan itu enggan menyerahkan barang-barang tersebut maka berlakulah pergaduhan antara kedua belah pihak. Apabila berlaku peperangan diantara kedua belah pihak maka berkumpullah penduduk kota Makkah dan datang bersama mereka Rasulullah SAW.
Melihat akan kedatangan orang ramai maka berkata rombongan diraja itu: “Kesemua barang yang kami bawa ini adalah milik raja Habib, dan raja Habib berhajat untuk rnenghadiahkan kesemua barang ini kepada Rasulullah SAW.”
Abu Jahal berkata: “Raja Habib menghadiahkan kesemua harang ini kepada saya.”
Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Wahai penduduk Makkah, adakah kamu semua suka kalau aku mencadangkan sesuatu?”
Berkata penduduk Makkah: “Ya, kami setuju.”
Bersabda Rasulullah SAW: “Kita hendaklah memutuskan percakapan unta ini, untuk siapakah sebenarnya harta ini.
Berkata Abu Jahal: “Kita tentukan perkara ini esok pagi.”
Setelah mendapat persetujuan dari Rasulullah SAW untuk ditunda pada esok hari maka Abu Jahal pun balik dan terus pergi kepada berhala-berhala yang disembahnya, dia pun memberi beberapa korban kepada berhala-berhala mereka dan memohon pertolongan pada berhala mereka sehingga pagi.
Apabila waktu yang dijanji telah tiba maka ramailah penduduk kota Makkah datang untuk melihat keputusan pengadilan. Rasulullah SAW datang bersama bapa saudara baginda danAbu Jahal bersama kuncu-kuncunya. Sebaik sahaja Abu Jahal sampai maka dia pun terus mengelilingi unta itu dengan berkata: “Berkatalah unta-unta semua atas nama Lata, Uzza dan Manata.” Setelah Abu Jahal berkata demikian sekian lama sehingga matahari telah tinggi, namum unta-unta itu tidak berkata apa-apa.
Maka berkata penduduk kota Makkah: ‘Wahai Abu Jahal, cukuplah apa yang kamu buat itu, sekarang giliran Muhamad pula untuk melakukannya.”
Rasulullah SAW pun menghampiri unta-unta tersebut dengan berkata: ‘Wahai unta makhluk Allah, demi ciptaan Allah berkatalah kamu dengan kekuasaan Allah.”
Setelah Rasulullah SAW berkata demikian maka bangunlah salah satu dari lima ekor unta lalu berkata: “Wahai ahli kota Makkah, kami semua ini adalah hadiah raja Habib bin Ibnu Malik untuk dipersembahkan kepada Rasulullah SAW.”
Sebaik sahaja unta itu berkata demikian maka RasulullahSAW pun menarik unta-unta tersebut berserta dengan barang-barang yang dibawanya ke gunung Qubais, kemudian Rasulullah SAW mengeluarkan semua emas dan perak yang
ada di atas unta lalu dikumpulkan sehingga menjadi bukit lalu berkata: “Wahai emas dan perak, hendaklah kamu semua menjadi pasir.”
Kemudian dengan sekejap sahaja kesemua emas dan perak itu menjadi bukit sehingga sekarang
| Jibril a.s menggoncang tugu kaum nabi Saleh
Bagi tiap-tiap seorang ada malaikat penjaganya silih berganti dari hadapannya dan dari belakangnya, yang mengawas dan menjaganya (dari sesuatu bahaya) dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki untuk menimpakan kepada sesuatu kaum bala bencana (disebabkan kesalahan mereka sendiri), maka tiada sesiapapun yang dapat menolak atau menahan apa yang ditetapkanNya itu, dan tidak ada sesiapapun yang dapat menolong dan melindungi mereka selain daripadaNya. (Ar-R'ad 13:11)
Kaum Saleh telah dibinasakan Allah dengan suara jeritan Jibril as. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu. Firman Allah SWT:
"Sesungguhnya kami menimpakan atas mereka suatu suara yang keras mengguntut; maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang mempunyai kandang binatang." (Al- Qomar: 31)
Dikisahkan bahawa pada suatu hari Nabi Saleh menyampaikan berita bahawa pada masa itu akan lahir di tengah-tengah mereka seseorang yang menjadi penyebab kehancuran kaum itu.
Maka para pemuka kaum itu mengadakan mesyuarat untuk membahas masalah tersebut. Akhirnya mereka memutuskan, harus memisahkan diri daripada isteri masing-masing, jika ada yang hamil dan melahirkan anak lelaki maka harus dibunuh. Keputusan mereka itu dijalankan.
Salah seorang dari kaum mereka melahirkan seorang anak lelaki, namun mereka tidak sampai hati untuk membunuhnya. Disebabkan keluarga tersebut belum pernah mempunyai anak, anak itu bemarna Qodaron.
Sebanyak sembilan kaum telah membunuh anak lelaki mereka yang lahir. Namun ketika mereka melihat Qodaron telah menjadi seorang pemuda, mereka merasa menyesal kerana telah membunuh anak-anak mereka dahulunya. Kemudian mereka berunding untuk membunuh Nabi Saleh as.
Mereka berkata: "Sebaiknya kita pergi keluar kota dahulu, kemudian kita pulang dengan secara sembunyi, pada saat itu Nabi Saleh kita bunuh. Lalu kita bersumpah dengan nama Allah dengan kerabatnya bahawa kita tidak membunuhnya dan kita tidak tahu sama sekali tentang pembunuhan itu."
Ketika itu umur Qodaron lima belas tahun. Di saat mereka sedang minum arak, mereka juga memerlukan air, sedangkan pada hari itu merupakan giliran unta untuk mendapatkan air, mereka sudah puas mencari air di tempat yang lain, namun tidak mereka temui. Kemudian Qodaron berkata: "Menurut pendapatku, lebih baik kita bunuh sahaja unta Saleh, sebab kita dalam kesukaran air."
Kemudian mereka pun keluar dengan membawa sebilah pedang, mereka bersembunyi di rumput-rumput di bawah kaki gunung. Pada saat giliran unta Saleh ingin minum air, maka dengan segera Qodaron membunuh unta tersebut. Kemudian mereka juga berusaha membunuh anak unta Nabi Saleh, maka anak unta itu pun berlari ke arah gunung, maka dengan kuasa Allah gunung itu terbelah, dan masuklah anak unta itu ke dalamnya.
Ketika Nabi Saleh as mengetahui peristiwa pembunuhan terhadap unta mukjizatnya itu, maka ia berkata kepada kaumnya: "Anda semua boleh duduk di rumah selama tiga hari, setelah itu akan datang seksaan kepada anda. Tandatandanya adalah, pada hari pertama muka-muka kamu semua menjadi merah, pada hari kedua menjadi kuning, pada hari ketiga menjadi hitam legam."
Di saat mereka melihat tanda-tanda seperti yang diucapkan oleh Nabi Saleh itu betul, mereka pun berkata: "Mari kita bunuh Nabi Saleh seperti kita membunuh untanya." Mereka kemudiannya menuju ke tempat tinggal Nabi Saleh. Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu. Kemudian Jibril as datang sambil memegang tugu-tugu kota itu lalu digoncangnya dengan sekeras-kerasnya. Akhirnya dia menjerit dengan sekuat-kuatnya sehingga mereka semua mati pada saat itu juga.
Begitu gambaran betapa bahayanya minuman keras yang memabukkan ini. Kerana sebab terbunuhnya unta mukjizat Nabi Saleh disebabkan minuman keras. Fitnah Harut dan Maarut juga kerana minuman keras. Sebab terbunuhnya Nabi Yahya kerana minuman keras. Kaum Nabi Nuh mengganggu Nabi Nuh kerana minuman keras. Pembunuhan terhadap Usman ra juga disebabkan minuman keras. Pembunuhan terhadap Sayyidina Husin juga kerana minuman keras."
| Jibril Memberi Peringatan kepada Nabi Yusof as
FIRMAN Allah SWT: “Dan bersama dengan Yusuf masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda.” (Yusuf: 36)
Dua orang yang masuk ke dalam penjara tersebut, adalah tukang beri minum raja dan tukang masak raja. Sedangkan ketika itu yang menjadi raja iaitu “Royyaan.”
Sebab dimasukkan kedua orang pemuda ke dalam penjara adalah kerana kedua pemuda tersebut telah menerima rasuah daripada raja Rom dengan tugas memberi racun dalam makanan dan minuman raja Royyaan.
Tukang masak menerima rasuah tersebut. Sementara itu tukang memberi air raja menolak tawaran raja Rom, dan melaporkan kepada raja tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh tukang masak. Namun tukang memberi air juga dimasukkan ke dalam penjara bersama dengan tukang masak tadi.
Mereka berada di penjara lebih kurang selama tiga hari. Di dalam penjara, mereka berdua melihat Nabi Yusuf as suka membuat penilaian tentang mimpi. Untuk mencuba kebenaran tafsiran atau penilaian Yusuf as mereka mengatakan seakan akan mereka bermimpi, padahal sesungguhnya mereka hanya berbohong.
Sebahagian ulamak mengatakan bahawa tukang memberi minum raja memang betul-betul bermimpi sedangkan tukang masak tidak bermimpi sama sekali. Tukang memberi minum raja berkata: “Aku bermimpi seakan-akan melihat ada tiga buah bekas atau mangkuk dari emas, aku memerah anggur dan memasukkan ke dalam bekas itu. Lalu aku buat khamar dan aku berikan kepada raja Royyaan.
Tukang masak raja berkata pula: “Aku bermimpi seakan akan diriku sedang memikul satu bakul roti di atas kepalaku, dan burung-burung memakan roti tersebut.”
Kemudian Nabi Yusuf as meramal mimpi keduanya. Beliau berkata: “Wahai kedua temanku, adapun salah seorang di antara kamu akan memberikan minuman untuk tuannya dengan khamar, adapun yang seorang lagi ia akan di salib.”
Setelah Nabi Yusuf as selesai meramalkan mimpi mereka, berkata salah seorang di antara mereka: “Sesungguhnya saya tidak bermimpi.’ Maka Nabi Yusuf menjawab: “Telahku ramal mimpimu dan bahkan telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Firman Allah SWT maksudnya: “Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya kepadaku.” (Yusuf: 41)
Tidak beberapa lama setelah itu, maka pegawai-pegawai raja membawa tukang masak tersebut, kemudian mereka salib. Setelah tukang masak tersebut disalib, maka tinggallah tukang memberi minum raja di penjara selama tiga hari. Kemudian datang utusan raja membawanya keluar dari dalam penjara, dia diberi pakaian indah, lalu dibawa kepada raja dengan segala kehormatan.
Ketika tukang memberi minum raja tersebut keluar, Nabi Yusuf sempat berkata: “Jelaskanlah keadaanku ini kepada tuanmu.” KetikaYusuf berkata demikian, maka gunung-ganang pun bergoncang dan turunlah Jibril as serta berkata:
“Wahai Yusuf sesungguhnya Allah SWT bertanya kepadamu: Siapakah yang menjadikan rasa cinta di dalam hati Ya’kub terhadapmu? Yusuf menjawab; “Tuhanku”. Jibril bertanya: Siapakah yang menyelamatkan dirimu dari tipu daya saudara-saudaramu? Yusuf menjawab; Tuhanku. Siapakah yang telah memeliharamu di dalam perigi? Yusuf menjawab; Tuhanku. Siapakah yang menjadikan rasa suka Zulaikha terhadapmu? Yusuf menjawab; Tuhanku. Kemudian Jibril bertanya: Siapa pula yang telah menyelamatkan dirimu dari tipu daya Zulaikha? Yusuf menjawab; Tuhanku.”
Selanjutnya Jibril berkata: “Wahai Yusuf, sesungguhnya Allah SWT telah membuat kebaikan ini untukmu. Maka di manakah engkau melihat tidak mempunyai Allah, sehingga engkau meminta pertolongan kepada yang lain? Wahai Yusuf, dulu datukmu Ibrahim as tidak mahu meminta tolong kepada Jibril ketika ia akan dilemparkan ke dalam api oleh Namruz. Ketika itu aku berkata kepadanya: “Apakah engkau memerlukan pertolongan wahai Ibrahim? Kemudian Ibrahim menjawab: Kepadamu, aku tidak meminta pertolongan.”
Begitu pula datukmu Ismail, ia tidak meminta pertolongan apa pun kepada ayahnya Ibrahim, ketika ia akan dikorbankan. Namun ia hanya berkata: “Insya Allah engkau akan memperolehi aku termasuk golongan orang-orang yang sabar.”
“Tetapi engkau wahai Yusuf baru sahaja tiga hari berada di dalam penjara, sudah tidak sabar, sehingga engkau minta pertolongan kepada raja.”
Maka bersujudlah Nabi Yusuf as. kepada Allah SWT, dan menangis selama empat puluh hari. “YaAllah, demi kehormatan datukku Ibrahim as dan Ismail as dan Ishak as serta demi ayahku Ya’kub as kasihanilah aku dan ampunkanlah kesalahanku.”
Maka turunlah Jibrail as menemui Nabi Yusuf as dan berkata:
“Sesungguhnya Allah SWT berfirman: “Aku telah memaafkanmu, akan tetapi Allah beri engkau hukuman dengan tinggal di dalam penjara selama tujuh tahun lagi.”
| Malaikat Suka Duduk dalam Majlis Zikir
Dari Abu Hurairah ra berkata bahawa Rasulullah SAW telah bersabda: "Allah Tabaraka wa Taala mempunyai para malaikat yang ditugaskan mencari majlis zikir, sebaik saja mereka menjumpai majlis zikir, maka mereka akan duduk bersama orang-orang yang sedang berzikir serta memanggil malaikat-malaikat yang lain. Mereka akan datang berkerumun mengelilingi orang-orang yang sedang berzikir itu dengan sayap-sayap mereka sehingga memenuhi ruang antara mereka dengan langit dunia.
Apabila majlis berzikir itu tamat, maka para malaikat akan naik kembali ke langit. Lalu Allah SWT bertanya mereka: "Wahai para malaikatKu, dari manakah kamu semua?" Berkata para Malaikat: "Ya Tuhan kami, kami baru saja pulang dari memeriksa hamba-hambaMu di bumi, mereka bertasbih, takbir, talil dan tahmid serta memohon kepadaMu." Sebenarnya Allah SWT lebih mengetahui tentang perbuatan mereka dan semua makhluk ciptaannya. Setelah Allah SWT mendengar kata-kata para malaikatNya, maka Allah SWT pun berfiman: "Wahai para malaikatku, apakah yang mereka minta kepadaKu?" Berkata para malaikat: "Hamba-hambamu itu memohon syurga dariMu." Allah SWT bertanya lagi: "Pemahkah mereka melihat akan syurga itu?" Berkata para malaikat lagi: "Mereka tidak pernah melihat syurga itu."
Berfiman Allah SWT: "Hamba-hambaKu memohon syurga padahal mereka tidak melihatnya dan apalagi kalau mereka melihat syurga itu." Berkata para malaikat: "Mereka juga memohon kebebasan." Allah SWT bertanya: "Mohon bebas dari apa?" Berkata para malaikat: "HambaMu itu memohon kepadaMu supaya mereka itu dibebaskan dari neraka jahanam." Allah SWT bertanya para malaikat lagi: "Pernahkah hamba-hambaKu melihatkan nerakaKu itu?" Berkata para malaikat: "Tidak ya Allah." Allah SWT berfirman: "Hamba-hambaKu itu tidak pemah melihat neraka jahanam, tapi mereka memohon supaya dibebaskan darinya, apalagi kalau mereka melihatnya."
Kemudian para malaikat berkata lagi: "Ya Allah, hambaMu itu memohon ampun kepadaMu," Allah SWT berfiman: "Dengarlah wahai para malaikatKu, Aku mengampuni mereka itu dan aku akan memberi apa yang mereka minta serta membebaskan mereka dari api neraka yang mereka takut itu." Berkata malaikat lagi: "Ya Allah, di antara mereka itu terdapat seorang hamba yang penuh dengan dosa, dia melalui majlis itu lalu duduk bersama mereka yang sedang berzikir." Allah SWT berkata: "Orang itu pun Ku ampuni, begitu juga dengan setiap orang yang terlibat dalam majlis zikir itu, tidak ada yang celaka."
|
Malaikat Menunjukkan Gambaran Syurga kepada Asiah
Dalam sejarah tokoh kekafiran yang paling dahsyat adalah Firaun. Ia bukan sahaja tidak mengakui adanya Tuhan malah ia mengangkat dirinya sebagai tuhan yang berhak disembah sehingga tergamak ia menyatakan di hadapan rakyat jelata, “Akulah tuhan kamu yang maha tinggi.”
Orang-orang kafir seperti Raja Namrud, Abu Jahal, Abu Lahab dan beberapa orang lagi yang terkenal dalam sejarah, mereka tetap mengakui adanya Tuhan. Hanya sahaja mereka tidak mengakui tuhan mereka adalah Allah Yang Maha Esa.
Segala seruan Nabi Musa dan Harun sedikitpun tidak pernah ia hiraukan, malah pernah suatu ketika Firaun naik ke puncak sebuah bangunan yang tinggi dan melepaskan anak panah ke langit. Kebetulan anak panah itu jatuh di hadapannya dengan bersimbahan darah, lalu ia isytiharkan pada rakyat jelata bahawa ia telah membunuh Tuhan Nabi Musa sedangkan darah tersebut hanyalah darah burung yang Allah tetapkan mengenai sasaran anak panahnya supaya ia bertambah kufur dengan kesombongan dan kekafirannya.
Seluruh rakyatnya dipaksa untuk menyembah dan sujud padanya. Sesiapa yang ingkar, pasti dibunuhnya sehingga seluruh rakyatnya merasa takut dan tidak mempunyai pilihan kecuali menyembahnya.
Walaupun seluruh rakyat telah menyembahnya sebagai tuhan, ada seorang yang paling dekat hubungan dengan dirinya berani mengingkarkan dirinya sebagai tuhan iaitu istennya sendiri, Asiah.
Dialah satu-satunya orang yang beriman kepada Allah di istana Firaun. Rahsia keimanannya yang disembunyikan selama ini telah terbongkar berpunca dari ucapan perkataan “Allah” yang terbit dan mulutnya secara tidak sengaja.
Firaun berusaha memujuk supaya ia kembali kepada kekafirannya. Ia berkata: “Wahai isteriku, tahukah engkau akibat orang yang mengingkari diriku sebagai tuhan? Sebelum engkau menyesal, ubahlah pendirianmu!”
JawabAsiah dengan tegas: “Wahai Firaun, pendirianku tidak akan berubah walau apapun yang akan menimpa diriku dan perlu engkau ingat bahawa engkau dan aku adalah sama-sama manusia biasa. Tuhanmu dan Tuhanku adalah Allah.”
Firaun berusaha memujuknya dengan kata-kata lemah lembut tetapi tetap tidak berhasil, lalu digunakan kekerasan. Kata Firaun: “Hai Asiah, jika engkau tidak mahu mengubah pendirianmu, pastilah engkau akan aku pancung!”
Jawab Asiah: “Wahai Firaun, lakukanlah apa yang engkau mahu tetapi sedikitpun engkau tidak akan dapat menguasai pendirianku dan dengarkanlah sekali lagi aku nyatakan bahawa Tuhanmu dan Tuhanku adalah Allah.”
Setelah usaha mempengaruhinya secara lemah lembut mahupun secara keras juga tidak berhasil, lalu Firaun membuat pengumuman pada sekelian rakyatnya bahawa seorang perempuan akan dipancung kepalanya akibat keengganannya untuk mengakui Firaun sebagai tuhan iaitu Asiah, isterinya sendiri. Semoga hukuman ini akan menjadi pengajaran bagi sesiapa yang ingkar akan ketuhanan Firaun.
Pada masa yang telah ditentukan, berkumpullah sekalian rakyat di suatu tempat di mana Asiah diikat patda sebatang pokok kurma. Firaun masih tidak berputus asa dan cuba memujuknya.
Katanya: “Wahai Asiah, ubahlah pendirianmu. Engkau akan kumaafkan.” Berulang kali pula Asiah menjawab: “Tidak, janganlah engkau cuba mempengaruhiku lagi. Sia-sia sahaja perbuatanmu.”
Lalu Asiah memohon pada Allah sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Al-Quran surah At-Tahrim ayat 11 yang bermaksud: “Dan Allah mengemukakan satu misal perbandingan bagi orang-orang yang beriman iaitu perihal isteri Firaun ketika ia berkata: Tuhanku, binalah untukku sebuah istana di sisiMu dalam syurga dan selamatkanlah aku daripada Firaun dan perbuatannya serta selamatkanlah aku daripada kaum yang zalim.”
Permohonan Asiah diperkenankan oleh Allah, lalu Allah perintahkan pada malaikat: “Sesungguhnya hambaKu memohon padaKu dan Aku perkenankan permohonannya. Maka perlihatkanlah padanya gambarannya kerana suaminya yang di dunia akan Aku ganti dengan suami yang lebih baik di dalam syurga, istananya yang ada di dunia akan Aku ganti dengan istana yang lebih baik di dalam syurga.”
Maka malaikat pun menunjukkan gambaran keindahan syurga sebagaimana permohonan Asiah. Pada ketika itu Asiah tersenyum seolah-olah ia mencabar kematiannya. Asiah menghadapi kematian tidak dalam keadaan bersedih, juga tidak menangis malah tersenyum
| Berbagai bentuk Malaikat Izrail Mencabut Nyawa
Bila sampai masa kematian, maka Allah SWT mengutus malaikat Maut (Izrail) mencabut roh dari tubuh orang tersebut. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
"Dan Dialah yang mempunyai kuasa tertinggi di atas hambaNya. Dan diutusNya, padamu malaikat-malaikat penjaga. Sehingga apabila datang kematian pada salah seorang di antaramu lalu ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kaini, dan malaikat-malaikat Kaini itu tidak melalaikan kewajipannya." (Al-An 'un: 61)
Sekiranya orang yang akan dicabut rohnya itu orang Mukmin yang tidak berdosa, maka malaikat itu datang sebagai seorang yang rupawan. Tetapi jika datang pada orang kafir dan munafik maka mereka mendatanginya dengan rupa yang menakutkan.
Bara' bin Azib telah meriwayatkan yang dikutip dalam hadith Sunan Abi Daud, Hakim, Ahmad dan lainnya menyebutkan hal tersebut sebagai berikut:
"Sesunguhnya jika orang Mukmin, maka ketika dia akan keluar dari dunia ini dan menuju alam akhirat, maka dia didatangi malaikat yang turun dari langit dengan muka yang putih berseri. Seolah-olah wajah malaikat itu seperti sinar matahari. Mereka itu membawa kain kafan yang dibawa dari syurga. Juga membawa wangian dari syurga. Malaikat datang sambil duduk sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat Maut dengan duduk di sisi kepalanya. Malaikat itu mengatakan:
"Hai nafas yang baik (tenang), keluarlah anda sekarang dengan mendapatkan ampunan dari Allah dan kerelaanNya." Kemudian keluarlah roh itu seperti mengalirnya sebuah titisan yang berasal dari satu minuman, kemudian malaikat itu mengambil roh itu.
"Dan sesungguhnya jika orang yang akan dicabut itu roh orang yang kafir, (dalam riwayat yang lain: orang yang "fajir" ertinya penjahat, penzina atan pendusta) maka ketika orang itu di dunia lalu dia didatangi malaikat yang turun dari langit (yang keadaannya kejam dan kasar) dengan rupanya yang hitam. Dengan membawa pakaian berbulu, lalu mereka duduk daripadanya sejauh mata memandang. Lalu Malaikat Maut (Izrail) datang dan duduk di sisi kepalanya, sambil mengatakan, "Hai roh yang jahat, keluarlah engkau sekarang menuju kemurkaan Allah dan kemarahanNya ." Lalu dipisahkan roh itu dari tubuhnya, yang terpisahnya itu laksana dicabutnya bulu basah oleh besi panas (yang kemudian diikuti dengan putusnya keringatnya dan urat sarafnya)." (Lihat Hadith riwayat Hakim, Abu Daud, Ahmad dan lainnya).
Semasa hal itu berlaku, mereka yang hidup berada di sampingnya tidak tahu apa-apa, tidak melihat sesuatu. Perhatikan firman Allah SWT yang bermaksud:
"Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat. Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat." (Al- Waqiah: 83-85)
Nabi SAW telah mengungkapkan tentang adanya malaikat maut yang akan memberikan berita gembira kepada mereka yang akan mati sebagai seseorang mukmin dengan janji ampunan Allah serta kecintaanNya. Namun bagi mereka yang kafir atau orang yang jahat (berdosa), bagi mereka dijanjikan pula adanya kemurkaan dan kemarahan Allah kepadanya.
Berkaitan janji syurga kepada orang Mukmin yang akan mati telah diterangkan Allah dalam AI-Quran yang ertinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun pada mereka dengan mengatakan:
Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan beroleh syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia mahupun akhirat, yang di dalamnya kamu akan beroleh apa yang kamu inginkan, dan akan memperoleh pula di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan bagimu dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Penyayang." (FusshiIat: 30-32)
Firman di atas menurut para ahli tafsir turun berkenaan dengan orang yang akan mati dalam keadaan serba takut dan susah, menghadapi masa akan datangnya kematian. Bahkan takutnya orang-orang yang akan mati kemudian. Dengan ayat ini maka jelaslah bahawa malaikat akan turun padanya nanti pada saat-saat kematiannya dengan berita yang membawa ketenteraman, yang seolah-olah malaikat itu akan mengatakan:
"Janganlah anda susah dalam menghadapi masa akan datang, baik ketika di alam barzakh mahupun di akhirat nanti. Juga anda tidak perlu susah tentang keluarga anda, anak-anak anda, mahupun hutang-hutang anda." Bahkan diberinya berita dengan janji akan dimasukkan syurga sebagai berita gembira.
Sebaliknya, bagi orang yang kafir maka malaikat berjanji kepada mereka untuk menempatkan mereka di neraka jahannam.
Sepertimana Allah SWT firmankan dalam Al-Quran tentang malaikat yang akan mematikan mereka yang kafir dalam peperangan Badar, seperti dalam ayat yang menyebutkan:
"Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka dan berkata: Rasakanlah olehmu seksa neraka yang membakar. Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali menganiaya hambaNya." (AL-Anfal: 50-51)
Dari firman Ilahi di atas menunjukkan pada kita bagaimana para malaikat mencabut roh orang yang kafir, maka merupakan suatu cara yang mengerikan; para malaikat itu memukul wajah dan belakang mereka dan malaikat mengatakan; "Rasakanlah engkau sekarang dengan seksaan yang pedih."
Kisah itu berlaka dalam peperangan Badar, namun hal itu boleh terjadi bila-bila masa saja berkaitan masalah yang menyangkut kekafiran; tidak hanya khusus bagi orang-orang kafir dalam perang Badar. Boleh berlaku pada hari ini untuk orang yang kafir
|
DURHAKA
Al-Walid bin Al-Mughirah
Allah Menurunkan Ayat berkenaan dengan Al-Walid bin Al-Mughirah Allah menurunkan firman-Nya berkenaan dengan Al-Walid
“Dan mereka berkata, ‘Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Tha’if) ini?’” (QS. Az-Zukhruf: 31)
Dan firman-Nya:
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.” (QS. Al-Muddatstsir: 11)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Allah Ta’ala menurunkan sebanyak 104 ayat berkenaan denagn Al-Walid bin al-Mughirah.”
Al-Walid termasuk orang-orang yang mengejek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengganggu Beliau.
Dia termasuk orang yang divonis masuk Neraka dengan firman Allah “Aku akan memasukkannya ke dalam (Neraka) Saqar.” (QS. Al-Muddatstsir: 26)
Kemewahan dan Kedudukan
Sebelum terbitnya cahaya Islam, sebagian rumah dan keluarga Quraisy terkenal dengan kekayaannya, harta yang berlimpah dan kehidupan yang mewah. Di antara keluarga yang kaya ini adalah Bani Makhzum.
Di Bani Makhzum al-Walid Ibnul Mughirah bin Abdillah bin Amr al-Makhzumi al-Qurasyi tumbuh berkembang. Dia lahir di Mekah sekitar 95 tahun sebelum hijrah Nabawiyah. Sejak membuka kedua matanya dia mengetahui bahwa keluarganya tergolong paling mulia di keluarga Quraisy dan paling tinggi, terhormat dan paling kaya. Ayah atau saudaranya adalah pemimpin terhormat yang kedudukannya hampir menyamai kedudukan para pemimpin Quraisy.
Ayahnya adalah al-Mughirah bin Abdillah, sosok lelaki yang memberi kesan kepada setiap orang dari bani Makhzum untuk menasabkan diri kepadanya, hingga dikatakan Al-Mughiri, sebagai kehormatan menisbatkan diri kepadanya.
Saudaranya Hisyam Ibnul Mughirah pemimpin Bani Makhzum dalam Harbul Fijar. Tatkala Hisyam meninggal, suku Quraisy mencatat hari kematiannya seakan sejarah yang agung. Pasar diutup selama tiga hari karena kematiannya.
Saudaranya al-Faqih Ibnul Mughirah, salah seorang paling dermawan dari bangsa Arab di masanya. Dia memiliki rumah yang disediakan untuk para tamu, siapa saja yang bisa menempatinya tanpa meminta izin dan kapan saja.
Saudara yang lainnya adalah Abu Hudzaifah Ibnul Mughirah, salah seorang dari empat orang termulia yang ikut mengambil ujung kain guna memikul Hajar Aswad untuk dikembalikan ke tempatnya di Ka’bah yang mulia, sebagai petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum masa kenabian.
Adapun saudaranya Abu Umayyah Ibnul Mughirah yang dijuluki dengan ‘Pemberi bekal bagi Musafir’, dia salah seorang ahli hikmah di kalangan Quraisy. Dialah yang mengusulkan mereka, untuk menjatuhkan pilihan kepada orang yang memasuki pintu masjid pertama kali, untuk mengangkat Hajar Aswad ke tempatnya yang semula, mereka pun ridha dengan keputusan itu. Telah nampak kebenaran apa yang disyaratkannya dengan fakta, bahwa mereka semua rela pada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meletakkan Hajar Aswad.
Adapun julukannya ‘Pemberi bekal bagi Musafir’ telah disebutkan dalam referensi, bahwa dia mencukupi teman-temannya dalam perjalanan dengan apa yang mereka butuhkan, hingga mereka tidak bersiap dengan perbekalan.
Agar kita mengetahui kedudukan Bani Makhzum, mesti kita mengetahui bahwa mereka mempunyai 30 kuda dalam peperangan Badr, padahal suku Quraisy secara keseluruhan hanya 70 kuda. Mereka memiliki 200 unta dan emas dalam ribuan timbangan. Juga ditambah dengan bekal dan bantuan dan lainnya.
Dari kaca mata yang terbatas ini, kita ketahui betapa agungnya dia di sisi mereka. Jiwa Al-Walid Ibnul Mughirah –khususnya- tidak rela diungguli kemuliaan dan kewibawaannya oleh seorang pun, siapa pun dia.
Di Antara Kabar al-Walid di Masa Jahiliyyah
Agar pengamatan lebih luas dengan bentuk lebih jelas, marilah kita berkenalan dengan sebagian kabar al-Walid dalam kehormatannya. Kita masuk sedikit ke dalam jiwanya untuk mengenal bualannya.
Al-Walid Ibnul Mughirah merupakan salah seorang kaya dari Bani Makhzum yang menjadi rujukan. Kun-yahnya Abu Abdi Syams, Quraisy memberikannya julukan al-Idl sebagaimana dia dijuluki pula Al-Wahiid (satu-satuya) –satu-satunya orang Arab- karena dia seorang diri yang membuat kiswah Ka’bah pada suatu tahun, dan di tahun berikutnya dilakukan oleh seluruh kaum Quraisy.
Quraisy tidak mencukupkan (julukan) al-Idl atau al-Wahid, mereka menjulukinya dengan laqab lain yaitu Raihanah Quraisy, tatkala diketahui bahwa dia menggunakan pakaian yang berhias. Di masa Jahiliyah mereka mengatakan, “Tidak, demi baju Walid yang lama dan yang baru.” Dan dinyatakan bahwa Hajar Aswad dibawa dan diletakkan dengan pakaian al-Walid bin al-Mughirah.
Di bidang hukum, al-Walid merupakan salah seorang hakim Arab di masa Jahiliyah dan salah seorang pemimpin Quraisy di Daar an-Nadwah.
Al-Walid sebagai Pionir
Sejarah mencatat Al-Walid sebagai Pionir dalam ragam peristiwa di masa Jahiliyah, di antaranya:
Dia orang pertama yang menghapus sumpah di masa Jahiliyah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkannya dalam Islam. Dia adalah orang pertama yang melepaskan sepatu dan sandal saat akan memasuki Ka’bah yang mulia di masa Jahiliyah, kemudian di masa Islam orang-orang melepaskan sandal-sandal mereka.
Dikatakan, bahwa dia orang pertama yang mengharamkan khamr terhadap dirinya di masa Jahiliyah dan memukul anaknya Hisyam karena meminumnya.
Al-Walid adalah orang pertama yang memotong tangan pencuri di masa Jahiliyah, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan hukum tersebut di masa Islam.
Barangkali tanda-tanda kemuliaan ini menanamkan dalam jiwa al-Walid benih-benih kibr (sombong) yang menjadikan dia melihat dirinya sebagai pemuka Quraisy. Karena itu tatkala Usaid bin Abil Aish bertepuk dada, al-Walid berkata, “Aku lebih baik darimu dari sisih ayah dan ibu, serta aku lebih kokoh daripadamu di mata Quraisy dalam hal nasab.”
Perannya Dalam Pembangunan Ka’bah
Referensi menunjukkan dan menetapkan bahwa al-Walid Ibnul Mughirah termasuk orang yang memiliki kecerdikan dan keberanian. Terbukti di saat Ka’bah yang mulia diperebutkan –sebelum masa kenabian- yakni tatkala kaum musyrikin hendak merobohkannya untuk dibangun kembali dengan bangunan baru, sebagai bentuk kehormatan yang dahulu mereka agungkan dengan khusyu.
Al-Walid punya andil yang menonjol tatkala Ka’bah dihancurkan dan dibangun kembali oleh Quraisy.
Sebelumnya kaum Quraisy berfikir panjang mengenai perkara Ka’bah, dahulu Ka’bah tidak beratap, bangunannya rendah. Suatu hal yang menjadikannya tidak aman dari para pencuri yang datang untuk mengambil sebagian harta simpanan orang-orang Quraisy yang dijaga dan disimpan dalam Ka’bah.
Dahulu ketinggian Ka’bah sekitar 7 meter dalam keadaan tidak beratap, sedangkan pintunya rendah bisa dimasuki siapa saja. Yang punya nadzar menunaikan nadzarnya dengan melempar emas, perhiasan dan wewangian ke dalam Ka’bah yang berfungsi sebagai kotak nadzar, yakni berupa sumur di dekat pintunya di sebelah kanan bagian dalam.
Dahulu tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berumur 35 tahun, datanglah banjir besar yang melahap dinding Ka’bah dan merapuhkan pondasinya. Sebelumnya Ka’bah pernah terbakar disebabkan seorang wanita membakar dupa. Hal ini menjadikan Quraisy terdesak untuk mengambil keputusan melangkah ke depan guna memperbaikinya. Situasi dan kondisi saat itu memungkinkan Quraisy melakukan perbaikan Ka’bah. Lautan telah menghempaskan perahu salah seorang pedagang ke Jeddah. Maka keluarlah utusan Quraisy yang dipimpin oleh al-Walid Ibnul Mughirah ke Jeddah untuk membeli perahu itu, mereka mengambil kayunya untuk dijadikan atap. Quraisy ingin merobohkan Ka’bah, akan tetapi tujuan mereka terbendung dikarenakan kedudukan Ka’bah di hati mereka, sehingga mereka takut tertimpa bencana, kala itu al-Walid berkata pada mereka,
“Apakah kalian menginginkan perombakan untuk perbaikan atau berniat jelek?” Mereka berkata, “Kami menginginkan perbaikan wahai Abu Abdi Syamsy.” Al-Walid menjawab, “Sesungguhnya Allah tidak akan mencelakakan orang yang berbuat kebaikan.” Mereka berkata, “Siapakah yang akan memanjatnya lantas menghancurkannya?” Al-Walid berkata, “Aku yang akan memanjatnya, lalu menghancurkannya.”
Kemudian al-Walid mendaki ke atas Ka’bah dengan membawa palu seraya berkata, “Ya Allah, kami tidak menghendaki melainkan perbaikan.” Lalu dia mengambil palu dan mulai menghancurkannya. Tatkala orang-orang Quraisy melihat sebagian Ka’bah telah hancur dan tidak datang adzab yang mereka takutkan, mereka pun ikut menghancurkannya. Tatkala mereka mulai membangun, Al-Walid berkata pada mereka, “Janganlah kalian memasukkan ke dalam rumah Rabb kalian melainkan harta terbaik kalian. Janganlah kalian memasukkan ke dalam pembangunannya harta dari hasil riba, judi, upah lacur, dan hindarkanlah harta jelek kalian, sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik.”
Kaum Quraisy meneruskan proyek pembangunan Ka’bah. Tatkala sampai pada peletakkan Hajar Aswad, mereka berselisih pendapat tentang siapa yang berhak untuk meletakkannya, hingga hampir saja terjadi peperangan di antara mereka.
Abu Umayyah Ibnul Mughirah –saudara al-Walid- berkata, “Marilah kita menetapkan hukum, bagi orang pertama muncul dari pintu masjid –sekarang Baab as-Salaam-.” Mereka pun sepakat atas hal itu. Leher-leher mereka mendongak ke arah pintu. Muncullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas memutuskan perkara mereka. Beliau meminta batu itu didatangkan, lantas diletakkan di atas kain kemudian berkata, “Hendaklah setiap suku mengambil bagian dari ujung kalin.”
Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam naik dan meminta mereka mengangkat batu kepadanya, lantas Beliau meletakkan Hajar Aswad dengan tangannya yang mulia. Dengan begitu kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin tinggi dibanding semula di sisi mereka, penghormatan di atas penghormatan. Beliau telah menghindarkan Quraisy dari sejelek-jelek pertempuran yang hampir saja terjadi, kalau tidak karena karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keutamaan-Nya atas mereka dan keberkahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nampaknya jiwa Al-Walid Ibnul Mughirah terkesan dengan kejadian ini, terlukis dalam jiwanya bekas yang menyibak penutup yang menghalangi pandangan selama ini, sedikit demi sedikit. Khususnya, tatkala ada yang berkata di antara yang hadir bersama mereka karena kagum dengan kejadian yang dilihatnya dan penghargaan yang diberikan kepada orang yang lebih muda dari mereka, “Alangkah mengagumkan kaum yang menyandang kemuliaan dan kepemimpinan, orang tua maupun orang muda, menyerahkan pada orang yang lebih muda umurnya, paling sedikit hartanya, mereka menjadikannya pemimpin dan hakim! Adapun Laata dan Uzza akan tersisih, mereka akan berebut bagian dan pamor sesama mereka dan setelah hari ini akan terjadi perkara dan berita yang agung.”
Kabar agung itu menjadi nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya setelah lima tahun usai pembangunan Ka’bah. Pada saat itu Al-Walid berdiri menghadang untuk memalingkan manusia dari jalan Allah dan apa yang diturunkan-Nya berupa kebenaran untuk menjadi penghuni nereka.
Apakah Alquran Diturunkan Kepada Muhammad?!
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan Islam kepada manusia. Alquran yang mulia turun dengan bahasa Arab. Al-Walid dan kaum musyrikin Quraisy mengetahui dengan rasa bahasa Arab yang mereka miliki, bahwa Alquran tidak mungkin datang dari manusia, karena itu mereka sendiri menghadang lagi memerangai Alquran dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Mereka berkata, ‘Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah’.” (QS. Al-An’am: 124)
Karena itu, suatu hari al-Walid Ibnul Mughirah berdiri seraya berkata, “Akankah Alquran turun kepada Muhammad, sementara aku tidak mendapatkannya, padahal aku pembesar Quraisy dan pemimpinnya?! Mengenyampingkan Abu Mas’ud ats-Tsaqif, padahal kami dua orang pembesar negeri –Mekah dan Tha’if-.” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan:
“Dan mereka berkata, ‘Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?’ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka…” (QS. Az-Zukhruf: 31-32)
Ini menjadi bukti atas kecongkakan al-Walid dan kesombongannya, perbuatan dosanya, dan pelecehannya terhadap perkara risalah. Maka Alahlah yang Maha mengetahui dalam menjatuhakan risalah-Nya. Alangkah bagusnya apa yang dikatakan al-Bushiri dalam syairnya:
Apabila keterangan tidak memberikan manfaat sedikit pun, maka meraba petunjuk merupakan suatu kebodohan. Jika akal tersesat dalam mencapai ilmu, maka apakah yang bisa diucapkan oleh para penyair yang fasih?!
Sarana yang dijadikan senjata pamungkas oleh Al-Walid untuk menyumbat dakwah Islam, menyingkap tanda kebodohan dan buruk pemikirannya. Hal itu dimaksudkan untuk melaksanakan tujuan-tujuannya yang hina.
Di antaranya, sekumpulan kaum musyrikin Quraisy bergegas menemui Abu Thalib dengan arahan dari al-Walid. Ikut bersama mereka ‘Ammarah anaknya, mereka berkata padanya:
“Wahai Abu Thalib inilah ‘Ammarah Ibnul Walid, pemuda paling kuat di suku Quraisy dan paling tampan. Ambillah dia untukmu dengan kecerdasan dan pertolongannya, jadikanlah dia anakmu maka dia untukmu, dan serahkan kepada kami anak saudaramu yang menyelisihi agamamu dan agama nenek moyangmu, dia memecah belah kaummu juga membodohkan penalaran mereka. Kami akan membunuhnya, dengan demikian seimbang, satu lelaki ditukar satu lelaki.”
Abu Thalib berkata, “Demi Allah, alangkah buruk rayuan kalian! Akankah kalian memberikan anak kalian kepadaku untuk kuberi makan sedangkan kalian meminta anakku untuk kalian bunuh? Tidak, demi Allah hal ini tidak akan terjadi selamanya.”
Taktik picisan ini tidak bermanfaat bagi al-Walid, untuk meredupkan dakwah dan menghancurkannya. Dia beralih ke cara lain lebih ampuh guna meloloskan diri dari apa yang dianggap aib dalam pandangan umum. Karena itu dia berfikir dalam kejahatan, untuk memalingkan para delegasi Arab yang datang ke Mekah untuk menunaikan haji. Berikut ini akan kita lihat sebagian dari pendapatnya dan tipu dayanya yang mengakibatkan kesengsaraan.
Orang-orang kafir yang berbuat jahat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar membujuk Beliau meninggalkan dakwah yang benar.
Musuh bebuyutan Islam, terbunuh dalam perang Badr.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknatnya dengan bersabda, “Ya Allah laknatilah ‘Utbah bin Rabi’ah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya berdialog setelah dia dan para pembesar Quraisy dilempar ke sumur sesudah terbunuh, “Wahai Utbah bin Rabi’ah bukankah kalian telah mendapati apa yang dijanjikan oleh Rabb kalian benar adanya?”
Dia di antara orang-orang Jahiliyah yang pura-pura berakal, tempat bertumpunya syirik, penopang para penyembah patung, salah seorang pengibar bendera permusuhan terhadap dakwah Nabi yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi kebodohannya, tidak sampai ke derajat rendah, perbuatan dosa dan kedengkian Abu Jahal bin Hisyam. Dia tidak sampai ke derajat terpuruk, seperti si jahat Uqbah bin Abi Mu’ith dengan kepribadian yang sangat rendah, juga sifat dan perbuatan yang sangat tercela. Bahkan dia di tengah kaumnya –Quraisy- sebagai orang yang mulia, cerdik dalam menentang dakwah yang haq, petunjuk, dan cahaya.
Dia menampakkan perdamaian dan persetujuan, suatu hal yang menjadikannya sebagai duta Quraisy yang vokal dalam forum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk memalingkannya dari dakwah, mengajak orang lain ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan memberi motivasi membanggakan Quraisy di masa Jahiliyah, yang berkisar antara bisikan setan dan desah nafas orang-orang yang sesat.
Siapakah orang yang terfitnah dengan bualannya sendiri, yang merasa mulia dengan kesombongannya, dan lagak menampakkan intelektualitasnya?
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah menyifatinya sebagai Syaikhul Jahiliyyah.
Al-Hafidz Ibnu Asakir dan yang lainnya menyebut nasab dia, sebagai berikut: Utbah bin Rabi’ah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab al-Qurasyi al-Absyami.
Utbah memiliki anak bernama Abu Hudzaifah bin Utbah yang merupakan salah seorang pasukan penunggang kuda Rasul yang suci, bergerak maju memeluk Islam di awal kemunculannya. Dia tidak takut kepada ayahnya, Syaikhul Jahiliyyah, orang yang mulia dan memiliki kedudukan di kalangan Quraisy. Memeluk Islam bukan karena dorongan dunia, yang mendorongnya hanyalah keimanan, kuatnya kemauan, sucinya aqidah, dan bersihnya hati.
Dia masuk Islam sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, masuk ke Darul Arqam menyembunyikan seruannya, mengkhawatirkan orang yang bersamanya, para pengikut petunjuk, untuk berjaga-jaga dari gangguan para penyembah syirik yang dipimpin Utbah bin Rabi’ah, ayah Abu Hudzaifah dan kelompok kecil keluarganya dari Bani Abdi Syams, termasuk orang yang tertutup fikirannya dengan kegelapan syirik dan kezhaliman, mereka berbuat congkak dan sombong, menentang kebenaran dan mencegah semua jalan untuknya, hingga mereka membendung lantas Allah menghinakan mereka. Menjadikan kalimat mereka rendah dan kalimat-Nya yang tinggi.
Adapun anak perempuannya adlaah Hindun binti Utbah, salah seorang Shahabiyyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan salah seorang wanita yang terkenal dalam dunia sejarah dan sejarah dunia.
Bekas Peninggalan Jahiliyah
Utbah bin Rabi’ah dikenal di kalangan Quraisy dengan kemuliaan turun-menurun, yang menjadikannya memperoleh kedudukan sosial yang tinggi di antara orang Quraisy. Di antaranya dia mengesampingkan hal-hal kecil, dan kesabarannya di masa muda yang umumnya terburu nafsu.
Diriwayatkan, dia melewati sekelompok pemuda dari Bani Mughirah. Mereka berkata, “Apa yang menjadikannya sebagai tuan? Padahal dia tidak memiliki harta, tidak pula ini atau itu?” Mereka mencelanya, sedangkan dia mendengarnya. Kemudian dia bergegas pergi, tidak menyahuti komentar itu, bahkan dia mengumpulkan baju dan pakaian, lantas dia memberikannya kepada mereka, dengan begitu bertambahlah kedudukan di hadapan kaum Quraisy.
Dinukil perkataan, tentang kepimpinan Utbah yang menunjukkan kedudukan dan kepemimpinannya:
Abu az-Zinad berkata, “Kami tidak mengetahui seorang pun yang memimpin di masa Jahiliyah tanpa memakai harta selain Utbah bin Rabi’ah.”
Abdurrahman bin Abdillah az-Zuhri berkata, “Tidak ada orang miskin dari Quraisy yang memimpin, selain Utbah bin Rabi’ah dan Abu Thalib bin Abdil Muththalib. Keduanya adalah pemimpin yang tidak memiliki harta.”
Karena itu kaum Quraisy mengajaknya ikut serta dalam perkara-perkara besar, misalnaya dalam pembangunan Ka’bah yang mulia. Putusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di antara kaum Quraisy untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya yang semula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar didatangkan kain, lalu Hajr Aswad diletakkan di tengahnya, kemudian Beliau bersabda, “Setiap kabilah hendaknya mengambil bagian dari ujung baju, kemudian angkatlah bersama-sama.” Maka mereka melakukannya, dikelompok Abdu Manaf terdapat Utbah bin Rabi’ah. Akhirnya kekompakkan menggantikan perpecahan.
Utbah mendapat bagian kehormatan mengangkat Hajar Aswad, hal itu terjadi beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus menjadi Rasul.
Di antara kemuliaan turun menurun pada masa jahiliyah yang tercatat dalam sejarah Utbah, adalah mendamaikan manusia yang bertikai tatkala terjadi Harbul Fijar, Utbah menunggangi untanya seraya berteriak, “Wahi suku Mudhar, atas dasar apa kalian saling membunuh? Wahai suku Quraisy marilah kita sambung tali persaudaraan dan perdamaian.”
Mereka menjawab, “Bagaimana kami menghentikan?”
Dia berkata, “Hitunglah yang terbunuh dari kalian, kami akan menghadiahkan kepada kalian para tawanan kami dan kami akan memaafkan kalian atas orang-orang yang terbunuh.”
Mereka berkata, “Siapakah yang menjadi jaminan untuk kami?!”
Dia menjawab, “Saya.”
Lantas mereka rela dan terjadilah perdamaian.
Tatkala orang-orang Hawazin melihat para tawanan Quraisy sudah di tangan mereka, mereka mau memaafkan. Kemudian mereka membebaskan dan menghapus dendanya. Dengan Demikian usailah perang (Harbul Fijar). Karena inilah dikatakan, “Utbah menjadi pemimpin tanpa harta, bahkan keadaannya faqir.”
Sumber: Orang-orang yang Divonis Masuk Neraka, Pustaka Darul Ilmi, Cetakan Pertama Sya’ban 1429 H/ Agustus 2008 M
|
|
Posting Komentar
Posting Komentar