|    
 
 
 
 
 
          |      
 
 5 PERUSAK HATI 
 
 Hati     adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak,     rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya     dan wajib. 
 
 Tentang     perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara,     'bergaul dengan banyak kalangan (baik dan buruk), angan-angan kosong,     bergantung kepada selain Allah, kekenyangan dan banyak tidur.' 
 
 Bergaul     dengan banyak kalangan 
 
 Pergaulan     adalah perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Pergaulan yang     salah akan menimbulkan masalah. Teman-teman yang buruk lambat laun akan     menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat     yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang negatif. 
 
 Dalam     tataran riel, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan     kehidupannya gara-gara pergaulan. Biasanya out put semacam ini, karena     motivasi bergaulnya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih     banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat, banyak     yang menyesal berat karena salah pergaulan. Allah berfirman: 
 
 "Dan     (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya     seraya berkata, 'Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama     Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si     fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari     Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan:     27-29). 
 
 "Teman-teman     akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain,     kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67). 
 
 "Sesungguhnya     berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan     perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di     hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian     kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka,     dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong." (Al-Ankabut: 25). 
 
 Inilah     pergaulan yang didasari oleh kesamaan tujuan duniawi. Mereka saling     mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diingini. Jika     telah lenyap kepentingan tersebut, maka pertemanan itu akan melahirkan duka     dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan melaknat. 
 
 Karena     itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul hendaknya ukuran yang dipakai     adalah kebaikan. Lebih tinggi lagi tingkatannya jika motivasi pertemanan     itu untuk mendapatkan kecintaan dan ridha Allah. 
 
 Larut     dalam angan-angan kosong 
 
 Angan-angan     kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya     orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal     orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya,     khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang     sedang mempermainkan bangkai. 
 
 Angan-angan     kosong adalah kebiasaan orang yang berjiwa kerdil dan rendah. Masing-masing     sesuai dengan yang diangankannya. Ada yang mengangankan menjadi raja atau     ratu, ada yang ingin keliling dunia, ada yang ingin mendapatkan harta     kekayaan melimpah, atau isteri yang cantik jelita. Tapi itu hanya     angan-angan belaka. 
 
 Adapun     orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah     seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah.     Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu     daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang     bercita-cita terhadap kebaikan. 
 
 Bergantung     kepada selain Allah 
 
 Ini     adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya     dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah. Jika     seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan     urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah     akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan     mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia     bergantung kepadanya. Allah berfirman, artinya: 
 
 "Dan     mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar     sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak,     kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan     (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan     menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82) 
 
 "Mereka     mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.     Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala     itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin:     74-75) 
 
 Maka     orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia     seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba.     Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari     itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas     ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang     hina dan nista. Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan     lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan     (Allah)." (Al-Isra': 22) 
 
 Terkadang     keadaan sebagian manusia tertindas tapi terpuji, seperti mereka yang     dipaksa dengan kebatilan. Sebagian lagi terkadang tercela tapi menang,     seperti mereka yang berkuasa secara batil. Sebagian lagi terpuji dan     menang, seperti mereka yang berkuasa dan berada dalam kebenaran. Adapun     orang yang bergantung kepada selain Allah (musyrik) maka dia mendapatkan     keadaan yang paling buruk dari empat keadaan manusia, yakni tidak terpuji     dan tidak ada yang menolong. 
 
 Makanan 
 
 Makanan     perusak ada dua macam. 
 
 Pertama     , merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang     diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas     yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena     hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa     kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina. 
 
 Kedua,     merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam     hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu     membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan     perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa     berat dan karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam     diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan     menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan     membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan     minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi. 
 
 Dalam     sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi     bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan     minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa     menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk     makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk     nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh     Al-Albani). 
 
 Kebanyakan     tidur 
 
 Banyak     tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa     serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang     berbahaya dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling     bermanfaat adalah tidur saat sangat dibutuhkan. 
 
 Segera     tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur     pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore     hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya     daripada manfaatnya. 
 
 Di     antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan terbitnya     matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena itu, meskipun     para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah, mereka     tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu     adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan dibagi-bagikannya rizki,     saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah masa yang strategis dan     sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya, tidur pada waktu itu     hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa. 
 
 Secara     umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan     pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar     delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih     atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya.     Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari,     setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul     Shallallahu 'alaihi wa sallam . 
 
 (Disadur     dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah) 
 
  |         |      Pelajaran Berdisiplin dari Berpuasa Oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo 
 
 Ada     pertanyaan menarik dari salah seorang teman, yaitu apakah ada kaitan antara     puasa di bulan Ramadhan dengan upaya membangun kedisiplinan. Selama ini ditengarai     bahwa, dalam hal berdisplin, ummat Islam masih tampak rendah. Padahal     setiap tahun mereka selalu menjalankan ibadah puasa. Puasa dikenal sebagai     ibadah yang mendatangkan rahmat, maghfirah dan menjauhkan dari siksa     neraka. Akan tetapi, aneh kalau tidak memberi dampak apa-apa pada kehidupan     sosial sehari-hari, termasuk di antaranya adalah hidup berdisiplin itu. 
 
 Menjawab     pertanyaan tersebut, tentu tidak mudah. Sebab, pada kenyataannya sudah     menjadi pemandangan umum, bahwa disiplin di negeri ini masih belum bisa     disebut hebat. Tampak misalnya di jalan raya, pengendara kendaraan sering     menyerobot, memarkir kendaraan di tempat sembarangan, dan bahkan juga di     tempat terlarang. Lebih-lebih lagi, kalau kita pergi ke kota besar, Jakarta     misalnya, masih melihat banyak penumpang kereta bergelayutan, hingga     mengabaikan keselamatan dirinya sendiri. Disiplin berkendaraan, baik     pribadi atau umum, belum kelihatan mendapatkan perhatian. 
 
 Kedisiplinan     tampak hanya di kelompok-kelompok tertentu, misalnya di kalangan tentara,     polisi, dan juga lembaga pelayanan masyarakat yang membutuhkan professional     tinggi, seperti di kalangan pegawai bank, pesawat terbang, dan sejenisnya.     Lembaga pendidikan yang diharapkan berhasil membangun kedisiplinan, tetapi     nyatanya juga belum semua berhasil mewujudkannya. 
 
 Komunitas     yang berhasil membangun kedisiplinan itu kiranya belum tentu sebagai hasil     dari pelaksanaan ibadah puasa. Di kalangan tentara dan polisi misalnya,     mereka berdisiplin oleh karena telah dibentuk oleh kesatuannya. Dengan     begitu mereka tampak berdisiplin. Akan tetapi, dalam kehidupan di luar     kesatuan, ternyata masih terdengar kasus-kasus adanya polisi atau tentara     yang berani melanggar kedisiplinan. 
 
 Jika     demikian itu kenyataannya, maka cara mudah untuk menjawab pertanyaan     tersebut, harus dibawa pada tataran yang bersifat idealis normatif. Pada     tataran impirik selama ini masih agak sulit dijelaskan, karena belum     ditemukan keterangan, bahwa puasa benar-benar memberikan dampak pada upaya     membangun kedisiplinan, kecuali sebatas terkait dengan kegiatan ritual     puasa itu sendiri. Bahkan, agaknya lebih aneh, sekalipun di bulan Ramadhan     orang berdisiplin shalat berjama’ah ke masjid, namun begitu Ramadhan     berlalu, tempat-tempat ibadah tersebut menjadi sepi kembali, sebagaimana     sebelum masuk bulan Ramadhan. 
 
 Keadaan     tersebut jika diamati secara seksama, menunjukkan bahwa kegiatan ritual     belum memberi dampak pada perilaku sosial, termasuk dalam hal berdisiplin.     Bahkan hal itu tidak saja pada ibadah puasa, tetapi juga kegiatan ritual lainnya.     Padahal sebenarnya, semua kegiatan ritual selalu dijelaskan ada kaitannya     dengan perilaku sosial. Shalat misalnya, selain harus dilaksanakan pada     waktunya, juga seharusnya mencegah perbuatan keji dan mungkar. Puasa selain     harus dilakukan mengikuti waktu yang ditentukan, juga agar para pelakunya     mendapatkan derajad taqwa. 
 
 Disiplin     dalam menjalankan ritual sudah dijalankan secara baik, dan bahkan kadang     berlebih-lebihan. Dalam memasuki dan mengakhiri bulan Ramadhan misalnya,     karena terlalu berhati-hati, hingga sementara orang berselisih. Ada     sementara yang menggunakan rukyat dan lainnya menggunakan hisab. Mereka     ingin agar puasa dilakukan dengan penuh disiplin dan setepat mungkin.     Artinya, mereka ingin memegangi ketentuan tentang berpuasa secara tepat,     dan atau tidak mau mengalami kesalahan sedikitpun. 
 
 Namun     berdisiplin dalam berpuasa dan juga kegiatan ritual lainnya itu belum     diikuti oleh perilaku sosial lainnya sehari-hari. Padahal umpama saja     disiplin dan atau kehati-hatian dalam menjalankan ritual tersebut juga     dilakukan dalam kegiatan lainnya, ——– dalam mencari rizki misalnya, selalu     menghitung halal dan haram, maka kehidupan kaum muslimin akan menjadi luar     biasa baiknya. Korupsi, kolusi dan nepotisme tidak akan terjadi lagi,     utamanya di kalangan umat Islam, sebab dalam mencari rizki, mereka harus     melakukannya dengan penuh disiplin. 
 
 Rupanya     antara kehidupan ritual dan kehidupan sosial masih berjarak. Kegiatan     ritual belum berdampak pada perilaku sosial secara lebih nyata. Atas dasar     kenyataan seperti itu, maka seringkali memunculkan pertanyaan yang bernada     menggugat, yaitu mengapa banyak orang berpuasa, shalat dan bahkan juga naik     haji, akan tetapi perilakunya sehari-hari belum menunjukkan kualitas yang     seharusnya, sebagaimana yang diharapkan dari kegiatan ritual itu. Masih     banyak orang yang sehari-hari shalat, pada setiap bulan Ramadhan     menjalankan puasa, naik haji dan bahkan berkali-kali umrah, tetapi masih     berperilaku tidak semestinya. 
 
 Keadaan     tersebut menggambarkan bahwa, pemahaman secara utuh antara kegiatan ritual,     intelektual dan sosial masih belum sepenuhnya dihayati. Puasa yang     seharusnya juga berhasil membangun hidup berdisiplin ternyata masih jauh     dari harapan. Oleh karena itu, adalah menjadi tugas para tokoh, pendidik     dan atau guru, memberikan penjelasan dan ketauladan secara terus menerus     tentang kaitan antara kegiatan ritual dengan kehidupan lain yang lebih     luas, agar Islam dilihat dan dihayati secara sempurna, hingga melahirkan     pribadi yang utuh dan sempurna. Wallahu a’lam. 
 
 Penulis     adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim     Malang   
 
  |         |      
 
 Puasa dalam Alquran 
 
 Sudah     banyak pakar membahas hikmah dan filosofi ibadah puasa. Ada yang mengaitkan     puasa dengan teori-teori kedokteran, seperti dilakukan Muhammad Farid     Wajdi, salah seorang murid Shekh Muhammad Abduh. Ada pula yang     mengaitkannya dengan kepedulian sosial dan rasa kesetiakawanan, serta tidak     sedikit pula yang mengaitkan puasa dengan pendidikan kepribadian. Berbagai     hikmah yang dikemukan para pakar di atas, tentu saja memiliki alasan-alasan     dan logikanya sendiri. 
 
 Dalam     Alquran, menurut penyelidikan Muhammad Fuad Abd al-Baqi dalam Al-Mu’jam     al-Mufahras li Alfadz Alquran , kata puasa ( al-shaum ) terulang sebanyak     14 kali dalam berbagai bentuknya. Khusus mengenai puasa Ramadhan, dapat     dilihat keterangannya secara beruntun dalam surah al-Baqarah ayat 183 s/d     167. Berdasarkan penyelidikannya yang mendalam terhadap ayat-ayat mengenai     puasa di atas, Abdul Halim Mahmud, mantan Rektor al-Azhar, dalam bukunya Asrar     al-’Ibadah (Rahasia Ibadah), mengemukakan tiga hikmah penting ibadah puasa. 
 
 Pertama,     puasa diwajibkan sebagai sarana mempersiapkan individu Muslim menjadi orang     takwa (Q. S. 2: 183). Karena tujuan utama puasa adalah takwa, maka menurut     Abdul Halim Mahmud, setiap orang yang berpuasa harus mampu mengorganisir     seluruh organ tubuhnya dan mengatur semua aktivitasnya ke arah tujuan yang     hendak dicapai itu (takwa). 
 
 Kedua,     puasa diwajibkan sebagai syukur nikmat. Allah SWT memerintahkan puasa     setelah Ia menerangkan bahwa Ramadhan yang mulia itu adalah bulan yang di     dalamnya petunjuk Allah yang amat sempurna diturunkan, yaitu Alquran (Q. S.     2: 185). Karena itu, turunnya wahyu itu patut disambut dan ”dirayakan”.     Namun, perayaan ini haruslah dengan kegiatan yang sesuai. Dalam kaitan ini,     penyambutan dan ”perayaan” itu hanya patut dilakukan dengan mempersiapkan     diri untuk bisa menerima petunjuk itu dengan cara yang paling baik, yaitu     puasa. 
 
 Ketiga,     puasa membuat pelakunya dekat dengan Tuhan dan semua permohonan dan doanya     didengar dan dikabulkan. Inilah makna firman Allah: ”Dan apabila     hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku     dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa     kepada-Ku” (Q.S. 2.186). 
 
 Menyimak     beberapa hikmah yang dapat dipetik dari ayat-ayat di atas, nyatalah bahwa     puasa merupakan sesuatu yang semestinya kita lakukan. Ia bukan semata     kewajiban, melainkan suatu kebutuhan. Untuk itu, setiap muslim harus     menyambut gembira datangnya Ramadhan ini dan melaksanakan ibadah puasa     dengan penuh suka cita. Dengan begitu, setiap kita mempunyai alasan moral     untuk mendapat pengampunan Tuhan dan pembebasan dari siksa-Nya 
 
  |         |      Shaum yang bernilai ‘nol’ Oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham 
 
 Ramadhan     secara bahasa berasal dari kata ramidha, yarmadhu, ramadhan yang artinya     terik, sangat panas, atau terbakar (pembakaran). Jika pengertian ini     dipegang berarti Ramadhan dapat diartikan sebagai pembakaran, peleburan,     atau penghapusan sesuatu. 
 
 Adapun     sesuatu yang dibakar bisa dua kemungkinan. Pertama, yang dibakar biasanya     adalah sesuatu yang kotor; seperti sampah yang berserakan di pelataran     rumah, yang setelah dikumpulkan lalu dibakar. Biasanya, setelah itu     pelataran rumah menjadi bersih. Atau kemungkinan kedua, sesuatu yang dibakar     biasanya benda seperti besi. Oleh si pandai besi, besi dipanaskan lalu     dibakar, besi kemudian memuai dan setelah itu mudah baginya untuk membentuk     dan menciptakan apa pun sesuai seleranya. Bisa jadi pisau, keris, pedang,     atau yang lainnya. 
 
 Ramadhan     dengan arti pembakaran, itu berarti yang kotor-kotor dari diri kita harus     dibakar. Hidup kita kotor karena dosa dan kemaksiatan yang tumpuk-menumpuk.     Pelataran kehidupan pun seperti dipenuhi oleh sampah-sampah kesalahan yang     berserakan sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan dalam hidup. Ramadhan     datang, berarti kesempatan terbesar buat kita untuk membakar semua bentuk     kesalahan dan dosa sehingga kehidupan menjadi bersih dan nyaman. Bahkan,     dari proses pembakaran pada Ramadhan ini akhirnya bisa membentuk dan menciptakan     diri kita sesuai selera kebaikan, yaitu insan yang bertakwa. (QS al-Baqarah     [2]: 183). 
 
 Karena     itu, Ramadhan terbaik adalah Ramadhan yang mampu memuasakan diri tidak     sebatas menahan lapar, haus, dan birahi, tapi memuasakan segala sesuatu     demi satu hal, yaitu lahir dan terbentuk manusia yang bertakwa. Saatnya,     kita pindahkan dari puasa seremoni menuju puasa yang hakiki. 
 
 Puasa     seremoni adalah puasa yang hanya mengejar fikih, asal tidak membatalkan     puasa, seperti makan minum atau berhubungan suami istri pada siang hari.     Memang tidak makan dan minum pada siang hari. Juga tidak tidur dengan suami     atau istri pada jam-jam setelah imsak hingga Maghrib, tapi     perbuatan-perbuatan yang melanggar norma dan kaidah kepatutan agama tidak     diindahkan. Perbuatan-perbuatan, seperti rafats (berkata cabul atau porno),     fusuq (fasiq seperti berkata atau bersumpah tidak sesuai fakta), dan jidal     (mencaci maki, memfitnah, dan bergunjing atau bergosip), sama sekali tidak     dipuasakan. 
 
 Dalam     hal itulah, Rasulullah SAW memberikan peringatan terhadap umat Muslim.     “Banyak orang yang puasa, mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya     rasa lapar dan haus.” (HR Bukhari). Lebih tegas, Rasul SAW menyebutkan     bahwa Allah sama sekali tidak berhajat kepada usaha menahan rasa lapar dan     haus seseorang, bila dia tidak meninggalkan perkataan bohong, perbuatan     nista, dan tindakan kejahilan. (Baca HR Muslim). 
 
 Karena     itu, saatnya kita bakar semua dosa dan maksiat kita dengan berpuasa yang     benar sesuai tuntunan syariat Allah dan Rasulullah. Semoga kita mampu     memaknai Ramadhan tahun ini dengan benar. 
 
 Dimuat     di Republika Cetak dengan judul: Memaknai Ramadhan 
 
  |         |      
 
 Ramadhan momentum terbaik menuju ikhlas! Oleh     K.H. Nuril Huda 
 
 Sudah     sejak lama kita semua memprihatinkan kualitas tayangan dan program di     televisi-televisi. Banyaknya unsur kekerasan, sensualitas, mistis, dan     kemewahan amatlah jauh dari nilai-nilai agama dan moral. 
 
 Visi     Islam sebenarnya yakni “Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.” Nah,     momentum bulan suci Ramadhan 1432 H hendaknya dijadikan sarana untuk     mengembangkan ghirah keislaman yang menuju tatanan rahmatan lil alamin.     Ayah dari delapan anak ini menekankan supaya segenap umat memanfaatkan     kedatangan Ramadhan sebaik-baiknya. 
 
 “Perbanyak     ibadah, karena pahala ibadah yang dilaksanakan di bulan Ramadhan akan     dilipatgandakan oleh Allah SWT,” ungkap dia. 
 
 Akan     tetapi lanjut Nuril Huda, yang terpenting adalah bagaimana memaknai     keutamaan ibadah Ramadhan untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan     nyata. Oleh karenanya, aktivitas sosial jangan pula ditinggalkan, baik yang     dilakukan selama Ramadhan dan bulan-bulan sesudahnya. Berikut refleksi     Ramadhan dari KH Nuril Huda : Apa sebenarnya makna yang terkandung dari     bulan Ramadhan? 
 
 Ramadhan     yang ditandai dengan ibadah puasa sebulan penuh, pada hakekatnya adalah     ujian bagi naluri manusia yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit     dikendalikan itu adalah keinginan untuk makan dan minum. Sedangkan dari     segi filosofisnya, ada dua falsafah yang dapat menguasai serta mendominasi kehidupan     manusia, yakni materialisme dan spiritualisme. Mereka yang berorientasi     pada materi, akan selalu hidup untuk dunianya saja. Kehendak naluri mereka     tidak pernah terpuaskan dan ingin terus menambah apa-apa yang sebenarnya     sudah dimiliki dengan berbagai macam cara. Orang-orang semacam ini tidak     disukai Allah. Sementara itu orientasi spiritualisme adalah sebaliknya.     Mereka tidak mementingkan materi dunia melainkan hanya mencari kerahmatan     Allah SWT. Namun seperti kita ketahui, agama Islam adalah agama yang     seimbang. Ia menghormati rohani dan jasmani, memperhatikan nilai-nilai     ideal manusia, tapi juga menjamin kebutuhan hidup naluri duniawinya asalkan     sesuai nilai-nilai agama. Apa yang bisa dipetik dari Ramadhan adalah     bagaimana umat dapat menyelaraskan kebutuhan di dunia dan akherat. Ibadah     diperlukan sebagai bekal menuju kehidupan di alam nanti, sementara amal     perbuatan di dunia menjadi perwujudan nyata dari ketaqwaan terhadap Islam.     Juga bulan penuh ampunan? 
 
 Betul     sekali. Ramadhan adalah bulan penuh barokah, rahmat, dan kebahagiaan. Umat     perlu merenung sejenak untuk bersiap-siap menyambutnya berikut menelaah     kebaikan-kebaikan yang dikandungnya. Allah SWT menjadikan bulan Ramadhan     sebagai bulan yang agung, memberikan keistimewaan yang banyak sekali. Pada     bulan ini seorang muslim mencurahkan sebagian besar perhatiaan kepada     Allah, akherat dan peningkatan ruhani sebelum peningkatan materi. Ia adalah     bulan ruhani, bulan munajat, serta waktu untuk menghadap kepada Allah,     memohon pertolongan dari Yang Maha Tinggi. Hendaknya selama Ramadhan, umat     memperbanyak bertaubat, memohon ampun dan mengevaluasi kembali lembaran     masa lalu. Rasulullah SAW pun senantiasa bertaubat setiap hari di bulan     Ramadhan. Oleh karenanya, momentum Ramadhan harus dipergunakan untuk menghapus     dosa dan sekaligus membangun komitmen memperbaiki diri di masa mendatang. Tapi     masalahnya selama ini, orang hanya bergiat ibadah di bulan Ramadhan,     sesudahnya intensitas ibadah cenderung menurun. Apa yang perlu dibenahi     dalam rangka membina keimanan dan takwa yang sifatnya permanen? 
 
 Yang     terpenting adalah membangun rasa keikhlasan yang sebenar-benarnya. Ikhlas     untuk memanjatkan doa, beribadah, serta bertakwa kepada Allah SWT dan     Rasul-Nya. Saat sekarang, mungkin masih banyak di antara kita yang harus     menebalkan kembali keikhlasan ini, terutama karena banyaknya tantangan dan     kendala yang kerap ditemui. Saya sepakat agar jangan menjadikan ibadah     sebagai sesuatu yang sifatnya ritual semata. Patut dicamkan, interaksi yang     dikehendaki di bulan Ramadhan adalah interaksi dalam ketaatan kepada Allah,     tidak sekedar sambil lalu. Maka, hendaklah semua umat menjadikan bulan suci     ini untuk meningkatkan amal ibadah sebagai upaya mendekatkan diri kepada     Allah. Fenomena yang sama juga ditemui pada tayangan Ramadhan di televisi.     Gencarnya program bernuansa religi saat Ramadhan tidaklah seperti halnya di     bulan-bulan lain? 
 
 Sudah     sejak lama kita semua memprihatinkan kualitas tayangan dan program di     televisi-televisi. Banyaknya unsur kekerasan, sensualitas, mistis, dan kemewahan     amatlah jauh dari nilai-nilai agama dan moral. Walau nantinya akan ada     payung hukum, misalnya UU pornografi, namun saya kira itu tidak bakal cukup     kuat meredam maraknya tayangan yang dapat merusak akhlak. Kita sudah     meminta secara terus menerus agar televisi membatasi diri. Negara ini sudah     bangkrut. Oleh karenanya, jangan ditambah lagi dengan upaya-upaya yang     dapat menambah kesengsaraan dan kemaksiatan di tengah masyarakat. Masih     untung kita diberi umur panjang, sebab jika Allah SWT sudah murka dan menurunkan     adzab-Nya yang lebih pedih, wah apa jadinya negara ini. Wajar kita khawatir     pada tayangan televisi sebab televisi punya pengaruh yang sangat kuat.     Dengan begitu menjadi kewajiban moral bagaimana agar pengelola televisi     tidak mementingkan sisi komersial. Saya rasa bulan Ramadhan ini bisa     dijadikan langkah memperbaiki segi tayangan dan program, alhadulillah kalau     itu bisa berlanjut di bulan selain Ramadhan. Apa-apa saja yang perlu     dilaksanakan agar kita siap secara lahir maupun bathin selama bulan Ramadhan     ? 
 
 Pada     dasarnya, Ramadhan merupakan kesempatan terbaik umat untuk lebih     mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Ibaratnya kita tengah melakukan     perjalanan menuju keridhoan Allah SWT. Para ulama kerap menggambarkan hal     tersebut sebagai perjalanan yang banyak terdapat ujian dan tentangan. Di     situ misalnya, ada gunung yang harus didaki, itulah nafsu. Selanjutnya     tergantung masing-masing umat, sesuai tekad dan semangat, apakah mampu     menguasai tantangan yang menghadang. Bila berhasil, capaiannya yang dapat     diketahui adalah orang tersebut mampu mengendalikan hawa nafsunya. Bila     sudah sampai pada tahap itu, dia dapat melanjutkan perjalanan untuk meraih     ridho Allah SWT. Namun diperlukankan bekal yang cukup agar sampai ke     tujuan. Bekal itu berupa amal kebajikan. Selain itu, harus ada tekad yang     keras untuk memerangi nafsu tadi, agar setiap malam Ramadhan dapat     dimuliakan dengan shalat dan tadarrus serta ibadah lainnya. 
 
  |         |      
 
 Bekas Sujud, Tak Sekadar Tanda Kehitaman di Dahi Oleh Prof Dr KH Achmad Satori Ismail 
 
 Kita     dianjurkan untuk memperpanjang sujud bila shalat munfaridah (sendiri)     karena Rasulullah menyindir orang-orang yang sujudnya cepat, 
 
 Diriwayatkan     dari Rabi’ah bin Ka’b bahwa ia berkata, “Aku menginap bersama Nabi SAW dan     membantu beliau untuk menyiapkan air wudhunya dan kebutuhan lainnya.”     Kemudian, Rasulullah bersabda, “Mintalah sesuatu kepadaku.” Aku menjawab,     “Aku mohon agar bisa menemanimu di surga.” Beliau menjawab, “Bukan     lainnya?” Aku berkata, “Hanya itu saja. Lalu, Nabi SAW bersabda, “Bantulah     aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud.” (HR Ahmad, Muslim, An Nasai,     dan Abu Daud). 
 
 Hadis     ini menganjurkan kita untuk memperbanyak sujud, ruku, dan mendirikan shalat     wajib ditambah dengan tathawwu’ (shalat sunat) bila kita ingin masuk surga. 
 
 Sujud     merupakan ibadah istimewa dalam Islam, karena merupakan salah satu rukun     shalat dengan cara meletakkan tujuh anggota badan di atas tanah (muka, dua     telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki). Posisi demikian     mencerminkan sikap merendah di hadapan keagungan Ilahi. Allah menegaskan,     “Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).” (QS Al-’Alaq: 19). 
 
 Mari     perbanyak sujud sebenarnya 
 
 Sujud     akan menanamkan ketawadhuan dalam diri kepada sesama manusia dan     memancarkan sinar keimanan dan kelembutan melalui wajahnya. Inilah bekas     sujud yang diharapkan sebagai amalan penolong masuk surga. 
 
 Mi’dan     bin Abi Tholhah berkata, “Aku bertemu Tsauban, budak Rasulullah SAW.” Lalu,     dia bertanya, “Beritahukan kepadaku amalan yang bila aku lakukan maka Allah     akan memasukkanku dengannya ke dalam surga.” Tsauban diam. Lalu, aku tanya     lagi, tapi dia masih diam dan aku tanyakan yang ketiga maka ia menjawab,     “Aku telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Kamu     harus memperbanyak sujud karena sesungguhnya tidaklah kamu sujud sekali     kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan dengannya     satu dosa.” (HR Muslim, Turmudzi, dan an-Nasa’i). 
 
 Kita     dianjurkan untuk memperpanjang sujud bila shalat munfaridah (sendiri)     karena Rasulullah menyindir orang-orang yang sujudnya cepat, dengan     ungkapan bahwa mereka mematuk seperti ayam jago mematuk butiran makanan. 
 
 Sujud     yang serius akan meninggalkan bekas di wajah orang Mukmin. “Kamu lihat     mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda     mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS Al-Fath 29). 
 
 Bekas     sujud inilah yang akan ditampakkan setiap Muslim via wajahnya. Di antara     bekas sujud yang terpancar di setiap muka Muslim adalah ketundukan kepada     keagungan Allah, ketawadhuan terhadap sesama insan, kelembutan, senyuman,     menundukkan pandangan mata, membasahi bibir dengan zikrullah, sikap kasih     sayang kepada anak yatim, fakir, dan miskin. 
 
 Sejalan     dengan ini, dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa Rasulullah berkata, “Aku     hanyalah menerima shalat dari orang yang tawadhu terhadap keagungan-Ku,     tidak sombong terhadap makhluk-Ku, tidak terus-menerus mendurhakai-Ku,     selalu menggunakan siangnya untuk zikir kepada-Ku, mengasihi anak yatim,     janda-janda, fakir, dan menyayangi orang yang tertimpa musibah. (HR     Al-Bazzar). 
 
 Tanda     hitam di dahi Muslim adalah salah satu ciri bahwa dia sering melakukan     shalat. Namun, bekas sujud yang dikehendaki Allah adalah sikap tawadhu,     kelembutan, kepedulian, dan kasih sayang yang dipancarkan wajah setiap     Muslim. Wallahu a’lam. 
 
 Dimuat     di Republika Cetak Edisi 19.06.2011 dengan judul: Bekas Sujud 
 
  |         |      Persiapan Marathon dan Ramadhan 
 
 Bisa     dibayangkan kalau anda tidak melakukan latihan sampai 40 km, bisa-bisa     ketika hari lomba tidak sampai finish. Hal ini menunjukkan bahwa latihan     harus diusakan sesuai dengan yang akan dilombakan. 
 
 Coba     dibayangkan, seandainya anda adalah seorang pelari nasional yang akan     diutus oleh KONI untuk mengikuti lomba lari marathon dunia di Ontario,     Kanada. Event tahunan ini merupakan ajang pelari menunjukkan kebolehannya     dengan hadiah yang luar biasa. Untuk menghadapi lomba ini, anda akan     mempersiapkan fisik dan mental jauh hari sebelum lomba. 
 
 Diantara     latihan fisik yang anda lakukan adalah lari dalam jarak tertentu seperti 5,     10, 20 atau 25 km. Bahkan anda perlu mencoba lari sampai sekitar 40 km,     untuk menyamai jarak yang akan dilombakan. Bisa dibayangkan kalau anda     tidak melakukan latihan sampai 40 km, bisa-bisa ketika hari lomba tidak     sampai finish. Hal ini menunjukkan bahwa latihan harus diusakan sesuai     dengan yang akan dilombakan. 
 
 Untuk     kesiapan mental terhadap cuaca di Ontario dan penduduk sekitarnya, maka     anda tentunya akan tinggal di kota tersebut beberapa minggu sebelum lomba.     Anda harus menyesuaikan suhu yang lebih dingin di kota tersebut. Diharapkan     pada saat lomba nantinya, tubuh kita sudah siap dan tidak bakal kedinginan     atau sakit perut yang bisa menyebabkan kegagalan anda. 
 
 Perumpamaan     diatas mirip dengan persiapan kita ketika menghadapi bulan Ramadhan yang     penuh berkah ini. Ramadhan yang lamanya 29 atau 30 hari membutuhkan stamina     dan kesiapan yang matang. Betapa banyak kita lihat shof sholat tarawih yang     penuh pada minggu pertama akan menyusut pada minggu-minggu berikutnya. Dan     tidak heran kalau nanti pada minggu terakhir, beberapa warung semakin     dikunjungi orang yang tidak kuat menahan haus dan lapar. Atau ada orang     yang terkena gangguan kesehatan atau flu ditengah atau akhir Ramadhan, hal     ini berarti fisiknya belum siap. 
 
 Untuk     menghadapi Ramadhan, Rasulullah SAW sering melakukan puasa sunnat di bulan     Rajab dan Sya’ban. Hal ini seperti yang tercantum dalam hadits yang     diriwayatnya al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah):     Usamah berkata pada Nabi saw, ‘Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul     melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban.’     Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang     dilupakan oleh kebanyakan orang.’ 
 
 Ibadah     lain yang kita perlu persiapkan adalah qiyamu lail atau sholat malam. Dalam     bulan Ramadhan, peluang untuk melakukan sholat tahajjud akan besar karena     kita akan bangun untuk melakukan sahur. Gunakan waktu sebelum sahur untuk     memohon maghfiroh dan keperluan kita kepada Allah SWT. 
 
 Bacaan     atau tilawah Al Quran juga harus diperbanyak karena bulan Ramadhan adalah     bulan turunnya Al Quran dan dimana pahala akan dilipatgandakan. Akan     merugilah kita bila waktu yang tersedia dalam bulan tersebut disia-siakan     tidak untuk berdzikir atau membaca Al Quran. 
 
 Jangan     lupa, kita juga perlu membuat suasana ceria dalam keluarga kita dalam     menyambut bulan penuh rahmah ini. Bersih dan rapikan rumah. Buatlah hiasan     dirumah agar terasa suasana Ramadhan. Buat rencana untuk beribadah bersama     keluarga seperti sholat berjamaah, buka puasa dan tadarus bersama. Bahagiakan     istri/suami dan anak anda agar bulan Ramadhan M Top  (Memang Top). 
 
 Wallahu     a’lam. 
 
  |         |      
 
 KEKUASAAN ADALAH AMANAT DARI ALLAH Prof. Dr. H.M. Tahir Azhari, S.H. 
 
 Kemerdekaan     mempunyai makna yang luas, artinya bahwa bangsa Indonesia memiliki     kebebasan untuk mengatur sendiri berbagai, segi kehidupan berbangsa dan     bernegara, termasuk kehidupan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.     Kalau pada masa penjajahan belanda umat Islam diatur oleh bangsa lain,     sejak tahun 1945, semua diatur oleh umat Islam sendiri dengan leluasa. Tak     ada lagi pembatasan untuk mengamalkan apa yang diyakini dalam hati. 
 
 Bagi     umat Islam, apa makna kemerdekaan ditinjau dari sudut syariat? Kemerdekaan     adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah SWT. Nikmat itu hendaklah     dipandang sebagai suatu amanat atau titipan dari Allah SWT kepada kita.     karena itu Al-Qur'an dalam surat An-Nisa ayat 58 mengingatkan: 
 
 "Allah     memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang layak menerimanya.     Apabila kamu mengadili diantara manusia, bertindaklah dengan adil, Sungguh     Allah mengajar kamu dengan sebaik-baiknya, karena Allah Maha Mendengar,     Maha Melihat" 
 
 Kalau     ada diantara kita yang memegang amanat, dalam bentuk kekuasaan, atau     kewenangan; apakah sebagai lurah,camat, bupati, gubernur, atau jabatan     lain, maka semua itu hakikatnya memegang amanah yang harus disampaikan     kepada yang berhak. 
 
 Dalam     arti yang lebih luas, kemerdekaan itu amanah yang diberikan Allah sebagai     karunia-Nya kepada segenap manusia sebagai individu dn sebagai warga negara     RI. Karena itu, adalah menjadi kewajiban untuk memelihara kemerdekaan ini     dengan cara sebaik-baiknya. Dengan demikian, inilah makna kita pandai     menyukuri nikmat dari Allah dalam bentuk kemerdekaan. Dalam Al-Qur'an surat     Ibrahim ayat 7 disebutkan: 
 
 Dan     ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan: "Jika kamu bersyukur, Aku akan     memberi tambahan (karunia) kepadamu; tetapi jika kamu tidak bersyukur,     sungguh adzab-Ku dasyat sekali" 
 
 Maksud     ayat diatas, memerintahkan manusia agar pandai menyukuri nikmat Allah;     antara lain nikma0t kemerdekaan. Artinya mensyukuri nikmat disini bukan     hanya mengucapkan lafadh 'alhamdulillah' seperti biasa diucapkan, tapi     harus menggunakan nikmat itu sesuai perintah-Nya. Kemerdekaan harus     digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup bangsa Indonesia baik     spirritual maupun material. 
 
 Sebagai     disebutkan dalam ayat tadi, arti kufur nikamt dapat dipahami; orang yang     mendapat karunia Allah, tapi menggunakn nikmat itu tidak sesuai dengan     jalan yang diperintahkan-Nya. Dengan kata lain, telah menyimpang dari ajaran     Allah SWT, atau menyalahgunakan nikmat. 
 
 Peran     umat Islam dalam bernegara adalah menjalankan prinsip-prinsip yang     dijalankan Al-Qur'an, yaitu prinsip Islam dalam bermasyarakat dan     bernegara. Prinsip-prinsip tersebut dapat disimak dalam surat An-Nisa ayat     59: 
 
 "Hai     orang-orang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasulullah dan mereka yang     memegang kekuasaan diantara kamu. Jika kamu berselisih mengenai sesuatu     kembalikanlah kepada Allah dan Rosul-Nya, kalau kamu beriman kepada Allah     dan hari kemudian. Itulah yang terbaik dan penyelesaian yang tepat." 
 
 "Wahai     orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah," yaitu     menjalankan perintah Allah yang telah diwahyukan-Nya melalui Al-qur'an.     "Taatlah pula kepada Rosulullah saw, yang telah membimbing kita melalui     ajaran-ajaranya", yang disebut sunah Rosulullah, adalah yang merupakan     penjelasan terhadap Al-Qur'an. "Dan kepada orang-orang yang berwenang     di antara kamu", artinya umat Islam wajib taat kepada kalangan kita     yang kebetulan memegang otoritas baik dalam bidang pemerintahan maupun     dalam bidang lain. 
 
 Tetapi     prinsip ketaatan dalam Islam ini bersifat tanpa reserve. Artinya, pemimpin     itu harus ditaati hanya selama dia menjalankan perintah Allah. Kalau dalam     menjalankan kekuasaanya tidak cocok dengan perintah Allah dan Rosul-Nya,     tidk ada keharusan untuk taat kepadanya. Dalam haditsnya, Rasulullah     bersabda: "Sesungguhnya ketaatan itu dalam hal-hal yamg ma'ruf     (baik)". 
 
 Kalau     kita diminta, baik langsung ataupun tidak langsung untuk bersikap taat     dalam hal-hal yang munkarat, maka tidak harus menaatinya. Bahkan wajib     melawnya, sebagai bukti penentangan. 
 
 Kecuali     hal di atas, tugas umat Islam sangat penting adalah mengentaskan     kemiskinan, terutama dikalangan umat Islam sendiri. Ajaran Islam telah     menawarkan berbagai konsep pengentasan kemiskinan dan konsep itu saya     namakan lembaga-lembaga sosial Islam. Yang sudah dikenal adalah: zakat,     infaq, shodaqoh, wakaf, wasiat, qurban dan aqiqah. Semua lembaga itu     mengajarkan agar seluruh umat Islam berperan serta mengentaskan kemiskinan,     Salah satu pesan Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 19: "Dan dlam harta     mereka (selalu ingat) akan hak (orang miskin) yang meminta, dan yang     (karena suatu alasan) tak mau meminta". 
 
 Jadi     inilah yang dimaksud Zakat. Zakat sebenarnya adalah hak bagi orang miskin.     Kemudian infaq dan shodaqoh, dan sebagainya adalh merupakan hal yang sangat     dianjurkan. Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagi perwujudan     sikap syukur kepada Allah yang telah menganugerahkan nikmat yang tiada     ternilai harganya untuk umat Islam Indonesia, yaitu kemerdekaan. 
 
  |         |      
 
 KEBERKAHAN HIDUP 
 
 Setiap     orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini.     Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar     segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan     dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz ziyadah yakni     tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber     dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga     apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar     manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh     negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu. 
 
 Namun,     Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata,     Allah hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan     bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang     yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya:     Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah     Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi     mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan     perbuatannya (QS 7:96). 
 
 Apabila     manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh     keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan     baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan     amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disilah letak     pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa     berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya. 
 
 BENTUK     KEBERKAHAN 
 
 Secara     umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa     kita bagi kedalam tiga bentuk. Pertama, berkah dalam keturunan, yakni     dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat     imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang     amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan     setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya     adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga     memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta     dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Keberkahan semacam ini     telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka     sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail     yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam     Al-Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya: Dan     isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan     kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir     puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah     aku aka melairkan anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua,     dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini     benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata:     "Apakahkamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat     Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya     Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah" (QS 11:71-73). 
 
 Kedua,     keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini     karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan     dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al     A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang     dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal     dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan     menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Disamping itu, makanan     yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi     sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi     juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga     yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai     kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman     yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah     Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman     kepada-Nya (QS 5:88). 
 
 Karena     itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi,     meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau     secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan     dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang artinya: Hai anak Adam,     pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah     dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai     orang-orang yang berlebih-lebihan (7:31). 
 
 Ketiga,     berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk     kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun     memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita     waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap     harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan     waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang     baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak     manusia yang mengalami kerugian dalam hidup ini karena tidak bisa     memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu     adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman     yang artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam     kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan     nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya     menetapi kesabaran (QS 103:1-3). 
 
 Karena     itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa     membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk     usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: Demi malam apabila menutupi,     dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan.     Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan     (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang     terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah     (92:1-7). 
 
 KUNCI     KEBERKAHAN. 
 
 Dengan     demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan     dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada     kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini.     Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu. 
 
 Iman     dan Taqwa Yang Benar. 
 
 Di     dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan     keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya.     Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar     keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan     kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah     satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman     adalah firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah     kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwadan jangan sampai kamu mati     kecuali dalam keadaan berserah diri/muslim (QS 3:102). 
 
 Keimanan     dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam     bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik     dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama     orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi     dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia berada. 
 
 Berpedoman     kepada Al-Qur’an 
 
 Al-Qur’an     merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan     yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai     aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt,     Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab     (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah     kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155). 
 
 Karena     harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita     harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah     Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an, selanjutnya     bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari,     baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa. 
 
 Akhirnya     menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu,     memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni     dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur’an     sebagai pedoman dalam hidup ini 
 
  |         |      
 
 KALA MUSIBAH MENIMPA 
 
 Allah     subhanahu wata'ala berfirman, artinya, "Dan sungguh akan Kami berikan     cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa     dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang     sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,     "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang     mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka     itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. al-Baqarah:155-157) 
 
 Di     dalam musnad Imam Ahmad, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah     seorang hamba yang ditimpa musibah mengucapkan, "Inna lillahi wa inna     ilaihi raji'un, ya Allah berilah aku pahala dalam musibahku ini dan     gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik," kecuali Allah akan     memberikan pahala dalam musibahnya dan akan memberikan kepadanya ganti yang     lebih baik." (HR. Ahmad 3/27) 
 
 Kita     Milik Allah dan Kembali Kepada-Nya 
 
 Jika     seorang hamba benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah milik Allah     subhanahu wata’ala dan akan kembali kepada-Nya maka dia akan terhibur     tatkala tertimpa musibah. Kalimat istirja' ini merupakan penyembuh dan obat     paling mujarab bagi orang yang sedang tertimpa musibah. Dia memberikan     manfaat baik dalam waktu dekat maupun di waktu yang akan datang. Kalimat     tersebut memuat dua prinsip yang sangat agung. Jika seseorang mampu     merealisasikan dan memahami keduanya maka dia akan terhibur dalam setiap     musibah yang menimpanya. 
 
 Dua     prinsip pokok tersebut adalah: 
 
 Pertama;     Bahwasanya manusia, keluarga dan harta pada hakikatnya adalah milik Allah     subhanahu wata’ala. Dia bagi manusia tidak lebih hanya sebagai pinjaman     atau titipan, sehingga jika Allah subhanahu wata’ala mengambilnya dari     seseorang maka ia ibarat seorang pemilik barang yang sedang mengambilnya     dari si peminjam. Demikian juga manusia diliputi oleh ketidakpunyaan,     sebelumnya (ketika lahir) dia tidak memiliki apa-apa dan setelahnya (ketika     mati) ia pun tidak memiliki apa-apa lagi. 
 
 Dan     segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang hamba tidak lebih hanya seperti     barang pinjaman dan titipan yang bersifat sementara. Seorang hamba juga     bukanlah yang telah menjadikan dirinya memiliki sesuatu setelah sebelumnya     tidak punya. Dan diapun bukanlah menjadi penjaga terhadap segala miliknya     dari kebinasaan dan kelenyapan, dia tak mampu untuk menjadikan miliknya     tetap terus abadi. Apapun usaha seorang hamba tidak akan mampu untuk     menjadikan miliknya kekal abadi, tidak akan mampu menjadikan dirinya     sebagai pemilik hakiki. 
 
 Dan     juga seseorang itu harus membelanjakan miliknya berdasarkan perintah pemiliknya,     memperhatikan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Dia     membelanjakan bukan sebagai pemilik, karean Allah-lah Sang Pemilik, maka     tidak boleh baginya membelanjakan titipan itu kecuali dalam hal-hal yang     sesuai dengan kehendak Pemilik Yang Hakiki. 
 
 Ke     dua; Bahwa kesudahan dan tempat kembali seorang hamba adalah kepada Allah     Pemilik yang Haq. Dan seseorang sudah pasti akan meninggalkan dunia ini     lalu menghadap Allah subhanahu wata’ala sendiri-sendiri sebagaimana ketika     diciptakan pertama kali, tidak memiliki harta, tidak membawa keluarga dan     anak istri. Akan tetapi manusia menghadap Allah dengan membawa amal     kebaikan dan keburukan. 
 
 Jika     awal mula dan kesudahan seorang hamba adalah demikian maka bagaimana dia     akan berbangga-bangga dengan apa yang dia miliki atau berputus asa dari apa     yang tidak dimilikinya. Maka memikirkan bagaimana awal dirinya dan     bagaimana kesudahannya nanti adalah merupakan obat paling manjur untuk     mengobati sakit dan kesedihan. Demikian juga dengan mengetahui secara yakin     bahwa apa yang akan menimpanya pasti tidak akan meleset atau luput dan     begitu juga sebaliknya. 
 
 Allah     subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Tiada     sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu     sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami     menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.     (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap     apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap     apa yang diberikan-Nya kepadamu.Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang     sombong lagi membanggakan diri.” (QS. al-Hadid:22-23) 
 
 Lihat     Nikmat yang Tersisa 
 
 Termasuk     salah satu terapi dalam menghadapi musibah adalah dengan cara melihat     seberapa musibah dan seberapa besar nikmat yang telah diterima. Maka akan     didapati bahwa Allah subhanahu wata’ala masih menyisakan baginya yang     semisal dengannya, atau malah lebih baik lagi. Dan jika seseorang bersabar     dan ridha maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan sesuatu yang lebih     baik dan besar daripada apa yang hilang dalam musibah, bahkan mungkin     dengan berlipat-lipat ganda. Dan jika Allah subhanahu wata’ala menghendaki     maka akan menjadikan lebih dan lebih lagi dari yang ada. 
 
 Musibah     Menimpa Semua Orang 
 
 Merupakan     obat yang sangat bermanfaat di kala musibah sedang menimpa adalah dengan     menyadari bahwa musibah itu pasti dialami oleh semua orang. Cobalah dia     menengok ke kanan, maka akan didapati di sana orang yang sedang diberi     ujian, dan jika menengok ke kiri maka di sana ada orang yang sedang ditimpa     kerugian dan malapetaka. Dan seorang yang berakal kalau mau memperhatikan     sekelilingnya maka dia tidak akan mendapati kecuali di sana pasti ada ujian     hidup, entah dengan hilanganya barang atau orang yang dicintai atau menemui     sesuatu yang tidak mengenakkan dalam hidup. 
 
 Kehidupan     dunia tidak lain adalah ibarat kembangnya tidur atau bayang-bayang yang     pasti lenyap. Jika dunia mampu membuat orang tersenyum sesaat maka dia     mampu mendatangkan tangisan yang panjang. Jika ia membuat bahagia dalam     sehari maka ia pun membuat duka sepanjang tahun. Kalau hari ini memberikan     sedikit maka suatu saat akan menahan dalam waktu yang lama. Tidaklah suatu     rumah dipenuhi dengan keceriaan kecuali suatu saat akan dipenuhi pula     dengan duka. 
 
 Ibnu     Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata, "Pada setiap kegembiraan ada duka,     dan tidak ada satu rumah pun yang penuh dengan kebahagiaan kecuali akan     dipenuhi pula dengan kesedihan. Berkata pula Ibnu Sirin, "Tidak akan     pernah ada senyum melulu, kecuali setelahnya pasti akan ada tangisan." 
 
 Hindun     binti an an-Nu'man berkata, "Kami melihat bahwa kami adalah termasuk     orang yang paling mulia dan memiliki harta paling banyak, kemudian matahari     belum sampai terbenam sehingga kami telah menjadi orang yang paling tidak     punya apa-apa. Dan merupakan hak Allah subhanahu wata’ala bahwa tidaklah     Dia memenuhi suatu rumah dengan kebahagiaan, kecuali akan mengisinya pula     dengan kesedihan." Dan ketika seseorang bertanya tentang apa yang     menimpanya maka dia mengatakan, "Kami pada suatu pagi, tidak mendapati     seseorang pun di Arab kecuali berharap kepada kami, kemudian kami di sore     harinya tidak mendapati mereka kecuali menaruh belas kasihan kepada     kami." 
 
 Keluh     Kesah Melipatgandakan Penderitaan 
 
 Di     antara obat untuk menghadapi musibah adalah dengan menyadari bahwa keluh     kesah tidak akan dapat menghilangkan musibah. Bahkan hanya akan menambah     serta melipatgandakan sakit dan penderitaan. 
 
 Musibah     Terbesar Adalah Hilangnya Kesabaran 
 
 Termasuk     Obat ketika tertimpa musibah adalah dengan mengetahui bahwa hilangnya     kesabaran dan sikap berserah diri adalah lebih besar dan lebih berbahaya     daripada musibah itu sendiri. Karena hilangnya kesabaran akan menyebabkan     hilangnya keutamaan berupa kesejahtaraan, rahmat dan hidayah yang Allah     subhanahu wata’ala kumpulkan tiga hal itu dalam sikap sabar dan istirja'     (mengembalikan urusan kepada Allah). 
 
 Sumber:     “Ilaj harril musibah wa huzniha,” Imam Ibnul Qayyim (KM 
 
  |         |      
 
 15 Petunjuk Menguatkan Iman 
 
 Tak     seorangpun bisa menjamin dirinya akan tetap terus berada dalam keimanan     sehingga meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Untuk itu kita perlu     merawat bahkan senantiasa berusaha menguatkan keimanan kita. Tulisan ini     insya'allah membantu kita dalam usaha mulia itu. 
 
 Tsabat     (kekuatan keteguhan iman) adalah tuntutan asasi setiap muslim. Karena itu     tema ini penting dibahas. Ada beberapa alasan mengapa tema ini begitu     sangat perlu mendapat perhatian serius. 
 
 Pertama,     pada zaman ini kaum muslimin hidup di tengah berbagai macam fitnah, syahwat     dan syubhat dan hal-hal itu sangat berpotensi menggerogoti iman. Maka     kekuatan iman merupakan kebutuhan muthlak, bahkan lebih dibutuhkan     dibanding pada masa generasi sahabat, karena kerusakan manusia di segala     bidang telah menjadi fenomena umum. 
 
 Kedua,     banyak terjadi pemurtadan dan konversi (perpindahan) agama. Jika pada awal     kemerdekaan jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 90 % maka saat ini     jumlah itu telah berkurang hampir 5%. Ini tentu menimbulkan kekhawatiran     mendalam. Untuk menga-tasinya diperlukan jalan keluar, sehingga setiap     muslim tetap memiliki kekuatan iman. 
 
 Ketiga,     pembahasan masalah tsabat berkait erat dengan masalah hati. Padahal Nabi     Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Dinamakan hati karena ia     (selalu) berbolak-balik. Perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di     pucuk pohon yang diombang-ambingkan oleh angin." (HR. Ahmad, Shahihul     Jami' no. 2361) 
 
 Maka,     mengukuhkan hati yang senantiasa berbolak-balik itu dibutuhkan usaha keras,     agar hati tetap teguh dalam keimanan. Dan     sungguh Allah Maha Rahman dan Rahim kepada hambaNya. Melalui Al Qur'an dan     Sunnah RasulNya Ia memberikan petunjuk bagaimana cara mencapai tsabat.     Berikut ini penjelasan 15 petunjuk berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah untuk     memelihara kekuatan dan keteguhan iman kita. 
 
 Akrab     dengan Al Qur'an 
 
 Al     Qur'an merupakan petunjuk utama mencapai tsabat. Al Qur'an adalah tali     penghubung yang amat kokoh antara hamba dengan Rabbnya. Siapa akrab dan     berpegang teguh dengan Al Qur'an niscaya Allah memeliharanya; siapa     mengikuti Al Qur'an, niscaya Allah menyelamatkannya; dan siapa yang     mendakwahkan Al Qur'an, niscaya Allah menunjukinya ke jalan yang lurus.     Dalam hal ini Allah berfirman: "Orang-orang kafir berkata, mengapa Al     Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya     Kami teguhkan hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil     (teratur dan benar)." (Al Furqan: 32-33) 
 
 Beberapa     alasan mengapa Al Qur'an dijadikan sebagai sumber utama mencapai tsabat     adalah: Pertama, Al Qur'an menanamkan keimanan dan mensucikan jiwa     seseorang, karena melalui Al Qur'an, hubungan kepada Allah menjadi sangat     dekat. Kedua, ayat-ayat Al Qur'an diturunkan sebagai penentram hati,     menjadi penyejuk dan penyelamat hati orang beriman sekaligus benteng dari     hempasan berbagai badai fitnah. Ketiga, Al Qur'an menunjukkan konsepsi     serta nilai-nilai yang dijamin kebenarannya. Karena itu, seorang mukmin     akan menjadikan Al Qur'an sebagai ukuran kebenaran. Keempat, Al Qur'an     menjawab berbagai tuduhan orang-orang kafir, munafik dan musuh Islam lainnya.     Seperti ketika orang-orang musyrik berkata, Muhammad ditinggalkan Rabbnya,     maka turunlah ayat: "Rabbmu tidaklah meninggalkan kamu dan tidak     (pula) benci kepadamu." (Adl Dluha: 3) (Syarh Nawawi,12/156) Orang     yang akrab dengan Al Qur'an akan menyandarkan semua perihalnya kepada Al     Qur'an dan tidak kepada perkataan manusia. Maka, betapa agung sekiranya     penuntut ilmu dalam segala disiplinnya menjadikan Al Qur'an berikut     tafsirnya sebagai obyek utama kegiatannya menuntut ilmu. 
 
 Iltizam     (komitmen) terhadap syari'at Allah 
 
 Allah     berfirman: "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan     ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dan Allah     menyesatkan orang-orang yang zhalim. Dan Allah berbuat apa saja yang Ia     kehendaki." (Ibrahim: 27) 
 
 Di     ayat lain Allah menjelaskan jalan mencapai tsabat yang dimaksud. "Dan     sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada     mereka, tentulah hal demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih     meneguhkan (hati mereka di atas kebenaran)." (An Nisa': 66) 
 
 Karena     itu, menjelaskan surat Ibrahim di atas Qatadah berkata:-"Adapun dalam     kehidupan di dunia, Allah meneguhkan orang-orang beriman dengan kebaikan     dan amal shalih sedang yang dimaksud dengan kehidupan akherat adalah alam     kubur." (Ibnu Katsir: IV/421) 
 
 Maka     jelas sekali, sangat mustahil orang-orang yang malas berbuat kebaikan dan     amal shaleh diharapkan memiliki keteguhan iman. Karena itu, Nabi     Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan amal shaleh secara     kontinyu, sekalipun amalan itu sedikit, demikian pula halnya dengan para     sahabat. Komitmen untuk senantiasa menjalankan syariat Islam akan membentuk     kepribadian yang tangguh, dan iman pun menjadi teguh. 
 
 Mempelajari     Kisah Para Nabi 
 
 Mempelajari     kisah dan sejarah itu penting. Apatah lagi sejarah para Nabi. Ia bahkan     bisa menguatkan iman seseorang. Secara khusus Allah menyinggung masalah ini     dalam firman-Nya: "Dan Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah para rasul     agar dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu     kebenaran , pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman."     (Hud: 120) 
 
 Sebagai     contoh, marilah kita renungkan kisah Ibrahim Alaihis Salam yang diberitakan     dalam Al Qur'an: "Mereka berkata, bakarlah dia dan bantulah     tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman,     hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. Mereka     hendak berbuat makar terhadap Ibrahim maka Kami jadikan mereka itu     orang-orang yang paling merugi." (Al Anbiya': 68-70) 
 
 Bukankah     hati kita akan bergetar saat merenungi kronologi pembakaran nabi Ibrahim     sehingga ia selamat atas izin Allah? Dan bukankah dengan demikian akan     membuahkan keteguh-an iman kita? Lalu, kisah nabi Musa Alaihis Salam yang     tegar menghadapi kezhaliman Fir'aun demi menegakkan agama Allah. Bukankah     kisah itu mengingatkan kekerdilan jiwa kita dibanding dengan nabi Musa? 
 
 Tak     sedikit umat Islam sudah merasa tak punya jalan karena kondisi ekonomi yang     kurang menguntungkan misalnya, sehingga mau saja saat diajak kolusi dan     berbagai praktek syubhat lain oleh koleganya. Lalu mereka mencari-cari     alasan mengabsahkan tindakannya yang keliru. Dan bukankah karena takut     gertakan penguasa yang tiranik lalu banyak di antara umat Islam (termasuk     ulamanya) yang menjadi tuli, buta dan bisu sehingga tidak melakukan amar     ma'ruf nahi mungkar? Bahkan sebaliknya malah bergabung dan bersekongkol     serta melegitimasi status quo (menganggap yang ada sudah baik dan tak perlu     diubah). 
 
 Bukankah     dengan mempelajari kisah-kisah Nabi yang penuh dengan perjuangan menegakkan     dan meneguhkan iman itu kita menjadi malu kepada diri sendiri dan kepada     Allah? Kita mengharap Surga tetapi banyak hal dari perilaku kita yang     menjauhinya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita ke jalan yang diridhaiNya. 
 
 Berdo'a 
 
 Di     antara sifat hamba-hamba Allah yang beriman adalah mereka memohon kepada     Allah agar diberi keteguhan iman, seperti do'a yang tertulis dalam     firmanNya: "Ya Rabb, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada     kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami." (Ali Imran: 8) 
 
 "Ya     Rabb kami, berilah kesabaran atas diri kami dan teguhkanlah pendirian kami     serta tolonglah kami dari orang-orang kafir." (Al Baqarah: 250) 
 
 Rasulullah     Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya seluruh hati Bani     Adam terdapat di antara dua jari dari jemari Ar Rahman (Allah), bagaikan     satu hati yang dapat Dia palingkan ke mana saja Dia kehendaki." (HR.     Muslim dan Ahmad) 
 
 Agar     hati tetap teguh maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak     memanjatkan do'a berikut ini terutama pada waktu duduk takhiyat akhir dalam     shalat. "Wahai     (Allah) yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada din-Mu."     (HR. Turmudzi) 
 
 Banyak     lagi do'a-do'a lain tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam agar kita     mendapat keteguhan iman. Mudah-mudahan kita senantiasa tergerak hati untuk     berdo'a utamanya agar iman kita diteguhkan saat menghadapi berbagai ujian     kehidupan. 
 
 Dzikir     kepada Allah 
 
 Dzikir     kepada Allah merupakan amalan yang paling ampuh untuk mencapai tsabat.     Karena pentingnya amalan dzikir maka Allah memadukan antara dzikir dan     jihad, sebagaimana tersebut dalam firmanNya: "Hai orang-orang yang     beriman, bila kamu memerangi pasukan (musuh) maka berteguh-hatilah kamu dan     dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya." (Al Anfal: 45) 
 
 Dalam     ayat tersebut, Allah menjadikan dzikrullah sebagai amalan yang amat baik     untuk mencapai tsabat dalam jihad. Ingatlah     Yusuf Alaihis Salam ! Dengan apa ia memohon bantuan untuk mencapai tsabat     ketika menghadapi fitnah rayuan seorang wanita cantik dan berkedudukan     tinggi? Bukankah dia berlindung dengan kalimat ma'adzallah (aku berlindung     kepada Allah), lantas gejolak syahwatnya reda? 
 
 Demikianlah     pengaruh dzikrullah dalam memberikan keteguhan iman kepada orang-orang yang     beriman. (Bersambung...) 
 
 Menempuh     Jalan Lurus 
 
 Allah     berfirman: "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang     lurus, maka ikutilah dia dan jangan mengikuti jalan-jalan (lain) sehingga     menceraiberaikan kamu dari jalanNya." (Al An'am: 153) 
 
 Dan     Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mensinyalir bahwa umatnya bakal     terpecah-belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk Neraka kecuali hanya     satu golongan yang selamat (HR. Ahmad, hasan) 
 
 Dari     sini kita mengetahui, tidak setiap orang yang mengaku muslim mesti berada     di jalan yang benar. Rentang waktu 14 abad dari datangnya Islam cukup     banyak membuat terkotak-kotaknya pemahaman keagamaan. Lalu, jalan manakah     yang selamat dan benar itu? Dan, pemahaman siapakah yang mesti kita ikuti     dalam praktek keberaga-maan kita? Berdasarkan banyak keterangan ayat dan     hadits , jalan yang benar dan selamat itu adalah jalan Allah dan RasulNya.     Sedangkan pemahaman agama yang autentik kebenarannya adalah pemahaman     berdasarkan keterangan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para     sahabatnya. (HR. Turmudzi, hasan). 
 
 Itulah     yang mesti kita ikuti, tidak penafsiran-penafsiran agama berdasarkan akal     manusia yang tingkat kedalaman dan kecerdasannya majemuk dan terbatas.     Tradisi pemahaman itu selanjutnya dirawat oleh para tabi'in dan para imam     shalihin. Paham keagamaan inilah yang dalam terminologi (istilah) Islam     selanjutnya dikenal dengan paham Ahlus Sunnah wal Jamaah . Atau sebagian     menyebutnya dengan pemahaman para salafus shalih. 
 
 Orang     yang telah mengikuti paham Ahlus Sunnah wal Jamaah akan tegar dalam menghadapi     berbagai keanekaragaman paham, sebab mereka telah yakin akan kebenaran yang     diikutinya. Berbeda dengan orang yang berada di luar Ahlus Sunnah wal     Jamaah, mereka akan senantiasa bingung dan ragu. Berpindah dari suatu     lingkungan sesat ke lingkungan bid'ah, dari filsafat ke ilmu kalam, dari     mu'tazilah ke ahli tahrif, dari ahli ta'wil ke murji'ah, dari thariqat yang     satu ke thariqat yang lain dan seterusnya. Di sinilah pentingnya kita     berpegang teguh dengan manhaj (jalan) yang benar sehingga iman kita akan     tetap kuat dalam situasi apapun. 
 
 Menjalani     Tarbiyah 
 
 Tarbiyah     (pendidikan) yang semestinya dilalui oleh setiap muslim cukup banyak.     Paling tidak ada empat macam : 
 
 §     Tarbiyah Imaniyah yaitu     pendidikan untuk menghidupkan hati agar memiliki rasa khauf (takut), raja'     (pengharapan) dan mahabbah (kecintaan) kepada Allah serta untuk     menghilangkan kekeringan hati yang disebabkan oleh jauhnya dari Al Qur'an     dan Sunnah. 
 
 §     Tarbiyah Ilmiyah yaitu     pendidikan keilmuan berdasarkan dalil yang benar dan menghindari taqlid     buta yang tercela. 
 
 §     Tarbiyah Wa'iyah yaitu     pendidikan untuk mempelajari siasat orang-orang jahat, langkah dan strategi     musuh Islam serta fakta dari berbagai peristiwa yang terjadi berdasarkan     ilmu dan pemahaman yang benar. 
 
 §     Tarbiyah Mutadarrijah yaitu     pendidikan bertahap, yang membimbing seorang muslim setingkat demi     setingkat menuju kesempurnaannya, dengan program dan perencanaan yang     matang. Bukan tarbiyah yang dilakukan dengan terburu-buru dan asal jalan. 
 
 Itulah     beberapa tarbiyah yang diberikan Rasul kepada para sahabatnya. Berbagai     tarbiyah itu menjadikan para sahabat memiliki iman baja, bahkan membentuk     mereka menjadi generasi terbaik sepanjang masa. 
 
 Meyakini     Jalan yang Ditempuh 
 
 Tak     dipungkiri bahwa seorang muslim yang bertambah keyakinannya terhadap jalan     yang ditempuh yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah maka bertambah pula tsabat     (keteguhan iman) nya. Adapun di antara usaha yang dapat kita lakukan untuk     mencapai keyakinan kokoh terhadap jalan hidup yang kita tempuh adalah: 
 
 Pertama,     kita harus yakin bahwa jalan lurus yang kita tempuh itu adalah jalan para     nabi, shiddiqien, ulama, syuhada dan orang-orang shalih. 
 
 Kedua,     kita harus merasa sebagai orang-orang terpilih karena kebenaran yang kita     pegang, sebagai-mana firman Allah: "Segala puji bagi Allah dan     kesejahteraan atas hamba-hambaNya yang Ia pilih." (QS. 27: 59) 
 
 Bagaimana     perasaan kita seandainya Allah menciptakan kita sebagai benda mati,     binatang, orang kafir, penyeru bid'ah, orang fasik, orang Islam yang tidak     mau berdakwah atau da'i yang sesat? Mudah-mudahan kita berada dalam     keyakinan yang benar yakni sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah yang     sesungguhnya. 
 
 Berdakwah 
 
 Jika     tidak digerakkan, jiwa seseorang tentu akan rusak. Untuk menggerakkan jiwa     maka perlu dicarikan medan yang tepat. Di antara medan pergerakan yang     paling agung adalah berdakwah. Dan berdakwah merupakan tugas para rasul     untuk membebaskan manusia dari adzab Allah. 
 
 Maka     tidak benar jika dikatakan, fulan itu tidak ada perubahan. Jiwa manusia,     bila tidak disibukkan oleh ketaatan maka dapat dipastikan akan disibukkan     oleh kemaksiatan. Sebab, iman itu bisa bertambah dan berkurang. Jika     seorang da'i menghadapi berbagai tantangan dari ahlul bathil dalam     perjalanan dakwahnya, tetapi ia tetap terus berdakwah maka Allah akan     semakin menambah dan mengokohkan keimanannya. 
 
 Dekat     dengan Ulama 
 
 Rasulullah     Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Di antara manusia ada     orang-orang yang menjadi kunci kebaikan dan penutup kejahatan." (HR.     Ibnu Majah, no. 237, hasan) 
 
 Senantiasa     bergaul dengan ulama akan semakin menguatkan iman seseorang. Tercatat dalam     sejarah bahwa berbagai fitnah telah terjadi dan menimpa kaum muslimin, lalu     Allah meneguhkan iman kaum muslimin melalui ulama. Di antaranya seperti     diutarakan Ali bin Al Madini Rahimahullah: "Di hari riddah     (pemurtadan) Allah telah memuliakan din ini dengan Abu Bakar dan di hari     mihnah (ujian) dengan Imam Ahmad." Bila     mengalami kegundahan dan problem yang dahsyat Ibnul Qayyim mendatangi     Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah untuk mendengarkan berbagai nasehatnya.     Sertamerta kegundahannya pun hilang berganti dengan kelapangan dan     keteguhan iman ( Al Wabilush Shaib, hal. 97). 
 
 Meyakini     Pertolongan Allah 
 
 Mungkin     pernah terjadi, seseorang tertimpa musibah dan meminta pertolongan Allah,     tetapi pertolongan yang ditunggu-tunggu itu tidak kunjung datang, bahkan     yang dialaminya hanya bencana dan ujian. Dalam keadaan seperti ini manusia     banyak membutuh-kan tsabat agar tidak berputus asa. Allah berfirman: Dan     berapa banyak nabi yang berperang yang diikuti oleh sejumlah besar     pengikutnya yang bertaqwa, mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang     menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada     musuh). Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do'a mereka     selain ucapan, Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan     kami yang berlebihan dalam urusan kami. Tetapkanlah pendirian kami dan     tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. Karena itu Allah memberikan     kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akherat. " (Ali     Imran: 146-148) 
 
 Mengetahui     Hakekat Kebatilan 
 
 Allah     berfirman: "Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan     orang-orang kafir yang bergerak dalam negeri ." (Ali Imran: 196) 
 
 "Dan     demikianlah Kami terang-kan ayat-ayat Al Qur'an (supaya jelas jalan     orang-orang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berbuat     jahat (musuh-musuh Islam)." (Al An'am: 55) 
 
 "Dan     Katakanlah, yang benar telah datang dan yang batil telah sirna,     sesungguhnya yang batil itu pastilah lenyap." (Al Isra': 81) 
 
 Berbagai     keterangan ayat di atas sungguh menentramkan hati setiap orang beriman.     Mengetahui bahwa kebatilan akan sirna dan kebenaran akan menang akan     mengukuhkan seseorang untuk tetap teguh berada dalam keimanannya. 
 
 Memiliki     Akhlak Pendukung Tsabat 
 
 Akhlak     pendukung tsabat yang utama adalah sabar. Sebagaimana sabda Nabi     Shallallahu Alaihi wa Sallam:"Tidak ada suatu pemberian yang diberikan     kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabar-an."     (HR. Al Bukhari dan Muslim) 
 
 Tanpa     kesabaran iman yang kita miliki akan mudah terombang-ambingkan oleh     berbagai musibah dan ujian. Karena itu, sabar termasuk senjata utama     mencapai tsabat. 
 
 Nasehat     Orang Shalih 
 
 Nasehat     para shalihin sungguh amat penting artinya bagi keteguhan iman. Karena itu,     dalam segala tindakan yang akan kita lakukan hendaklah kita sering-sering     meminta nasehat mereka. Kita perlu meminta nasehat orang-orang shalih saat     mengalami berbagai ujian, saat diberi jabatan, saat mendapat rezki yang     banyak dan lain-lain. 
 
 Bahkan     seorang sekaliber Imam Ahmad pun, beliau masih perlu mendapat nasehat saat     menghadapi ujian berat oleh intimidasi penguasa yang tiranik. Bagaimana     pula halnya dengan kita? 
 
 Merenungi     Nikmatnya Surga 
 
 Surga     adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, kegembiraan dan suka-cita. Ke     sanalah tujuan pengembaraan kaum muslimin. Orang     yang meyakini adanya pahala dan Surga niscaya akan mudah menghadapi     berbagai kesulitan. Mudah pula baginya untuk tetap tsabat dalam keteguhan     dan kekuatan imannya. 
 
 Dalam     meneguhkan iman para sahabat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam     sering mengingatkan mereka dengan kenikmatan Surga. Ketika melewati Yasir,     istri dan anaknya Ammar yang sedang disiksa oleh kaum musyrikin beliau     mengatakan: "Bersabarlah wahai keluarga Yasir, tempat kalian nanti     adalah Surga". (HR. Al Hakim/III/383, hasan shahih) 
 
 Mudah-mudahan     kita bisa merawat dan terus-menerus meneguhkan keimanan kita sehingga Allah     menjadikan kita khusnul khatimah. Amin. 
 
 Muhammad     Shalih Al Munajjid, bit tasharruf waz ziyadah 
 
  |         |      
 
 15 ALASAN MERINDUKAN RAMADHAN 
 
 Seperti     seorang kekasih, selalu diharap-harap kedatangannya. Rasanya tak ingin     berpisah sekalipun cuma sedetik. Begitulah Ramadhan seperti digambarkan     sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, "Andaikan tiap hamba     mengetahui apa yang ada dalam Ramadhan, maka ia bakal berharap satu tahun     itu puasa terus." Sesungguhnya, ada apanya di dalam Ramadhan itu,     ikutilah berikut ini: 
 
 1.     Gelar taqwa Taqwa     adalah gelar tertinggi yang dapat diraih manusia sebagai hamba Allah. Tidak     ada gelar yang lebih mulia dan     tinggi dari itu. Maka setiap hamba yang telah mampu meraih gelar taqwa, ia     dijamin hidupnya di surga dan diberi kemudahan-kemudahan di dunia. Dan     puasa adalah sarana untuk mendapatkan gelar taqwa itu. "Hai     orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan     atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (QS al-Baqarah:     183) Kemudahan-kemudahan     yang diberikan Allah kepada hambanya yang taqwa, antara lain: 
 
 a.     Jalan keluar dari semua masalah Kemampuan     manusia amat terbatas, sementara persoalan yang dihadapi begitu banyak.     Mulai dari masalah dirinya, anak, istri, saudara, orang tua, kantor dan     sebagainya. Tapi bila orang itu taqwa, Allah akan menunjukkan jalan     berbagai persoalan itu. Bagi Allah tidak ada yang sulit, karena Dialah     pemilik kehidupan ini. 
 
 "..Barangsiapa     bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan     keluar." (QS. Ath Thalaaq: 2) "..Dan     barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya     kemudahan dalam urusannya." (QS. Ath Thalaaq: 4) 
 
 b.     Dicukupi kebutuhannya "Dan     memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa     bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan     (keperluan)nya...."(QS. Ath Thalaaq: 3) 
 
 c.     Ketenangan jiwa, tidak khawatir dan sedih hati Bagaimana     bisa bersedih hati, bila di dalam dadanya tersimpan Allah. Ia telah     menggantungkan segala hidupnya kepada Pemilik kehidupan itu sendiri. Maka     orang yang selalu mengingat-ingat Allah, ia bakal memperoleh ketenangan. 
 
 "Hai     anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang     menceritakan kepadamu ayat-ayat-KU, maka barangsiapa bertaqwa dan     mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak     (pula) mereka bersedih hati." (QS. al-A'raaf: 35) 
 
 2.     Bulan pengampunan Tidak     ada manusia tanpa dosa, sebaik apapun dia. Sebaik-baik manusia bukanlah     yang tanpa dosa, sebab itu tidak mungkin. Manusia yang baik adalah yang     paling sedikit dosanya, lalu bertobat dan bernjanji tidak mengulangi     perbuatan dosa itu lagi. Karena dosa manusia itu setumpuk, maka Allah telah     menyediakan alat penghapus yang canggih. Itulah puasa pada bulan Ramadhan.     Beberapa hadis menyatakan demikian, salah satunya diriwayatkan Bukhari     Muslim dan Abu Dawud, "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena     keimanannya dan karena mengharap ridha Allah, maka dosa-dosa sebelumnya     diampuni." 
 
 3.     Pahalanya dilipatgandakan Tidak     hanya pengampunan dosa, Allah juga telah menyediakan bonus pahala     berlipat-lipat kepada siapapun yang berbuat baik pada bulan mulia ini.     Rasulullah bersabda, "Setiap amal anak keturunan Adam dilipatgandakan.     Tiap satu     kebaikan sepuluh lipad gandanya hingga tujuh ratus lipat gandanya."     (HR. Bukhari Muslim). Bahkan     amalan-amalan sunnah yang dikerjakan pada Ramadhan, pahalanya dianggap sama     dengan mengerjakana amalan wajib (HR. Bahaiqi dan Ibnu Khuzaimah). Maka     perbanyaklah amal dan ibadah, mumpung Allah menggelar obral pahala. 
 
 4.     Pintu surga dibuka dan neraka ditutup "Kalau     datang bulan Ramadhan terbuka pintu surga, tertutup pintu neraka, dan     setan-setan terbelenggu."(HR Muslim) Kenapa pintu surga terbuka?     Karena sedikit saja amal perbuatan yang dilakuka n, bisa mengantar     seseorang ke surga. Boleh diibaratkan, bulan puasa itu bulan obral. Orang     yang tidak membeli akan merugi. Amal sedikit saja dilipatgandakan     ganjarannya sedemikian banyak. Obral ganjaran itu untuk mendorong orang     melakukan amal-amal kebaikan di bulan Ramadhan. Dengan demikian otomatis     pintu neraka tertutup dan tidak ada lagi kesempatan buat setan menggoda     manusia. 
 
 5.     Ibadah istimewa Keistimewaan     puasa ini dikatakan Allah lewat hadis qudsinya, "Setiap amalan anak     Adam itu untuk dirinya, kecuali puasa. Itu milik-Ku dan Aku yang     membalasnya karena ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwat dan     makanannya karena Aku." (HR Bukhari Muslim) Menurut Quraish Shihab,     ahli tafsir kondang dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, puasa dikatakan     untuk Allah dalam arti untuk meneladani sifat-sifat Allah. Itulah subtansi     puasa. 
 
 Misalnya,     dalam bidang jasmani, kita tahu Tuhan tidak beristri. Jadi ketika berpuasa     dia tidak boleh melakukan hubungan seks. Allah tidak makan, tapi memberi     makan. Itu diteladani, maka ketika berpuasa kita tidak makan, tapi kita     memberi makan. Kita dianjurkan untuk mengajak orang berbuka puasa. Ini     tahap dasar meneladani Allah. 
 
 Masih     ada tahap lain yang lebih tinggi dari sekedar itu. Maha Pemurah adalah     salah satu sifat Tuhan yang seharusnya juga kita teladani. Maka dalam     berpuasa, kita dianjurkan banyak bersedekah dan berbuat kebaikan. Tuhan     Maha Mengetahui. Maka dalam berpuasa, kita harus banyak belajar. Belajar     bisa lewat membaca al-Qur'an, membaca kitab-kitab yang bermanfaat, meningkatkan     pengetahuan ilmiah. 
 
 Allah     swt setiap saat sibuk mengurus makhluk-Nya. Dia bukan hanya mengurus     manusia. Dia juga mengurus binatang. Dia mengurus semut. Dia mengurus     rumput-rumput yang bergoyang. Manusia yang berpuasa meneladani Tuhan dalam     sifat-sifat ini, sehingga dia harus selalu dalam kesibukan. 
 
 Perlu     ditekankan meneladani Tuhan itu sesuai dengan kemampuan kita sebagai     manusia. Kita tidak mampu untuk tidak tidur sepanjang malam, tidurlah     secukupnya. Kita tidak mampu untuk terus-menerus tidak makan dan tidak     minum. Kalau begitu, tidak makan dan tidak minum cukup sejak terbitnya     fajar sampai tenggelamnya matahari saja. 
 
 6.     Dicintai Allah Nah,     sesesorang yang meneladani Allah sehingga dia dekat kepada-Nya. Bila sudah     dekat, minta apa saja akan mudah dikabulkan. Bila Allah telah mencintai     hambanya, dilukiskan dalam satu hadis Qudsi, "Kalau Aku telah     mencintai seseorang, Aku menjadi pendengaran untuk telinganya, menjadi     penglihatan untuk matanya, menjadi pegangan untuk tangannya, menjadi langkah     untuk kakinya." (HR Bukhari) 
 
 7.     Do'a dikabulkan "Dan     apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, katakanlah bahwa Aku     dekat. Aku mengabulkan permohonan orang berdo'a apabila dia berdo'a, maka     hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku." (QS. al-Baqarah:     186) Memperhatikan     redaksi kalimat ayat di atas, berarti ada orang berdo'a tapi sebenarnya     tidak berdo'a. Yaitu do'anya orang-orang yang tidak memenuhi syarat. Apa     syaratnya? "maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala     perintah)Ku." 
 
 Benar,     berdo'a pada Ramadhan punya tempat khusus, seperti dikatakan Nabi saw,     "Tiga do'a yang tidak ditolak; orang berpuasa hingga berbuka puasa,     pemimpin yang adil dan do'anya orang teraniaya. Allah mengangkat do'anya ke     awan dan membukakan pintu-pintu langit. 'Demi kebesaranKu, engkau pasti Aku     tolong meski tidak sekarang." (HR Ahmad dan Tirmidzi) 
 
 Namun     harus diingat bahwa segala makanan yang kita makan, kecucian pakaian,     kesucian tempat, itu punya hubungan yang erat dengan pengabulan do'a. Nabi     pernah bersabda, ada seorang yang sudah kumuh pakaiannya, kusut rambutnya     berdo'a kepada Tuhan. Sebenarnya keadaannya yang kumuh itu bisa     mengantarkan do'anya dia diterima. Tapi kalau makanannya haram, minumannya     haram, pakaiannya yang dipakainya terambil dari barang yang haram,     bagaimana bisa dikabulkan doa'nya? 
 
 Jadi     do'a itu berkaitan erat dengan kesucian jiwa, pakaian dan makanan. Di bulan     Ramadhan jiwa kita diasah hingga bersih. Semakin bersih jiwa kita, semakin     tulus kita, semakin bersih tempat, pakaian dan makanan, semakin besar     kemungkinan untuk dikabulkan do'a. 
 
 8.     Turunnya Lailatul Qodar Pada     bulan Ramadhan Allah menurunkan satu malam yang sangat mulia. Saking     mulianya Allah menggambarkan malam itu nilainya lebih dari seribu bulan     (QS. al-Qadr). Dikatakan mulia, pertama lantaran malam itulah awal     al-Qur'an diturunkan. Kedua, begitu banyak anugerah Allah dijatuhkan pada     malam itu. Beberapa     hadits shahih meriwayatkan malam laulatul qodar itu jatuh pada sepuluh hari     terakhir bulan Ramadhan. Seperti dirawikan Imam Ahmad, "Lailatul qadar     adalah di akhir bulan Ramadhan tepatnya di sepuluhb terakhir, malam     keduapuluh satu atau duapuluh tiga atau duapuluh lima atau duapuluh tujuh     atau duapuluh sembilan atau akhir malam Ramadhan. Barangsiapa mengerjakan     qiyamullail (shalat malam) pada malam tersebut karena mengharap ridha-Ku,     maka diampuni dosanya yang lampau atau yang akan datang." 
 
 Mengapa     ditaruh diakhir Ramadhan, bukan pada awal Ramadhan? Rupanya karena dua     puluh malam sebelumnya kita mengasah dan mengasuh jiwa kita. Itu adalah     suatu persiapan untuk menyambut lailatul qodar. 
 
 Ada     dua tanda lailatul qadar. Al Qur'an menyatakan, "Pada malam itu turun     malaikat-malaikat dan malaikat JIbril dengan izin Tuhan mereka untuk     mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan/kedamaian sampai     terbit fajar. (QS al-Qadr: 4-5) 
 
 Malaikat     bersifat gaib, kecuali bila berubah bentuk menjadi manusia. Tapi kehadiran     malaikat dapat dirasakan. Syekh Muhammad Abduh menggambarkan, "Kalau     Anda menemukan sesuatu yang sangat berharga, di dalam hati Anda akan     tercetus suatu bisikan, 'Ambil barang itu!' Ada bisikan lain berkata,     'Jangan ambil, itu bukan milikmu!' Bisikan pertama adalah bisikan setan.     Bisikan kedua adalah bisikan malaikat." Dengan demikian, bisikan     malaikat selalu mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal positif. Jadi     kalau ada seseorang yang dari hari demi hari sisi kebajikan dan positifnya     terus bertambah, maka yakinlah bahwa ia telah bertemu dengan lailatul     qodar. 
 
 9.     Meningkatkan kesehatan Sudah     banyak terbukti bahwa puasa dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya, dengan     puasa maka organ-organ pencernaan dapat istirahat. Pada hari biasa     alat-alat pencernaan di dalam tubuh bekerja keras. Setiap makanan yang     masuk ke dalam tubuh memerlukan proses pencernaan kurang lebih delapan jam.     Empat jam diproses di dalam lambung dan empat jam di usus kecil (ileum).     Jika malam sahur dilakukan pada pukul 04.00 pagi, berarti pukul 12 siang     alat pencernaan selesai bekerja. Dari pukul 12 siang sampai waktu berbuka,     kurang lebih selama enam jam, alat pencernaan mengalami istirahat total. 
 
 Meningkatkan     sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli     kesehatan, ternyata dengan berpuasa sel darah putih meningkat dengan pesat     sekali. Penambahan jumlah sel darah putih secara otomatis akan meningkatkan     sistem kekebalan tubuh. 
 
 Menghambat     perkembangan atau pertumbuhan bakteri, virus dan sel kanker. Dalam tubuh     manusia terdapat parasit-parasit yang menumpang makan dan minum. Dengan     menghentikan pemasukan makanan, maka kuman-kuman penyakit seperti     bakteri-bakteri dan sel-sel kanker tidak akan bisa bertahan hidup. Mereka     akan keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang telah mati dan     toksin. 
 
 Manfaat     puasa yang lain adalah membersihkan tubuh dari racun kotoran dan ampas,     mempercepat regenasi kulit, menciptakan keseimbangan elektrolit di dalam     lambung, memperbaiki fungsi hormon, meningkatkan fungsi organ reproduksi,     meremajakan atau mempercepat regenerasi sel-sel tubuh, meningkatkan fungsi     fisiologis organ tubuh, dan meningkatkan fungsi susunan syaraf. 
 
 10.     Penuh harapan Saat     berpuasa, ada sesuatu yang diharap-harap. Harapan itu kian besar menjelang     sore. Sehari penuh menahan lapar dan minum, lalu datang waktu buka, wah...     rasanya lega sekali. Alhamdulillah. Itulah harapan yang terkabul. Apalagi     harapan bertemu Tuhan, masya' Allah, menjadikan hidup lebih bermakna.     "Setiap orang berpuasa selalu mendapat dua kegembiraan, yaitu tatkala     berbuka puasa dan saat bertemu dengan Tuhannya." (HR. Bukhari). 
 
 11.     Masuk surga melalui pintu khusus, Rayyaan "Sesungguhnya     di surga itu ada sebuah pintu yang disebut rayyan yang akan dilewati oleh     orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, tidak diperbolehkan     seseorang melewatinya selain mereka. Ketika mereka dipanggil, mereka akan     segera bangkit dan masuk semuanya kemudian ditutup." (HR. Bukhari) 
 
 12.     Minum air telaganya Rasulullah saw "Barangsiapa     pada bulan Ramadhan memberi makan kepada orang yang berbuka puasa, maka itu     menjadi ampunan bagi dosa-dosanya, dan mendapat pahala yang sama tanpa     sedikit pun mengurangi pahala orang lain. Mereka (para sahabat) berkata,     'Wahai Rasulullah, tidak setiap kami mempunyai makanan untuk diberikan     kepada orang yang berbuka puasa.' Beliau berkata, 'Allah memberikan pahala     kepada orang yang memberi buka puasa meski dengan sebutir kurma, seteguk     air, atau sesisip susu...Barangsiapa memberi minum orang yang berpuasa maka     Allah akan memberinya minum seteguk dari telagak dimana ia tidak akan haus     hingga masuk surga." (HR. Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi) 
 
 13.     Berkumpul dengan sanak keluarga Pada     tanggal 1 Syawal ummat Islam merayakan Hari Raya Idhul Fitri. Inilah hari     kemenangan setelah berperang melawan hawa nafsu dan syetan selama bulan     Ramadhan. Di Indonesia punya tradisi khusus untuk merayakan hari bahagia     itu yang disebut Lebaran. Saat itu orang ramai melakukan silahtuhrahim dan     saling memaafkan satu dengan yang lain. Termasuk kerabat-kerabat jauh     datang berkumpul. Orang-orang yang bekerja di kota-kota pulang untuk     merayakan lebaran di kampung bersama kedua orang tuanya. Maka setiap hari     Raya selalu terjadi pemandangan khas, yaitu orang berduyun-duyun dan     berjubel-jubel naik kendaraan mudik ke kampung halaman. Silahturahim dan     saling memaafkan itu menurut ajaran Islam bisa berlangsung kapan saja.     Tidak mesti pada Hari Raya. Tetapi itu juga tidak dilarang. Justru itu     momentum bagus. Mungkin, pada hari biasa kita sibuk dengan urusan     masing-masing, sehingga tidak sempat lagi menjalin hubungan dengan tetangga     dan saudara yang lain. Padahal silahturahim itu dianjurkan Islam, sebagaimana     dinyatakan hadis, "Siapa yang ingin rezekinya dibanyakkan dan umurnya     dipanjangkan, hendaklah ia menghubungkan tali silaturahmi!" (HR.     Bukhari) 
 
 14.     Qaulan tsaqiilaa Pada     malam Ramadhan ditekankan (disunnahkan) untuk melakukan shalat malam dan     tadarus al-Qur'an. Waktu paling baik menunaikan shalat malam sesungguhnya     seperdua atau sepertiga malam terakhir (QS Al Muzzammil: 3). Tetapi demi     kesemarakan syiar Islam pada Ramadhan ulama membolehkan melakukan terawih     pada awal malam setelah shalat isya' dengan berjamaah di masjid. Shalat ini     populer disebut shalat tarawih. Shalat malam itu merupakan peneguhan jiwa,     setelah siangnya sang jiwa dibersihkan dari nafsu-nafsu kotor lainnya.     Ditekankan pula usai shalat malam untuk membaca Kitab Suci al-Qur'an secara     tartil (memahami maknanya). Dengan membaca Kitab Suci itu seseorang bakal     mendapat wawasan-wawasan yang luas dan mendalam, karena al-Qur'an memang     sumber pengetahuan dan ilham. 
 
 Dengan     keteguhan jiwa dan wawasan yang luas itulah Allah kemudian mengaruniai     qaulan tsaqiilaa (perkataan yang berat). Perkataan-perkataan yang berbobot     dan berwibawa. Ucapan-ucapannya selalu berisi kebenaran. Maka orang-orang     yang suka melakukan shalat malam wajahnya bakal memancarkan kewibawaan. 
 
 15.     Hartanya tersucikan Setiap     Muslim yang mampu pada setiap Ramadhan diwajibkan mengeluarkan zakat. Ada     dua zakat, yaitu fitrah dan maal. Zakat fitrah besarnya 2,5 kilogram per     orang berupa bahan-bahan makanan pokok. Sedangkan zakat maal besarnya 2,5     persen dari seluruh kekayaannya bila sudah mencapai batas nisab dan     waktunya. Zakat disamping dimaksudkan untuk menolong fakir miskin, juga     guna mensucikan hartanya. Harta yang telah disucikan bakal mendatangkan     barakah dan menghindarkan pemiliknya dari siksa api neraka. Harta yang     barakah akan mendatangkan ketenangan, kedamaian dan kesejahteraan.     Sebaliknya, harta yang tidak barakah akan mengundang kekhawatiran dan     ketidaksejahteraan 
 
  |         |      
 
 IMAN YANG HAQ 
 
 Kita     sebagai orang yang memeluk agama Islam tidak boleh berpuas diri dengan     predikat seorang Muslim. Karena keislaman seseorang tidak cukup untuk dapat     menurunkan pertolongan Allah dalam kehidupan kita di dunia. Keislaman juga     belum tentu bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Hanya     orang-orang yang beriman sejati yang mendapatkan semua janji2Nya yaitu     kebahagian dunia dan akhirat. 
 
 Bagaimanakah     kriteria atau ciri-ciri orang-orang beriman yang sering dipanggil Allah     dengan mesra “…yaa ayyuhal ladzina aamanu…..” ? Allah yang Maha Pengasih     telah menyebutkan di dalam Al Quran surat Al Anfal :2-4 
 
 Sesungguhnya     orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah     gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah     iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.     (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian     dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman     dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian     di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. 
 
 Dalam     firman Allah SWT tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa seorang mukmin     yang Haq, yang benar-benar tulen, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut> 
 
 1.     Hatinya yang gemetar hatinya bila disebutkan Asma Allah Gemetarnya     bisa disebabkan karena banyak hal, karena kagum dan takluk pada Kebesaran     Allah. Kebesaran dan Kemuliaan Dzat , Sifat maupun PerbuatanNya. Bisa juga     karena takut terhadap siksa api neraka yang sangat pedih dan terbayangkan     dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. Bisa juga gemetar karena berharap     karunia surga – dunia maupun akhirat-. Terkadang gemetar haru mengingat     sifat Kasih Sayang dan PengampunNya ataupun gemetar hati karena melihat     Kebesaran ciptaanNya. 
 
 Asma     Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits biasa disebut dengan 99     Asmaul Husna (bahkan lebih dari itu) menunjukkan Sifat-Sifat Allah yang     Agung yang wajib kita ketahui, fahami dan hayati maknanya. Pemahaman atas     makna dan tafakkur pada ciptaan2Nya dan Kebesaran Asma-asma Allah itulah     yang dapat menghantarkan seseorang pada “wajilat quluubukum” 
 
 2.     Keimanannya bertambah bila dibacakan ayat-ayat Tuhan Ayat     dalam bahasa Arab artinya bukti. Orang-orang yang imannya tulen bila     dihadapannnya dibacakan ayat Al Quran (dalil naqli) ataupun bukti aqli yang     berupa demonstrasi Kebesaran Allah dalam penciptaan makhluk-makhlukNya maka     bibirnyapun berucap “ Subhanallah…”. Bila membaca Al Quran yang menyebutkan     tentang janji-janji Allah keimanannya bertambah, semangat hidupnya makin     membara dan semakin giat beramal shalih. 
 
 Dan     bila dia melihat Kebesaran Allah dalam penciptaan langit , buni dan jagad     raya alam semesta maka diapun makin tunduk dan kagum pada Kuasa Allah.     Bahkan ketika melihat betapa sempurna dan hebatnya pasukan-pasukan Allah     yang berupa misalnya lebah lebah dan madu yang dihasilkan, maka diapun     makin yakin dan kagum pada Allah. 
 
 Hari-hari     orang beriman tidak pernah ada yang menjemukan. Setiap detik yang dilalui     dipakai untuk “melihat” demonstrasi Kekuasaan Allah, bertafakkur dan     kemudian bertasbih kepada Allah. Dan itu semua makin meningkatkan imannya. 
 
 3.     Bertawakkal hanya kepada Allah Bagi     orang yang imannya Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi     pernak-pernik dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada     Allah dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya     menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan. 
 
 ….     Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan     keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa     yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan     (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang     (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi     tiap-tiap sesuatu. 
 
 Putus     asa tidak ada dalam kamus hidupnya. Hidup dijalani dengan lapang dan mudah     karena jalan keluar dalam tiap masalah, insya Allah ada. Dan rezeki juga     sudah ditanggung oleh Allah Azza wa Jalla. 
 
 4.     Mendirikan Shalat Mereka     ini adalah orang-orang yang gandrung shalat. Shalat menjadi obat segala     masalah kehidupan. Persis seperti yang disabdakan junjungan kita Rasulullah     SAW : 
 
 Apabila     engkau mempunyai masalah maka shalat (sunnah) lah 2 rakaat” (HR Bukhari) Mereka     ini bukan sekedar melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga rukun-rukunnya,     waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya. Shalat merupakan     saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban hidup,     memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di akhirat.     Shalat tidaklah menjadi beban bagi mereka bahkan shalat merupakan saat     beristirahat dari keruwetan hidup. Dan tepatlah sabda Rasulullah saat     menyuruh Bilal adzan dengan berkata : “Wahai Bilal, berilah istirahat     kepada kita semua!” 
 
 Dan     bukti mereka mendirikan shalat adalah akhlaknya di luar shalat. Mengapa ?     Karena shalat itulah yang menghalangi mereka berbuat maksiat dan mungkar.     Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak seseorang 
 
 5.     Menafkahkan rezeki yang dipunyai Ciri     terakhir seorang mukmin yang tulen adalah mudahnya dia bersedekah. Baginya     harta karunia Allah yang didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah     tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan dalam harta. Tapi dia     juga bersedekah dalam keadaan sempit karena jalan kemudahan akan datang     dengan derasnya sedekah. Hati orang yang mukmin tidak terikat oleh harta     yang dimiliki. Harta diletakkannya di tangan bukan di hati 
 
 Demikianlah     ciri-ciri seorang mukmin yang Haq, yang tulen. Dan mukmin sejati inilah     yang mendapatkan janji Allah yaitu kemuliaan derajat, pengampunan dosa-dosa     dan rezeki yang halal dan berkah. 
 
 Semoga     bahasan ini bisa menjadi jalan intropeksi bagi diri kita masing-masing.     Apakah kita sudah mempunyai 5 ciri-ciri di atas ? Bila sudah, kita harus     mensyukuri dan meminta Allah mengekalkan sifat-sifat mulia ini dalam diri     kita. Bila kita belum memiliki 5 ciri ini maka kita perlu berusaha     semaksimal mungkin agar kita bisa menjadi seorang mukmin sejati, yang     dicintai Allahu Rabbi 
 
  |         |      
 
 19 PERKARA YANG MERUSAK AMAL 
 
 1.     Kufur, Syirik, Murtad, dan Nifaq. 
 
 Wahai     orang Muslim, wahai hamba Allah! Ketahuilah, siapa yang mati dalam keadaan     kafir atau musyrik atau murtad, maka segala amal yang baik tidak ada     manfaatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shadaqah,     silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan lain-lainnya. Sebab di     antara syarat taqarrub adalah mengetahui siapa yang didekati. Sementara itu     orang kafir tidak begitu. Maka secara spontan amalnya menjadi rusak dan     sia-sia. 
 
 Allah     berfirman: "Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, maka     mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka     itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya" [Al-Baqarah: 217]. 
 
 "Barang     siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka     hapuslah amalannya dan ia pada akhirat termasuk orang-orang yang     merugi." [Al-Maidah: 5]. 
 
 "Dan     sesunggunya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang     sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu     dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi’." [Az-Zumar: 65]. 
 
 Allah     juga berfirman, mengabarkan tentang keadaan semua rasul: "Seandainya     mereka mempersekutukan Allah, niscaya leyaplah dari mereka amalan yang     telah mereka kerjakan." [Al-An’am: 88]. 
 
 Dan     juga sabda Rasulullah saw: "Apabila orang-orang mengumpulan     orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian untuk satu hari     dan tiada keraguan di dalamnya, maka ada penyeru yang berseru: ‘Barangsiapa     telah menyekutukan seseorang dalam suatu amalan yang mestinya dikerjakan karena     Allah, lalu dia minta pahala di sisi-Nya, maka sesungguhnya Allah adalah     yang paling tidak membutuhkan untuk dipersekutukan’." [HR. At-Tirmidzi     3154, Ibnu Majah 4203, Ahmad 4/215, Ibnu Hibban 7301, hasan]. 
 
 2.     Riya’. 
 
 Celaan     terhadap riya’ telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah:     "... seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada     manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka     perumpamaan orang itu sperti batu yang licin dan diatasnya ada tanah, kemudian     batu itu mejadilah bersih (tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai     sesuatu sesuatu apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak     memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." [ Al-Baqarah: 264]. 
 
 Rasullullah     saw bersabda: "Sesungguhnya yang aku paling takutkan atas kamu     sekalian ialah syirik kecil, yaitu riya’. Allah berfirman pada hari kiamat,     tatkala memberikan balasan terhadap amal-amal manusia, ‘Pergilah kepada     orang-orang yang dulu kamu berbuat riya’ di dunia, lalu lihatlah apakah     kamu mendapatkan balasan bagi mereka?" [HR. Ahmad 5/428, 429, shahih]. 
 
 Maka     dari itu jauhilah riya’, karena ia merupakan bencana amat jahat, yang bisa     menggugurkan amal dan menjadikannya sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang     yang riya’ adalah pertama kali menjadi santapan neraka, karena mereka telah     menikmati hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak ada yang menyisa di     akhirat. 
 
 Ya     Allah, sucikanlah hati kami dari nifaq dan amal kami yang riya’ teguhkanlah     kami pada jalan-Mu yang lurus, agar datang keyakinan kepada kami. 
 
 3.     Menyebut-Nyebut Shadaqah dan Menyakiti Orang Yang Diberi. 
 
 Allah     berfirman: "Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu menghilangkan     (pahala) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si     penerima)." [Al-Baqarah: 264]. 
 
 Ketahuilah     wahai hamba Allah! Jika engkau menshadaqahkan harta karena mengharap balasa     dari orang yang engkau beri, maka engkau tidak adakn mendapatkan keridhaan     Allah. Begitu pula jika engkau menshadaqahkannya karena terpaksa dan     menyebut-nyebut pemberianmu kepada orang lain. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan     yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua,     menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir." [HR. Ibnu Abi Ashim     323, Ath-Thabrany 7547, hasan]. 
 
 Abu     Bakar Al-Warraq berkata, "Kebaikan yang paling baik, pada setiap waktu     adalah perbuatan yang tidak dilanjuti dengan menyebut-nyebutnya." 
 
 Allah     berfirman: "Perkataan baik dan pemberian maaf lebih baik dari shadaqah     yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah     Maha Kaya lagi Maha Penyantun." [Al-Baqarah: 263]. 
 
 4.     Mendustakan Takdir. 
 
 Ketahuilah     wahai orang Mukmin, iman seorang hamba tidak dianggap sah kecuali dia     beriman kepada takdir Allah, baik maupun buruk. Dia juga harus tahu bahwa     bencana yang menimpanya bukan unutk menyalahkannya, dan apa yang membuatnya     salah bukan untuk menimpakan bencana kepadanya. Semua ketentuan sudah     ditetapkan dan ditulis di Mushhaf yang hanya dikethaui Allah semata, sebelum     suatu peristiwa benar-benar terjadi dan sebelum Dia menciptakan alam. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan     yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua,     menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir." 
 
 Dan     sabda beliau yang lain: "Andaikata Allah mengadzab semua penhuni     langit dan bumi-Nya, maka Dia tidak zhalim terhadap mereka. Dan, andaikata     Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya itu lebih baik bagi mereka dari     amal-amal mereka. Andaikata engkau membelanjakan emas seperti gunung Uhud     di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima amalmu sehingga engkau     beriman kepada takdir, dan engkau tahu bahwa bencana yang menimpamu, dan     apa yang membuatmu salah bukan untuk menimpakan bencana kepadamu. Andaikata     engkau mati tidak seperti ini, maka engkau akan masuk neraka." [HR.     Abu Daud 4699, Ibnu Majah 77, Ahmad 5/183, 185, 189, shahih]. 
 
 5.     Meninggalkan Shalat Ashar. 
 
 Allah     memperingatkan manusia agar tidak meninggalkan shalatul-wustha (shalat ashar)     karena dilalaikan harta, keluarga atau keduniaan. Allah mengkhususkan bagi     pelakunya dengan ancaman keras, khususnya shalat ashar. Firman-Nya:     "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang yang     lalai dari shalatnya." [Al-Ma’un: 4-5]. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Orang tidak mengerjakan shalat ashar, seakan-akan dia     ditinggalkan sendirian oleh keluarga dan hartanya." [HR. Al-Bukhari     2/30, Muslim 626] 
 
 Dari     Abu Al-Malih, atau Amir bin Usamah bin Umair Al-Hadzaly, dia berkata,     "Kami bersama Buraidah dalam suatu perperangan pada suatu hari yang     mendung. Lalu ia berkata, ‘Segeralah melaksanakan shalat ashar, karena Nabi     saw pernah berkata: "Barangsiapa meninggalkan shalat ashar, maka     amalnya telah lenyap." [HR. Al-Bukhari 2/31, 66]. 
 
 6.     Bersumpah Bahwa Allah Tidak Mengampuni Seseorang 
 
 Dari     Jundab ra sesungguhnya Rasulullah saw mengisahkan tentang seorang laki-laki     yang berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni Fulan. Padahal     Allah telah berfirman, ‘Siapa yang bersumpah kepada-Ku, bahwa aku tidak     mengampuni Fulan, maka aku mengampuni Fulan itu dan menyia-nyiakan amalnya     (orang yang bersumpah)." [HR. Muslim 16/174]. 
 
 Ketahuilah,     bahwa memutuskan manusia dari rahmat Allah merupakan sebab bertambahnya     kedurhakaan orang yang durhaka. Karena dia merasa yakin, pintu rahmat Ilahi     sudah ditutup di hadapannya, sehingga dia semakin menyimpang jauh dan     durhaka, hanya karena dia hendak memuaskan nafsunya. Allah akan     mengadzabnya dengan adzab yang tidak diberikan kepada orang lain. 
 
 Bukanlah     sudah selayaknya jika Allah menghapus pahala amal orang yang menutup pintu     kebaikan dan membuka pintu keburukan, sebagai balasan yang setimpal     baginya? 
 
 7.     Mempersulit Rasulullah, dengan Perkataan maupun Perbuatan. 
 
 Allah     berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan     suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan     suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian     yang lainm supaya tidak menghapus (pahala) amalanmu, sedang kamu tidak menyadarinya."     [Al-Hujurat: 2]. 
 
 Dari     Anas bin Malik ra, tatkala ayat ini turun maka Tsabit bin Qais di rumahnya,     seraya berkata, "Pahala amalku telah terhapus, dan aku termasuk     penghuni neraka." Dia juga menghidari Nabi saw. Lalu beliau bertanya     kepada Sa’d bin Mu’adz, "Wahai Abu Amr, mengapa Tsabit mengeluh?" 
 
 Sa’d     menjawab, "Dia sedang menyendiri dan saya tidak tahu kalau dia sedang     mengeluh." 
 
 Lalu     Sa’d mendatangi Tsabit dan mengabarkan apa yang dikatakan Rasulullah. Maka     Tsabit berkata, "Ayat ini telah turun, sedang engkau sekalian tahu     bahwa aku adalah orang yang paling keras suaranya di hadapan Rasulullah.     Berarti aku termasuk penghuni neraka." 
 
 Sa’d     menyampaikan hal ini kepada beliau, lalu beliau berkata, "Bahwa dia     termauk penghuni surga." [HR. Al-Bukhari 6/260, Muslim 2/133-134]. 
 
 Dengan     hadits ini jelaslah bahwa mengeraskan suara yang dapat menghapus pahala     amal adalah suara yang menggangu Rasulullah, menentang perintah beliau,     tidak taat dan tidak mengikuti beliau, baik perkataan maupun perbuatan. 
 
 Allah     berfirman: "Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan     Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu." [Muhammad:     33]. 
 
 8.     Melakukan Bid’ah Dalam Agama. 
 
 Melakukan     bid’ah akan mengugurkan amal dan menghapus pahala. Dalam hal ini Rasulullah     saw bersabda: "Barangsiapa yang menciptakan sesuatu yang baru dalam     agama kami ini yang tidak termasuk bagian darinya, maka ia tertolak." 
 
 Dalam     riwayat lain disebutkan: "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang     tidak termasuk agama kami, maka ia tertolak." [HR. Al-Bukhari 5/301,     Muslim 12/16]. 
 
 9.     Melanggar Hal-Hal Yang Diharamkan Allah Secara Sembunyi-Sembunyi. 
 
 Dari     Tsauban ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: "Benar-benar akan     kuberitahukan tentang orang-orang dari umatku yang datang pada hari kiamat     dengan membawa beberapa kebaikan seperti gunung Tihamah yang berwarna     putih, lalu Allah menjadikan kebaikan-kebaikan itu sebagai debu yang     berhamburan". Tsauban berkata, "Wahai Rasulullah, sebutkan     sifat-sifat mereka kepada kami dan jelaskan kepada kami, agar kami tidak     termasuk diantara mereka, sedang kami tidak mengetahuiny". Beliau     bersabda: "Sesungguhnya mereka itu juga saudara dan dari jenismu.     Mereka shalat malam seperti yang kamu kerjakan. Hanya saja mereka adalah     orang-orang yang apabila berada sendirian dengan hal-hal yang diharamkan     Allah maka, mereka melanggarnya." [HR. Ibnu Majah 4245, shahih]. 
 
 10.     Merasa Gembira Jika Ada Orang Mukmin Terbunuh. 
 
 Darah     orang Muslim itu dilindungi. Maka seseorang tidak boleh menumpahkan     darahnya menurut hak Islam. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Barangsiapa membunuh seorang Mukmin lalu ia merasa     senag terhadap pembunuhannya itu, maka Allah tidak akan menerima ibadah     yang wajib dan yang sunat darinya." [HR. Abu Daud 4270, shahih]. 
 
 11.     Menetap Bersama Orang-Orang Musyrik Di Wilayah Perperangan. 
 
 Dari     Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: "Aku     berkata, ‘wahai Nabi Allah, aku tidak pernah mendatangimu sehingga aku     menjalin persahabatan lebih banyak dari jumlah jari-jari tangan? Apakah     sekarang aku tidak boleh mendatangimu dan mendatangi agamamu? Sesungguhnya     aku dulu adalah orang yang tidak pernah melalaikan sesuatu pun kecuali apa     yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepadaku, dan sesungguhnya aku ingin     bertanya atas ridha Allah, dengan apa Rabb-mu mengutusmu kepada kami?" 
 
 Beliau     menjawab, "Dengan Islam." 
 
 "Apakah     tanda-tanda Islam itu?", Dia bertanya. 
 
 Beliau     menjawab, "Hendaklah engkau mengucapkan: ‘Aku berserah diri kepada     Allah’, hendaklah engkau bergantung kepada-Nya, mendirikan shalat dan     mengeluarkan zakat. Setiap orang Muslim atas orang Muslim lainnya adalah     haram (menyakiti), keduanya adalah saudara dan saling menolong. Allah tidak     akan menerima suatu amalan dari orang Muslim setelah dia masuk Islam,     sehingga dia meninggalkan orang-orang kafir untuk bergabung dengan     orang-orang Muslim." [HR. An-Nasa’i 5/82-83, Ibnu Majah 2536, Ahmad     5/4-5, hasan]. 
 
 12.     Mendatangi Dukun dan Peramal. 
 
 Beliau     saw mengancam orang-orang yang mendatangi dukun dan sejenisnya, lalu     meminta sesuatu kepadanya, bahwa shalatnya tidak akan diterima selama empat     puluh hari. Beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi peramal lalu     bertanya tentang sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima     selama empat puluh hari." [HR. Muslim 14/227]. 
 
 Ancaman     ini diperuntukkan bagi orang yang mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu     kepadanya. Sedangkan orang yang membenarkannya, maka dia dianggap sebagai     orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Beliau     bersabda: "Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan     apa yang dikatakannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan     kepada Muhammad saw." [HR. Muslim 135, Abu Daud 3904, Ahmad     2/408-476]. 
 
 13.     Durhaka Kepada Kedua Orang Tua. 
 
 Allah     telah memerintahkan agar berbuat baik kepada ibu bapak dan berbakti kepada     keduanya. Dia memperingatkan, mendurhakai keduanya dan mengingkari     kelebihan keduanya dalam pendidikan merupakan dosa besar dan melenyapkan     pahala amal. Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak     menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang     durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan     takdir." 
 
 14.     Meminum Khamr. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Barangsiapa meminum khamr, maka shalatnya tidak     diterima selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah     mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima     (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah     mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima     (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah     mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima     (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Dan, jika mengulanginya keempat     kalinya, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi     (hari). Jika dia bertaubat maka Allah tidak mengampuninya dan Dia     mengguyurnya dengan air sungai al-khabal." Ada yang bertanya,     "Wahai Abu Abdurrahman (Nabi), apakah sungai al-khabal itu?"     Beliau menjawab, "Air sungai dari nanah para penghuni neraka."     [HR. At-Tirmidzi 1862, shahih]. 
 
 15.     Perkataan Dusta dan Palsu. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan     pelaksaannya, maka Allah tidak mempunyai kebutuhan untuk meninggalkan     makanan dan minumannya." [HR. Al-Bukhari 4/16, 10/473]. 
 
 Di     dalam hadits ini terkandung dalil perkataan palsu dan pengamalannya dapat     meleyapkan pahala puasa. 
 
 16.     Memelihara Anjing, Kecuali Anjing Pelacak, Penunggu Tanaman atau Berburu. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Barangsiapa memelihara seekor anjing, maka pahala     amalnya dikurangi setiap hari satu qirath (dalam riwayat lain: dua qirath)     kecuali anjang untuk menjaga tanaman atau pun anjing pelacak." [HR.     Al-Bukhari 6/360, Muslim 10, 240]. 
 
 17.     Wanita Yang Nusyuz, Hingga Kembali Menaati Suaminya. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Dua orang yang shalatnya tidak melebihi kepalanya,     yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya hingga kembali lagi kepadanya dan     wanita yang mendurhakai suaminya hingga kembali lagi." 
 
 18.     Orang Yang Menjadi Imam Suatu Kaum dan Mereka Benci Kepadanya. 
 
 Rasulullah     saw bersabda: "Tiga orang yang shalatnya tidak melebihi telinga     mereka, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali     yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali, wanita yang     semalaman suaminya dalam keadaan marah kepadanya, dan imam suatu kaum,     sedang mereka benci kepadanya." [HR. At-Tirmidzi 360, shahih]. 
 
 Ada     kisah yang dinukil dari Manshur, dia berkata: "Kami pernah bertanya     tentang masalah imam. Maka ada yang menjawab, "Yang dimaksud hadits     ini adalah imam yang zhalim. Sedangkan imam yang menegakkan Sunnah, maka     dosanya kembali kepada orang-orang yang membencinya." 
 
 19.     Orang Muslim Mejauhi Saudaranya Sesama Muslim Tanpa Alasan Yang Dibenarkan     Syariat. 
 
 Dari     Abu Hurairah ra, seungguhnya Rasulullah saw bersabda: "Pintu-pintu     surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu setiap hamba yang tidak     menyekutukan sesuatu dengan Allah akan diampuni, kecuali seseorang yang     antara dirinya dan saudaranya terdapat permusuhan. Lalu dikatakan:     ‘Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini     hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai.     Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai." [HR. Muslim 16/122,     123]. 
 
 (Salim     Al-Hilaly) 
 
  |         |      3 JENIS PEKERJAAN YANG DICINTAI ALLAH 
 
 Suatu     ketika Abdullah bin Mas’ud  bertanya     pada Rasulullah SAW: ” Wahai Rasulullah pekerjaan apakah yang paling Allah     cintai?”, Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya”. Ia bertanya: “Lalu     apalagi Ya Rasul?”, Beliau menjawab: “Taat pada orang tua”. Ia bertanya:     “Lalu apalagi Ya Rasul?”, Beliau      menjawab: “Jihad di jalan Allah.” 
 
 Hadist     di atas diriwayatkan lebih dari satu imam, sebut saja Bukhari, Muslim,     Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Dârul Quthni dan yang lainnya. 
 
 Hadis     ini cukup menarik perhatian kita, selain perawinya yang banyak, kandungan     hadis di atas pun layak untuk dicermati. Mengapa shalat tepat pada waktunya     dapat menempati rating teratas dari sekian banyak pekerjaan yang sangat     Allah cintai, ternyata ia dapat “menyisihkan” ketaatan pada orang tua dan     jihad di jalan Allah. 
 
 Padahal,     sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perintah untuk taat pada orang     tua adalah perintah yang sangat urgent, terbukti hampir dalam setiap     larangan menyekutukan Tuhan (syirik) selalu disandingkan dengan perintah     untuk menaati orang tua. Belum lagi dengan Jihad. Ternyata shalat pada     waktunya dapat mengungguli sebuah amalan yang balasannya sudah dijanjikan     Allah berupa surga dan  selalu     menjadi idaman seluruh Muslim. 
 
 Menurut     Prof Dr Musthafa ‘Imarah, Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Fakultas Ushuludin     Univeristas Al-Azhar, Kairo, Rasulullah SAW memang tidak hanya sekali     ditanya tentang pekerjaan yang paling dicintai Allah, jawaban Beliau pun     variatif disesuaikan dengan orang yang bertanya dan kondisi saat itu. Walau     demikian, hadis shalat pada awal waktu adalah hadis terbanyak yang terdapat     dalam kitab-kitab hadis dibanding dengan hadis-hadis lain. 
 
 Kenyataan     ini cukup menarik hingga Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari” nya menukil     perkataan Ibnu Bazizah bahwa jihad memang didahulukan dibanding pekerjaan     fisik yang lain karena ia merupakan pekerjaan yang berat, akan tetapi     kesabaran untuk menjaga shalat dan melaksanakannya tepat waktu adalah     pekerjaan yang terus dilakukan secara berulang-ulang hingga hanya orang     yang benar-benar bertakwalah yang dapat terus menjaganya. 
 
 Dr     Abdul Fattah Abu Ghuddah menyimpulkan bahwa dalam hadis tersebutlah     terdapat kunci kesuksesan Umat Islam, yaitu      dengan memanfaatkan waktu. Ia berargumen karena shalat termasuk     ibadah yang sudah ditentukan waktunya. Jika seorang Muslim melaksanakannya     tepat waktu, dan juga selalu memperhatikan setiap pekerjaan pada waktunya     maka hal itu akan membuat semuanya dapat terlaksana dengan baik sebagaimana     mestinya karena ia sudah menjadi sebuah kebiasaan dan watak dalam prilaku     dan kehidupan soerang Muslim. Dari sinilah terlihat jelas rahasia mengapa     syariat mengistimewakan ibadah shalat dibanding seluruh ibadah lain. 
 
 Selain     shalat sebenarnya syariat pun telah menggambarkan beberapa pekerjaan yang     harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Seperti haji, zakat (baik     zakat fitr atau zakat mâl), puasa, berkurban, memberi nafkah, hutang,     gadai, bertamu, haid, nifas dan lain-lain. Dari sini Islam ingin mengisyaratkan     akan pentingnya penentuan waktu dan banyaknya kemaslahatan dan manfaat  yang ada didalamnya. Mudah-mudahan     kita selalu dijadikan orang-orang yang selalu menjaga shalat dan menjadi     hamba yang on time. Allahu wa Rasuluhu a’lam. 
 
  |         |      
 
 10 WASIAT NABI THD PUTRINYA 
 
 Ada     10 wasiat Rasulullah kepada puterinya Fathimah binti Muhammad. Sepuluh     wasiat yang beliau sampaikan merupakan mutiara yang termahal nilainya bila     kemudian dimiliki oleh setiap isteri salehah. 
 
 1. Ya     Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya,     Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum,     melebur kejelekan, dan meningkatkan darjat wanita itu. 
 
 2. Ya     Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami     dan anak-anaknya, nescaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka sejauh     tujuh tabir pemisah. 
 
 3. Ya     Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu     menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala     baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan     memberi pakaian seribu orang yang telanjang. 
 
 4. Ya     Fathimah, tiadalah wanita yang menahan keperluan jiran tetangganya,     melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat     nanti. 
 
 5. Ya     Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keredhaan     suami terhadap isteri. Andaikata suamimu tidak redha kepadamu, maka aku     tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah     kemurkaan Allah. 
 
 6. Ya     Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan     baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta     melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah     menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah.     Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti     ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika     melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan     mendapat pertamanan indah yang merupakan bahagian dari taman syurga. Dan     Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang     melaksanakan ibadah Haji dan Umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan     baginya hingga hari kiamat. 
 
 7. Ya     Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan     rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta     memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau,     dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan     Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah Haji dan Umrah. 
 
 8. Ya     Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah     memandangnya dengan pandangan penuh kasih. 
 
 9. Ya     Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan     rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit     menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni     dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. 
 
 10.     Begitu indah menjadi wanita, dengan kelembutan dan kasihnya dapat merubah     dunia Jadikanlah diri-dirimu menjadi wanita solehah, agar negeri menjadi     indah, kerana dirimu adalah tiang negeri ini. 
 
  |         |      
 
 Perjalanan     waktu terus berlangsung. Tanpa terasa sekian ramadhan telah dilewati. Ini     membuktikan bahwa masa sudah saling berdekatan sebagaimana yang di     beritakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Barangkali sebagian kita     telah melalui ramadhan selama enam puluh tahun, ada pula yang lima puluh     tahun, empat puluh tahun, tiga puluh tahun, dua puluh tahun, atau lebih     maupun kurang. Namun apa hasil yang sudah kita raih untuk kebaikan agama     dan akherat kita. Sudahkah tempaan bulan suci ramadhan mampu meningkatkan     kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Atau masihkah tingkah laku kita sama     dengan masa sebelumnya bahkan malah lebih parah. Kita memohon kepada Allah     ampunan dan rahmat-Nya. 
 
 Wahai     segenap kaum muslimin, marilah kita merenungi Firman Allah Subhanahu wa     Ta’ala yang berikut ini, (yang artinya): 
 
 “Wahai     orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana     diwajibkan atas orang –orang yang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian     bertakwa (kepada Allah)”. (Al Baqarah: 183) Apabila     bertakwa kepada Allah menjadi tujuan yang utama dalam melaksanakan puasa     ramadhan berarti pemenangnya adalah orang yang berhasil meningkatkan mutu     ketakwaannya selepas bulan yang suci ini. Tentu sangat ironis, jika seorang     yang berpuasa di bulan ramadhan justru lebih jauh dari Allah pada     bulan-bulan yang berikutnya. Bahkan merupakan kesalahan yang besar bila     seorang yang berpuasa mau menahan diri dari hawa nafsu dan syahwat     hanya  dalam bulan suci ramadhan dan     tak lebih dari itu. Semestinya, fenomena rasa antusias yang sedemikain     tinggi untuk melaksanakan ibadah dan menjauhi kemaksiatan dalam bulan suci     ramadhan bisa ditularkan pada perputaran waktu yang selanjutnya. 
 
 Wahai     segenap kaum muslimin, marilah kita menghilangkan dari benak kita asumsi     bahwa ramadhan hanya sekadar seremonial ritual agama yang di gelar karena     adat istiadat umat islam.      Selepasnya, kita kembali kepada kemerosatan keyakinan dan moral yang     sudah berlangsung sebelumnya dengan sangat parah dan rendah.                                                     Marilah kita menjadikan     ramadhan sebagai pendidikan spiritual yang mampu membentuk kita sebagai     manusia-manusia berkualitas di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala. 
 
 Wahai     segenap kaum muslimin, sesungguhnya bulan suci ramadhan ini mengandung     berbagai pelajaran dan hikmah yang cukup banyak. Ibarat buah yang sudah     ranum diatas pohonnya dan hanya tinggal menanti siapa yang datang untuk     memetiknya. Dalam tulisan yang ala kadarnya ini, kami mencoba untuk     menyuguhkan sebagian pelajaran dan hikmah bulan suci ramadhan bagi para     pembaca yang budiman, dengan harapan semoga Allah memberkati kehidupan kita     dari waktu ke waktu yang kita lalui, sehingga kita menjadi semakin baik dan     lebih bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. 
 
 Berpuasa 
 
 Berpuasa     adalah syariat dahulu kala yang diwarisi oleh para nabi dan rasul sampai     kepada nabi kita Muhammad shallahu ‘alihi wasalam. Berpuasa menyimpan     keberkatan dan kemanfaatan yang banyak sekali, baik dari sisi agama maupun     kehidupan. Oleh karena itu, islam mensyariatkan amalan yang mulia ini bukan     hanya pada bulan suci ramadhan. Selain puasa ramadhan disana masih terdapat     puasa-puasa yang lainnya, Ada yang wajib dan ada pula yang sunnah.  Yang wajib, misalnya seperti puasa     qadha`, puasa kaffarah, dan puasa nadzar. Adapun yang sunnah, misalnya     seperti puasa nabi Daud yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka, Puasa     hari senin dan kamis, puasa hari-hari putih yaitu tanggal tiga belas, empat     belas, dan limas belas dari setiap pertengahan bulan hijriyah dan lain     sebagainya. 
 
 Berpuasa     disyariatkan oleh Allah melalui Rosul-Nya adalah dalam rangka meningkatkan     mutu ketakwaan kita. Disamping itu, berpuasa dapat menghindarkan kita dari     segala gejolak hawa nafsu dan syahwat yang menyesatkan. Singkatnya, dengan     berpuasa, kita bisa menyelamatkan diri dari amukan api neraka. Rosulullah     shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang artinya): 
 
 “Berpuasa     itu adalah tameng yang dengannya seorang hamba bisa membentengi diri dari     amukan api neraka”. (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang selain keduanya,     dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dengan sanad yang hasan) 
 
 Ya,     berpuasa adalah tameng yang membentengi kita dari amukan api neraka.     Bagaimana tidak? Dengan berpuasa, kita telah menutup pintu-pintu syaithan     yang berada dalam tubuh kita.      Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang artinya): 
 
 “Sesungguhnya     syaithan itu mengalir pada diri seorang anak Adam laksana aliran darah”.     (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Shafiyyah radhiyallahu ‘anha) 
 
 Maka     dengan berpuasa, kita telah menutup pintu syaithan untuk menyelusup ke     dalam diri kita. Sebab kita telah meninggalkan makan, minum, dan syahwat     kita selama berpuasa karena Allah. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Ta’ala     berfirman, (yang artinya): 
 
 “Setiap     amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa     itu adalah untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. Dia meninggalkan makan,     minum, dan syahwatnya karena Aku”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah     radhiyallahu ‘anhu) 
 
 Wahai     segenap kaum muslimin, ketahuilah, bahwa lambung yang penuh merupakan     sarang syaithan yang paling kotor. Dari lambung yang penuh itu, dia akan     menggoda seorang manusia untuk durhaka kepada Allah. Seorang hamba yang     lambungnya penuh memiliki tenaga, kekuatan, daya, dan potensi yang cukup     besar untuk berbuat apa saja. Maka syaithan menggunakan peluang emas ini     untuk menggodanya agar memuaskan segenap hawa nafsu dan syahwat dunia yang     diinginkannya tanpa harus memperdulikan syariat Allah. Oleh karena itu,     barangsiapa yang ingin mampu mengendalikan berbagai dorongan hawa nafsu dan     syahwat kesenangan dunia yang sedang bergejolak hebat dalam dirinya, maka     hendaklah dia berpuasa. Maka dengan berpuasa, dia akan terbebas dari segala     ajakan hawa nafsu dan syahwat yang bisa menjerongkokkannya ke dalam     berbagai lembah hitam yang rendah lagi nista. Termasuk syahwat dunia yang     bisa dia redam dengan berpuasa adalah syahwat terhadap wanita-wanita yang     diharamkan atasnya. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang     artinya): 
 
 “Wahai     sekalian para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang sudah mampu, maka     hendaklah dia segera menikah, karena yang demikian itu lebih menundukkan     pandangannya dan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang belum mampu,     maka hendaklah dia berpuasa, karena yang demikian itu buat dirinya adalah     tameng”. (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) 
 
 Betapa     banyak para pria yang terjungkal ke dalam lembah neraka jahannam disebabkan     oleh fitnah wanita. Intinya, bahwa berpuasa adalah senjata ampuh guna     meredam dan mengendalikan hawa nafsu dan syahwat yang durjana. Jika kita     telah mengetahui hal ini, maka berpuasa bukan hanya amalan rutinitas pada     bulan suci ramadhan. Akan tetapi lebih daripada itu, berpuasa adalah     kebutuhan rohani yang semestinya ditunaikan sesuai prosedur syariat islam     yang benar demi menggapai kebaikan dunia dan akherat, sehingga kita menjadi     manusia-manusia yang lebih bertakwa dan berkualitas di mata Allah Subhanahu     wa Ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab. 
 
  |         |      
 
 5 Perusak Hati 
 
 Hati     adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak,     rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya     dan wajib. 
 
 Tentang     perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara,     'bergaul dengan banyak kalangan (baik dan buruk), angan-angan kosong,     bergantung kepada selain Allah, kekenyangan dan banyak tidur.' 
 
 Bergaul     dengan banyak kalangan 
 
 Pergaulan     adalah perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Pergaulan yang     salah akan menimbulkan masalah. Teman-teman yang buruk lambat laun akan     menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat     yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang     negatif. 
 
 Dalam     tataran riel, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan     kehidupannya gara-gara pergaulan. Biasanya out put semacam ini, karena     motivasi bergaulnya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih     banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat, banyak     yang menyesal berat karena salah pergaulan. Allah berfirman: 
 
 "Dan     (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya     seraya berkata, 'Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama     Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si     fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari     Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan:     27-29). 
 
 "Teman-teman     akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain,     kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67). 
 
 "Sesungguhnya     berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan     perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di     hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian     kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka,     dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong." (Al-Ankabut: 25). 
 
 Inilah     pergaulan yang didasari oleh kesamaan tujuan duniawi. Mereka saling     mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diingini. Jika     telah lenyap kepentingan tersebut, maka pertemanan itu akan melahirkan duka     dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan melaknat. 
 
 Karena     itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul hendaknya ukuran yang dipakai     adalah kebaikan. Lebih tinggi lagi tingkatannya jika motivasi pertemanan     itu untuk mendapatkan kecintaan dan ridha Allah. 
 
 Larut     dalam angan-angan kosong 
 
 Angan-angan     kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya     orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal     orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya,     khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang     sedang mempermainkan bangkai. 
 
 Angan-angan     kosong adalah kebiasaan orang yang berjiwa kerdil dan rendah. Masing-masing     sesuai dengan yang diangankannya. Ada yang mengangankan menjadi raja atau     ratu, ada yang ingin keliling dunia, ada yang ingin mendapatkan harta     kekayaan melimpah, atau isteri yang cantik jelita. Tapi itu hanya     angan-angan belaka. 
 
 Adapun     orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah     seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah.     Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu     daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang     bercita-cita terhadap kebaikan. 
 
 Bergantung     kepada selain Allah 
 
 Ini     adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya     dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah. 
 
 Jika     seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan     urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah     akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan     mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia     bergantung kepadanya. Allah berfirman, artinya: 
 
 "Dan     mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar     sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak,     kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan     (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan     menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82) 
 
 "Mereka     mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.     Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala     itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin:     74-75) 
 
 Maka     orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia     seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba.     Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari     itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas     ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang     hina dan nista. Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan     lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan     (Allah)." (Al-Isra': 22) 
 
 Terkadang     keadaan sebagian manusia tertindas tapi terpuji, seperti mereka yang     dipaksa dengan kebatilan. Sebagian lagi terkadang tercela tapi menang,     seperti mereka yang berkuasa secara batil. Sebagian lagi terpuji dan     menang, seperti mereka yang berkuasa dan berada dalam kebenaran. Adapun     orang yang bergantung kepada selain Allah (musyrik) maka dia mendapatkan     keadaan yang paling buruk dari empat keadaan manusia, yakni tidak terpuji     dan tidak ada yang menolong. 
 
 Makanan 
 
 Makanan     perusak ada dua macam. 
 
 Pertama     , merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang     diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas     yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena     hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa     kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina. 
 
 Kedua,     merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam     hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu     membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan     perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa     berat dan karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam     diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan     menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan     membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan     minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi. 
 
 Dalam     sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi     bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan     minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa     menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk     makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk     nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh     Al-Albani). 
 
 Kebanyakan     tidur 
 
 Banyak     tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa     serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang berbahaya     dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat     adalah tidur saat sangat dibutuhkan. 
 
 Segera     tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur     pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore     hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya     daripada manfaatnya. 
 
 Di     antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan     terbitnya matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena     itu, meskipun para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk     ibadah, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit.     Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan     dibagi-bagikannya rizki, saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah     masa yang strategis dan sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya,     tidur pada waktu itu hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa. 
 
 Secara     umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan     pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar     delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih     atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya.     Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari,     setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul     Shallallahu 'alaihi wa sallam . 
 
 (Disadur dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min     kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah) Abu Okasha Ainul Haris  |         |      
 
 GANJARAN SEDEKAH 
 
 "Perumpamaan     (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di     jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh     butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji, Allah melipatgandakan (ganjaran)     bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) lagi Maha     Mengetahui" (QS. Al-Baqarah:261) 
 
 Kebaikan     yang dikerjakan oleh setiap muslim akan diganjar Allah 10 kali lipat sampai     700 kali lipat. Tidak terkecuali bersedekah dan berinfak di jalan Allah     SWT. Bersedekah termasuk ibadah yang bermanfaat bagi si pelaku dan objek     yang menerima sedekah tersebut. Bersedekah itu tidak mengurangi harta,     bahkan harta yang disedekahi akan membawa berkah. Hal itu dipraktekan oleh     Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam bahwa     Rasulullah saw itu senang bersedekah tetapi beliau tidak mau menerima     sedekah. Banyak orang masuk Islam karena pemberian dari Rasulullah saw.     Tetapi Annas bin Malik melaporakan bahwa mereka masuk Islam di pagi hari     disebabkan oleh dunia, di sore hari mereka telah berubah, dan justru     mengeluarkan hartanya di jalan Allah SWT. 
 
 Nabi     Muhammad saw mengingatkan bahwa manusia senang membanggakan hartanya,     sementara yang dia dapat menikmatinya hanya sedikit; barang yang dipakai     akan usang, makanan yang dimakan menjadi sari dan kotoran, dan yang     disedekahkan di jalan Allah , itu saja yang tertinggal dan bermanfaat (HR.     Muslim). 
 
 
 
 Alangkah     beruntungnya orang yang mengerti terhadap amanat harta yang diembanya,     sehingga dia tidak berkeberatan untuk menyalurkannya di jalan Allah, itulah     harta yang berkah. 
 
 Oleh     : Al-Islam     - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 
 
  |         |      
 
 MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI 
 
 4:21)     yang kata ini digunakan juga untuk menyebut perjanjian antara para Nabi     dengan Allah Swt dalam mengemban perjuangan da’wah (QS 33:7). Oleh karena     itu pernikahan dan walimatul arusy harus dilaksanakan yang sesuai dengan     ajaran Islam. Karena itu pernikahan jangan sampai dinodai dengan hal-hal     yang bernilai maksiat. Sesudah pernikahan berlangsung, kehidupan berumah     tanggapun harus dijalani dengan sebaik-baiknya meskipun tantangan dan     godaan menjalani kehidupan rumah tangga yang Islami sangat banyak. 
 
 Untuk     menjalani kehidupan rumah tangga yang islami, ada beberapa hal yang harus     mendapat perhatian suami dan isteri. 
 
 1.     Memperkokoh Rasa Cinta. 
 
 Cinta     merupakan perekat dalam kekokohan kehidupan rumah tangga, bila rasa cinta     suami kepada isteri atau sebaliknya telah hilang dari hatinya, maka     kehancuran rumah tangga sangat sulit dihindari. Oleh karena itu suasana     cinta mencintai harus saling ditumbuh-suburkan atau diperkokoh, tidak hanya     pada masa-masa awal kehidupan rumah tangga, tapi juga pada masa-masa     selanjutnya hingga suami isteri mencapai masa tua dan menemui kematian. 
 
 Rasulullah     Saw sebagai seorang suami berhasil membagi dan menumbuh-suburkan rasa cinta     kepada semua isterinya sehingga isteri yang satu mengatakan dialah yang     paling dicintai oleh Rasul, begitu juga dengan isteri yang lainnya. 
 
 Berumah     tangga itu diumpamakan seperti orang yang sedang berlayar, ketika pelayaran     baru dimulai, kondisi di kapal masih tenang karena disamping penumpangnya     betul-betul ingin menikmati pelayaran itu, juga karena belum ada kesulitan,     belum ada ombak dan angin kencang yang menerpa, tapi ketika kapal itu telah     mencapai lautan yang jauh, barulah terasa ombak besar dan angin yang sangat     kencang menerpa, dalam kondisi seperti itu saling mengokohkan rasa cinta     antara suami dengan isteri menjadi sesuatu yang sangat penting dalam     menghadapi dan mengatasi terpaan badai kehidupan rumah tangga. Pernikahan     dilangsungkan dengan maksud agar lelaki dan wanita yang mengikat hubungan     suami isteri dapat memperoleh ketenangan dan rasa cinta. Allah berfirman     yang artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menjadikan untukmu     isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa     tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.     Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi     kaum yang berpikir (QS 30:21). 
 
 2.     Saling Hormat Menghormati. 
 
 Saling     cinta mencintai itu harus diperkokoh dengan saling hormat menghormati,     suami hormat kepada isteri dengan memberikan penghargaan yang wajar     terhadap hal-hal baik yang dilakukan isterinya, begitu juga dengan isteri     terhadap suaminya dengan menerima apa-apa yang diberikan suami meskipun     jumlahnya tidak banyak. 
 
 Awal-awal     kehidupan rumah tangga selalu dengan masa romantis yang segalanya indah,     bahkan adanya kelemahan dan kekurangan tidak terlalu dipersoalkan,     romantisme memang membuat penilaian suami terhadap isteri dan isteri     terhadap suaminya menjadi sangat subyektif. Tapi ketika rumah tangga     berlangsung semakin lama mulailah muncul penilaian yang obyektif dalam arti     suami menilai isteri atau isteri menilai suami apa adanya. Dulu ketika masa     romantis, kekurangan masing-masing sebenarnya sudah terlihat tapi tidak     terlalu dipersoalkan, tapi sekarang kekurangan yang tidak prinsip saja     dipersoalkan, dalam kondisi seperti itulah diperlukan konsolidasi hubungan     antara suami dan isteri hingga masing-masing menyadari bahwa memang     kekurangan itu ada tapi dia juga harus menyadari akan adanya kelebihan. 
 
 Dalam     kehidupan rumah tangga Rasulullah Saw, beliau telah mencontohkan kepada     kita betapa beliau berlaku baik kepada keluarganya, dalam satu hadits     beliau bersabda: Orang yang paling baik diantara kamu adalah yang paling     baik dengan keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku     (HR. Thabrani). 
 
 3.     Saling Menutupi Kekurangan. 
 
 Suami     dan isteri tentu saja memiliki banyak kekurangan, tidak hanya kekurangan     dari segi fisik, tapi juga dari sifat-sifat. Oleh karena itu suami isteri     yang baik tentu saja menutupi kekurangan-kekurangan itu yang berarti tidak     suka diceriterakan kepada orang lain, termasuk kepada orang tuanya sendiri. 
 
 Meskipun     demikian dengan maksud untuk konsultasi dan perbaikan atas persoalan     keluarga kepada orang yang sangat dipercaya, maka seseorang boleh saja     mengungkapkan kekurangan sifat-sifat suami atau isteri. 
 
 4.     Kerjasama Dalam Keluarga. 
 
 Dalam     mengarungi kehidupan rumah tangga tentu saja banyak beban yang harus     diatasi, misalnya beban ekonomi, dalam hal ini suami harus mencari nafkah     dan isteri harus membelanjakannya dengan sebaik-baiknya dalam arti untuk     membeli hal-hal yang baik dan tidak boros. Begitu juga dengan tanggung     jawab terhadap pendidikan anak yang dalam kaitan ini diperlukan kerjasama     yang baik antara suami dan isteri dalam menghasilkan anak-anak yang shaleh.     Kerjasama yang baik dalam mendidik anak itu antara lain dalam bentuk     sama-sama meningkatkan keshalehan dirinya sebagai orang tua karena mendidik     anak itu harus dengan keteladanan yang baik, juga tidak ada kontradiksi     antara sikap bapak dengan ibu dalam mendidik anak dan sebagainya. Keharusan     kita bekerjasama dalam hal-hal yang baik difirmankan Allah yang artinya:     Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan     jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS 5:2). 
 
 5.     Memfungsikan Rumah Tangga Secara Optimal. 
 
 Masa     sesudah menikah juga harus dijalani dengan memfungsikan keluarga seoptimal     mungkin sehingga rumah tangga itu tidak sekedar dijadikan seperti terminal     dalam arti anggota keluarga menjadikan rumah sekedar untuk singgah     sebagaimana terminal, tapi semestinya rumah tangga itu difungsikan sebagai tempat     kembali guna menghilangkan rasa penat dan memperbaiki diri dari pengaruh     yang tidak baik serta memperkokoh hubungan dengan sesama anggota keluarga. 
 
 Oleh     karena itu keluarga harus dioptimalkan fungsinya seperti masjid dalam arti     rumah difungsikan juga sebagai tempat untuk mengokohkan hubungan dengan     Allah Swt dan sesama anggota keluarga sehingga bisa dihindari sikap     individual antar sesama anggota keluarga. 
 
 Disamping     itu rumah juga harus difungsikan seperti madrasah yang anggota keluarganya     harus memperoleh ilmu dan pembinaan karakter sehingga suami dan isteri     diharapkan berfungsi seperti guru bagi anak-anaknya yang memberikan ilmu     dan keteladanan yang baik.  
 
 Yang     juga penting dalam kehidupan sekarang dan masa mendatang adalah     memfungsikan keluarga seperti benteng pertahanan yang memberikan kekuatan     pertahanan aqidah dan kepribadian dalam menghadapi godaan-godaan kehidupan     yang semakin banyak menjerumuskan manusia ke lembah kehidupan yang bernilai     maksiat dalam pandangan Allah dan rasul-Nya. 
 
 Mewujudkan     rumah tangga yang Islami merupakan sesuatu yang tidak mudah, banyak sekali     kendala, baik internal maupun eksternal yang harus dihadapi. Namun harus     diingat bahwa kendala yang besar dan banyak itu bukan berarti mewujudkan     rumah tangga yang Islam tidak bisa, setiap kita harus yakin akan     kemungkinan bisa membentuk rumah tangga yang Islami, kalau kita sudah     yakin, maka kita dituntut membuktikan keyakinan itu dengan kesungguhan. Hal     ini karena melaksanakan ajaran Islam memang sangat dituntut kesungguhan     yang sangat. 
 
 Akhirnya     untuk meraih kehidupan rumah tangga yang bahagia, ada baiknya kita telaah     hadits Rasul saw berikut ini: 
 
 Empat     perkara yang merupakan dari kebahagian seseorang, yaitu: mempunyai isteri     yang shalehah, mempunyai anak yang berbakti, mempunyai teman yang shaleh     dan mencari rizki di negerinya sendiri (HR. Dailami dari Ali ra) 
 
  |       
 
 
 
  |  
Posting Komentar
Posting Komentar