-->

KULTUM RAMADHAN 4




KULTUM RAMADLAN BAGIAN 4






CIRI – CIRI MANUSIA TERBURUK DALAM ISLAM

Rasulullah SAW sebagai teladan dan contoh kita selalu memberikan ciri2 atau tanda2 tentang kriteria manusia terbaik dihadapan Allah SWT. Selain menyebutkan beberapa kriteria manusia-manusia terbaik menurut pandangan Islam, hadits-hadits Rasulullah ternyata juga memberikan tanda2 kriteria manusia-manusia terburuk. Tentu saja, maksudnya cukup jelas. Beliau mendorong kita untuk meniru kebaikan kelompok pertama, dan menjauhi keburukan kelompok kedua. Mungkin sudah cukup banyak dikupas tentang siapa saja sebaik-baik manusia (khairun-naas) itu, maka kini giliran kita mengetahui siapa saja seburuk-buruk manusia (syarrun-naas). Pertanyaannya Mengapa demikian?

Sebab, mengetahui keburukan adalah salah satu cara untuk bisa menghindarinya.

Seorang Sahabat Nabi, yaitu Hudzaifah bin Yaman pernah berkata, “Dulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, namun saya bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena saya khawatir jika terjerumus ke dalamnya.”

Jadi, siapa sajakah manusia-manusia terburuk itu, sehingga kita bisa mendidik diri kita sendiri agar tidak seperti mereka?

Pertama, orang yang bermuka dua. Rasulullah bersabda, “Kalian akan mendapati seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang bermuka dua. Dia mendatangi kelompok yang ini dengan satu wajah, dan mendatangi kelompok lainnya dengan wajah lain pula.” (Riwayat Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah).

Yang dimaksud “orang bermuka dua” adalah kaum munafik. Dia tidak memiliki pendirian dan keteguhan dalam imannya. Maka, bila berkumpul dengan kaum Muslimin, seolah-olah ia bagian dari mereka. Namun, jika bersama-sama kaum kafir, bisa jadi ia lebih dahsyat kekafirannya dibanding kaum kafir itu sendiri.
Padahal, Allah mengancam kaum munafik akan dimasukkan ke dasar neraka yang terdalam.

 “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. an-Nisa’: 145)

Kedua, orang yang ditakuti sesama manusia karena kejahatannya Suatu ketika, ada seseorang yang minta izin untuk bertamu kepada Rasulullah. Tatkala melihatnya, beliau berkata, “Izinkah dia masuk. Dia ini seburuk-buruk keturunan – atau: anggota – suatu kabilah!” Tatkala dia telah masuk, ternyata Rasulullah bersikap sangat lembut dan bahkan tertawa-tawa bersamanya. Setelah ia pergi, ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, Anda telah menyatakan apa yang Anda nyatakan tadi (tentang orang itu), lalu mengapa Anda berbicara secara lemah lembut kepadanya?” Beliau menjawab, “Wahai ‘Aisyah, sungguh manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah adalah seseorang yang ditinggalkan – atau: dijauhi – oleh sesamanya semata-mata mereka takut kepada kejahatannya.” (Riwayat Bukhari-Muslim, dari ‘Aisyah).

Ketiga, orang yang tidak bisa disadarkan oleh pesan-pesan Al-Qur’an. Rasulullah bersabda, “Di antara manusia yang terburuk adalah seorang pendurhaka lagi kurang ajar, yang membaca Kitab Allah namun tidak tersadarkan oleh satu pun darinya.” (Riwayat Ahmad, dengan sanad hasan).

Jadi, apakah yang bisa diharapkan dari seseorang yang tidak mempan oleh nasihat dari Allah? Hatinya telah terkunci mati, sehingga ia akan lebih sesat dibanding seekor hewan ternak sekalipun.


“Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat- ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah [583], maka merekalah orang-orang yang merugi.”

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kedatangan azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat- ayat-Nya dengan cara istidraj.” (QS. al-A’raf: 177-179)

Dalam ayat yang lain Allah Mengatakan :

“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS: al-Furqan:44).

Ciri Manusia terburuk yang  Keempat, orang yang mengalami Hari Kiamat dan menjadikan kuburan sebagai masjid. Rasulullah bersabda, “Di antara manusia terburuk adalah mereka yang mendapati Hari Kiamat dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid.” (Riwayat Ibnu Hibban. Isnad-nya hasan).

Hadits ini berhubungan dengan pernyataan beliau lainnya, bahwa Hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali jika sudah tidak ada seorang pun yang menyeru nama Allah di muka bumi. Tentu saja, zaman di mana nama Allah tidak lagi dikenal pastilah merupakan zaman terburuk, dan berisi manusia-manusia terburuk. Adapun menjadikan kuburan sebagai masjid, maka cukup banyak hadits lain yang melarangnya, di antaranya karena hal itu meniru-niru atau menyamai perbuatan kaum Yahudi dan Kristen.

Kelima, orang yang merusak akhiratnya demi meraih dunia milik orang lain.  Rasulullah bersabda, “Di antara orang yang paling buruk kedudukannya pada Hari Kiamat adalah seseorang hamba yang menghancurkan akhiratnya demi merebut dunia milik orang lain.” (Riwayat Ibnu Majah. Menurut al-Bushiri: sanad-nya hasan).

Yang dimaksud adalah orang yang membunuh sesamanya demi merampok hartanya, sehingga karena ambisi dunia itulah dia merebut hak milik orang lain dan menghancurkan akhiratnya sendiri. Atau, dia bersedia membantu orang zhalim demi meraih iming-iming duniawi, sehingga agamanya pun hancur.Keenam, orang yang panjang umurnya, tapi jelek amal perbuatannya. Abu Bakrah bercerita, bahwa suatu kali seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Orang seperti apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.” Dia bertanya lagi, “Lalu, orang seperti apa yang paling buruk?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya, tapi jelek amal perbuatannya.” (Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih li ghairihi).

Ketujuh, orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan justru tidak bisa dirasa aman dari keburukannya. Abu Hurairah bercerita, bahwa suatu kali Rasulullah berdiri di dekat beberapa orang yang duduk-duduk, lalu bertanya, “Maukah kalian aku beritahu siapa orang terbaik dibandingkan orang terburuk di antara kalian?” Mereka pun terdiam (tidak menjawab). Beliau mengulangi pertanyaannya tiga kali, lalu ada seseorang yang menjawab, “Mau, wahai Rasulullah. Beritahu kami siapa orang terbaik dibanding orang terburuk di antara kami.” Beliau bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang bisa diharapkan kebaikannya dan dirasa aman dari keburukannya. Sedangkan orang terburuk di antara kalian adalah orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan justru tidak bisa dirasa aman dari keburukannya.” (Riwayat Tirmidzi. Hadits hasan-shahih).

Wallahu a’lam
Orang - orang yang Didoakan oleh Malaikat

Allah SWT berfirman, "Sebenarnya (malaikat - malaikat itu) adalah hamba - hamba yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah - perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak memberikan syafa'at melainkan kepada orang - orang yang diridhai Allah, dan mereka selalu berhati - hati karena takut kepada-Nya" (QS Al Anbiyaa' 26-28)

Inilah orang - orang yang didoakan oleh para malaikat :

Orang yang tidur dalam keadaan bersuci. Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci'" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

Orang yang duduk menunggu shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia'" (Shahih Muslim no. 469)

Orang - orang yang berada di shaf bagian depan di dalam shalat. Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

Orang - orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalm shaf). Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu" (Shahih Bukhari no. 782)

Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'" (Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku ?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'" (Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' ra., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan'" (Shahih Muslim no. 2733)

Orang - orang yang berinfak. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit'" (Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

Orang yang makan sahur. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang - orang yang makan sahur" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

Orang yang menjenguk orang sakit. Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan sa
ja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh" (Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, "Sanadnya shahih")

Seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain" (dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

10 Jawaban Mengatasi Bisikan Iblis

Ada sepuluh cara setidaknya, agar kita bisa menjawab godaan setan yang selalu ingin menjerumuskan kita ke jurang neraka. Cara praktis mengusir iblis dan bala tentaranya itu tertuang nasihat seorang ulama dalam dialog antara manusia dan iblis:

1. Jika ia datang kepadamu dan berkata:" Anakmu mati," katakan kepadanya : Sesungguhnya mahluk hidup diciptakan untuk mati, dan penggalan mdariku(putraku) akan masuk surga. Dan hal itu membuatku bahagia".

2. Jika ia datang kepadamu dan berkata:" Hartamu musnah," katakan kepadanya : "Segala puji bagi Allah Zat Yang Maha Memberi dan Mengambil, dan menggugurkan atasku kewajiban zakat."

3. Jika ia datang kepadamu dan berkata:" Orang-orang menzalimimu sedangkan kamu tidak menzalimi seorangpun." maka katakan kepadanya : "Siksaan akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim dan tidak menimpa orang-orang yang berbuat kebajikan (Mukhsinin)".

4. Dan jika ia datang kepadamu dan berkata: "Betapa banyak kebaikanmu," dengan tujuan menjerumuskan untuk bangga diri(Ujub). Maka katakan kepadanya: "Kejelekan-kejelekanku jauh lebih banyak dari pada kebaikanku".

5. Dan jika ia datang kepadamu dan berkata:"Alangkah banyaknya shalatmu". Maka katakan : "Kelalaianku lebih banyak dibanding shalatku".

6. Dan jika ia datang dan berkata: "Betapa banyak kamu bersedekah kepada orang-orang". Maka katakan kepadanya: "Apa yang saya terima dari Allah jauh lebih banyak dari yang saya sedekahkan".

7. Dan jika ia berkata kepadamu : "Betapa banyak orang yang menzalimimu". Maka katakan kepadanya : "Orang-orang yang kuzalimi lebih banyak".

8. Dan jika ia berkata kepadamu : "Betapa banyak amalmu". Maka katakan kepadanya: "Betapa seringnya aku bermaksiat".

9. Dan jika ia datang kepadamu dan berkata: "Minumlah minuman-minuman keras!". Maka katakan : "Saya tidak akan mengerjakan maksiat".

10. Dan jika ia datang kepadamu dan berkata: "Mengapa kamu tidak mencintai dunia?". Maka katakan : "Aku tidak mencintainya dan telah banyak orang lain yang tertipu olehnya".


ISTIQOMAH

Istiqomah adalah komitmen & konsisten dalam tauhid, ibadah & akhlak. Rahasia besar ISTIQOMAH adalah:

1. HADIAH ALLAH, "ALLAH menyeru manusia menuju ke SyurgaNYA, & menunjuki org yg dikehendakiNYA kpd JALAN yg LURUS". (Yunus:25),

2. Hidupnya dalam manhaj ALQUR'AN & AS SUNNAH,

3. Para Malaikat mengaguminya, mendoakannya & mengaminkan setiap doa2 nya,

4. "As sahlu" kemudahan urusan dunia & akhirat,

5. Bahagia sekali krn hidupnya dalam KETERATURAN TAAT,

6. Buah dari KEIKHLASAN akan RIDHO ALLAH,

7. Puncak dari "Ma'rifatullah wa mahabbatuhu" mengenal & mencintai ALLAH,

8. Amalan para Rasul,

9. Meninggal dunia dalam KENIKMATAN TAAT & KERINDUAN BERJUMPA dengan ALLAH,

10. Meraih SYURGA ALLAH. (QS 41: 30-32).

 "Allahumma Ya ALLAH haqqiqna bittaqwa wal istiqoomah...Ya ALLAH tetapkan kuatkan hidup kami dalam ketaqwaan & istiqomah...aamiin".

Tanda-Tanda Husnul Khatimah

Setiap yang bernyawa pasti akan tiba ajalnya (QS Ali-Imran [3]:185). Hanya saja waktu dan lokasinya adalah sebuah misteri. Manusia tidak dapat mengetahui dan menetapkan jadwal kematian, karena ini adalah rencana dari Allah SWT.

Kematian pula bukanlah kejadian biasa, tapi ia adalah peristiwa besar yang menyakitkan yang ditandai dengan terputusnya hubungan antara roh dan jasad, perubahan situasi dan adanya peralihan dari suatu alam ke alam lain.

Kematian berlaku dengan fenomena yang beraneka ragam, secara umum dapat dibagi kepada dua keadaan. Pertama, meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah (akhir hayat yang bagus).

Dan kedua, meninggal dunia dalam keadaan suul khatimah (akhir hayat yang buruk). Keadaan yang pertama menunjukkan suatu gambaran bahwa nasib yang akan dialami oleh si mayat setelah kematiannya akan bahagia.

Sebaliknya, keadaan yang kedua menggambarkan keburukan yang bakal dialaminya. Bagi orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah mempunyai tanda-tanda tertentu yang sepatutnya diketahui oleh setiap individu, terutama kalangan umat Islam.

Tanda-tanda tersebut, di antaranya sebagai berikut. Pertama, mengucapkan kalimat tauhid (syahadah). Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang di akhir hayatnya mengucapkan la ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah, kecuali Allah SWT), maka ia masuk surga.” (HR Abu Dawud).

Kedua, dahi atau keningnya berkeringat. Sebuah riwayat dari Buraidah bin Hashib RA, dia berada di Khurasan. Lalu, saudaranya kembali kepadanya dalam keadaan sakit sehingga ia sempat menyaksikan kematiannya.

Saat saudaranya meninggal dunia, ia melihat keringat keluar dari dahinya, dan berkata, “Allahu Akbar”. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Meninggalnya seorang Mukmin ditandai dengan keringat di dahinya.” (HR Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah).

Ketiga, meninggal dunia pada malam Jumat atau siang harinya. Tanda ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Umar RA. Dia mendengar bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang Muslim meninggal dunia pada hari Jumat atau malamnya, melainkan Allah akan melindunginya dari fitnah siksa kubur.” (HR Tirmizi).

Keempat, mati syahid. Ada lima macam mati syahid yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW, yakni disebabkan wabah (al-math’un), sakit perut ( al-mabthun), karam atau tenggelam (al-ghariq), tertimpa tanah runtuh (shahibul hadm), dan syahid dalam perang di jalan Allah. (HR Bukhari dan Muslim).

Itulah di antara tanda-tanda meninggal dunia secara husnul khatimah yang disebutkan oleh nabi dan rasul panutan kita, Nabi Muhammad SAW. Mudah-mudahan kelak kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah (akhir yang baik), yakni golongan yang memperoleh hakikat kebahagiaan dan kemuliaan di sisi Allah SWT. Wallahu al-Musta’an.



TIGA NASEHAT

Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:

“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi

Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.

1- BERTAQWA DIMANA SAJA

Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”

Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kalau ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja. Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.

2 KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN

Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.

Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.

Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan dihapuskan.

3- AKHLAQ YANG TERPUJI

Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)

Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)

Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.

Wallahua’lam bish showab.

Berdoa di Bulan Ramadhan


“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Peletakan ayat ini diantara ayat-ayat tentang shoum Ramadhan bukan tanpa maksud. Kalau ditilik dari asbabun nuzul ayat ini adalah berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lain).

Menurut riwayat lain, ayat ini turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman ‘Ud’uni astajib lakum’ (berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya)” (QS 40:60). Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?” Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang bersumber dari Ali.)

Menurut Sayyid Qutb dalam kitabnya Fii Zhilalil Quran, Allah menjawab langsung tentang keberadaanNya yang sangat dekat dan langsung berfirman bahwa Dia akan mengabulkan segala doa kita. Dalam ayat ini juga terdapat tiga syarat untuk diterimanya suatu doa. Pertama, doa tersebut harus dipanjatkan kepada-Nya secara langsung. Jadi janganlah kita berdoa kepada mahluk Allah seperti jin, makam atau pohon. Dan kalaupun berdoa akan lebih baik apabila doa tersebut diucapkan secara langsung kepada-Nya. Syarat kedua dalam berdoa adalah kita harus memenuhi segala perintah Allah SWT. Seperti ketika seorang anak sebaiknya mengikuti nasehat/perintah orang tuanya untuk mendapatkan yang diinginkannya. Sedang syarat ketiga adalah kita harus beriman kepada-Nya agar doa kita diterima.
Walaupun ayat 186 ini tidak mengandung kata shoum, tapi penempatan ayat ini menunjukkan pentingnya kita berdoa pada bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan hadits nabi SAW:

“Orang yang berpuasa memiliki doa yang mustajab pada waktu berbuka.” (Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud)
Atau dalam hadits lain, nabi SAW bersabda:

“Ada tiga orang yang tidak akan ditolak doanya yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sehingga dia berbuka dan orang yang dianiaya. Doa mereka diangkat oleh Allah di bawah awan pada hari kiamat dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit dan Allah berfirman, ‘Demi keagungan-Ku, Aku akan menolongmu walaupun sesudah suatu waktu’” (Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)

Demikianlah, urgensi dari berdoa dalam bulan Ramadhan karena hal itu meningkatkan kemungkinan doa kita diterima. Maka perbanyaklah kita berdoa dalam bulan Ramadhan. Semoga Allah SWT menerima doa kita.
Wallahua’lam bish showab.
                                                   

Membiasakan Berbuat Baik

Dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman “Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan bergegas.” (HR. Bukhari)

Didalam melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid, maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan keluarganya.

Semakin seseorang memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits qudsi diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya.

Salah satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah, maka beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu seperti sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat jum’at sekali sepekan.

Permasalahan awal yang biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam memulainya. Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan ketika melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah mobil tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada juga sifat kita yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik janganlah ditunda. Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka tundalah untuk menunda. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw:

“Bersegeralah untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih.” (HR. Tirmidzi)

Salah satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib untuk mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau ibadah. Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara berulang kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar manusia semakin ingat.

“Dan sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al Israa’ 41)

Jadi, mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin yakin.

Wallahu a’lam bish showab.

3 Cara Allah SWT Mengawasi

Karena taku didatangi pencuri, maka warga suatu perumahan menyewa penjaga atau hansip. Tetapi terkadang pencurian masih terjadi walau hansip sudah dibayar. Hal ini bisa terjadi bila hansip tersebut lengah atau ketiduran, sehingga si pencuri bisa melakukan aksinya. Hansip juga manusia!

Bagaimana dengan Yang Maha Mengetahui? Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau setiap detik tidak ada lengah. Didalam melakukan pengawasan, ada 3 cara yang dilakukan Allah SWT:

Pertama, Allah SWT melakukan pengawasan secara langsung. Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam (QS. Al Mujadilah 7). Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita.

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf 16)

Kedua, Allah SWT melakukan pengawasan melalui malaikat. “ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17)

Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita (QS. Al Kahfi 49).

Kedua, Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri kita sendiri. Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya.

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin 65)

Kesimpulannya, kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan kelak.

Wallahu a’lam bish showab.

Pentingnya Menghafal dan Memahami Al Quran

Al Quran diturunkan kepada Muhammad Rasulullah SAW selama 23 tahun masa kerasulan beliau. Al Quran di turunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW dengan perantaraan malaikat Jibril. Malaikat Jibril menurunkan Al Quran ke dalam hati Rasulullah dan beliaupun langsung memahaminya. Hal ini disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) : 97.

Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Kemudian Rasulullah SAW mengajarkan Al Quran itu kepada para shahabatnya. Mereka menuliskannya di pelepah daun daun kering, batu, tulang dll. Pada saat itu belum ada kertas seperti zaman modern sekarang ini. Kemudian para shahabat langsung menghafalnya dan mengamalkannya. Demkian Al Qur;an di ajarkan kepada para shahabat-shahabat yang lain. Al Quran difahami dengan menghafal. Bukan dengan sekedar membaca.

Pada saat Rasulullah telah wafat, banyak terjadi peperangan. Dalam peperangan Yamamah misalnya , banyak para sahabat pemghafal Quran yang syahid. Melihat kondisi ini Umarpun meminta Abu bakar sebagai khalifah untuk membuat Mushaf Al Quran. Abu bakar sempat menolak. „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“ ujar beliau. Tapi dengan gigih Umar bin Khattab menjelaskan urgensinya pembuatan Mushaf bagi kepentingan kaum muslimin di masa yang datang. Akhirnya Abu Bakarpun dapat diyakinkan dan kemudian setuju dengan ide Umar bin Khattab.

Abu Bakarpun lalu meminta Zaid bin Haritsah untuk melakukan tugas ini. Zaid bin Haritsah pun sempat berkata : „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“. Tapi akhirnya Zaidpun setuju dan mulai mengumpulkan shahifah-sahhifah yang tersebar di tangan para shahabat yang lain. Batu, daun-daun kering, tulang dll itupun disimpan di rumah Hafsah.

Barulah pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, Mushaf Al Quran selesai sebanyak 5 buah. Satu disimpan Utsman dan 4 yang lain disebar ke : Makkah, Syria, Basrah dan Kufah. Jadi pada saat itu para shahabat, tabi’it dan thabi’i tabiin mempelajari al Quran dengan menghafal karena jumlah Mushaf yang sangat sedikit.

Bagaimana dengan kondisi zaman sekarang? Bila kita perhatikan di sekitar kita, diantara teman-teman dan keluarga kita, ada berapa persen diantara mereka yang hafal Al Quran ? Berapa persen yang sedang menghafal Al Quran? Mungkin kita susah memberikan persentase karena dihitung dengan jari-jari tangan kita belum tentu genap semuanya.

Kaum muslimin saat ini masih cukup berpuas diri dengan membaca Mushaf Al Quran dan tidak memahami maknanya. Padahal membaca Al Quran baru langkah awal interaksi Al Quran. Al Quran sebagai petunjuk bagi kita tidak cukup dibaca tapi juga dihafal dan difahami.

Mungkin ada sebagian yang berkata mengapa perlu menghafal ? Tidakkah cukup dengan membaca Mushaf dan membaca tarjemahan ? Ternyata tidak cukup. Dengan menghafal Al Quran ada „rasa“ (atau zauk) yang diberikan Allah kepada hati kita. Rasa ini didapat karena ayat-ayat yang dibaca berulang-ulang. Pengulangan kalam-kalam suci itulah yang menjadi „makanan“ untuk hati. Dan sesuai dengan ayat di Al Baqarah : 97 diatas, Al Quran itu diturunkan di hati Nabi Muhammad. Bukan di akal fikiran beliau. Artinya Al Quran itu konsumsi/makanan hati bukan sekedar fikiran.

Rasa inilah yang menjadikan kita nikmat mengenal Allah, memahami kehendakNya dan ringan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. „ Rasa „ ini kurang ada juga sedikit ketika kita hanya membaca. Apalagi bila membacanya tidak diiringi dengan pemahaman artinya. Dan membaca tidak diulang-ulang. Efeknya sangat berbeda dengan mengulang-ulangnya.

Kaum muslimin saat ini cukup berpuas diri dengan membaca „buta“ Al Quran dan menimba ilmu dari para ustadz, kiai dan pemuka-pemuka agama. Tanpa menghilangkan rasa hormat kepada para penyampai-penyampai risalah agama, kita sebagai hamba Allah, secara individual juga mempunyai kewajiban berusaha memahami Al Quran dari aslinya langsung dari firman-firmanNya.

Bila kita menghafal dan mentadaburi Al Quran maka Allah akan mengajarkan kepada kita pengetahuan melalui hati kita dengan perantaraan ilham. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Asy Syams ayat 8-10:
 “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.“

Ilham ini dapat dirasakan dengan dalam hati kita. Bukankah kita pernah bingung tentang suatu masalah, kemudian pada suatu saat kita, „cling“ mememukan cara untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Itulah ilham.

Atau ilham itu sebagai furqan atau pembeda mana-mana amal yang haq dan mana-man yang bathil. Sebagai misal ketika kita masuk ke tempat maksiat maka hati kita akan terasa tidak enak, tidak nyaman. Itulah peringatan dari hati kita yang bersih. Furqan inilah yang dibutuhkan di dalam kehidupan ketika berperang dengan bisikan-bisikan syaithan yang membujuk-bujuk kita untuk berbuat maksiat dengan iming-iming duniawi yang menggiurkan. Karena itu sangatlah kita memerlukan furqan yang menjadikan kita mantap mengetahui yang haq dan yang bathil. Seperti disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam surat Al Anfaal ayat 29:

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Al Quran juga sebuah petunjuk/pedoman hidup bagi kita kaum muslimin :

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(QS Al Baqarah : 2)   

Jadi intinya Al Qu’an adalah pedoman hidup. Tapi hanya segelintir orang yang hafal dan faham Al Quran. Bagaimana Al Quran bisa menjadi pedoman hidup seorang muslim secara individual bila membaca dan memahaminya secara tuntas saja belum dilakukan ? Dan banyak diantara kaum muslimin yang meninggal dalam keadaan belum pernah membaca dengan tuntas Al Quran.

Bayangkan apabila kita akan pergi ke puncak Gunung Semeru. Sebelum pergi kita dibekali dengan peta, rambu-rambu dan petunjuk-petunjuk oleh seorang pendaki gunung profesional. Tetapi kita tidak memahami petunjuk-petunjuk tersebut. Apakah kita dijamin akan sampai di puncak gunung semeru dengan selamat ? Kita mungkin lebih senang bertanya dengan penduduk setempat. Bila kita bertemu dengan penduduk yang sangat kenal gunung semeru mungkin kita akan sampai dengan selamat. Tetapi bila orang kita tanya juga kurang faham jalan ke puncak gunung, akankah kita sampai ke puncak dengan selamat atau mungkin kita bisa tersesat ? Padahal bila kita memahami, petunjuk, peta dan juga bertanya maka kita akan mendapat jalan pintas untuk sampai ke puncak gunung.

Memang solusi pemahaman Al Quran ini tidak akan dapat berhasil bila sistem pendidikan agama tidak berjalan intensif sejak dini. Sebagai permisalan, bahasa Inggris diajarkan sejak SD. Maka kita lihat ketika lulus SMA para mahasiswa sudah bisa belajat dari diktat berbahas Inggris. Bila sistem ini diterpakan juga untuk bahasa Arab (sebagai media inti pemahaman Al Quran) maka ketika berumur 20-25 seorang muslim sudah mulai bisa memahami Al Quran dengan mandiri.

Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, memahami Al Quran bukan fardhu kifayah yang dibebankan kepada ulama, kiai atau ustadz. Tapi seperti dicontohkan oleh para sahabat, membaca, menghafal, memahami dan melaksanakan Al Quran dilakukan sebagai kewajiban indivial setiap kaum muslimin. Bila secara individu seorang muslim meningkat kualitasnya, keluarga yang dibinanya juga akan berkulaitas sehingga akhirnya sebuah masyarakat madani yang dirindukan selama ini juga dapat terwujud.

Demikianlah renungan kita tentang Al Quran. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayahNya kepada kita semua sehingga kita menjadi orang-orang yang mencintai Al Quran, membacanya, menghafalkannya, memahaminya dan mengamalkannya.

Wallahu alam bi shawab

Iman yang Haq

Kita sebagai orang yang memeluk agama Islam tidak boleh berpuas diri dengan predikat seorang Muslim. Karena keislaman seseorang tidak cukup untuk dapat menurunkan pertolongan Allah dalam kehidupan kita di dunia. Keislaman juga belum tentu bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Hanya orang-orang yang beriman sejati yang mendapatkan semua janji2Nya yaitu kebahagian dunia dan akhirat.

Bagaimanakah kriteria atau ciri-ciri orang-orang beriman yang sering dipanggil Allah dengan mesra “…yaa ayyuhal ladzina aamanu…..” ? Allah yang Maha Pengasih telah menyebutkan di dalam Al Quran surat Al Anfal :2-4

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.

Dalam firman Allah SWT tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa seorang mukmin yang Haq, yang benar-benar tulen, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut

1. Hatinya yang gemetar hatinya bila disebutkan Asma Allah

Gemetarnya bisa disebabkan karena banyak hal, karena kagum dan takluk pada Kebesaran Allah. Kebesaran dan Kemuliaan Dzat , Sifat maupun PerbuatanNya. Bisa juga karena takut terhadap siksa api neraka yang sangat pedih dan terbayangkan dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. Bisa juga gemetar karena berharap karunia surga – dunia maupun akhirat-. Terkadang gemetar haru mengingat sifat Kasih Sayang dan PengampunNya ataupun gemetar hati karena melihat Kebesaran ciptaanNya.

Asma Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits biasa disebut dengan 99 Asmaul Husna (bahkan lebih dari itu) menunjukkan Sifat-Sifat Allah yang Agung yang wajib kita ketahui, fahami dan hayati maknanya. Pemahaman atas makna dan tafakkur pada ciptaan2Nya dan Kebesaran Asma-asma Allah itulah yang dapat menghantarkan seseorang pada “wajilat quluubukum”

2. Keimanannya bertambah bila dibacakan ayat-ayat Tuhan

Ayat dalam bahasa Arab artinya bukti. Orang-orang yang imannya tulen bila dihadapannnya dibacakan ayat Al Quran (dalil naqli) ataupun bukti aqli yang berupa demonstrasi Kebesaran Allah dalam penciptaan makhluk-makhlukNya maka bibirnyapun berucap “ Subhanallah…”. Bila membaca Al Quran yang menyebutkan tentang janji-janji Allah keimanannya bertambah, semangat hidupnya makin membara dan semakin giat beramal shalih.

Dan bila dia melihat Kebesaran Allah dalam penciptaan langit , buni dan jagad raya alam semesta maka diapun makin tunduk dan kagum pada Kuasa Allah. Bahkan ketika melihat betapa sempurna dan hebatnya pasukan-pasukan Allah yang berupa misalnya lebah lebah dan madu yang dihasilkan, maka diapun makin yakin dan kagum pada Allah.

Hari-hari orang beriman tidak pernah ada yang menjemukan. Setiap detik yang dilalui dipakai untuk “melihat” demonstrasi Kekuasaan Allah, bertafakkur dan kemudian bertasbih kepada Allah. Dan itu semua makin meningkatkan imannya.

3. Bertawakkal hanya kepada Allah

Bagi orang yang imannya Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi pernak-pernik dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada Allah dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan.

…. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Putus asa tidak ada dalam kamus hidupnya. Hidup dijalani dengan lapang dan mudah karena jalan keluar dalam tiap masalah, insya Allah ada. Dan rezeki juga sudah ditanggung oleh Allah Azza wa Jalla.

4. Mendirikan Shalat

Mereka ini adalah orang-orang yang gandrung shalat. Shalat menjadi obat segala masalah kehidupan. Persis seperti yang disabdakan junjungan kita Rasulullah SAW :

Apabila engkau mempunyai masalah maka shalat (sunnah) lah 2 rakaat” (HR Bukhari)

Mereka ini bukan sekedar melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga rukun-rukunnya, waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya. Shalat merupakan saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban hidup, memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di akhirat. Shalat tidaklah menjadi beban bagi mereka bahkan shalat merupakan saat beristirahat dari keruwetan hidup. Dan tepatlah sabda Rasulullah saat menyuruh Bilal adzan dengan berkata : “Wahai Bilal, berilah istirahat kepada kita semua!”

Dan bukti mereka mendirikan shalat adalah akhlaknya di luar shalat. Mengapa ? Karena shalat itulah yang menghalangi mereka berbuat maksiat dan mungkar. Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak seseorang

5. Menafkahkan rezeki yang dipunyai

Ciri terakhir seorang mukmin yang tulen adalah mudahnya dia bersedekah. Baginya harta karunia Allah yang didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan dalam harta. Tapi dia juga bersedekah dalam keadaan sempit karena jalan kemudahan akan datang dengan derasnya sedekah. Hati orang yang mukmin tidak terikat oleh harta yang dimiliki. Harta diletakkannya di tangan bukan di hati

Demikianlah ciri-ciri seorang mukmin yang Haq, yang tulen. Dan mukmin sejati inilah yang mendapatkan janji Allah yaitu kemuliaan derajat, pengampunan dosa-dosa dan rezeki yang halal dan berkah.

Semoga bahasan ini bisa menjadi jalan intropeksi bagi diri kita masing-masing. Apakah kita sudah mempunyai 5 ciri-ciri di atas ? Bila sudah, kita harus mensyukuri dan meminta Allah mengekalkan sifat-sifat mulia ini dalam diri kita. Bila kita belum memiliki 5 ciri ini maka kita perlu berusaha semaksimal mungkin agar kita bisa menjadi seorang mukmin sejati, yang dicintai Allahu Rabbi.


Tehnik Menghafal dan Murajaah Al Quran

Bagi para penghafal Al Quran yang pemula, menambah hafalan mempunyai kesulitan tersendiri. Tetapi seiring dengan waktu kesulitan ini akan terlampaui. Ketika itu kesulitan lain timbul yaitu mengulang hafalan (murajaah). Pada saat hafalan makin bertambah banyak, murajaah juga semakin berat.

Untuk surat-surat yang agak panjang (50 ayat) dan yang panjang (diatas 100 ayat), biasanya kita sangat hafal separuh awal dari surat tersebut. Untuk separuh terakhir sulit bagi kita untuk mengingatnya. Ini akan ditandai dengan “macet” ketika saat memurajaah. Mengapa hal ini terjadi? Hal ini disebabkan kita selalu menghafal/murajaah dari awal surat (ayat 1). Ketika selesai menghafalkan sebuah surat, ayat-ayat awal itulah yang lebih sering dilafadzkan dibandingkan dengan ayat-ayat yang akhir. Sehingga otak kita lebih hafal ayat-ayat awal. Itulah sebabnya kita sangat hafal ayat-ayat awal surat dan sering lupa pada ayat-ayat akhir surat.

Kesulitan kedua adalah ketika kita „macet“ sulit bagi kita untuk mengetahui ayat selanjutnya. Ayat-ayat setelah „ayat macet“ menjadi gelap. Ini dikarenakan kita menghafal secara sekuensial/berurutan, sehingga satu ayat selalu diingat setelah ayat sebelumnya. Sehingga kalau ayat “sebelumnya” macet maka ayat selanjutnya menjadi hilang juga. Dalm hal ini tidak ada cara lain untuk mengingatnya selain membuka mushaf Al Qur’an.

Lalu bagaimana cara efektif untuk menanggulangi masalah tersebut?
Kuncinya adalah ketika proses menghafal sebuah surat dilakukan. Hafalkan surat dengan cara memotongnya menjadi 10 ayat 10 ayat. Di dalam tiap sepuluh ayat potong-potong lagi menjadi 5 ayat-5 ayat.
Misalnya kita menghafal surat An Naba yang didalamnya ada 40 ayat. Caranya adalah sebagai berikut :

1. Hafalkan ayat 1 sampai lancar. Lakukan sampai ayat 5.
2. Kemudian hafalkan secara berurut ayat 1 sampai dengan ayat 5.

Ikatlah ayat 1 sampai ayat 5 dengan mengulang-ulangnya bersama-sama sampai lancar. Gerak-gerakkan jari-jari tangan anda sesuai dengan ayat yang sedang di hafal. Bila menghafal ayat 1 gerakkan ibu jari, ayat 2 gerakkan jari telunjuk, ayat 3 gerakkan jari tengah, ayat 4 gerakkan jari manis dan ayat 5 gerakkan jari kelingking.

3. Kemudian hafalkan ayat 6 sampai 10 sambil menggerak-gerakkan jari-jari tangan kiri sama seperti yang dilakukan oleh tangan kanan. Ulang-ulang ayat 6 sampai 10 sampai lancar. Kegiatan ini mengikat ayat 6 sampai dengan ayat 10

4. Sekarang mengulang menghafal ayat 1 sampai 10 dengan sambil menggerak-gerakkan jari sesuai dengan nomor ayat yang dilafazkan. Lakukan sampai lancar. Hal ini mengikat ayat 1 sampai 10.

5. Lakukan langkah diatas untuk ayat 11-20, ayat 21-30 dan ayat 31-40.

6. Terakhir gabungkan semua ayat (ayat 1 sampai 40) dalam surat tsb. Ulang-ulang sampai lancar
Kemudian bagaimana anda murajaah sebuah surat bila kita telah menghafal secara konvensional? Bila surat tersebut ayat-ayatnya pendek maka kelompokkan menjadi 10 ayat-10 ayat. Hafalkan per 10 ayat. Bila suratnya berayat yang panjang-panjang seperti Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa dll, maka pecah 10 ayat menjadi 5 ayat-ayat.
Manfaat dari menghafal dengan sistem potongan ini adalah:

1. Ketika murajaah kita tidak selalu harus memulai dari awal surat – ayat1- sehingga untuk surat yang panjang murajaah dapat dilakukan sepotong-sepotong di dalam shalat kita. Misalnya: untuk setiap rakaat shalat kita membaca 10 ayat. Maka ketika shubuh kita sudah dapat murajaah sampai 40 ayat (sunnat shubuh 2 rakaat dan shubuh

 2 rakaat). Ini cukup bagus untuk surat An Naba yang 40 ayat. Atau untuk surat yang panjang seperti Al Baqarah, bila dilakukan 10 ayat untuk setiap rakaat shalat, maka selesai shalat isya kita sudah murajaah 100 ayat! Bila ditambah dengan shalat2 sunnah rawatib maka kita bisa murajaah 200 ayat dalam sehari. Dan bila ditambahkan dengan shalat dhuha dan tahajjud kita bisa mnyelesaikan 286 ayat Al Baqarah dalam shalat yang dilakukan sehari semalam!

2. Kita tidak merasa susah murajaah karena seakan-akan kita sedang menghafal surat-surat yang pendek saja. Secara psikologis kita merasa lebih ringan. Dan di dalam memurajaah surat yang panjang kita mempunyai

3. Menguatkan secara merata ayat-ayat di seluruh surat. Bukan hanya ayat-ayat awal surat saja. Ketika memurajaah surat-surat yang panjang dan kemudian terputus oleh kondisi eksternal – tamu datang, telfon berdering, anak menangis, masakan gosong dll- kita masih tetap bisa melanjutkan ayat selanjutnya setelah kondisi eksternal tertangani. Tanpa harus mengulangi dari awal surat. Dengan metoda menghafal konvensional maka kita kita harus selalu mengulangi mulai dari awal surat lagi. Kondisi-kondisi seperti ini akan menguatkan hafalan ayat-ayat awal dan menurunkan kualitas hafalan ayat-ayat akhir.

4. Hafal nomot ayat tanpa kita sadari. Ini adalah bonus yang sangat bermanfaat untuk kita

5. Mengatasi kasus „ayat macet“. Bila macet di satu ayat biasanya akan berhenti memurajaah surat tersebut karena ayat-ayat yang selanjutnya sangat bergantung pada ayat yang macet/lupa. Tetapi dengan sistem ‚potong surat’ ini kita masih tetap bisa terus memurajaah ayat-ayat setelah ayat macet ini. Mengapa ? Karena dalam menghafal sistem ini setiap ayat independen diletakkan dalam memori otak kita. Sebuah ayat tidak hanya dikaitkan dengan ayat yang sebelumnya –seperti dalam sistem menghafal konvensional- tapi juga dikaitkan dengan nomornya (yang diingat secara tidak sadar dengan menggerak-gerakkan jari tangan ketika menghafal). Ketika memori yang terkait dengan ayat sebelum terlupakan maka ada „ pengait“ yang lain yaitu nomor surat. Percaya atau tidak? Anda tinggal mencoba sistem ini dan merasakan hasilnya!

Melakukan metoda ini tak sesulit membaca baris-baris di atas. Bila anda melakukannya ini adalah hal yang sangat simpel. Metoda ini menjadikan kita santai dan tidak stres dalam memurajaah. Karena kita mempunyai „petunjuk/milestones“ dalam surat-surat hafalan kita yaitu ayat 1, 11, 21, 31, 41 dst. Kita akan memurajaah „ayat-ayat pendek“, yaitu 10 ayat saja. Cobalah anda praktekkan dan anda akan terkejut dengan hasilnya.

Selamat bermurajaah!


Membangun Peradaban

“… kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mu’min dan bersikap tegas kepada orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela ….” (QS Al-Maidah: 54)

Rasulullah saw yang telah membawa perubahan superbesar dalam sejarah kehidupan manusia memulai masa kenabiannya di usia 40 tahun. Dan hanya dalam 23 tahun masa kenabiannya, beliau mampu membangun dasar peradaban rabbani, yang menjunjung tinggi aspek superioritas hukum Islam, keseimbangan peran dan kewajiban antarkomponen masyarakat.

Ketika ada pertanyaan bagaimana bisa dalam waktu sesingkat itu dapat terbangun sebuah sistem yang mengalami masa kejayaan selama berabad-abad, maka jawaban yang paling tepat adalah karena Rasulullah menggunakan sistem ilahiyah dalam membangun peradabannya. Sistem yang mengacu kepada kitabullah. Sistem ini integral dan komprehensif serta mampu memecahkan seluruh persoalan hidup manusia.

Menurut Dr Ali Abdul Halim Mahmud setidaknya ada 2 pilar pokok yang harus dibangun ketika kita ingin membangun (kembali) sebuah peradaban rabbani. Pertama adalah pilar tarbawi (pembinaan dan pendidikan), berupa pola belajar-mengajar, dengan ragam perangkatnya dengan tujuan untuk menyempurnakan potensi pribadi. Kemudian yang kedua, yaitu pilar tanzhimi (institusional) berupa pembangunan institusi internal masyarakat yang mengatur kode etik dalam kehidupan bermasyarakat, dan institusi eksternal yang mengatur kekuasaan dan hubungan antarbangsa.

Perubahan peradaban ini bisa dimulai. Caranya dengan membangun kepribadian individu Muslim dengan Islam pada seluruh aspek kehidupan. Kemudian pembentukan keluarga-keluarga shalihah dengan seluruh nilai dan moralitasnya. Akhirnya akan terbentuk sistem masyarakat dengan seluruh interaksi sosial dan pengaturannya yang dinaungi dalam wadah institusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilahiyah.

Muaranya adalah perubahan peradaban. Perubahan yang berakar pada tegaknya sistem nilai yang mengacu pada nilai-nilai transendental dan ilahiyah. Peradaban yang di dalamnya terbentuk struktur kemasyarakatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran ilahi.

Herry Nugraha


13 Alasan Agar Sholat Lebih Khusuk

Dari banyak ibadah kita kepada Allah SWT, ada satu ibadah yang merupakan kunci dari seluruh ibadah dan amal yang lain dimana kalau kita berhasil melakukannya maka akan terbuka ibadah atau amal yang lain. Kunci dari segala ibadah adalah sholat.

“Amal yang pertama kali ditanyai Allah pada seorang hamba di hari kiamat nanti adalah sholat. Bila sholatnya dapat diterima, maka akan diterima seluruh amalnya, dan bila sholatnya ditolak, akan tertolah seluruh amalnya.”

Pada kenyataannya, bagaimana amalan sholat kita pada umumnya? Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

“Akan datang satu masa atas manusia, mereka melakukan sholat namun pada hakikatnya mereka tidak sholat.”

Banyak dari kita menganggap bahwa sholat adalah suatu perintah bukan suatu kebutuhan. Jadi sholat sering dianggap suatu beban dan hanya bersifat menggugurkan kewajiban. Betapa sering kita rasanya malas untuk sholat, sholat sambil memikirkan pekerjaan, sholat secepat kilat tanpa tumakninah, mengakhirkan waktu sholat atau bahkan lupa berapa rakaat yang telah dilakukan.

Padahal kunci amal ibadah kita adalah sholat. Jadi, kita bisa memasang strategi dalam hidup dengan memperbaiki sholat kita terlebih dahulu sehingga amalan yang lain akan mengikuti. Dan hal ini butuh suatu kesungguhan untuk mencapainya. Tahap awal untuk mencapai kekhusukan sholat adalah mengetahui kegunaan bagi diri kita apabila kita dapat melakukan sholat dengan khusuk. Berikut adalah 13 alasan mengapa kita perlu khusuk dalam sholat:

1. Mendapatkan keberuntungan yang besar, yaitu masuk dalam surga firdaus. Hal ini tersebut dalam QS. Al Mukminun 2 dan 11:
 

2. Solusi terhadap permasalahan kita.

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS. Al Baqarah 45)

Bila ada problema hidup maka sholatlah, bila ada keiinginan sholatlah, bila akan marah sholatlah. Maka ketika akan bertemu dua kekuatan utama pada perang Badar, Rosululloh SAW sholat dan bermunajat kepada Allah SWT agar diberikan kemenangan dalam perang.

3. Mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al Ankabut 45)

Karena sholat khusuk hanya bisa dilaksanakan dengan menghadirkan perasaan dekatnya Allah SWT, maka bila akan berbuat maksiyat akan ingat akan Allah SWT.

4. Melembutkan hati. Terkadang hati kita menjadi keras karena kesibukan dalam bekerja atau menghadapi masalah kehidupan. Dengan sholat yang khusuk, hati menjadi lebih lunak karena kita seringnya kita berserah diri dan merendah dihadapan Allah SWT.

5. Memupuk kesabaran. Dengan sholat yang dilaksanakan dengan tumakninah, maka diperlukan waktu beberapa saat untuk sholat; tidak dengan tergesa-gesa. Hal ini akan memupuk rasa kesabaran kita.

6. Menghapuskan dosa. Didalam suatu hadits disebutkan bahwa dosa-dosa kecil kita akan dihapus diantara sholat 5 waktu. Tentu saja hal ini bila kita menghayati bacaan didalam duduk diantara dua sujud rabbighfirli dan wa’fu’anni.

7. Menyembuhkan penyakit. Prof. M. Sholeh dari Universitas Airlangga Surabaya telah meneliti bahwa sholat malam bisa meningkatkan imunitas tubuh kita. halat bisa mencegah naik turunnya hormon kortisol yang berperan sebagai indikator stres. Sedangkan stres merupakan salah satu faktor utama pemicu penyakit, termasuk kanker. Yang sederhana saja, bila kita sedang pening atau sakit gigi maka sholatlah dengan khusuk maka rasa sakit tersebut akan hilang. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ada pendapat bahwa sholat juga merupakan sarana terbaik untuk bermeditasi.

8. Menunggu-nunggu waktu sholat. Karena sholat adalah kesempatan untuk bermunajat, berdialog dan mencurahkan hati ke Yang Maha Kuasa, maka waktu sholat akan selalu ditunggu. Pekerjaan rumah, rapat atau aktifitas lain akan diberhentikan 10-15 menit sebelum waktu sholat sehingga memberi kesempatan untuk sholat berjamaah di masjid. Perasaan untuk menunggu waktu sholat adalah seperti seorang perjaka yang menunggu waktu untuk bertemu yang dicinta.

9. Mempersiapkan sholat dengan sebaiknya. Karena kita merasa akan bertemu dengan Yang Maha Agung, maka pakaian akan diperhatikan seperti baju koko, kopyah dan sarung digunakan yang bersih. Tidak lupa minyak wangi juga dipakai agar harum ketika bertemu dengan Yang Maha Pencipta.

10. Menangis dalam sholat. Kesejukan dalam sholat akan membawa hati untuk bersyukur dan mohon ampun kepada Allah SWT. Tidak terasa air mata akan mengalir bahkan ketika sholat Dhuhur di masjid kantor.

11. Merasa sedih ketika sholat akan selesai. Tertanam rasa ingin berlama-lama dengan Yang Maha Pengasih. Ketika tasyahud akhir rasanya tidak ingin menyelesaikan sholat.

12. Merasakan nikmatnya sholat di masjid. Akan terasa suasana sholat di masjid lebih indah dibandingkan sholat di rumah. Sehingga, keinginan untuk sholat berjamaah di masjid akan selalu ada. Maka tidak heran ketika sahabat Umar ra menjual kebunnya dikarenakan terlupa sholat jamaah di masjid karena sibuk mengurus kebunnnya.

13. Tetap khusuk dalam berzikir. Terkadang dzikir yang kita lantunkan setelah sholat fardhu hanya mengalir sebatas di mulut saja tanpa penghayatan dalam hati kita. Setelah sholat dengan khusuk, maka kekhusukan tersebut akan berlanjut hingga kita berdzikir.

Allahumma a’inni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatika. Ya Allah, bantulah aku dalam mengingatMu dan dan bersyukur kepadaMu dan perbaiki ibadahku.

Wallahu a’lam bish showab.

gatot h. Pramono

TAKWA

Kultum berjudul Takwa Adalah Bekal Terbaik Bagi Seseorang Hamba~
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt atas berkat dan rahmat-nya yang diberikan kepada kita sehinnga kta dapat berkumpul di tembat yang sederhana ini guna mendengarkan kultum.

Shalawat dan salam kita dapat kirimkan kepada Nabi Besar Muhammad saw yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang, dengan kata lain”Minazzulumaati ilan-nur”.

Pada kesempatan ini saya ingin membawakan sebuah kultum yang berjudul “Takwa Adalah Bekal Terbaik Bagi Seseorang Hamba”

Dalam surah Al-Baqarah ayat 197  Allah berfirman:

Artinya : “Berbekallah! Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.
Bertakawalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal!”

Ibnu Katsir menulis; firman Allah, “Berbekallah! Sesungguhnya sebaik baik bekal adalah takwa”, yakni setelah Allah memerintahkan mereka agar berbekal untuk safar di dunia, Allah mengarahkan mereka agar berbekal untuk safar akhirat. Bekal itu adalah senantiasa bertakwa dalam perjalanan menuju ke sana. Ini seperti firman Allah, ‘Dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik’, yakni setelah Allah menyebut pakaian lahir, Allah mengingatkan pakaian batin, pakaian ma’nawi. Pakaian itu adalah kekhusyu’an, ketaatan, dan ketawaan. Allah menyebut bahwa pakaian ini lebih baik dan lebih bermanfaat daripadanya. Tentang ‘Berbekallah! Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa’, Atha’ Al-Khurasani mengatakan bahwa maksudnya adalah bekal ke akhirat.”

Az-Zamakhsyari menulis; jadikanlah bekal kalian ke akhirat berupa menjauhi perbuatan-perbuatan buruk. Sungguh, sebaik-baik bekal adalah menjauhi perbuatan-perbuatan buruk. Konon, penduduk Yaman tidak berbekal seraya mengatakan, “kami adalah orang-orang yang bertawakal. Kami berhaji ke Baitullah, pastilah Allah memberi kami makan sehingga kami tidak menyusahkan orang lain.” Maka turunlah ayat ini berkenan dengan mereka. Makna ayat ini : berbekallah dan tinggalkanlah meminta makanan, menyusahkan orang-orang, dan memberatkan mereka. Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. ‘bertakwalah kepada-Ku!’ yakni bahwa takwa kepada Allah adalah kewajiban akal. Maka orang-orang yang berakal yang tidak bertakwa kepada Allah seakan-akan tidak punya akal lagi.
http://andiafifahgani.wordpress.com/2012/01/01/kultum-berjudul-takwa-adalah-bekal-terbaik-bagi-seseorang-hamba/

Berkahnya waktu sahur
Oleh Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc

Waktu adalah ibarat pisau atau pedang yang sangat tajam. Jika Anda tidak bisa menggunakannya dengan baik dan tepat, bisa jadi pisau atau pedang itu akan melukai diri Anda sendiri. Itulah salah satu nasihat bijak dari Ali bin Abi Thalib tentang urgensi waktu dalam kehidupan umat manusia.

Karena pentingnya masalah waktu ini, sehingga Allah SWT pun sering bersumpah di dalam Alquran dengan mempergunakan kata-kata waktu. Misalnya “Demi masa.” (QS [103]: 1), “Demi waktu dhuha.” (QS [93]: 1), “Demi waktu malam.” (QS [92]: 1), dan “Demi waktu fajar.” (QS [89]: 1).

Di antara waktu yang mendapatkan perhatian Alquran dan as-sunnah adalah waktu sahur. “Orang-orang yang sabar, orang-orang yang jujur, orang-orang yang tunduk dan patuh (pada ketentuan Allah dan Rasul-Nya), orang-orang yang menginfakkan sebagian hartanya, dan orang-orang yang memohon ampun kepada Allah pada waktu sahur.” (QS Ali Imran [3]: 17).

Maksudnya, orang-orang yang memiliki kebiasaan atau perilaku tersebut adalah orang-orang yang akan mendapatkan keselamatan dan kesuksesan dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat nanti, salah satunya adalah dengan selalu beristighfar.

Mereka itulah orang-orang yang punya kesadaran tauhid yang tinggi kepada-Nya, kesadaran yang menempatkannya pada posisi merendahkan diri dan selalu merasa banyak dosa di hadapan-Nya. Dengan istighfar ini, orang tersebut ingin membersihkan hati, pikiran, dan perilakunya dari perbuatan maksiat kepada Allah SWT. Apalagi dilakukannya pada waktu sahur, suatu waktu yang tidak banyak orang yang mampu bermunajat dan beristighfar kepada-Nya.

Dalam sebuah hadis Qudsi digambarkan bahwa pada waktu sahur tersebut, Allah dengan para malaikat-Nya turun ke langit dunia sambil berfirman, “Adakah di antara hamba-Ku yang memohon ampun, pasti akan Kuampuni. Adakah di antara hamba-Ku yang memohon pertolongan, pasti akan Kuberikan pertolongan kepadanya.”

Salah satu amaliyah di dalam bulan Ramadhan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW (sunnah muakadah) adalah makan pada waktu sahur. “Makan sahurlah kamu sekalian, karena di dalamnya terdapat keberkahan.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Makna keberkahan ini bukan hanya terbatas semata-mata pada makan dan minumnya, tetapi juga pada aktivitas ibadah lainnya yang dilakukan pada waktu sahur tersebut, seperti shalat tahajj\ud, bermunajat kepada Allah SWT, dan membaca Alquran.

Jika bangun pada waktu sahur ini dilakukan satu bulan terus-menerus, diharapkan akan menjadi suatu kebiasaan sekaligus kebutuhan bagi orang-orang yang beriman. Waktu sahur adalah waktu emas (golden time) yang sangat berharga yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin karena di dalamnya terdapat berbagai macam keberuntungan, keindahan, dan kenikmatan. Orang akan khusyu dalam bermunajat kepada Allah SWT, akan khusyu pula dalam beribadah kepada Allah SWT, dan khusyuk pula dalam berzikir kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, mari kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya waktu sahur yang sangat berharga ini. Semoga Allah SWT melimpahkan keberkahan hidup kepada kita semua. Amien. Wallahu a’lam.


Sempurnakan Ramadhan dengan Iktikaf
Oleh Dr Abdul Mannan

Tadarus, salah satu kegiatan mengisi iktikaf di malam 10 hari terakhir Ramadhan

Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Sudahkah kita jadikan momentum istimewa ini sebagai media untuk benarbenar meraih predikat taqwa? Hari terakhir Ramadhan bukanlah saat untuk semata-mata mempersiapkan Lebaran, bekerja kian giat agar bisa belanja pakaian dan makanan, sampai-sampai meninggalkan ibadah iktikaf.

Bagi orang yang benar-benar merasa terpanggil oleh Allah SWT, tentu ia akan jadikan Ramadhan ini benar-benar berarti dalam hidupnya. Ia akan berusaha se mak simal mungkin meraih kerida an Allah SWT. Satu upaya yang harus dilakukan dengan penuh keimanan dan penuh semangat di bulan suci ini ialah iktikaf, terkhusus pada sepuluh hari terakhir. Di penghujung ayat tentang Ramadhan (QS 2: 187), Allah menyebut tentang iktikaf. Ini mengindikasikan bahwa iktikaf adalah hal penting untuk diutamakan seorang Muslim di bulan Ramadhan.

Selain itu, Rasulullah SAW tidak pernah melewatkan momentum Ramadhan untuk iktikaf. Bahkan, pada tahun di mana Beliau meninggalkan umatnya untuk selamalamanya. “Nabi dahulu iktikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, hingga Beliau diwafatkan Allah SWT, kemudian istri-istrinya iktikaf setelahnya.” (HR Bukhari).

Secara bahasa iktikaf berarti menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada padanya, baik hal itu berupa kebajikan maupun keburukan.

Sementara secara istilah iktikaf bermakna menetapnya seorang Muslim di dalam masjid untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.

Secara historis, iktikaf dalam praktiknya juga dilakukan oleh Nabi dan umat sebelum Rasulullah SAW. Kisah ini terdapat dalam firman-Nya: “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (QS 2: 125).

Iktikaf akan membantu seorang Muslim mencapai derajat takwa dengan lebih sempurna. Sebab, dengan iktikaf, dia akan senantiasa terdorong untuk melakukan ibadahibadah dengan penuh kekhusyukan. Situasi demikian tentu akan mendorong terjadinya peningkatan kualitas iman dan takwa.

Orang yang iktikaf akan terbantu untuk melakukan shalat berjamaah tepat waktu, shalat tarawih, shalat tahajud, shalat sunah, membaca Alquran, tafakur, zikir, dan beragam bentuk ibadah lainnya. Dengan cara demikian, insya Allah orang yang beriktikaf akan terbantu untuk mendapatkan malam lailatul qadar.

Iktikaf tidak saja mendorong kesa daran untuk melakukan ba nyak ibadah, tetapi juga kesadaran untuk mencintai masjid. Kecintaan kepada masjid adalah salah satu ciri seorang yang ber iman kepada Allah dan hari akhir.

Allah berfirman, Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS 9: 18).

Jadi, marilah kita laksanakan iktikaf dengan penuh kesungguhan.



Urgensi I`tikaf di Masjid

I’tikaf, secara bahasa, berarti tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Jadi, i’tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Beri’tikaf bisa dilakukan kapan saja. Namun, Rasulullah saw sangat menganjurkan I’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Inilah waktu yang baik bagi kita untuk bermuhasabah dan taqarub secara penuh kepada Allah swt. guna mengingat kembali tujuan diciptakannya kita sebagai manusia. “Sesungguhnya tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu,” begitu firman Allah di QS. Az-Zariyat (51): 56.

Para ulama sepakat bahwa i’tikaf, khususnya 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, adalah ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah saw. Beliau sendiri melakukanya 10 hari penuh di bulan Ramadhan. Aisyah, Umar bin Khattab, dan Anas bin Malik menegaskan hal itu, “Adalah Rasulullah saw. beri’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan, pada tahun wafatnya Rasulullah saw. beri’tikaf selama 20 hari. Para sahabat selalu melaksanakan ibadah ini. Sehingga Imam Ahmad berkata, “Sepengetahuan saya tak seorang ulama pun mengatakan i’tikaf bukan sunnah.”

“I’tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati beri’tikaf dan bersimpuh di hadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah,” begitu kata Ibnu Qayyim.

Itulah urgensi i’tikaf. Ruh kita memerlukan waktu berhenti sejenak untuk disucikan. Hati kita butuh waktu khusus untuk bisa berkonsentrasi secara penuh beribadah dan bertaqarub kepada Allah saw. Kita perlu menjauh dari rutinitas kehidupan dunia untuk mendekatkan diri seutuhnya kepada Allah saw., bermunajat dalam doa dan istighfar serta membulatkan iltizam dengan syariat sehingga ketika kembali beraktivitas sehari-hari kita menjadi manusia baru yang lebih bernilai.

Waktu I’tikaf

Rasulullah memulai i’tikaf dengan masuk ke masjid sebelum matahari terbenam memasuki malam ke-21. Ini sesuai dengan sabdanya, “Barangsiapa yang ingin i’tikaf denganku, hendaklah ia i’tikaf pada 10 hari terakhir.”

I’tikaf selesai setelah matahari terbenam di hari terakhir bulan Ramadhan. Tetapi, beberapa kalangan ulama lebih menyukai menunggu hingga dilaksanakannya shalat Ied.

Hal-Hal Saat I’tikaf

Disunnahkan bagi orang yang beri’tikaf untuk memperbanyak ibadah dan taqorrub kepada Allah SWT. Seperti shalat sunnah, membaca AL Qur’an, Qiyamullail, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi SAW, doa dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas ulama adalah ibadah-ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik, meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan, diperlukan bimbingan dari orang-orang yang ahli, karenanya dalam memanfaatkan momentum i’tikaf bisa dibenarkan melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan peserta i’tikaf untuk membersihkan diri dari segala dosa dan sifat tercela serta menjalani kehidupan sesudah i’tikaf secara lebih baik sebagaimana yang ditentukan Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal hal yang bisa menjadi bahan kajian saat I’tikaf adalah Tafsir, Hadist, Siroh Nabawiyah, Siroh sahabat, Fiqh, Kajian Kontemporer, Muhsabah dll. Semoga kita bisa memanfaatkan momentum ramadhan kali ini diakhiri dengan ber-i’tikaf di masjid. Wallahua`lam

Keutamaan 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung, bulan yang selalu dijadikan momentum untuk meningkatkan kebaikan, ketakwaan serta menjadi ladang amal bagi orang-orang yang shaleh dan beriman kepada Allah SwT.

Tidak terasa, Ramadhan tahun ini sudah mendekati akhir karena telah telah memasuki 10 hari terakhir. Sebagian ulama kita membagi fase bulan Ramadhan dengan tiga bagian. Fase pertama, yaitu 10 hari pertama adalah sebagai fase rahmat, 10 hari kedua atau pertengahan adalah fase maghfiroh, serta fase ketiga atau 10 hari terakhir adalah fase pembebasan dari api neraka. Maka saat ini kita berada dalam fase ketiga, yaitu fase pembebasan dari api neraka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Salman al- farisi, “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”

Rasulullah Muhammad Saw, yang merupakan manusia terpilih dan suri tauladan terbaik bagi kita, jika Ramadhan memasuki 10 hari terakhir, maka beliau semakin memaksimalkan diri dalam beribadah. Beliau menghidupkan malam harinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SwT, bahkan beliau membangunkan keluarganya agar turut beribadah. Dari Aisyah r.a., ia menceritakan tentang keadaan Nabi Saw ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, “Beliau jika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupakn malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari).

Rasulullah Saw sangat memerhatikan 10 hari terakhir bulan Ramadhan karena di dalamnya begitu banyak keutamaan yang bisa didapatkan pada waktu-waktu tersebut. Beberapa di antaranya: Pertama, sebagaimana sudah lazim kita pahami bahwa sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan adalah turunnya lailatul qadr. Malam yang sangat dinantikan untuk didapatkan oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan pengharapan ridha Allah SwT, karena pada malam tersebut siapa saja yang beribadah kepada Allah SwT dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah SwT maka nilai ibadahnya sama dengan bernilai ibadah selama 1000 bulan yang juga berarti sama dengan 83 tahun 4 bulan. Sebagaimana firman Allah SwT dalam surat Al-Qadr ayat 3: “Lailatul Qdr itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3).

Tentunya dengan mendapatkan lailatul qadr adalah suatu hal yang sangat membahagiakan bagi orang yang beriman yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan kepada Allah SwT. oleh karenanya, pada hari 10 terakhir ini tidak sedikit dari kaum muslimin yang melakukan i’tikaf di masjid agar rangkaian ibadah yang dilaksanakan, shalat malam, tadarus Al-Qur’an, berdzikir dan amalan-amalan lainnya dapat dilaksanakan dengan khusyuk, tentunya dengan tujuan lailatul qadr dapat diraih. Pada malam tersebut keberkahan Allah swT melimpah ruah, banyaknya malaikat yang turun pada malam tersebut, termasuk Jibril a.s. Allah SwT berfirman: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qadr; 5).

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw juga menyebutkan tentang keutamaan melakukan qiyamullail di malam tersebut. Beliau bersabda. “Barangsiapa melakukan shalat malam pada lailatul qadr karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keutamaan kedua adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan merupakan pamungkas bulan ini, sehingga hendaknya setiap insan manusia yang beriman kepada Allah SwT mengakhiri Ramadhan dengan kebaikan, yaitu dengan berupaya dengan semaksimal mungkin mengerahkan segala daya dan upayanya untuk meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Karena amal perbuatan itu tergantung pada penutupnya atau akhirnya.

Rasullah Saw bersabda: “Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya. Dan jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik hariku adalah hari di mana saya berjumpa dengan-Mu kelak.”

Dengan demikian mari kita maksimalkan sisa-sisa bulan Ramadhan ini dengan meningkatkan amaliyah ibadah kita kepada Allah SwT dengan qiyamullail (menghidupkan malam) pada bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam penghujung bulkan ini. Semoga kita mendapatkan segala limpahan kemuliaan dari Allah SwT. Amiiiin……

Ya Allah jadikan umur Ramadhan ku panjang

Tak terasa hari kemenangan telah tiba, antara sedih dan senang melingkupi. Banyak penyesalan dalam diri berbarengan dengan membuncahnya optimisme masa datang berkecamuk di hati. Betapa tidak, terasa sedih karena bulan yang suci telah pergi, diri ini terasa jauh dari kata manusia bertaqwa, ibadah masih banyak kurang disana sini, astaghfirulloh. Namun berbarengan dengan hal tersebut disinilah tiba ujian sebenarnya, jika ingin di asumsikan bahwa bulan ramadhan adalah bulan latihan maka 11 bulan kedepan adalah medan operasi yang sebenarnya. Bak nasi sudah menjadi bubur, ramadhan telah usai, penyesalan hanyalah tinggal penyesalan, mungkin tingkah laku dan amalan kita dalam 11 bulan kedepan akan menjadi sebuah jawaban, apakah penyesalan ini bisa berubah menjadi senyuman atau tetap menjadi sebuah penyesalan.

Teringat wejangan ustadz lulusan al-azhar saat itu di salman,

“Parameter keberhasilan ramadhan adalah ketika umur ramadhannya panjang”

Tentu saja kita ingin ramadhan kita berhasil,lalu apa yang di maksud dengan umur ramadhannya panjang?

Umur ramadhan panjang -ustadz tersebut menjelaskan- adalah ketika ibadah-ibadah selama bulan ramadhan kita berbekas ketika ramadhan telah usai. Jika kita merenung kebelakang, ada sedikitnya 3 hal yang biasanya kita jarang lakukan tetapi di bulan ramadhan fungsi tersebut ada,yaitu :

1. Bulan Ramadhan sebagai bulan penggemblengan diri

Syahrut tarbiyah, bulan penggemblengan. Dimana dirasa atau tidak, bagi seorang yang mengaku beriman, secara langsung atau tidak langsung ibadah kita relatif meningkat dari bulan lainnya. Shaum kita, tilawah kita, qiyam kita, dhuha kita, berjamaah kita, sholat sunnah kita, sedekah kita dan ibadah-ibadah lainnya cenderung naik derajatnya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

2. Ramadhan menumbuhkan kepekaan sosial

Syahr al Muwa-sat, berarti Bulan Kepekaaan Sosial

Mengapa puasa dapat menumbuhkan kepekaan sosial? Sebab, orang yang berpuasa telah merasakan rasa lapar dan dahaga, mulai terbit matahari hingga tenggelamnya sang surya. Temyata, tidak enak sekali kalau perut keadaan kosong dan tenggorokan kering. Padahal, rasa lapar dan dahaga kita hanya sebentar. Di Indonesia, rata-rata waktu puasa kita 13-14 jam. Itu pun kita sudah menyiapkan berbagai menu serta berbagai suplemen dan vitamin di waktu sahur dan berbuka. Di sini, kita dapat merasakan penderitaan orang lain.

3. Bulan ramadhan sebagai penjaga hawa nafsu

    Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu kecuali shaum. Maka sesungguh shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku sendiri yg akan membalas {Hr. Bukhari Muslim}.

Diikatnya syaitan ketika bulan ramadhan, membuat kita lebih mudah menahan nafsu baik makan maupun syahwat yang lain. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan maka ketika syetan dilepas kembali mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian hidup kita pun dapat dijalani dengan hawa nafsu yg berada dalam keridhaan-Nya.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah kita sanggup dengan hasil penggemblengan selama ramadhan kemarin, kita bisa istiqomah dalam beribadah, menjaga hawa nafsu selalu dalam kebaikan dan senantiasa memilki kepekaan simpati dan empati terhadap sesama seperti ramadhan kemarin?

Ya Allah jadikan umur ramadhan ku panjang hingga penghujung usia

    “Yaa muqollibal qulub, tsabbit qolbi alaa dinik”
    Wahai Zat yang membolak-balikkan hati,
    tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu
    [HR. Muslim, Ahmad]

wallohu’alam


Kedudukan Puasa Ramadhan
Terjemahan dari : Muhammad Ibn Syâmi Muthâin Syaibah
oleh :  Syafar Abu Difa

Segala puji bagai Allah. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang mengambil petunjuknya hingga hari kiamat.

Adapun selanjutnya:

Saudaraku Muslim, puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima Rukun Islam, maka perhatikanlah benar-benar rukun asas ini, agar dosa-dosamu yang lalu benar-benar diampuni. Perhatian tersebut dalam bentuk:

Puasamu haruslah karena imanmu, bahwa Allah mewajibkan puasa Ramadhan. Allah swt- telah berfirman:

“…Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu… “ (QS. Al-Baqarah: 185)

Dan sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:

“Datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan berkah, Allah azzawajalla mewajibkan kalian berpuasa pada bulan itu.”

[HR. Ahmad dan an-Nasai. Hadits sahih]

Mengetahui dengan keyakinan bahwa puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima fondasi yang Islam dibangun di atasnya. Berimanlah dengan hal itu. Mengetahui pentingnya puasa, serta kedudukannya dalam agama Islam ini. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar -radiallahu’anhu-:

“Islam dibangun atas lima perkara: Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke baitullah (Kakbah) dan puasa Ramadhan.”

[HR. As-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim)]

Yakinilah bahwa pada puasa Ramadhan terdapat kebaikan untukmu, karena yang mewajibkannya adalah Allah yang mengetahui apa yang terbaik bagi makhluk-Nya. Sebagaimana firman-Nya -ta’âla-:

“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Lembut lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)

Jika berpuasa, harapkanlah pahalanya di sisi Allah. Jangan mencari sesuatu selain pahala puasamu di sisi Rabb-mu. Jangan termasuk mereka yang berniat puasa agar terjaga dari penyakit, mengobati sakit yang diderita, ingin mengurangi berat badan atau semata mengurangi hawa nafsunya tanpa mengharapkan pahala dari Allah. Allah -ta’âla- telah berfirman:

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Hûd: 15-16)

Maka itu jadikan puasamu semata-mata karena wajah Allah, negeri akhirat dan tengah menaati perintah Allah dan rasul-Nya -shalallahu alaihi wasalam- “Aku dengar dan aku taati.”

Jika engkau mengharap pahala puasamu kepada Tuhan-mu, yang tidak mengganjarnya selain Dia sendiri, itu akan menuntutmu berpuasa sesempurna mungkin dalam menjaga niat maupun mengharap balasan, jauh dari apa-apa yang merusak puasamu, baik yang membatalkan maupun yang merusak kesempurnaan pahala. Jadikan pandanganmu tertumpu pada sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- :

“Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat. Allah -azzawajalla- berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku yang akan mengganjarnya.”

[HR. As-Syaikhân]

Jika engkau berpuasa, wahai saudaraku Muslim, hendaknya yang ada di benak, pikiran dan hatimu adalah menginginkan wajah Allah semata. Terdorong dengan sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:

“(Allah berfirman: ) ‘Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku yang akan mengganjarnya. Dia meninggalkan hawa nafsu dan makanannya demi aku.”

Jika engkau menjalani puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka engkau akan mendapatkan pengampunan dosa-dosa (kecil) yang telah lalu dengan keutamaan dan rahmat Allah. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda dalam hadits Abu Hurairah -radiallahu’anhu-:

“Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

[HR. As-Syaikhân]

Tetapi engkau harus menghindari dosa-dosa besar. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- telah bersabda:

“Antara shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa di antara itu semua, jika dosa besar dapat dihindari.” [HR. Muslim dan selainnya]

Allah-lah pemberi taufiq

Syariat dan Hakikat Shaum

 “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu kutiba ‘alaikumush shiyaamu kamaa kutiba ‘alal ladziina min qablikum la’allakum tattaqquun”, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al Baqarah, 2 : 183)

Seruan ayat di atas khususnya ditujukan hanya bagi orang-orang yang beriman. Ini bermakna bahwa tidak ada arti apa-apa bagi amal seseorang jika dilakukan tidak berdasar iman. Betapapun mulianya amal perbuatan seseorang, kalau dilakukan tanpa dasar iman dengan niat semata-mata ingin mencapai ridha Allah, maka sia-sialah amalnya itu, dia tidak menjadi amal yang shaleh di hadapan Allah SWT.

Adapun ciri-ciri orang yang beriman cukup banyak dipaparkan dalam Al Qur’an, salah satu di  antaranya sebagaimana dalam firman-Nya:  “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” (Al Hujuraat, 49 : 15).

Berkaitan dengan Ramadhan, ada beberapa hadits yang patut kita simak. Di antaranya dalam sabdanya: “Jika tiba bulan suci Ramadhan maka dibukalah oleh Allah pintu-pintu surga (rahmat Allah) dan ditutuplah rapat-rapat pintu neraka dan syaitan pun dibelenggu” (HR. Bukhari). Maknanya, bahwa dalam bulan Ramadhan, Allah SWT memberikan peluang bagi setiap orang yang mau melaksanakan ibadah dengan Allah membuka selebar-lebarnya jalan masuk syurga dan seakan-akan tertutuplah baginya untuk masuk pintu neraka Jahannam.

Untuk memudahkan orang-orang memasuki pintu syurga, maka selama bulan Ramadhan Iblis pun dibelenggu oleh Allah. Mereka tidak diberi kesempatan oleh Allah untuk menggoda manusia agar manusia lebih mudah lagi menuju syurga. Bila syaitan selama bulan Ramadhan dibelenggu, maka saat itu pula semoga kita bisa introspeksi diri kita, siapa sebenarnya diri kita ? Karena ada di antara saudara kita yang melakukan perbuatan maksiat di luar bulan Ramadhan sering pula dia berdalih menyalahkan syaitan, karena syaitanlah yang menjerumuskannya.

Dalam hadits lain, dari Abu Hurairah ra. berkata: Nabi Saw. bersabda:  “Setiap amal Bani Adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman: “kecuali shaum, shaum itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan memperhitungkannya” (HR. Muslim)    Kenapa Allah SWT sampai harus menyatakan, bahwa shaum itu khusus untuk-Ku ? Padahal semua ibadah yang kita lakukan dalam kehidupan ini semuanya hanya untuk Allah. Memang, semua ibadah yang kita lakukan adalah untuk Allah, tapi mungkinkah seseorang itu shalat, berzakat, menunaikan haji dan bersedekah bukan karena Allah? “Sangat mungkin”. Tapi sangat kecil kemungkinan seseorang itu shaum bukan karena Allah.

Dalam lanjutan haditsnya, lalu Allah SWT menjanjikan bagi seseorang yang bisa mencapai hakikat shaum, dikatakan bahwa dia akan memperoleh “dua” kebahagiaan atau kenikmatan. Kenikmatan pertama, dia akan memperoleh kebahagiaan atau kenikmatan saat berbuka. Kenikmatan ini bisa diperoleh seseorang yang shaum setelah dari terbit fajar hingga terbenam matahari bisa mengendalikan hawa nafsu dari perbuatan yang tidak diridhai Allah.  Kenikmatan kedua, orang yang bisa mencapai hakikat shaum dijanjikan Allah di akhirat kelak dia bisa berjumpa dengan Allah.

Pada ujung hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini dinyatakan bahwa “bau mulut orang yang sedang shaum itu di sisi Allah lebih wangi daripada minyak kasturi”. Pernyataan Allah SWT yang seperti ini menunjukkan bahwa setiap orang yang shaum dan shaumnya baik dan benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah Saw, maka semua aspek kehidupannya dihargai oleh Allah. Dari mulai ucap, sikap dan perilakunya akan bernilai di sisi Allah SWT. Kenapa bisa disimpulkan demikian ? Karena bau mulut seorang yang sedang shaum saja bernilai.

Dalam hadits lain dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Bukhori, Rasulullah Saw menyatakan, “Barang siapa yang tidak bisa menahan diri dari ucapan-ucapan yang keji atau melakukan perbuatan yang keji, maka tidak ada kepentingan bagi Allah dia menahan diri dari lapar dan dahaga”. Syariat shaum di antaranya adalah menahan diri dari makan dan minum yang halal, sebab dari yang haram seseorang sudah pasti harus “shaum” (menahan diri) seumur hidup. Agar seseorang bisa menahan diri dari yang haram seumur hidup, maka dilatihlah ia oleh Allah selama bulan Ramadhan dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan bershaum dari hak milik sendiri yang halal. Maka apa artinya shaum dari yang halal, kalau sepanjang hari melakukan yang haram dengan mengucapkan kata-kata yang keji, misalnya.

Adakah maksud tertentu di balik perintah “Shaum” (menahan diri) untuk menikmati sesuatu yang halal dari terbit fajar hingga terbenam matahari ? Padahal, yang akan dinikmati itu adalah milik sendiri yang halal. Maksud dari latihan selama sebulan “Shaum” dari yang halal itu adalah diharapkan sebelas bulan berikutnya di luar bulan Ramadhan semestinya bisa dan mampu shaum untuk menahan diri dari yang haram. Inilah sebenarnya hakikat shaum yang dikehendaki oleh Allah yang jika dipenuhi oleh setiap Mu’min, dipastikan ia akan mencapai derajat termulia di sisi Allah SWT yakni Muttaqien sebagai buah dari shaumnya (Q.S. Al Baqarah, 2 : 183).

Agar kita mencapai derajat Muttaqien (Q.S. Al Hujuraat, 49 : 13) kita dituntut menunaikan amal ibadah termasuk di dalamnya ibadah shaum dengan penuh kesungguhan sehingga kita tidak sampai terancam oleh peringatan Rasulullah Saw yang dalam haditsnya menyatakan, “Alangkah banyaknya orang yang melakukan ibadah shaum, mereka tidak memperoleh apa-apa dari shaumnya kecuali lapar dan dahaga” (HR. Ahmad dan Hakim). IniIah yang mesti kita khawatirkan, bagaimana agar jangan sampai kita masuk golongan mayoritas orang yang shaum tapi tidak sampai kepada tujuan shaum yang menjadikan kita insan yang muttaqien.

Semoga ibadah Ramadhan kita kali ini dapat mengantarkan kita untuk dapat memenuhi kriteria-kriteria takwa yang telah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Amin!

Wallahu a’lam bish-shawab


Menjadikan Shaum tak Sekadar Ritual

Ramadhan selalu dinanti hamba-hamba Allah yang beriman. Selama sebulan penuh, insan-insan beriman dan bertakwa diwajibkan untuk menunaikan ibadah shaum. Shaum Ramadhan bertujuan untuk mencetak hamba-hamba Allah SWT yang beriman dan bertakwa.

Secara bahasa shaum berarti menahan (imsak). Sedangkan secara istilah shaum berarti menahan makan, minum, menggauli istri dan segala yang membatalkan puasa, dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat ibadah.

Psikiater terkemuka di Tanah Air, Prof Dr Dadang Hawari, menegaskan, inti dari shaum adalah pengendalian diri. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, menambahkan, shaum bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga. “Yang paling penting adalah mengendalikan diri dari hal-hal yang dilarang,” tuturnya.

Dengan mampu mengendalikan diri, tutur dia, maka seorang Muslim dapat tercegah dari segala perbuatan keji dan munkar. Saat ini, kata Dadang, perbuatan keji dan munkar tengah melanda sebagian besar masyarakat Indonesia. Perbuatan keji dan munkar itu, lanjutnya, berbentuk 5M.

Pertama, madat alias narkotika. Kedua, minuman keras. Ketiga, main judi. Keempat maling termasuk korupsi. Kelima madon atau main perempuan, prostitusi, pelacuran, dan penyimpangan seksual lainnya. “Kalau shaum benar-benar dilaksanakan dengan baik, maka seorang Muslim akan anti terhadap 5M tadi,” ungkapnya. Sayangnya, kata dia, pada sebagian Muslim, puasa masih hanya jadi sebatas ritual.

“Akibatnya, puasa, ya, puasa, korupsi dan kemaksiatan tetap masih juga,” ujarnya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Dadang menegaskan, hal itu terjadi karena rukun Islamnya saja yang dijalankan.

“Rukun imannya di mana? Kalau, misalnya, saya beriman kepada Allah yang Maha Tunggal, Maha Mengetahui, Maha Melihat, bagaimana saya mau korupsi. Apalagi saya percaya bahwa malaikat di kanan-kiri, mencatat apa yang saya lakukan. Maka tidak mungkin saya melakukan hal-hal yang keji dan munkar itu. Rukun iman ini yang kurang. Ini yang menjadi masalah kita.”

Majelis Pimpinan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI), Prof KH Didin Hafidhuddin, mengungkapkan, tujuan utama shaum bulan Ramadhan adalah mencetak manusia-manusia yang bertakwa. Menurut dia, takwa adalah orang yang selalu berusaha meningkatkan kualitas diri, kualitas akhlak, kualitas pengetahuan, kualitas ibadahnya kepada Allah maupun juga kualitas kesalehan sosialnya.

Ia mengungkapkan, praktik-praktik yang dijalankan dalam ibadah shaum menggambarkan sesuatu yang sangat luar biasa. Shaum, kata dia, meng ajarkan prinsip hidup jujur. Seorang yang berpuasa tidak mau makan, minum, di tengah hari, walaupun itu makanan dan minuman halal, serta tidak ada orang yang tahu. Semua itu dilakukan karena sadar bahwa Allah Maha Tahu.

Hal seperti itu sudah seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Kita jadi tidak mau berbuat curang, korupsi, walapun tidak ada yang tahu, pengawas tidak tahu, aparat hukum tidak tahu. Kita menyadari Allah Maha Tahu,” papar ketua umum Baznas itu. Kesadaran semacam itu, kata dia, harus dibangun seluruh umat Muslim.

Selain itu, papar dia, ibadah puasa juga membangun empati kepada sesama, terutama kepada orang-orang fuqara. Empati bermakna, seorang Muslim tak akan mengkonsumsi sesuatu secara berlebih-lebihan, sementara orang lain banyak yang membutuhkan.

Ibadah shaum, tutur Kiai Didin, juga bertujuan membangun ukhuwwah. “Satu perasaan yang diba ngun oleh ajaran Islam. Kalau sama rata nggak mung kin. Yang dibangun oleh Islam sama-rasa,” ujarnya. Sehingga, antara sesama Muslim tumbuh ka sih sayangnya, saling mencintai, menghormati, menghargai seperti satu tubuh yang tak dapat dipisahkan Ketua MUI Kabupaten Bogor, Dr KH Ahmad Mukri Ajie, menambahkan, Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keutamaan, penuh dengan kemuliaan, antara lain dengan melaksanakan puasa Ramadhan. Sehingga, shaum Ramadhan bisa melebur berbagai kealpaan dan dosa.


3 Hikmah penting dalam mengarungi bulan Ramadhan

Ramadhan sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia adalah momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala …

Ramadhan yang dirindukan telah menjelang.  Setiap kita mempunyai beragam cara untuk menyambutnya. Musim kebaikan tahunan ini memang tak layak untuk dilewatkan begitu saja.  Bahkan Rasulullah SAW sejak awal mengadakan briefing penyambutan Ramadhan di tengah-tengah para sahabat.  Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Sungguh telah datang padamu sebuah bulan yang penuh berkah dimana diwajibkan atasmu puasa di dalamnya, (bulan) dibukanya pintu-pintu surga, dan ditutupnya pintu-pintu neraka jahannam, dan dibelenggunya syaitan-syaitan, Di dalamnya ada sebuah malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Barang siapa diharamkan dari kebaikannya, maka telah diharamkan (seluruhnya) “(HR Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi)

Ramadhan sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia adalah momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala. Ini mirip bulan promosi dan besar-besaran  yang ditawarkan di pusat-pusat perbelanjaan. Kebaikan nilai pahalanya menjadi berlipat-lipat, semua orang berburu memborongnya. Saya sering mengibaratkan Romadhon itu : Bagaikan kita mendapat ‘hadiah’ di sebuah pusat perbelanjaan. Kita diberi kesempatan untuk mengambil semua barang belanja di dalamnya, namun hanya dalam waktu beberapa saat saja !  Allah SWT menggambarkannya dalam Al-Qur’an : ” (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu” ( QS Al-Baqarah 184)

Semua kita, jika diberi kesempatan ‘gratisan’ semacam itu, pasti segera meloncat lalu berlari menuju rak-rak belanjaan untuk segera mengambil barang-barang, dari yang termahal hingga termurah. Nyaris tanpa henti hingga waktunya selesai. Lelah berkeringat bukan masalah. Apa yang dalam pikiran kita adalah ini kesempatan berharga.. Sekali lengah atau berhenti bisa berarti kerugian yang tak terbayangkan.  Apa makna dari gambaran di atas ? Satu arti yang harus kita pahami dan kita catat dengan baik adalah ; bahwa Ramadhan memang benar-benar berbeda. Perlu interaksi, konsentrasi dan energi yang berbeda pula dalam menyikapinya. Jangan sekali-sekali menyamakan  Ramadhan dengan sebelas bulan yang lainnya. Berbeda dan sungguh berbeda, bahkan mulai dari cara kita menyambutnya. Yang menyamakan siap-siap saja gulung tikar di hari-hari pertama.

Salah satu cara kita menyambutnya adalah dengan memahami Hikmah Ramadhan. Kita bisa sesibuk apapun dalam bulan Ramadhan, tapi tanpa menyelami hikmahnya, barangkali yang tersisa saat Syawal menjelang hanyalah kelelahan fisik yang tak terkira. Saat musim mudik usai, mungkin hanya suara parau sisa kebut-kebutan tilawah yang bersisa. Namun sebaliknya, dengan mengetahui sejuta hikmah dalam Ramadhan, maka kita akan menikmati amal-amal ibadah dalam Ramadhan dengan penuh penghayatan dan kekhusyukan. Kita menjalani paket ibadah Ramadhan lengkap dengan lebih ringan karena memahami manfaatnya buat kita. Dan lebih hebat lagi, setelah Ramadhan usai pun kita masih bisa merasakan hikmahnya dalam menjalani hari-hari selanjutnya.

Mari sejenak mengambil ibarat : seorang yang minum obat-obatan dan seorang yang minum madu atau multivitamin. Yang minum obat-obatan, biasanya sekedar ‘menggugurkan’ kewajiban agar terbebas dari rasa sakitnya. Ia sendiri tak pernah paham khasiat apa yang terkandung dalam obat tersebut. Yang jelas dokter mewajibkannya meminum obat tersebut secara rutin tiga kali sehari. Maka ia meminumnya dengan setengah hati dan terbebani. Lain lagi dengan seorang yang minum madu atau multivitamin yang sejenis. Ia tahu persis khasiat yang terkandung di dalamnya, sebagaimana ia juga meyakini manfaat besar yang akan ia dapatkan ketika meminumnya. Maka ia meminumnya dengan begitu ringan dan bersemangat. Contoh kedua inilah yang ingin kita praktekkan dalam hari-hari Ramadhan kita. Kita memahami hikmah dan ‘khasiat’ ramadhan bagi diri kita, lalu menikmati dan menjalani semua amal dan aktifitas di dalamnya dengan penuh semangat, gairah dan vitalitas !! ( ups .. mirip iklan jadinya).

Saya meyakini ada sejuta hikmah dalam Ramadhan yang mulia ini. Mari kita intip tiga di antaranya sebagai penyemangat awal sekaligus oleh-oleh Ramadhan saat telah usai nanti :

Pertama : Ramadhan sebagai Training Keikhlasan

Puasa adalah ibadah yang melatih keikhlasan. Maka puasa Ramadhan selama sebulan adalah training keikhlasan yang sangat efektif. Sejak awal Rasulullah SAW menjelaskan betapa ibadah puasa benar-benar jalur langsung antara seorang dengan Tuhannya. Puasa menjadi ibadah yang begitu mulia karena langsung dinilai oleh Allah sang Maha Mulia.  Beliau meriwayatkan firman Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi : “ Setiap amal manusia adalah untuknya kecuali Puasa, sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya “ ( HR Ahmad dan Muslim).

Ibadah Puasa melatih kita untuk ikhlas dalam arti yang paling sederhana, yaitu : beramal hanya karena Allah SWT, mengharap pahala dan keridhoan-Nya.  Betapa tidak ? Hampir semua ibadah bisa dideteksi dengan mudah oleh semua manusia, kecuali puasa. Orang menjalankan sholat dan zakat bisa dengan mudah  terlihat dengan mata telanjang. Apalagi ibadah haji, rasa-rasanya satu kampung pun bisa mengetahui kalau salah satu kita menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan puasa, yang hampir-hampir tidak bisa diketahui oleh orang lain karena kita ‘sekedar’ menahan tidak makan minum dan berhubungan badan.

Artinya, dalam puasa kita dipaksa untuk ‘ikhlas’ menjalani itu semua hanya karena Allah SWT. Sekiranya bukan karena ikhlas, akan sangat mudah bagi seseorang untuk mengelabui keluarga atau teman-temannya. Ia bisa ikut sahur dan juga berbuka bersama keluarga, tapi di siang hari mungkin saja menyantap lahan makanan di warung langganannya. Kita semua juga bisa berakting puasa dengan mudah, tapi lihatlah : tidak pernah terbersit dalam hati kita untuk menjalani puasa dengan modus semacam itu. Subhanallah, inilah training keikhlasan terbaik yang pernah kita dapati. Sebulan penuh merasa di awasi dan beramal hanya karena Allah SWT. Mari kita sedikit berangan, seandainya kaum muslimin di Indonesia bisa mengambil sedikit saja oleh-oleh keikhlasan samacam ini untuk bulan-bulan selanjutnya, bisa kita bayangkan angka kejahatan, korupsi dan sebagainya insya Allah akan menurun drastis. Karena mereka semua merasa di awasi oleh Allah SWT, lalu menjalankan ketaatan dengan ikhlas sebagaimana meninggalkan kemaksiatan juga dengan ikhlas.

Kedua : Ramadhan untuk Training Keistiqomahan

Momentum Ramadhan yang  penuh dengan berbagai amalan –dari pagi hingga malam hari- mau tidak mau, suka tidak suka, akan membuat seorang berlatih untuk istiqomah dalam hari-hari selanjutnya. Kita semua benar-benar menjadi orang yang sibuk dalam bulan Ramadhan. Bangun di awal hari untuk sholat malam dan sahur, kemudian siang hari yang dihiasi tilawah dan dakwah, belum lagi malam hari yang bercahayakan tarawih dan tadaruh. Semua kita lakukan dalam tempo sebulan penuh terus menerus. Sebuah kebiasaan tahunan yang nyaris tidak kita percaya bahwa kita bisa menjalaninya.  Semangat beribadah kita benar-benar dipacu saat memulai Ramadhan. Bahkan Rasulullah SAW memberikan panduan agar melipatgandakan semangat saat akan melepas bulan mulia tersebut. Dari Aisyah ra, ia berkata : adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya (HR Bukhori dan Muslim)

Bila training keistiqomahan ini kita resapi dengan baik, maka kita akan terbiasa beramal secara terus menerus dan berkelanjutan dalam bulan yang lain. Segala halangan dan rintangan akan teratasi dengan sempurna karena semangat istiqomah yang telah tertempa dalam dada kita. Pada bulan berikutnya, saat lelah melanda, ada baiknya kita mengingat kembali semangat kita yang menyala-nyala dalam bulan Ramadhan. Untuk kemudian bangkit dan melanjutkan amal dengan penuh semangat !

Ketiga : Ramadhan sebagai Training Ihsan

Syariat kita mengajarkan untuk optimal atau ihsan dalam setiap ibadah. Tak terkecuali dengan ibadah puasa Ramadhan. Setiap kita diminta untuk meniti hari-hari puasa dengan penuh ketelitian. Menjaganya dari segala onak yang justru akan memporakporandakan pahala puasa kita. Rasulullah SAW telah mengingatkan : ” Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar. Dan betapa banyak orang yang sholat malam, tapi tidak mendapatkan dari sholatnya kecuali hanya begadang ” (HR Ibnu Majah)

Ini artinya, hari-hari puasa kita haruslah penuh kehati-hatian. Menjaga lisan, pandangan dan anggota badan lainnya dari kemaksiatan. Sungguh berat, tapi tiga puluh hari latihan seharusnya akan membuat kita melangkah lebih ringan dalam hal ihsan pada bulan-bulan selanjutnya.  Bahkan semestinya, perilaku ihsan ini memang menjadi branding kaum muslimin dalam setiap amalnya.

Terakhir, banyak hikmah lain yang terserak sedemikian rupa dalam titian tiga puluh hari yang mulia ini.  Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali mengais hikmah-hikmah tersebut dari hari ke hari Ramadhan kita, untuk kemudian menjadikannya sebagai simpanan dalam menyambut bulan-bulan berikutnya.  Mari memulai dari keinginan tulus dalam hati untuk mensukseskan Ramadhan tahun ini. Lalu diikuti dengan kesungguhan dalam mengisinya bahkan hingga saat hilal Syawal menjelang. Agar kegembiraan yang dijanjikan bisa kita dapatkan. Rasulullah SAW bersabda : ” Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka ( buka puasa dan juga saat Idul Fitri) dan kegembiraan saat bertemu Tuhan mereka ” ( Hadits Bukhori & Muslim ). Wallahu a’lam bisshowab.


Semangat kerja sebagai penghapus dosa

Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada dosa-dosa yang tidak terhapuskan dengan melakukan shalat, puasa, haji, dan umrah.” Para sahabat bertanya, “Lalu, apa yang dapat menghapuskannya, wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Bersemangat dalam mencari rezeki.”

Semangat dalam bekerja merupakan keharusan untuk siapa pun yang ingin mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan. Baik sukses di dunia maupun akhirat. Begitu pun, dengan orang yang semangat dalam bekerja, dia akan meraih kebagiaan. Bahagia karena akan mendapatkan impian dan harapannya.

Islam sangat menghargai orang yang penuh dedikasi dan loyalitas dalam bekerja. Dalam kondisi apa pun, kita harus tetap bersemangat untuk selalu bergerak menangkap peluang-peluang dan membuka pintu-pintu rezeki yang telah disediakan-Nya. Allah Maha Rahman dan Rahim, Allah pula Mahakaya. Oleh karena itu, kita jangan takut kehabisan dengan kekayaan di dunia ini.

Untuk membuktikan dan meraih anugerah-Nya, Allah SWT menyeru kita untuk bergerak dinamis menyambut rezeki-Nya. Bukan dengan berdiam diri banyak zikir dan berdoa, atau mengasingkan diri untuk semedi dan lain sebagainya, tetapi bergerak terus menciptakan dan membuka peluang. Berdoa harus, tetapi rezeki tidak datang dengan sendirinya kalau tidak ditopang dengan berusaha meraihnya. Bekerja juga merupakan bentuk ibadah yang kualitasnya sama dengan ibadah-ibadah lainnya.

Dalam surah Al-Jumu’ah [62]: 10, Allah SWT berfirman, “Apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Rasulullah SAW bersabda, “Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat dan puasa).” (HR Thabrani dan Baihaqi).

Kalau tidak bergerak dan kerja keras, hal itu melawan sunatullah dan apa yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW. Rasul bersabda, “Sebaik-baik manusia dalam melakukan pekerjaannya adalah mereka yang berusaha semaksimal mungkin dengan mengeluarkan kemampuan yang ada dalam dirinya.” Tidak langsung memvonis diri tidak mampu dan tidak ditakdirkan untuk miskin atau gagal.

Rasulullah SAW sangat menyukai orang yang bekerja dengan penuh tantangan, ketimbang mudah putus asa atau pasrah terhadap usaha yang sedang dikerjakan. Rasulullah SAW pernah mencium tangan Sa’ad bin Mu’adz ketika melihat tangan Sa’ad yang kasar karena bekerja keras. “Inilah dua tangan yang dicintai Allah,” kata Nabi Muhammad SAW.

Di dalam hadis lain yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, terkadang ia dapat atau terkadang ia ditolak.”

Sangat disayangkan karena tidak sedikit mental yang tidak siap bertarung dalam meraih rezeki-Nya. Mereka ingin mudah dalam meraihnya, salah satunya dengan meminta. Kalau ingin sukses, keluarkanlah keringat dari badan sendiri dan berjuanglah untuk menikmati kerja keras.

Sumber:Republika


3 hal pengurang nilai shaum ramadhan
Oleh : K.H. Didin Hafidhuddin

marilah kita berpuasa dengan benar, baik secara lahiriah (tidak makan dan minum) maupun memuasakan hati dan pikiran kita dari hal-hal yang buruk.

Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW menyatakan, banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak menghasilkan apa pun dari puasanya, selain lapar dan haus. (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).

Hadis ini mengisyaratkan secara tegas bahwa hakikat shaum (puasa) itu, sesungguhnya, bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga. Akan tetapi, puasa adalah menahan diri dari ucapan dan perbuatan kotor yang merusak dan tidak bermanfaat. Termasuk juga kemampuan untuk mengendalikan diri terhadap cercaan dan makian orang lain. Itulah sebagian dari pesan Rasulullah SAW terhadap kaum Muslimin yang ingin puasanya diterima Allah SWT.

Pada umumnya, orang yang berpuasa mampu menahan diri dari makan dan minum, dari terbit fajar sampai terbenam matahari, sehingga puasanya sah secara hukum syariah. Akan tetapi, banyak yang tidak mampu (mungkin juga kita) mengendalikan diri dari hal-hal yang mereduksi, bahkan merusak pahala puasa yang kita lakukan.

Pertama, ghibah, menyebarkan keburukan orang lain, tanpa bermaksud untuk memperbaikinya. Hanya agar orang lain tahu bahwa seseorang itu memiliki aib dan keburukan yang disebarkan di televisi dan ditulis dalam surat kabar dan majalah, lalu semua orang mengetahuinya. Penyebar keburukan orang lain pahalanya akan mereduksi sekalipun ia melaksanakan puasa, bahkan mungkin hilang akibat perbuatan ghibah yang dilakukannya.

Kedua, memiliki pikiran-pikiran buruk dan jahat, dan berusaha melakukannya, seperti ingin memanfaatkan jabatan dan kedudukan untuk memperkaya diri, terus-menerus melakukan korupsi, mengurangi takaran dan timbangan, mempersulit orang lain, dan melakukan suap-menyuap. Jika hal itu semua dilakukan, perbuatan tersebut pun dapat mereduksi pahala puasa, bahkan juga dapat menghilangkan pahala serta nilai-nilai puasa itu sendiri.

Ketiga, sama sekali tidak memilik empati dan simpati terhadap penderitaan orang lain yang sedang mengalami kelaparan atau penderitaan, miskin, dan tidak memiliki apa-apa. Orang yang berpuasa, akan tetapi tetap berlaku kikir dan bakhil, nilai puasanya akan direduksi atau dihilangkan oleh Allah SWT.

Oleh karena itu, marilah kita berpuasa dengan benar, baik secara lahiriah (tidak makan dan minum) maupun memuasakan hati dan pikiran kita dari hal-hal yang buruk. Latihlah pikiran dan hati kita untuk selalu lurus dan jernih, disertai dengan kepekaan sosial yang semakin tinggi. Berusahalah membantu orang-orang yang sedang mengalami kesulitan hidup. Wallahu a’lam bish-shawab.


Enam Keutamaan di Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah bulan berkah, bulan sejuta hikmah, dan bulan kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. Pendek kata, beruntunglah orang-orang yang bertemu dengan Ramadhan dan bisa berbuat kebajikan di dalamnya. Kemuliaan dan keberkahan Ramadhan telah disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya.

“Wahai segenap manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai kewajiban, dan qiyam di malam harinya sebagai sunah. Barangsiapa menunaikan ibadah yang difardukan, maka pekerjaan itu setara dengan orang mengerjakan 70 kewajiban.

Ramadhan merupakan bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga. Ramadhan merupakan bulan santunan, bulan yang di mana Allah melapangkan rezeki setiap hamba-Nya. Barangsiapa yang memberikan hidangan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, maka akan diampuni dosanya, dan dibebaskan dari belenggu neraka, serta mendapatkan pahala setimpal dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang berpuasa tersebut.” (HR Khuzaimah).

Dari hadis di atas, ada beberapa keutamaan Ramadhan. Pertama, syahrul azhim (bulan yang agung). Azhim adalah nama dan sifat Allah. Namun, juga digunakan untuk menunjukkan kekaguman terhadap kebesaran dan kemuliaan sesuatu. Ramadhan mulia dan agung, karena Allah sendiri telah mengagungkan dan memuliakannya.

Kedua, syahrul mubarak. Bulan ini penuh berkah, berdayaguna dan bermanfaat. Detik demi detik, waktu yang berjalan pada bulan suci ini, ia bagaikan rangkaian berlian yang sangat berharga bagi orang beriman. Karena semuanya diberkahi dan amal ibadahnya dilipatgandakan.

Ketiga, syahru shiyam. Pada bulan Ramadhan dari awal hingga akhir kita menegakkan satu dari lima rukun (tiang) Islam yang sangat penting, yaitu shaum (puasa). Keempat, syahru nuzulil qur’an. “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan bagi petunjuk, dan furqan (pembeda).” (Al-Baqarah [2]: 185).

Kelima, syahrul musawwah (bulan santunan). Di bulan Ramadhan sangat dianjurkan bagi setiap Muslim untuk saling bederma, berkasih sayang dengan sesamanya yang keadaannya jauh memprihatinkan daripada kita.

Keenam, syahrus shabr (bulan sabar). Bulan Ramadhan melatih jiwa Muslim untuk senantiasa sabar tidak mengeluh dan tahan uji. Sabar adalah kekuatan jiwa dari segala bentuk kelemahan mental, spiritual, dan operasional. Orang bersabar akan bersama Allah sedangkan balasan orang-orang yang sabar adalah surga. Semoga semua bisa memanfaatkan momentum Ramadhan ini untuk memperbanyak ibadah kepada Allah. Amin.


Beberapa kesalahan umum di bulan Ramadhan

Seperti kita ketahui bersama bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh dengan kebaikan, bulan yang penuh dengan ampunan, bulan yang penuh berkah, bulan yang Insya Allah membawa manusia dalam taraf keimanan yang paling tinggi.

Berbagai kebaikan yang kita kerjakan di bulan Ramadan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah? Jika kita mengerjakan ibadah sunnah, maka ganjarannya akan sama dengan mengerjakan ibadah wajib di hari-hari lainnya. Dan bila kita mengerjakan ibadah wajib, maka Allah akan mengganjarnya dengan pahala 700 kali lipat dari pahala di hari-hari biasa. Belum lagi janji ampunan dari Allah bagi kita. Plus door prize malam Lailatul Qadar di 10 hari terakhir bulan Ramadan.

Namun sayangnya banyak sekali orang yang tidak memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-baiknya. Ramadan hanyalah menjadi sebuah ritual menjelang lebaran, tanpa memiliki dampak apapun bagi kondisi keimanan kita.

Berikut adalah kesalahan-kesalahan umum dalam memaknai Bulan Ramadan:

1. Uang belanja bertambah.

Salah satu hikmah puasa adalah agar kita bisa berempati dengan kesusahan yang dirasakan oleh kaum fakir miskin. Bagaimana lapar dan dahaganya kaum fakir dan miskin. Beruntungnya, kita masih yakin kapan kita akan makan, kita hanya menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Setelah itu kita masih bisa makan sepuasnya, sedangkan bagi kaum fakir miskin mungkin mereka harus berpuasa tanpa tahu kapan mereka memiliki uang untuk membeli makanan pengganjal perut.

Dengan merasakan empati yang sama seperti yang dirasakan oleh fakir miskin, maka kita akan lebih mensyukuri hidup kita. Kita menjadi lebih peduli untuk berbagi dengan sesama.

Jika jumlah waktu makan kita dibatasi, logikanya anggaran belanja makanan kita pun berkurang. Namun yang terjadi malah, anggaran belanja selama bulan Ramadhan malah berlipat ganda. Mengapa ini bisa terjadi?

Sebagian besar dari kita menganggap ibadah puasa kita harus diganjar dengan aneka makanan istimewa setelah seharian penuh menahan lapar dan dahaga. Saat berbuka puasa dan makan sahur, meja makan kita akan dipenuhi dengan aneka makanan dan minuman yang tidak biasa disajikan di hari biasa. Tak jarang malah terkadang sangat berlebihan dan terlalu diada-adakan. Alhasil anggaran belanja pun meningkat drastis. Subhanallah!

Perintah puasa mengajarkan kesederhanaan. Sudah sepatutnyalah kita berlaku sederhana. Tidak perlu berlebihan.

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan……..” (QS al-A’raaf: 31-32).

”Sesungguhnya orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan.” (Surah al-Isra’, ayat 27).

2. Berpuasa tetapi tidak shalat.

Banyak sekali orang yang menjalankan perintah puasa, tetapi mangkir dalam ibadah shalat. Alasan untuk mangkir dari shalat pun beragam, ada yang karena tertidur ada yang karena terlalu asyik kongkow-kongkow bersama teman dalam rangka buka bersama. Percuma saja menahan lapar dari terbit fajar hingga terbenam matahari kalau tidak shalat. Bukankah shalat itu tiang agama. Bahkan shalat adalah rukun Islam kedua sebelum puasa. Amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat.

“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”

Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330)

3. Menghabiskan waktu berpuasa dengan tidur, menonton TV, mengobrol, atau membaca bacaan-bacaan yang tidak Islami.

Sering kita mendengar bahwa tidurnya orang puasa merupakan ibadah. Hadits ini diriwayatkan oleh perawi yang bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi.

Namun belakangan diketahui bahwa Sulaiman bin Amr ini termasuk ke dalam daftar para pendusta, di mana pekerjaannya adalah pemalsu hadits.

Beberapa ahli hadits seperti Al Imam Bukhari, Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, Yahya bin Ma’in, Yazid bin Harun, bahkan Imam Ibnu Hibban juga ikut mengomentari, Sulaiman bin AmrAn-Nakha’i adalah orang Baghdad yang secara lahiriyah merupakan orang shalih, sayangnya dia memalsu hadits. Keterangan ini bisa kita dapat di dalam kitab Al-Majruhin minal muhadditsin wadhdhu’afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul I’tidal.

Rasanya keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini sudah cukup lengkap, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu untuk segera membuang ungkapan ini dari dalil-dalil kita. Dan tidak benar bahwa tidurnya orang puasa itu merupakan ibadah.

Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita untuk banyak-banyak tidur di tengah hari bulan Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu ibadah, jelas-jelas tidak ada dasarnya. Apalagi mengingat Rasulullah SAW pun tidak pernah mencontohkan untuk menghabiskan waktu siang hari untuk tidur.

Kalau pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah SAW hanya sejenak memejamkan mata. Dan yang namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan tugas dan pekerjaan. Itupun karena Rasulullah kelelahan semalam suntuk bergadang untuk bermunajat kepada Allah.

    Sekalipun program acara yang dibesut bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya tak jauh dari parade banci, banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan tekanan psikis, dan hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami

Beberapa orang menghabiskan waktu dengan menonton televisi seharian sambil menunggu maghrib. Padahal tidak semua stasiun TV mengisi bulan Ramadhan dengan tayangan positif dan belum semua stasiun TV menjadikan Ramadhan sebagai bulan mulia dengan memperbanyak tayangan positif. Sekalipun program acara yang dibesut bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya tak jauh dari parade banci, banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan tekanan psikis, dan hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami.

Hanya sedikit stasiun televisi yang berusaha mengisi Ramadhan dengan tayangan positif dan produktif, baik dari nilai keagamaan maupun nilai sosial. Salah satunya adalah Metro TV. Semua tayangan khusus Ramadhannya memiliki nilai-nilai yang mampu meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan seseorang. Dari Tafsir Al Misbah, Sukses Syariah, Inspirasi Ramadan, Ensiklopedi Islam, dan lain sebagainya.

Ada baiknya bila kita merasa lelah setelah seharian mengaji dan berzikir, kita menyegarkan pikiran dengan menonton tayangan Ramadhan yang memiliki nilai positif. Bukan sinetron picisan yang mengumbar kekerasan dan kedengkian, atau banyolan khas para banci, atau malah gosip-gosip para pesohor negeri.

Menahan lapar dan dahaga lebih mudah dibandingkan menahan diri untuk banyak bicara. Ada baiknya mulut kita juga berpuasa dari dari perkataan-perkataan yang tidak penting yang dapat memancing dosa lebih jauh. Banyak bicara membuat lidah kita mudah tergelincir untuk berdusta, atau membicarakan orang lain.

Lalu bagaimana dengan sebagian orang pencinta buku yang menghabiskan waktu dengan membaca buku?

Membaca buku adalah baik. Namun ada baiknya buku-buku yang dibaca adalah buku-buku Islami yang dapat meningkatkan Iman dan Takwa kita. Sungguh ironis, bila berpuasa namun membaca novel porno tetap jalan.

Kita tidak ingin hanya menahan lapar dan dahaga seharian penuh tanpa mendapat pahala dari Allah bukan?

4. Ngabuburit di mal tanpa maksud dan tujuan yang jelas.

Daripada menghabiskan waktu di mal untuk window shopping atau kongkow-kongkow lebih baik di masjid mengkhatamkan bacaan Al Quran atau memperbanyak ibadah sunnah. Kita tidak perlu capek, atau tergoda untuk membatalkan puasa. Mata kita tidak perlu melihat hal-hal yang buruk atau mengurangi pahala puasa. Dan yang terpenting, kita tidak perlu menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak penting.

5. Sibuk road show dari bukber yang satu ke yang lain, atau sahur keliling.

Sesekali menghadiri acara buka bersama dengan maksud untuk bersilaturahmi adalah juga bagian dari hikmah berpuasa. Namun kalau kita malah disibukkan dengan jadwal buka bersama yang padat hingga kita melalaikan shalat. Itu namanya celaka…

Saya tidak ingin melarang para pembaca sekalian untuk menghindari reuni yang bertajuk ‘Acara Buka Bersama’. Saya hanya mencoba mengingatkan, jangan sampai kegiatan buka bersama yang sebenarnya tujuannya baik malah menjadi ajang maksiat.

Bila orang-orang berkumpul biasanya, lidah begitu lincahnya berkata-kata membicarakan orang lain (ghibah). Semakin asyik mengobrol sambil menikmati hidangan berbuka puasa membuat kita malah melalaikan ibadah wajib, yakni shalat Maghrib.

6. Mudik menjadi alasan untuk tidak berpuasa dan shalat.

Menjama’ shalat dibolehkan bila seseorang berada dalam keadaan safar (perjalanan). Namun para ulama menetapkan bahwa sebuah safar itu minimal harus menempuh jarak tertentu dan ke luar kota. Di masa Rasulullah SAW, jarak itu adalah 2 marhalah. Satu marhalah adalah jarak yang umumnya ditempuh oleh orang berjalan kaki atau naik kuda selamasatu hari. Jadi jarak 2 marhalah adalah jarak yang ditempuh dalam 2 hari perjalanan.

Di zaman sekarang ini, ketika jarak itu dikonversikan, para ulama mendapatkan hasil bahwa jarak 2 marhalah itu adalah 89 km atau tepatnya 88, 704 km. Maka tidak semua perjalanan bisa membolehkan shalat jama’, hanya yang jaraknya minimal 88, 704 km saja yang membolehkan. Bila jaraknya kurang dari itu, belum dibenarkan untuk menjama’.

Ritual tahunan mudik seringkali menjadi pembenaran orang-orang untuk tidak berpuasa dan shalat. Alasannya karena mereka adalah musafir. Memang benar Allah memberikan keringanan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa dan menggabungkan/meringkas bilangan rakaat shalat bila telah mencapai jarak 88,704 km.

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: “Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR at Tabrani dan ad-Daruqutni)

“Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan yang menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.”

Dan perjalanan yang mendapatkan rukhsoh adalah perjalanan yang bukan untuk maksiat. Ulama kita menyebutkan:

“Rukhsoh (keringanan) tidak diperoleh jika bermaksiat.”

Dan hal ini, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah:173)

Padahal musim mudik biasanya ada pada 10 hari terakhir Ramadhan dimana Allah melimpahkan bonus pahala yang berlipat ganda. Sayang sekali bukan kalau anda menyia-nyiakannya?

7. Sibuk memperbaharui pakaian, rumah, mobil, dan lain-lain tanpa berminat untuk memperbaharui Iman-Islam.

Sebagian besar dari kita mementingkan hal-hal duniawi untuk menyambut hari yang Fitri. Bagi mereka pakaian baru serba putih, sepatu baru, cat rumah baru, dan lain-lain sebagainya adalah salah satu cara pengejawantahan arti kembali suci.

Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah setelah sebulan penuh di ’gojlok’ di bulan Ramadhan. Menjadi manusia baru yang lebih baik. Jangan sampai berakhir Ramadhan, berakhir pula tadarus, amal, shalat dan ibadah-ibadah lainnya.

Ada baiknya hal-hal tersebut diatas kita renungkan secara mendalam, sebab 30 hari di bulan Ramadhan merupakan hari-hari yang penuh dengan berbagai bonus dari Allah swt, sehingga sangat merugi jika disia-siakan. Di sisi lain begitu banyak alternatif kegiatan positif lainnya yang bisa dijadikan aktivitas yang bermakna ibadah tatkala ramadhan.


Ketika setan pun menyuruh ibadah

 Abu Hurairah justru ditanya oleh Nabi SAW. “Apa yang kamu lakukan terhadap orang yang kamu tangkap tadi malam?”

Sahabat Abu Hurairah RA pernah diamanati Nabi SAW untuk menjaga gandum hasil zakat. Tiba-tiba di malam hari, ada lelaki yang mencuri gandum itu. Ia lalu ditangkap oleh Abu Hurairah RA. “Kamu akan kubawa kepada Nabi SAW,” kata Abu Hurairah kepada pencuri itu. Namun, pencuri itu memelas. Dengan bujuk rayunya, dia mengatakan, sudah seminggu anak dan istrinya belum makan. Abu Hurairah akhirnya melepaskan pencuri itu, dan memintanya agar tidak mencuri lagi.

Esoknya sehabis shalat Subuh, sebelum sempat melapor, Abu Hurairah justru ditanya oleh Nabi SAW. “Apa yang kamu lakukan terhadap orang yang kamu tangkap tadi malam?” Abu Hurairah kemudian menjelaskan apa yang terjadi. “Ingat, nanti malam ia akan datang lagi,” kata Nabi SAW. Benar, malam kedua pencuri tadi datang lagi. Dan, setelah mengambil gandum, ia ditangkap oleh Abu Hurairah. Ia juga memelas lagi dan Abu Hurairah pun tidak tahan sehingga pencuri itu dilepaskan lagi.

Esoknya, Nabi SAW bertanya lagi kepada Abu Hurairah, seperti kemarin. Abu Hurairah juga menjawab seperti itu. Nabi SAW mengingatkan lagi, pencuri itu nanti malam akan datang lagi. Dalam hati, Abu Hurairah RA berkata, “Nanti malam, dia tidak akan aku lepaskan lagi.” Benar saja, pencuri itu datang untuk yang ketiga kalinya dan kembali mencuri gandum. Abu Hurairah kembali menangkapnya. “Sekarang, tidak mungkin aku lepaskan kamu. Kamu harus saya bawa kepada Nabi SAW.”

Pencuri tadi sangat cerdik. Kepada Abu Hurairah, ia mengatakan, “Saya siap dibawa kepada Nabi SAW, tapi bolehkah saya berbicara, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah berkata, “Silakan, mau bicara apa?” Si pencuri tadi berucap, “Wahai Abu Hurairah, maukah kamu saya beri wiridan?” “Tentu mau, wiridan apakah itu?” jawab Abu Hurairah penasaran. Memang, para sahabat senang dengan wiridan dan bacaan. Pencuri itu berkata, “Bacalah ayat kursi sebelum kamu tidur, Allah akan menjaga kamu dari godaan setan.”

Mendengar kata-kata pencuri itu, Abu Hurairah terkesima, “Rupanya pencuri ini seorang ustaz.” Akhirnya tanpa basa-basi lagi, Abu Hurairah melepaskan pencuri itu. Esoknya, Nabi SAW bertanya seperti pertanyaan yang kemarin. Abu Hurairah pun menjawab, “Pencuri tadi malam itu memberi wiridan kepada saya. Saya disuruh membaca ayat kursi sebelum tidur malam. Insya Allah, Allah akan menjaga saya dari gangguan setan,” jawab Abu Hurairah. Nabi SAW berkata, “Apa yang dia katakan itu adalah benar, tetapi dia itu bohong.” “Tahukah kamu, wahai Abu Hurairah, siapa pencuri itu? Dia adalah setan,” kata Rasulullah SAW.

Kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari itu memberikan pelajaran bagi kita. Pertama, setan dari jenis jin dapat menjelma menjadi manusia. Kedua, setan dapat menyuruh manusia untuk beribadah, membaca Alquran, shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Abu Hurairah telah diluruskan oleh Nabi SAW sehingga ia tidak membaca ayat kursi karena mengikuti perintah setan, tetapi mengikuti perintah Nabi SAW. Sekiranya seseorang menjalankan ibadah tetapi dia mengikuti perintah setan dan bukan perintah Allah, maka dia telah beribadah kepada setan. Wallahu a’lam.

Oleh Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub


Inilah Bonus Ramadhan!
Oleh: Prof Dr KH Achmad Satori Ismail

Watak manusia memang mencintai materi (QS Ali Imran: 14). Walaupun kesenangan materi adalah palsu dan menipu  (QS Ali Imran: 185, al-Hadid: 20)). Dan, jika dia tenggelam dalam kemateriannya maka posisinya bisa lebih rendah dari binatang. (QS al A’raf 179).

Memang, manusia harus seimbang antara materi dan rohani. Namun, orang yang bisa melepaskan diri dari kekuasaan kemateriannya, akan naik ke derajat malaikat. Saat orang berpuasa, berusaha untuk meninggalkan kemateriannya dan menuju alam malakut. Sehingga, Allah menyanjungnya dalam hadis Qudsi yang artinya:  “Setiap amalan anak cucu Adam adalah baginya kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku dan Aku akan langsung membalasnya. Puasa adalah perisai, jika salah seorang berpuasa jangan berkata kotor dan jangan bertengkar. Bila dihina seorang atau diajak duel, hendaknya menjawab: aku sedang puasa …” (HR Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).

Itulah bonus bagi orang yang puasa Ramadhan. Agar manusia yang materialis ini bisa tawazun (seimbang), Allah memberi motivasi dengan berbagai cara. Sebagai makhluk ekonom, ia tertarik dengan segala bentuk transaksi yang menguntungkan. Untuk itu, Alquran banyak menggunakan istilah ekonomi, seperti istilah transaksi (as-Shaf: 10), rugi dan timbangan (ar-Rahman: 9), dan lainnya.

Supaya umat Islam di bulan Ramadhan mencapai puncak dalam ibadah maka Allah menyediakan beragam bonus. Rasulullah SAW bersabda, “Umatku diberi lima keistimewaan pada bulan Ramadhan yang tidak diberikan kepada umat sebelum mereka:  Bau mulutnya orang-orang puasa lebih wangi di sisi Allah dibandingkan bau minyak kasturi, setiap hari malaikat memintakan ampunan bagi mereka saat berpuasa sampai berbuka, Allah menghiasi surga untuk mereka kemudian berfirman, “Hamba-hamba-Ku yang saleh tengah melepaskan beban dan kesulitan maka berhiaslah, setan-setan dibelenggu sehingga tidak bisa menggoda dan orang-orang puasa diampuni dosa-dosa mereka pada malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR Ahmad, al-Bazzar, al-Baihaqi).

Selain itu, pada malam pertama Ramadhan setan dibelenggu, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan penyeru dari langi memanggil, “Wahai pencari kebaikan, songsonglah dan wahai pencari kejahatan berhentilah! Dan, Allah membebaskan banyak manusia dari neraka setiap malam Ramadhan.”

Orang yang berpuasa diberi keistimewan dengan dua kebahagiaan, yakni kebahagiaan saat berbuka dan saat bertemu dengan Allah di surga. Di surga ada pintu yang disiapkan untuk orang puasa, yaitu pintu ar-rayyan. Bila para shoimin di dunia telah masuk, semua pintu ditutup dan tidak ada yang masuk lagi selain mereka.

Lebih dari itu, di bulan suci ini, Allah menyediakan satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Barang siapa yang tidak mendapat kebaikan malam itu sungguh dia termasuk orang celaka. Demikian besar bonus yang disediakan Allah pada setiap Ramadhan. Tidak cukupkah bagi kita untuk bermujahadah dalam beribadah demi menyongsong keutamaannya? Boleh jadi di antara kita, ada yang tidak bertemu kembali dengan bonus-bonus Ramadhan.


Puasa Justru Meningkatkan Daya Tahan Tubuh

Ramadhan telah tiba, umat Islam menyambutnya dengan gembira. Pada bulan Ramadhan umat Islam melaksanakan ibadah puasa satu bulan penuh, sebagai salah satu rukun yang wajib di jalani.

Dibalik kewajiban menahan haus dan lapar serta nafsu mulai dari setelah waktu sahur sampai waktu maghrib, puasa juga menyimpan banyak maslahat bagi manusia. Selain meningkatkan aspek rohani, shaum juga meningkatkan daya tahan tubuh serta meremajakan tubuh dari sel-sel yang telah mati.

Secara biokimia sel yang ada dalam tubuh kita dilihat dari segi reproduksinya terbagi dua, yaitu meosis dan mitosis. Meosis terjadi pada sel reproduksi 1 sel membelah jadi 4, sedangkan Mitosis terjadi untuk berbagai jenis sel dari ujung rambut ujung kaki dengan proses pembelahan sel 1 menjadi 2, 2 jadi 4 dan seterusnya.

Karena jumlah sel dalam tubuh kita miliaran maka adanya kerusakan sel dalam tubuh dan perlunya penggantian suku cadang. Tetapi, proses pembelahan sel tidak selalu berjalan mulus dan teratur karena banyaknya gangguan. Ternyata dengan shaum kondisi ini bisa dicegah.

Selama kondisi shaum tubuh kita memerlukan banyak energi, tetapi karena tidak makan dan minum maka sumber energi yang dipakai berasal dari glikogen di dalam hati, juga lapisan lemak di belakang kulit kita. Dengan banyaknya pemakaian cadangan energi dalam tubuh menyebabkan proses pembelahan sel berjalan serentak dan banyak.

Namun proses ini pun masih dapat terganggu apabila energi cadangan ini untuk keperluan lain, misalnya marah-marah. Karena energi untuk pembelahan sel dimanfaatkan untuk melampiaskan hawa nafsu. Ini salah satu hikmah mengapa selama bulan shaum kita harus menahan marah.

Proses penggantian sel ini juga membutuhkan waktu, lamanya penggantian suku cadang secara menyeluruh dari ujung rambut ke ujung kaki sekitar 30 hari. Ini juga hikmah lain mengapa shaum dijalankan selama satu bulan gunanya memberikan waktu yang cukup bagi terjadinya regenerasi sel secara sempurna.

Dengan satu bulan penuh kita menunaikan shaum ramadhan dengan benar dan baik, secara ruhani Allah menjanjikan kita bersih seperti bayi yang baru lahir, selain itu juga secara fisik kita melakukan peremajaan sel dalam tubuh kita.

Cara Optimal Menundukkan Buaian Nafsu
Oleh KH Didin Hafidhuddin

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah SAW. “Bukanlah shaum itu semata-mata menahan lapar dan dahaga (pada siang hari), tetapi shaum itu sesungguhnya menahan diri dari ucapan dan perbuatan kotor dan merusak. Jika seseorang tiba-tiba mencelamu atau memarahimu (padahal engkau sedang berpuasa), katakanlah kepadanya, ‘Saya sedang berpuasa.’”

Sungguh luar biasa taujih (arahan) Rasul SAW tersebut. Nasihat di atas mengingatkan kita untuk memaknai hakikat ibadah shaum (puasa) selama ini. Shaum adalah imsak atau pengendalian diri yang sesungguhnya. Pengendalian diri untuk tidak makan, tidak minum, serta tidak mengumbar hawa nafsu melalui ucapan, pendengaran dan penglihatan, apalagi melalui pikiran.

Shaum adalah upaya pengendalian diri yang optimal. Jika seseorang mampu melaksanakannya, pasti ia termasuk orang-orang yang akan meraih kesuksesan dan keselamatan. Betapa tidak, secara empiris kita melihat orang yang berhasil dalam hidupnya, mereka adalah orang-orang yang mampu mengendalikan diri dalam menyikapi dan merespons segala sesuatu dengan baik. Orang yang mampu mengendalikan diri pasti tidak akan menggunakan dan menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu yang diinginkannya, seperti jabatan dan harta.

Sebaliknya, orang yang tidak mampu mengendalikan diri pasti akan berbuat sesukanya. Ia tidak pernah memikirkan akibat dari perbuatannya. Ada kalanya melakukan pembohongan kepada publik atau menggunakan uang untuk meraih jabatan dan kedudukan (money politic). Itulah perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak pernah berpuasa dengan menghayati makna dan hakikatnya.

Berbagai masalah yang menimpa bangsa kita saat ini, seperti ekonomi, pendidikan, budaya, politik, dan bahkan akhlak, disebabkan ketidakmampuan kita dalam mengendalikan diri. Jadi, hal tersebut membiarkan hawa nafsu sebagai panglima kehidupan dan merendahkan fungsi serta peran hati nurani dan akal yang sehat.

Karena itu, mari kita jalani ibadah puasa dengan berusaha memuasakan seluruh anggota tubuh agar hakikat puasa, yaitu pengendalian diri, dapat kita raih dengan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam.

Do'a Mustajab

Hidup ini tak lekang dengan masalah, silih berganti dari masalah satu ke masalah lain. Akan tetapi jika kita mau berfikir sebenarnya dibalik masalah tersebut ada pelajaran yang berharga yang dapat kita petik. Rugilah kita tatkala menyia-nyiakan masalah, berlari dari masalah ataupun pura-pura mengaburkan masalah tersebut.

Dengan demikian hendaknya kita mencari cara agar kita dapat mensiasati kelemahan itu agar menjadi lebih tegar tatkala kita dirundung masalah.
berdoalah kepada Allah karena itulah kunci dari segala masalah kita, Allah telah berfirman:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al Baqarah: 186)

Apa susahnya kita mengadu kepada Allah yang telah mentakdirkan semua masalah yang telah menghampiri kita? Segala masalah akan ada kunci jawabnya meskipun entah kapan waktunya. Kita hanya bisa serahkan kepada Allah dan berusaha semaksimal mungkin untuk memecahkannya. Ingatlah saudariku apapun masalahnya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.

 “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (Qs Ar-Ra’d: 28)

Doa adalah kunci yang sangat ampuh dan mujarab untuk melepaskan kepenatan hati, rasa was-was ataupun segala masalah yang sedang kita hadapi. Ingatlah bahwa doa adalah inti ibadah. Kita percaya bahwa dengan terus dan terus memohon kepada Allah maka Allah akan memudahkan urusan kita.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata:

“Jika Allah akan memberi kunci kepada seorang hamba, berarti Allah akan membuka (pintu kebaikan) kepadanya dan jika seseorang disesatkan Allah, berarti ia akan tetap berada di depan pintu tersebut.”
Tentu saja tidak semua doa dapat diterima. Oleh karena itu pandai-pandailah dalam mensiasati agar doa terkabul. Dalam kesempatan kali ini akan kami jelaskan orang-orang yang beruntung karena doanya terkabul dan waktu-waktu mustajab untuk berdoa. Akan tetapi hal ini tidak berarti memvonis orang-orang yang tidak termasuk dalam golongan di atas, doanya tidak dikabulkan, Wallahu a’lam bishawab.

Serahkan semua usaha kita kepada Allah, karena Allah yang berhak menentukan hasil dari proses yang kita usahakan.

Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda:

 “ Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ’Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya bila dia ingat Aku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia menyebut Nama-Ku dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutkan dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR Bukhari Muslim)

Ada beberapa golongan manusia yang doanya terkabul, antara lain;
  Doa seorang muslim terhadap saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya
Dari Abu Darda’ Radhiyallahu’anhu, dia berkata bahwa Nabi Muhammamad Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda:“Tidak seorang muslim berdoa untuk saudaranya yang tidak ada dihadapannya kecuali ada seorang malaikat yang ditugaskan berkata kepadanya:’Aamiin, dan bagimu seperti yang kau do’akan.” (HR Muslim)

• Orang yang memperbanyak berdoa pada saat lapang dan bahagia
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:“Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan susah maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang.” (HR At-Tirmidzi, Dishahihkan oleh Dzahabi dan dihasankan oleh Al-albani)

• Orang yang teraniaya
Dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:“Hati-hatilah dengan doa orang-orang yang teraniaya, sebab tidak ada hijab antaranya dengan Allah (untuk mengabulkan).” (HR Bukhari & Muslim)

• Doa orangtua kepada anaknya dan doa seorang musafir
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:”Tiga orang yang doanya pasti terkabullkan; doa orang yang teraniaya, doa seorang musafir dan doa orangtua terhadap anaknya.” HR Abu Daud dan dihasankan oleh Al-Albani

• Doa orang yang sedang berpuasa
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, dia Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda:“Tiga doa yang tidak ditolak; doa orangtua terhadap anaknya, doa orang yang sedang puasa, dan doa seorang musafir.” HR Baihaqi dan dishahihkan oleh Al-Albani
Kemudian lebih baik lagi tatkala kita tahu waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa sehingga kita bisa maksimal dalam berdoa. Antara lain:

• Sepertiga Akhir Malam
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:“Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia pada sepertiga akhir malam terakhir, lalu berfirman: Barangsiapa yang berdoa, pasti akan Kukabulkan, barangsiapa yang memohon pasti akan Aku perkenankan dan barangsiapa yang meminta ampun, pasti akan Ku ampuni.” (HR Bukhari)

• Tatkala berbuka puasa bagi orang yang berpuasa
Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu’anhu, dia mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pada saat berbuka ada doa yang tidak ditolak.” (HR Ibnu Majah)

• Pada setiap dubur shalat fardhu (sesudah tasyahud akhir, sebelum salam)
Dari Abu Umamah Radhiyallahu’anhu, Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wata’alla, beliau menjawab:“Dipertengahan malam yang akhir dan pada setiap dubur shalat fardhu.” (HR At Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)

• Pada saat perang berkecamuk
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda:“Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak; doa pada saat adzan dan doa tatkala perang berkecamuk.” (HR Abu Daud dishahihkan oleh Imam Nawawi dan Al-Albani)

• Sesaat pada hari Jum’at
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Abul Qasim Shalallahu’alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya pada hari Jum’at ada sesaat yang tidak bertepatan seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan dikabulkan. Beliau berisyarat dengan tangannya untuk menunjukkan sebentarnya waktu tersebut.” (HR Al Bukhari)

• Pada waktu bangun tidur malam hari bagi orang yang bersuci dan berdzikir sebelum tidur
Dari ‘Amr bin ‘Anbasah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:“Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun pada malam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya.” (HR Ibnu Majah)

• Diantara adzan dan iqamah
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:“Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah.” (HR Abu Daud, dishahihkan Al-Albani)

• Pada waktu sujud dalam shalat
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:“Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab doa saat itu sangat diharapkan untuk terkabul.” (HR Muslim)

• Pada saat sedang turun hujan
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:“Dua doa yang tidak pernak ditolak; doa pada waktu adzan dan doa pada waktu turun hujan.” (HR Hakim dan dishahihkan oleh Al-Albani)

• Pada saat ada orang yang baru saja meninggal
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu’anha, Rasulullah Shallallahu’alahi wasallam bersabda tatkala Abu Salamah sakaratul maut:“Susungguhnya tatkala ruh dicabut, maka pandangan mata akan mengikutinya.” Semua keluarga histeris. Beliau bersabda:”Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali kebaikan, sebab para malaikat meng-amini apa yang kamu ucapkan.” (HR Muslim)

• Pada malam lailatul qadr
Allah Subhanahu wata’alla berfirman:“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Qs Al Qadr: 3-5)

• Doa pada hari Arafah
Dari ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu’anhu dari bapaknya dari kakeknya, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:“Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah.” (HR At Tirmidzi dishahihkan Al-Albani)

Semoga bermanfaat dan dapat mengoptimalkan agar doa terkabul. Wallahu a’lam.






There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter