|    
 
 
 
          |      
 
 GHIBAH 
 
 Janganlah     sebagian kamu mengunjing (ghibah) sebagian yang lain, sukakah seorang     diantaramu memakan saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa     jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha     Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujarat:12) 
 
 Setiap     muslim berkewajiban untuk menjaga lidahnya, hendaknya dia berkata baik     sehingga bermaslahat bagi dirinya dan pendengarnya atau dia diam (HR.     Muttafaq Alaih). Karena setiap kata yang keluar dari lisan seseorang akan     dicatat sebagai kebaikan atau keburukan sesuai apa yang dia bicarakan     (lihat QS. Qaf:18). Maka dari itu. Nabi saw selalu menganjurkan setiap     muslim untuk menjaga lidahnya, karena banyak orang tergelincir ke neraka     karena terlalu mengumbar lidahnya yang tidak bertulang itu. "Barang     siapa dapat menjaga antara kumis dan jenggotnya (yakni lidah) dan antara     kedua kakinya (yakni kemaluannya), maka aku jamin surga" demikian     sabda Rasulullah saw (HR. Muttafaq Alaih). 
 
 Terlalu     banyak bukti bahwa diantara sumber konflik antar pemerintah, masyarakat dan     individu disebabkan oleh pernyataan-pernyataan yang sarat dengan tendensi     buruk, yang berakibat menyinggung bahkan melukai perasaan pihak lain.     Ghibah salah satu penyakit masyarakat yang dapat memperkeruh suasana.     Rasulullah saw pernah mendefinisikan ghibah itu, yaitu Anda menyebut     saudara / kawan Anda dengan sesuatu yang tidak disukainya. Kemudian beliau     ditanya, kalau hal itu memang ada pada orang itu? beliau menjawab,     "Kalau pernyataan itu memang ada pada orang itu berarti Anda telah     melakukan ghibah, kalau tidak ada berarti Anda berbohong" (HR.     Muslim). Memang sebaik-baik orang Islam adalah yang dapat menjaga lisan dan     tangannya, sehingga tidak mengganggu pihak lain (HR. Muttafaq Alaih). Dan     sepantasnya kita membersihkan diri dari ghibah, karena itu sifat orang     beriman (lihat QS. Al-Qashosh:55 dan Al-Mukminun:3) 
 
 
 
 Oleh     : 
 
 Al-Islam     - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 
 
  |         |      
 
 MENANGIS     KARENA TAKUT PADA ALLAH SWT 
 
 Menangis     adalah karunia Allah Subhannahu wa Ta'ala yang sangat besar yang diberikan     kepada manusia. Setiap orang yang menangis tentu memiliki alasan-alasan     yang berbeda antara satu dengan yang lain. Bisa jadi seseorang menangis     karena takut pada sesuatu, karena bahagia, karena terharu, bisa jadi juga     seseorang menangis karena iba, karena menderita, karena kehilangan sesuatu,     kematian, musibah dan sebagainya. 
 
 Namun     ada satu tangisan yang sangat disenangi dan dipuji oleh Allah Subhannahu wa     Ta'ala , yaitu seseorang yang mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala lalu air     matanya bercucuran karena merasa takut kepada-Nya. Dan sungguh luar biasa     keutamaan yang akan diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada orang yang     bisa mencucurkan air mata karena takut pada-Nya. 
 
 Keutamaan     Menangis karena Takut kepada Allah Ta'ala. 
 
 Menangis     karena takut kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala memiliki kedudukkan yang     sangat tinggi dan mulia di sisi Allah, sebagaimana ditegaskan dalam     nash-nash Al-Qur'an maupun Hadits-hadits Rasulullah Shalallaahu alaihi     wasalam , diantaranya: 
 
 Firman     Allah Subhannahu wa Ta'ala , artinya, "Dan     mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan kekhusyuan mereka     bertambah". (QS. 17:109) 
 
 Firman-Nya     yang lain,artinya, "Sesungguhnya     orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka     akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar" (QS. 67:12) 
 
 Rasulullah     Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya, "Tujuh     golongan yang mendapat naungan Allah pada suatu hari yang tidak ada naungan     kecuali naungan Allah; …(dan disebutkan diantaranya) seseorang yang     berzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendiriannya kemudian air matanya     mengalir" ( HR. al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya ) 
 
 Rasulullah     bersabda, artinya, "Tidak     akan masuk ke dalam api neraka seseorang yang menangis karena takut kepada     Allah hingga air susu ibu (yang sudah diminum oleh anaknya) kembali ke     tempat asalnya" ( HR.at-Tirmidzi ) 
 
 Sabda     Rasulullah , artinya,"Barangsiapa yang mengingat Allah kemudian dia     menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan     diazab pada hari kiamat kelak" (HR. Al-Hakim dan dia berkata sanadnya     shahih) 
 
 Dari     Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,     artinya, "Semua     mata pada hari Kiamat nanti akan menangis kecuali (ada beberapa mata yang     tidak menangis) (pertama) mata yang dijaga dari hal-hal yang diharamkan     Allah, (ke dua) mata yang digunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di     jalan Allah, (ke tiga) mata yang darinya keluar sesuatu (menangis) walau     (air mata yang keluar) hanya sekecil kepala seekor lalat karena takut pada     Allah" ( HR.Ashbahâni ) 
 
 Dari     Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,     artinya, "Setiap     mukmin yang meneteskan air mata karena takut kepada Allah walau hanya     sekecil kepala seekor lalat, lalu air matanya itu membasahi pipinya niscaya     Allah haramkan neraka untuk menyentuhnya" (HR.Ibnu Majah, al-Baihaqi     dan Ashbahâni ) 
 
 Dari     al-Abbâs Bin Abdul Muthallib Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi     wasalam bersabda, artinya, "Dua     jenis mata yang tidak tersentuh api neraka, (pertama) mata yang menangis     (ditengah kesendirian) dimalam hari karena takut pada Allah Subhannahu wa     Ta'ala , dan (kedua) mata yang digunakan untuk berjaga-jaga (pada malam     hari) di jalan Allah." (HR. At-Thabrani) 
 
 Dari     Zaid Bin Arqom Radhiallaahu anhu , dia berkata, "Seseorang bertanya     kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , “Ya Rasulullah dengan apa     aku membentengi diri dari api neraka? Rasulullah menjawab, “Dengan air     matamu, karena mata yang menangis karena takut pada Allah niscaya neraka     tidak akan menyentuhnya selama-lamanya" ( HR. Ibnu Abi Dunya dan     Ashbahâny ) 
 
 Kiat-kiat     yang Mengantarkan Kita untuk Bisa Menangis. 
 
 Memperbanyak     membaca al-Qur'an dengan memahami maknanya, terutama ayat-ayat yang kita     baca di dalam shalat, kemudian berusaha untuk merenungi dan meresapi     maknanya ke dalam hati. Di samping itu pilih waktu, suasana dan tempat yang     tepat, seperti tengah malam, ketika shalat tahajjud dan sebagainya. Jika     hal ini bisa kita perhatikan, insya Allah akan membawa pengaruh yang     berarti dalam kehidupan kita, sehingga kita akan mudah tersentuh dan     menangis ketika membaca al-Qur'an, atau ketika sedang shalat. 
 
 Diriwayatkan     dari Abdullah bin Syukhair Radhiallaahu anhu dia berkata, "Aku     mendatangi Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang sedang shalat, dan     (aku mendengar) dari rongga dadanya ada gemuruh seperti gemuruh air     mendidih dari periuk yang ada di atas tungku berapi, (disebabkan) karena     tangisan beliau" (HR.Abu Daud dan at-Tirmidzi ) 
 
 Demikian     juga Abu Bakar As-Shiddîq Radhiallaahu anhu, beliau sangat mudah tersentuh     dengan bacaan Al-Qur'an dan selalu menangis tatkala melantunkan bacaan     al-Qur'an. Juga     Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu apabila menjadi imam shalat Isya dan     Subuh, beliau sering membaca surat Yusuf, dan setiap kali membaca surat ini     maka beliau menangis dan suara tangisannya terdengar hingga shaf yang     paling belakang, dan karena seringnya beliau menangis sehingga ada bekas     menghitam di kedua pipinya. 
 
 Mengenali     Nama-Nama Allah yang Maha Tinggi dan Sifat-Sifat-Nya yang Agung sebagaimana     yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Juga berusaha untuk     merenungi kebesaran, keagungan, ketinggian dan kesempurnaan Allah melalui     keindahan dan keunikan ciptaanNya, disertai dengan introspeksi atas     kelemahan diri kita sebagai hambaNya. 
 
 Menghadiri     majlis-majlis ilmu, mendengarkan nasehat-nasehat para ulama yang bisa     menyentuh batin kita, sehingga membuat kita menangis. Shalatlah berjamaah     di belakang imam yang mudah menangis ketika melantunkan ayat-ayat suci     al-Qur'an, simaklah kaset-kaset ceramah yang berisi nasehat-nasehat     terutama mengenai tazkiyatun nafs, bacaan-bacaan murattal yang isinya penuh     dengan kekhusyu'an dan tangisan. Suasana seperti itu bisa menyentuh dan     mempengaruhi diri kita. 
 
 Mengingat     kematian kita. Bagaimana kita akan meregang nyawa mengadapi sakaratul maut     dan kita ingatlah ajal kita yang semakin dekat ke ambang pintu kematian.     Perhatikan bagaimana keadaan orang-orang yang sedang sakaratul maut, baik     yang tampak padanya tanda-tanda khusnul khatimah ataupun sû`ul khatimah.     Lalu renungkan kejadian-kejadian itu secara mendalam. Kemudian kita     bayangkan jika kejadian-kejadian yang mengerikan itu menimpa diri kita     sendiri, dengan tubuh yang semakin lemah, semakin dingin dan semakin tidak     berdaya menghadapi kematian, dengan nafas yang tersengal-sengal meregang     nyawa yang mau keluar. Tubuh kita menggigil menahan sakitnya sakaratul     maut, lalu malaikat maut menarik nyawa dari tubuh kita yang sudah kaku tak     bergerak. Hanya diri kita sendiri yang merasakan sakitnya sakaratul maut.     Tak seorang pun bisa membantu untuk meringankan betapa sakitnya sakaratul     maut, dan tak seorangpun bisa berbuat tatkala nyawa kita dipegang oleh     Malaikat Maut. 
 
 Setelah     nyawa kita berpisah dengan jasad, berarti kita sudah meninggalkan dunia     yang fana ini untuk selama-lamanya, maka orang-orang yang ada di sekeliling     kita menangis sambil meneteskan air mata menyaksikan tubuh kita yang sudah     tidak bernyawa. Lalu tubuh kita dimandikan, dikafani, lalu dishalatkan dan     dikuburkan. Anak, istri, keluarga, kerabat dan teman kita mengantarkan     jasad kita ke kuburan. Lalu setelah itu mereka meninggalkan kita sendirian     di dalam kubur dengan pemandangan yang mengerikan, dan kita tidak tahu     apakah kuburan kita itu menjadi taman surga atau justru lorong menuju ke     neraka? Di tengah pekatnya kegelapan alam kubur yang menakutkan itu, tiada     seorang pun yang menemani kita. Tiada seorang pun yang bisa menolong kita.     Tiada seorang pun yang bisa memberi bantuan pada kita selain amalan yang merupakan     bekal yang telah kita persiapkan semasa hidup. Kita hanya berharap agar     semua amal ibadah yang sempat kita lakukan semasa hidup di dunia diterima     Allah, karena sangat banyak amalan manusia yang tidak mendapat ridha Allah     Subhannahu wa Ta'ala . Banyaknya amalan ibadah yang dilakukan oleh     seseorang belum menjadi jaminan untuk terbebasnya dia dari azab kubur     kecuali apabila Allah berkenan menerimannya. 
 
 Mengingat     dan membayang kan kedahsyatan hari Kiamat. Pada hari itu terdengar tiupan     pertama terompet malikat Israfil yang sangat dahsyat, sehingga     menggelegarkan alam jagat raya ini dan seluruh isinya. Semua makhluk     dicekam ketakutan. Semua manusia dalam kebingungan, panik, dan sangat     takut. Mereka semua seperti orang yang sedang mabuk. Semua lari tapi entah     ke mana tujuannya. Pada hari itu seorang ibu yang sedang menyusui anaknya     tidak peduli lagi dengan anak yang sedang dia susui. Seorang bapak tidak     bisa berbuat apa pun untuk menolong anak dan istrinya. Semua hanya     mengurusi diri sendiri tapi tidak ada yang bisa diperbuat. Semuanya dicekam     ketakutan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Lalu terdengar lagi     suara tiupan terompet malikat Israfil untuk yang ke dua kali. Semua makhluk     semakin histeris lalu semuanya musnah. Bumi, gunung, bangunan dan apa saja     yang ada semuanya hancur. Semuanya mati dan tiada satupun makluk yang     selamat dan lolos dari kehancuran alam semesta ini. 
 
 Mengingat     Murka Allah kepada umat-umat terdahulu, seperti umat nabi Luth     alaihissalam. Mereka dibinasakan dengan hujan batu, lalu bumi mereka     dibalikkan oleh Allah Ta'alakarena mereka bergelimang dengan dosa liwath     (gay/ homoseksual). Dan masih banyak lagi umat-umat terdahulu yang     dihancurkan Allah Ta'ala karena kedurhakaan mereka kepada-Nya. 
 
 Ingatlah     Kondisi Ummat Islam di masa lalu yang penuh dengan kejayaan dan kemuliaan,     lalu bandingkan dengan kondisi kita saat ini yang begitu lemah dan     dihinakan. 
 
 Memperbanyak     Do'a agar Allah Ta'alamenganugerahkan karunia-Nya kepada kita agar bisa     menangis karena takut padaNya. Hendaklah kita selalu bermunajat pada-Nya     dan sungguh-sungguh dalam berdo'a agar kita dijauhkan dari hati yang tidak     khusyu' dan mata yang tidak bisa menangis. 
 
 Jangan     Meremehkan Dosa, karena dosa sekecil apa pun akan dipertanggungjawabkan di     hadapan Allah. Ibnu Mas'ud ra berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat     dosa-dosanya seakan-akan dia berada di bawah sebuah gunung dan dia khawatir     kalau gunung itu ditimpakan kepadanya. Sedangkan seorang fasik melihat     dosa-dosanya seperti dia melihat seekor lalat yang bertengger di hidungnya. 
 
 Semoga     Allah Ta'ala menjadikan kita termasuk hambaNya yang senantiasa menangis     karena takut padaNya. (Abu     Abdillah Dzahabi) 
 
  |         |      IKHLAS DAN BEBERAPA PERUSAKNYA 
 
 Pentingnya     amalan hati 
 
 Secara     umum amalan hati lebih penting dan ditekankan daripada amalan lahiriyah.     Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan:"Bahwasanya ia meru pakan     pokok keimanan dan landasan utama agama, seperti mencintai Allah Subhannahu     wa Ta'ala dan rasulNya, bertawakal kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala ,     ikhlas dalam menjalankan agama semata-mata karena Allah Subhannahu wa     Ta'ala , bersyukur kepadaNya, bersabar atas keputusan atau hukumNya, takut     dan berharap kepadaNya,.. dan ini semua menurut kesepakatan para ulama adalah     perkara wajib (Al fatawa 10/5, juga 20/70) 
 
 Imam     Ibnu Qayyim juga pernah berkata: "Amalan hati merupakan hal yang pokok     dan utama, sedangkan anggota badan adalah pengikut dan penyempurna.     Sesungguhnya niat ibarat ruh, dan gerakan anggota badan adalah jasadnya.     Jika ruh itu terlepas maka matilah jasad. Oleh karena itu memahami     hukum-hukum yang berkaitan dengan hati lebih penting daripada memahami     hukum-hukum yang berkaitan dengan gerakan anggota badan (Badai 'ul Fawaid     3/224). 
 
 Lebih     jauh lagi dalam kitab yang sama beliau menegaskan bahwa perbuatan yang     dilakukan anggota badan tidak ada manfaatnya tanpa amalan hati, dan     sesungguhnya amalan hati lebih fardhu (lebih wajib) bagi seorang hamba     daripada amalan anggota badan. 
 
 Kedudukan     Ikhlas 
 
 Ikhlas     merupakan hakikat dari agama dan kunci dakwah para rasul Shallallaahu     'alaihi wa Salam . Allah     Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Padahal mereka tidak disuruh     kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan (ikhlas)     kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka     mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang     lurus." (QS. 98:5) Juga     firmanNya yang lain, artinya: "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya     Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya." (QS.     67:2) Berkata     Al Fudhail (Ibnu Iyadl, penj), makna dari kata ahsanu 'amala (lebih baik     amalnya) adalah akhlasuhu wa Ashwabuhu, yang lebih ikhlas dan lebih benar     (sesuai tuntunan). 
 
 Diriwayatkan     dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu beliau berkata: 'Aku mendengar     Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, Allah Subhannahu wa     Ta'ala berfirman, artinya: "Aku adalah Tuhan yang tidak membutuhkan     persekutuan , barang siapa melakukan suatu per-buatan yang di dalamnya     menyekutukan Aku dengan selainKu maka Aku tinggalkan dia dan juga     sekutunya." (HR. Muslim). 
 
 Oleh     karenanya suatu ketaatan apapun bentuknya jika dilakukan dengan tidak     ikhlas dan jujur terhadap Allah, maka amalan itu tidak ada nilainya dan     tidak berpahala, bahkan pelakuknya akan menghadapi ancaman Allah yang     sangat besar. Sebagaimana dalam hadits, bahwa manusia pertama yang akan     diadili pada hari kiamat nanti adalah orang yang mati syahid, namun niatnya     dalam berperang adalah agar disebut pemberani. Orang kedua yang diadili adalah     orang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta mempelajari Al Qur'an, namun     niatnya supaya disebut sebagai qori' atau alim. Dan orang ketiga adalah     orang yang diberi keluasan rizki dan harta lalu ia berinfak dengan harta     tersebut akan tetapi tujuannya agar disebut sebagai orang yang dermawan.     Maka ketiga orang ini bernasib sama, yakni dimasukkan kedalam Neraka.     (na'udzu billah min dzalik). 
 
 Pengertian     Ikhlas 
 
 Ada     beberapa pengertian ikhlas, diantarnya: pertama,     Semata-mata bertujuan karena Allah ketika melakukan ketaatan. kedua, Ada     yang mengatakan ikhlas ialah membersihkan amalan dari ingin mencari     perhatian manusia. Ketiga, Sebagian lagi ada yang mendefinisikan bahwa     orang yang ikhlas ialah orang yang tidak memperdulikan meskipun seluruh     penghormatan dan peng-hargaan hilang dari dirinya dan berpindah kepada     orang lain,karena ingin memperbaiki hatinya hanya untuk Allah semata dan ia     tidak senang jikalau amalan yang ia lakukan diperhatikan oleh     orang,walaupun perbuatan itu sepele. 
 
 Ditanya     Sahl bin Abdullah At-Tusturi, Apa yang paling berat bagi nafsu? Ia     menjawab: "Ikhlas, karena dengan demikian nafsu tidak memiliki tempat     dan bagian lagi." Berkata Sufyan Ats-Tsauri: "Tidak ada yang     paling berat untuk kuobati daripada niatku, karena ia selalu     berubah-ubah." 
 
 Perusak-perusak     Keikhlasan 
 
 Ada     beberapa hal yang bisa merusak keikhlasan yaitu: 
 
 1)     Riya' ialah memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat     manusia, lalu orang-orangpun memujinya. 2) Sum'ah, yaitu beramal dengan     tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari popularitas).3)'Ujub, masih     termasuk kategori riya' hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membedakan     keduanya dengan mengatakan bahwa: "Riya' masuk didalam bab     menyekutukan Allah denga makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan Allah     dengan diri-sendiri. (Al fatawaa, 10/277) 
 
 Disamping     itu ada bentuk detail dari perbuatan riya' yang sangat tersembunyi, atau di     sebut dengan riya' khafiy' yaitu: 
 
 1)Seseorang     sudah secara diam-diam melakukan ketaatan yang ia tidak ingin menampakkannya     dan tidak suka jika diketahui oleh banyak orang, akan tatapi bersamaan     dengan itu ia menyukai kalau orang lain mendahului salam terhadapnya,     menyambutnya dengan ceria dan penuh hormat, memujinya, segera memenuhi     keinginannya, diperlakukan lain dalam jual beli (diistimewakan), dan diberi     keluasan dalam tempat duduk. Jika itu semua tidak ia dapatkan ia merasa ada     beban yang mengganjal dalam hatinya, seolah-olah dengan ketaatan yang ia     sembunyikan itu ia mengharapkan agar orang selalu menghormatinya. 
 
 2)Menjadikan     ikhlas sebagai wasilah (sarana) bukan maksud dan tujuan. Syaikhul     Islam telah memperingatkan dari hal yang tersembunyi ini, beliau berkata:     "Dikisahkan bahwa Abu Hamid Al Ghazali ketika sampai kepadanya, bahwa     barangsiapa yang berbuat ikhlas semata-mata karena Allah selama empatpuluh     hari maka akan memancar hikmah dalam hati orang tersebut melalui lisanya     (ucapan), berkata Abu Hamid: "Maka aku berbuat ikhlas selama empat     puluh hari, namun tidak memancar apa-apa dariku, lalu kusampaikan hal ini kepada     sebagian ahli ilmu, maka ia berkata: "Sesungguhnya kamu ikhlas hanya     untuk mendapatkan hikmah, dan ikhlasmu itu bukan karena Allah semata. 
 
 Kemudian     Ibnu Taymiyah berkata: "Hal ini dikarenakan manusai terkadang ingin     disebut ahli ilmu dan hikmah, dihormati dan dipuji manusia, dan lain-lain,     sementara ia tahu bahwa untuk medapatkan semua itu harus dengan cara ikhlas     karena Allah.Jika ia menginginkan tujuan pribadi tapi dengan cara berbuat     ikhlas karena Allah,maka terjadilah dua hal yang saling bertentangan.     Dengan kata lain, Allah di sini hanya dijadikan sebagai sarana saja, sedang     tujuannya adalah selain Allah. 
 
 Yaitu     apa yang diisyaratkan Ibnu Rajab beliau berkata: "Ada satu hal yang     sangat tersembunyi, yaitu terkadang seseorang mencela dan menjelek-jelekan     dirinya dihadapan orang lain dengan tujuan agar orang tersebut     menganggapnya sebagai orang yang tawadhu' dan merendah, sehingga dengan itu     orang justru mengangkat dan memujinya. Ini merupakan pintu riya' yang     sangat tersembunyi yang selalu diperingatkan oleh para salafus shaleh. 
 
 Cara-cara     mengobati riya' 
 
 1)Harus     menyadari sepenuhnya , bahwa kita manusia ini semata-mata adalah hamba. Dan     tugas seorang hamba adalah mengabdi dengan sepenuh hati, dengan mengharap     kucuran belas kasih dan keridhaanNya semata. 
 
 2)Menyaksikan     pemberian Allah, keutamaan dan taufikNya, sehingga segala sesuatunya diukur     dengan kehendak Allah bukan kemauan diri sendiri. 
 
 3)Selalu     melihat aib dan kekurangan diri kita, merenungi seberapa banyak bagian dari     amal yang telah kita berikan untuk hawa nafsu dan syetan. Karena ketika     orang tidak mau melakukan suatu amal, atau melakukannya namun sangat minim     maka berarti telah memberikan bagian (yang sebenarnya untuk Allah), kepada     hawa nafsu atau syetan. 
 
 3)     Memperingatkan diri dengan perintah-perintah Allah yang bisa memperbaiki     hati. 
 
 4)Takut     akan murka Allah, ketika Dia melihat hati kita selalu dalam keadaan berbuat     riya'. 
 
 4)     Memperbanyak ibadah-ibadah yang tersembunyi seperti qiyamul lail, shadaqah     sirri, menagis karena Allah dikala menyandiri dan sebagainya. 5)     Membuktikan pengagungan kita kepada Allah, dengan merealisasikan tauhid dan     mengamalkannya. 
 
 6)Mengingat     kematian dan sakaratul maut, kubur dan kedah syatannya, hari akhir dan     huru-haranya. 
 
 7)     Mengenal riya', pintu-pintu masuk dan kesamarannya, sehingga bisa terbebas     darinya. 
 
 8)     Melihat akibat para pelaku riya' baik di dunia maupun di akhirat. 
 
 9)     Meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah dari perbuatan     riya'dengan membaca doa:"Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat     syirik padahal aku mengetahui,dan aku mohon ampun atas apa-apa yang tidak     ku ketahui." Wallahu     a'lam bis shawab. 
 
 
 
 Disarikan     dari buku al ikhlash wa asy syirkul asghar,Dr Abdul Aziz bin Muhammad Al     Abdul Lathif, Darul Wathan Riyadh (Ibnu     Djawari) 
 
  |         |      
 
 Fastabiqul Khairat 
 
 "Kemudian     kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara     hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang mendzalimi diri mereka     sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada     yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah, yang demikian itu     adalah karunia yang amat besar." (QS. Fathir:32) 
 
 Allah     SWT membagi umat Islam ke dalam tiga bagian. Masing-masing sesuai dengan     kadar perbuatannya. Mereka yang amal buruknya lebih banyak disebut telah     mendzalimi dirinya sendiri. Gambaran mereka disebutkan oleh Ibnu Taimiyah     dalam masalah sholat, seperti orang yang sholatnya tidak tepat waktu,     bahkan sering mengakhirkan sholatnya sampai hampir masuk waktu sholat     lainnya. Kelompok kedua, adalah umat Islam yang antara amal kebaikan dan     keburukannya seimbang. Disebutkan oleh Ibnu Taimiyah sebagai orang yang     melaksanakan kewajibannya, tanpa mempedulikan sunnah-sunnah, seperti mereka     mengerjakan sholat wajib tepat waktu dan berjamaah hanya saja tidak     menambah dengan sholat-sholat sunnah. Adapun yang ketiga adalah mereka yang     amal baiknya lebih banyak dari amal buruknya. Mereka disebut telah     melaksanakan ajaran Islam dengan baik pada setiap kesempatan dan mereka     inilah yang dinamai 'Saabiqun Lilkhairaat. Permisalannya seperti orang yang     sholat wajib tepat waktu, berjamaah dan menambah dengan sholat-sholat     sunnah. Tentunya kita umat Islam hendaknya berupaya untuk menjadi kelompok     ketiga tersebut agar kualitas umat Islam tidak seperti buih laut.     Kelihatannya mayoritas secara kuantitas, tetapi kualitas pemahaman dan     aplikasi Islamnya sangat rendah. 
 
 Maka     dari itu marilah kita memenuhi panggilan Al-Quran 'Fastabiqul Khairaat'     (QS. Al-Baqarah:148). Hal itu berarti kita harus menyingsingkan baju menggunakan     setiap potensi dan peluang untuk kepentingan Islam guna menggapai surga     yang lebarnya seluas langit dan bumi, disediakan bagi mereka yang bertakwa     (QS. Al-Imran:123)  |         |      
 
 Bisikan Setan 
 
 Setan     menurut al-Qur'an surah al-An'am ayat 112 dan surah an-Naas dan juga     menurut berbagai teks hadits adalah terdiri dari jin dan manusia. Keduanya     aktif bekerja menjalankan misi mereka masing-masing. Salah satu tugas setan     adalah membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, sebagaimana firman     Allah di dalam surah an-Naas, artinya, "Katakanlah,     "Aku berlindung kepada Rabb (Tuhan yang memelihara dan menguasai)     manusia. Raja manusia. Ilaah (sembahan) manusia, dari kejahatan (bisikan)     setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada     manusia, dari (golongan) jin dan manusia." 
 
 Di     dalam ayat-ayat di atas, Allah memerintahkan manusia agar beristi-'adzah     (memohon perlindungan kepadaNya) dari bisikan jahat setan jin dan setan     manusia. Alwaswas adalah bisikan-bisikan setan yang halus sedang al-khannas     terambil dari kata khanasa, yang berarti kembali mundur, melempem,     bersembunyi serta timbul tenggelam. Maksudnya adalah setan kembali menggoda     manusia pada saat manusia lengah dan melupakan Allah, kemudian dia mundur     dan melempem pada saat manusia berdzikir mengingat Allah Ta'ala. 
 
 Strategi     Setan Memperdaya Manusia 
 
 Misi     dan pekerjaan setan itu ada dua, pertama, menyuruh manusia melakukan dosa     dan kejahatan, dan yang ke dua, menghalang-halangi manusia dari segala     macam bentuk perbuatan baik yang diridlai Allah Ta'ala. Di dalam Sahih     Muslim nomor ke 5109 bersumber dari 'Iyad bin Himar al-Mujasyi'i,     disebutkan bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,Allah     berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan     hanif (cenderung kepada kebenaran), lalu setan-setan mendatangi mereka, dan     menyelewengkannya dari agama mereka dan (setan-setan itu) mengharamkan     terhadap mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka dan menyuruh mereka     mempersekutukan Aku…" 
 
 Berdasarkan     hadits ini, dapat dikatakan, bahwa yang menyeleweng-kan manusia dari dien     (Islam) adalah setan, termasuk menggelincirkan manusia kepada perbuatan     syirik. Namun manusia yang dapat dikuasai setan, hanya mereka yang tak     memperdulikan tuntunan Allah dan menjadikan setan itu sebagai pembimbing     jalan hidupnya. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengemukakan enam tahapan yang     dilalui setan dalam menyesatkan dan mem-perdaya manusia. 
 
 Tahap     pertama ialah pengafiran atau pemusyrikan manusia. Kalau yang diajak setan     itu muslim, yang beriman teguh, yang tak dapat dikafirkan dan dimusyrikkan,     setan akan melangkah ke tahapan dakwah ke dua, yaitu pem-bid'ahan. Setan     pada tahapan ke dua ini berupaya menjadikan orang Muslim sebagai ahlul     bid'ah. Kalau yang didakwahi setan itu kalangan Ahlus Sunnah, yang teguh dan     istiqamah memegang Sunnah, setan melangkah pada tahap yang ke tiga, yaitu     menjebak orang Islam kepada kaba’ir (dosa-dosa besar). Kalau yang     bersangkutan beriman teguh, sehingga tak mau melakukan dosa-dosa besar,     setan tetap tidak berputus asa, untuk terus berupaya mencari taktik lain,     dengan melangkah ke tahap yang ke empat, yaitu menjebak manusia dengan     dosa-dosa kecil. 
 
 Kalau     tahap ke empat ini gagal juga, setan melangkah ke tahap ke lima, yaitu     menyibukkan manusia kepada masalah-masalah yang mubah (boleh), sehingga     yang bersangkutan menghabiskan waktunya untuk urus-an-urusan yang mubah,     yang dampaknya, lupa menunaikan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah     Ta'ala, yang berpahala, yang semua Muslim diperintahkan mengamalkannya.     Kalau tahap ke lima ini gagal juga, setan melanjutkan strategi gandanya ke     tahapan yang ke enam, yaitu menyi-bukkan manusia dalam urusan-urusan kurang     bermanfaat atau yang man-faatnya lebih kecil, sehingga dampak     persoalan-persoalan yang lebih penting dan yang lebih baik jadi tertinggalkan     dan terabaikan. Misalnya, sibuk dengan amalan sunnah, sehingga amalan wajib     tertinggalkan. 
 
 Adapun     perangkap atau jerat-jerat yang dipasang setan tidak terhitung jenis dan     jumlahnya, di antaranya ialah: 
 
 1.     Mengadu Domba Sesama Muslim dan Buruk Sangka 
 
 Di     dalam hadits yang diriwayatkan al-Bukhari, Rasulullah bersabda yang     artinya, “Sesungguhnya iblis telah berputus asa untuk disembah oleh     orang-orang yang sholeh, tetapi ia berusaha mengadu domba di antara     mereka.". Caranya     ialah menciptakan dan menyebarkan permusuhan, kebencian dan fitnah di     antara mereka. Sikap buruk sangka (terhadap Allah maupun manusia) biasanya     datang dari setan. Dalilnya antara lain ialah hadits Shafiyyah binti Huyay     (istri Rasulullah) ia berkata yang artinya, "Ketika Rasulullah sedang     beri'tikaf di masjid, saya mendatanginya pada suatu malam dan bercerita.     Kemudian saya pulang diantar beliau. Ada dua orang Anshar berjalan dan     ketika keduanya melihat Rasulullah, mereka mempercepat langkah. Rasulullah     berkata, "Pelan-pelanlah. Dia adalah Shafiyah binti Huyay".     Mereka berkata, "Subhanallah (Maha Suci Allah), Rasulullah!"     Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya setan berjalan di tubuh manusia     pada peredaran darah, aku khawatir setan itu melontarkan kejahatan di hati     kamu berdua , sehingga timbul prasangka yang buruk." (HR. Al-Bukhari     240, Muslim 2174-2175). 
 
 2.     Menganggap Baik dan Indah Kebid'ahan. 
 
 Ibadah     yang sudah baik dari Nabi, oleh setan dimodifikasi, antara lain dilakukan     penambahan-penambahan di sana sini atau pun pengurangan-pengurangan. Apa     yang tidak disunnahkan Nabi, dilakukan, sebaliknya yang disunnahkan Nabi     justru ditinggalkan. Sebagian     manusia dibisiki agar merekayasa hadits palsu yang disandar kan kepada     Rasulullah sambil berdalih, “Kami memang berdusta mengarang hadits, namun     bukan dengan niat menentang Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ,     melainkan membela beliau. Tak terhitung jumlah hadits yang direkayasa untuk     menakut-nakuti manusia dari neraka, agar melakukan amal kebaikan atau pun     menggambarkan surga dengan cara aneh pula. 
 
 3.     Membisikkan Bahwa Islam Hanyalah Muamalah. 
 
 Terkadang     setan membisikkan ke dalam hati manusia, "Dien (Islam) adalah muamalah     (pergaulan/akhlak yang baik). Yang penting dalam beragama adalah cukup     berbuat baik saja terhadap sesama manusia, jangan mendustai atau menipu     mereka walaupun kamu tidak shalat. Bukankah Rasulullah mengatakan, bahwa     agama adalah muamalah?" Sebagai hasilnya, banya orang yang berprinsip,     tak shalat tak mengapa, asal tidak jahat terhadap sesama manusia. Kepada     yang lain, dibisikinya pula, "Yang penting adalah hati dan niat baik,     sepanjang engkau lalui waktu malammu tanpa menyimpan dengki dan kebencian     terhadap manusia, cukuplah sudah”. Akibatnya yang bersangkutan meninggalkan     banyak amal shaleh, karena mencu-kupkan diri dengan niat baik saja! Kepada     kalangan yang berkecim-pung di politik, setan jin membisikkan, "Yang     penting adalah kita harus mengenal keadaan riil kaum muslimin dan keadaan     musuh-musuh mereka. Dengan demikian hal paling penting adalah     masalah-masalah politik. Ibadah biarlah dilakukan kalangan ahli ibadah     saja. 
 
 4.     Membisikkan bahwa Islam Hanya Mengatur Hubungan dengan Allah Saja. 
 
 Kepada     mereka, setan membisik-kan, "Engkau zuhud dengan mening-galkan semua     urusan dunia, termasuk urusan politik." Urusan pemerintahan, biarlah     orang kafir saja yang mengatur, karena itu adalah masalah keduniaan yang     tidak ada sangkut pautnya dengan agama, sedang agama hanya mengatur     hubungan dengan Allah saja. 
 
 5.     Membisikkan Bahwa yang Penting Bersatu. 
 
 Datang     pula kelompok lain dengan pendapat, "Yang paling penting adalah     menyatukan barisan kaum muslimin. Kelompok ini menjadikan persatuan sebagai     hal paling penting, walaupun dibandingkan masalah aqidah! Dasar mereka     ialah musuh-musuh Allah sedang gencar ingin menghabisi Islam. Memang benar     umat Islam harus bersatu, tetapi harus di atas dasar dien, bukan bersatu     dalam kekacauan dan perbedaan aqidah. 
 
 6.     Menunda Kebaikan atau Melaku-kannya Secara Asal-Asalan. 
 
 Salah     satu bisikan jahat setan ialah agar umat Islam dalam melakukan kebaikan     bersikap menunda-nunda atau sebaliknya melakukannya, namun dengan     tergesa-gesa tanpa perhitungan. Sehingga akibatnya banyak kebaikan yang     tidak terlaksana atau dilakukan namun secara serampangan dan asal-asalan,     baik itu amal yang bersifat individual maupun kolektif 
 
 7.     Membisiki Manusia Sebagai Orang yang Terbaik 
 
 Di     sisi lain, setan membisikkan di dalam hati manusia, "Engkau lebih baik     dari orang lain, engkau melakukan shalat, sementara orang lain banyak yang     tidak shalat." Setan membisiki setiap orang yang beribadah agar     memperhatikan kelakuan orang-orang yang berada di bawahnya dalam beramal     shaleh, untuk mencegahnya dari beramal lebih baik. Padahal yang dituntut     dari kita adalah sebaliknya yaitu merasa kurang di dalam kebaikan, misalnya     kita perhatikan orang yang berpuasa sunah Senin dan Kamis ketika kita tidak     melakukannya. Tetapi setan sangat jahat dan lihai, dengan berbagai cara, ia     memperdayakan kita agar kita merasa sudah cukup, sudah hebat dan sempurna,     sehingga kita merasa tak perlu belajar dari orang lain. 
 
 8.     Menjadikan Satu Kebaikan Sebagai Penghalang Kebaikan yang Lain 
 
 Untuk     menjauhkan kita dari tugas dakwah, setan terkadang membisiki hati kita,     "Kamu harus tawadhu, siapa yang tawadhu karena Allah, niscaya akan     ditinggikan-Nya. Bukan level kamu melibatkan diri dalam tugas da'wah!     Urusan da'wah hanya untuk orang berilmu tinggi saja! Kalau kamu melibat-kan     diri juga dalam tugas da'wah, kamu berarti sombong, tak tahu diri." Setan     terus menekan kita sampai mencapai derajat di mana kita merasa tak berguna     dan tak mampu memikul tugas da'wah'. Padahal kita akan dimintai     pertanggungjawaban terhadap kemampuan yang seharusnya kita pergunakan untuk     tugas da'wah itu. 
 
 Mudah-mudahan     Allah senantiasa membantu kita mengalahkan musuh nyata kita, yaitu setan,     baik setan jin maupun manusia. Akhirnya, marilah kita sama-sama berdo’a     dengan do’a yang diajarkan Allah. Terapinya, membiasakan melakukan dzikir     pagi dan sore, banyak-banyak membaca al-Qur’an, dan selalu berdzikir     memohon perlindungan kepada Allah. 
 
 "Wahai     Rabbku!, aku berlindung kepadaMu dari bisikan-bisikan jahat setan dan aku     berlindung kepadamu Rabbku mereka mendatangiku…" (Al-Mu'minun ayat     97-98). Wallaahu ‘a'lam. 
 
 (     Muhammad Hanafi Maksum ) 
 
  |         |      
 
 Citi-Ciri Wanita Shalihah 
 
 Tidak     banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita untuk     menerima gelar solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh     kenikmatan dari Allah swt. Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat saja yaitu     : 
 
 Taat     kepada Allah dan RasulNya 
 
 Taat     kepada suami 
 
 Perincian     dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut : 
 
 Taat     kepada Allah dan RasulNya Bagaimana     yang dikatakan taat kepada Allah swt? 
 
 Mencintai     Allah swt dan Rasulullah saw melebihi dari segala-galanya. 
 
 Wajib     menutup aurat 
 
 Tidak     berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah 
 
 Tidak     bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada bersamanya     mahramnya. 
 
 Sering     membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa 
 
 Berbuat     baik kepada ibu & bapa Sentiasa     bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang Tidak     berkhalwat dengan lelaki dewasa Bersikap     baik terhadap tetangga Taat     kepada suami Memelihara     kewajiban terhadap suami Sentiasa     menyenangkan suami Menjaga     kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah. Tidak     cemberut di hadapan suami. Tidak     menolak ajakan suami untuk tidur Tidak     keluar tanpa izin suami. Tidak     meninggikan suara melebihi suara suami Tidak     membantah suaminya dalam kebenaran Tidak     menerima tamu yang dibenci suaminya. Sentiasa     memelihara diri, kebersihan fisik dan kecantikannya serta kebersihan     rumahtangga. 
 
 Faktor Yang Merendahkan Martabat Wanita 
 
 Sebenarnya     puncak rendahnya martabat wanita adalah datang dari faktor dalam. Bukanlah     faktor luar atau yang berbentuk material sebagaimana yang     digembar-gemborkan oleh para pejuang hak-hak palsu wanita. 
 
 Faktor-faktor     tersebut ialah : 
 
 1.     Lupa mengingat Allah Karena     terlalu sibuk dengan tugas dan kegiatan luar atau memelihara anak-anak,     maka tidak heran jika banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya     telah lalai dari mengingat Allah. 
 
 Dan     saat kelalaian ini pada hakikatnya merupakan saat yang paling berbahaya     bagi diri mereka, di mana syetan akan mengarahkan hawa nafsu agar memainkan     peranannya. Firman Allah swt di dalam surah al-Jathiah, ayat 23: artinya: 
 
 "Maka     sudahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya     dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya. Dan Allah telah mengunci     mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas     penglihatannya." 
 
 Sabda     Rasulullah saw: artinya: 
 
 "Tidak     sempurna iman seseorang dari kamu, sehingga dia merasa cenderung kepada apa     yang telah aku sampaikan." (Riwayat Tarmizi) Mengingati     Allah swt bukan saja dengan berzikir, tetapi termasuklah menghadiri     majlis-majlis ilmu. 
 
 2.     Mudah tertipu dengan keindahan dunia 
 
 Keindahan     dunia dan kemewahannya memang banyak menjebak wanita ke perangkapnya. Bukan     itu saja, malahan syetan dengan mudah memperalatkannya untuk menarik kaum     lelaki agar sama-sama bergelimang dengan dosa dan noda. Tidak sedikit yang     sanggup durhaka kepada Allah swt hanya kerana kenikmatan dunia yang terlalu     sedikit. Firman Allah swt di dalam surah al-An'am: artinya : 
 
 "Dan     tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian dan     sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa,     oleh karena itu tidakkah kamu berfikir." 
 
 3.     Mudah terpedaya dengan syahwat 4.     Lemah iman 5.     Bersikap suka menunjuk-nunjuk. 
 
 Ad-dunya     mata' , khoirul mata' al mar'atus sholich Dunia     adalah perhiasan, perhiasan dunia yang baik adalah Wanita sholichah 
 
  |         |      Berlindung Dari Fitnah 
 
 Berlindung     kepada Allah, khususnya pada masa-masa fitnah sedang menyebar dan     merajalela merupakan sebuah keharusan dan hal yang amat penting. Dan itu     merupakan jalan yang paling tepat untuk terlepas dari kejahatan     fitnah-fitnah itu, baik yang besar atau pun yang kecil. 
 
 Jika     seseorang memperhatikan berbagai macam fitnah, seperti fitnah kehidupan     dunia dengan iming-iming nafsu dan syahwatnya; Fitnah kematian,     penghimpunan manusia di padang Mahsyar, serta huru-hara Akhirat; Fitnah     kekacauan, pembunuhan dan peperangan; Fitnah tersumbatnya suara kebenaran     dan merebaknya kebatilan; Fitnah ujub, besar kepala dan sebagainya, maka     sungguh akan menggugah hati untuk menyelamatkan diri darinya dan mendorong     untuk berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala, minta keselamatan dan     terbebas dari segala keburukannya. 
 
 Fitnah     Dunia 
 
 Fitnah     dunia beserta isinya, berupa permainan, kesenangan dan syahwat mengharuskan     kita untuk selalu berlindung kepada Allah dari keburukannya. Merupakan     fitnah dunia yang sangat besar bagi seorang laki-laki adalah fitnah     (ujian/godaan) wanita. Oleh karena itu Nabi Yusuf ’alaihis salam tatkala     khawatir terhadap fitnah wanita, beliau mengatakan, “Dan     jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan     cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)dan tentulah aku termasuk     orang-orang yang bodoh". (QS. 12:33) 
 
 Harta     benda juga merupakan fitnah yang harus dimintakan perlindungan kepada Allah     dari keburukannya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam     meminta perlindungan dari jahatnya fitnah kekayaan, sebagaimana disebutkan     dalam sebuah hadits shahih tatkala berlindung dari berbagai fitnah dunia,     salah satunya adalah, "Dan (aku berlindung) dari buruknya fitnah     kekayaan." (HR. al-Bukhari, merupakan sebuah penggalan hadits) 
 
 Keluarga     dan anak-anak juga merupakan fitnah dunia sebagaimana firman Allah     subhanahu wata’ala, artinya, “Hai     orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan     anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu     terhadap mereka. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan     (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. 64:14-15) 
 
 Oleh     karena itu seorang hamba harus memohon kepada Allah agar menjadikan     keluarga dan anak cucunya sebagai qurrata ain, penyejuk hati dan pembawa     kebaikan. Seorang muslim sadar bahwa keluarga dan anak-anak adalah     merupakan fitnah dan ujian hidup. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan     orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami     isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan     jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 25:74) 
 
 Nabi     shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan do’a, "Dan aku     berlindung kepada-Mu dari (keburukan) fitnah hidup." 
 
 Fitnah     Syetan 
 
 Syetan     adalah fitnah bagi manusia. Dia selalu menghiasi keburukan sehingga tampak     indah dan baik, agar manusia tertipu dan tersesat. Fitnah syetan termasuk     sangat besar. Ia selalu menggoda manusia dan mendampingi semenjak lahir     hingga menjelang kematiannya. Maka Allah subhanahu wata’ala menganjur kan     agar kita berlindung kepada-Nya dari segala gangguan syetan, sebagaimana     dalam firman-Nya, “Dan     katakanlah,“Ya Rabbku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan     syetan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan     mereka kepadaku". (QS. 23:97-98) 
 
 Nabi     shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa do’a dan dzikir kepada Allah     merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim untuk menghadapi gangguan     syetan. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah     shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, "Tidaklah     seorang hamba mengucapkan setiap pagi dan sore (doa), "Dengan menyebut     Nama Allah, yang dengan menyebut-Nya maka tidak berbahaya segala sesuatu     yang berada di bumi dan di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha     Mengetahui.” (Dia ucapkan) sebanyak tiga kali maka tidak akan     membahayakannya segala suatu apapun." (HR.Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu     Majah dan Ahmad, dan sanadnya hasan) 
 
 Dan     tatkala Abu Bakarradhiyallahu ‘anhu, meminta kepada Rasulullah shallallahu     ‘alaihi wasallam untuk mengajar kan sebuah kalimat (doa) yang diucapkan     ketika pagi dan sore hari, maka di antara yang diajarkan beliau adalah     berlindung kepada Allah dari syetan dan sekutunya. Beliau bersabda,     "Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku dan kejahatan     syetan beserta sekutunya." (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad dan     al-Hakim, dishahihkan oleh adz-Dzahabi) 
 
 Fitnah     Akhirat 
 
 Fitnah     akhirat dimulai sejak seseorang masuk ke alam kubur hingga datangnya hari     Kiamat dengan kedahsyatannya. Semua itu harus dimohonkan perlindungan     kepada Allah subhanahu wata’ala agar kita selamat dari malapetaka nya, dan     dengan keutamaan serta rahmat-Nya kita dimasukkan ke dalam surga. 
 
 Termasuk     fitnah akhirat yang besar adalah fitnah kubur, yaitu pertanyaan di kubur     terhadap seorang hamba tentang siapa Rabbnya, apa agamanya, siapa Nabinya     dan seterusnya. Jika dia seorang yang istiqamah di atas agama Allah maka     akan selamat dan dapat berbicara serta menjawab sesuai yang diridhai Allah     subhanahu wata’ala. Jika dia menyepelekan agama dan zhalim maka akan     mendapatkan kerugian dan mengucapkan kalimat kekufuran, kita berlindung     kepada Allah dari hal itu. 
 
 Oleh     karena itu dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu     ‘alaihi wasallam berlindung dari adzab kubur. 
 
 Fitnah     al-Masih ad-Dajjal 
 
 Fitnah     dajjal adalah termasuk fitnah terbesar yang akan dialami manusia menjelang     hari Kiamat, dan dia merupakan salah satu tanda akan terjadinya Kiamat     Kubra (kiamat besar). Tentang kapan munculnya dajjal, maka tidak seorang     pun mengetahuinya, yang penting adalah bahwa seseorang tidak akan dapat     selamat dari fitnah dajjal kecuali atas perlindungan Allah subhanahu     wata’ala. Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta     perlindungan kepada-Nya dari fitnah dajjal tersebut. 
 
 Dalam     sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, "Barang     siapa yang membaca sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi maka akan     dijaga dari dajjal." Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan,     "Barang siapa yang membaca sepuluh ayat terakhir dari surat al-Kahfi     maka akan dijaga dari dajjal." (HR. Muslim) 
 
 Fitnah     Jahannam 
 
 Merupakan     salah satu fitnah akhirat adalah fitnah adzab Jahannam. Semoga Allah     menjaga kita darinya. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menganjurkan     kepada kita untuk berlindung dari adzab Jahannam tersebut, sebagaimana     firman Allah subhanahu wata’ala tatkala menyebutkan di antara sifat hamba     Allah, yang artinya “Dan     orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, jauhkan azab jahannam dari     kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasan yang kekal".     Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat     kediaman.” (QS. 25:65-66) 
 
 Dalam     sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam     berlindung kepada Allah dari adzab Jahannam 
 
 Fitnah     Orang Kafir 
 
 Salah     satu fitnah yang dihadapi oleh orang mukmin di setiap tempat dan waktu     adalah permusuhan orang-orang kafir. Oleh karena itu Allah subhanahu     wata’ala menyebutkan tentang orang-orang mukmin pengikut Thalut     alaihissalam, tatkala menghadapi musuh mereka Jalut dan tentaranya maka     mereka berlindung kepada Allah dengan berdoa, sebagaimana firman Allah, “Tatkala     Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdo'a, "Ya     Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokoh- kanlah     pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir".     (QS. 2:250) 
 
 Allah     subhanahu wata’ala berfirman tentang kaum Nabi Musa, artinya, “Berkata     Musa, "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawa-kallah     kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri". Lalu     mereka berkata, "Kepada Allah-lah kami bertawakal! Ya Rabb kami,     janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan     selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang     kafir". (QS. 10:84-86) 
 
 Allah     subhanahu wata’ala juga menyebutkan tentang Nabi Ibrahim dan kaumnya yang     berd’oa kepada Allah, "Ya     Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang     kafir. Dan ampunilah kami Ya Rabb kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang     Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. 60:5) 
 
 Disebutkan     dalam sebuah hadits shahih dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu     dia berkata, "Ketika terjadi perang Badar, Rasulullah shallallahu     ‘alaihi wasallam melihat ke arah kaum musyrikin yang berjumlah seribuan     orang sedangkan shahabat beliau hanya tiga ratus tiga belas orang. Maka     beliau menghadap kiblat lalu menengadahkan tangan berdoa kepada Rabbnya,     "Ya Allah penuhilah untukku apa yang Kau janjikan, ya Allah     datangkanlah kepadaku apa yang Kau janjikan. Ya Allah jika Kamu binasakan     sekelompok ahlul Islam ini, maka Engkau tidak disembah di muka bumi."     Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus-menerus berdoa dengan menengadahkan     tangan, menghadap ke kiblat sehingga kain yang ada di pundaknya terjatuh.     Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu datang mengambil kain itu kemudian     meletakkannya kembali di pundak beliau. Dia lalu mendekat dari arah     belakang Nabi dan berkata, "Wahai Nabi Allah, telah cukup permohonanmu     kepada Allah, sesungguhnya Dia akan memberikan untukmu apa yang Dia     janjikan kepadamu.” Maka Allah subhanahu wata’ala menurunkan ayat,     “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu     diperkenankan-Nya bagimu, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala     bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut".     (QS. 8:9). (HR Muslim) 
 
 Amat     banyak saudara kita di negeri Islam yang sedang menghadapi ujian dan cobaan     dari orang kafir, berada dalam penindasan kaum salibis, zionis dan     kapitalis. Maka kita hendaknya senantiasa memohon kepada Allah, agar segera     mengentaskan musibah tersebut dengan secepatnya. 
 
 Fitnah     Ujub dan Bangga Diri 
 
 Ujub,     terpedaya dan bangga diri merupakan fitnah yang selayaknya dimintakan     perlindungan kepada Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan     janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena     sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali     kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. 17:37) 
 
 Fitnah     ini hendaknya diwaspadai khusunya oleh para aktivis dakwah, penyebar ilmu,     para pejuang dan orang semisal mereka yang banyak dibutuhkan olah umat     Islam di zaman ini. Hendaklah mereka hati-hati dari fitnah ini, dengan     banyak berlindung dan bersandar kepada Allah subhanahu wata’ala, agar     jangan menjadikan amalnya sebagaimana amal yang Dia firmankan, “Dan     Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu     (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. 25:23).Hanya kepada Allah kita     mohon pertolongan. 
 
 Sumber:     Kutaib, “Dharuratu alluju’ ilallah ‘inda hudutsil fitan,” DR. Abdul Hamid     bin Abdur Rahman al-Suhaiban 
 
  |         |      
 
 Membiasakan Berbuat Baik 
 
     Salah satu kunci kesuksesan hidup kita     adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik. Semakin kita terbiasa     berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan     hidup. 
 
 Dalam     suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman “Jikalau seseorang hamba itu     mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia     mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba     itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan     bergegas.” (HR. Bukhari) 
 
 Didalam     melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa     beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa     berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam     lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid,     maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan     keluarganya. 
 
 Semakin     seseorang memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak     terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits qudsi     diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita kepada     Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya. 
 
 Salah     satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat     baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita     untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah, maka     beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu seperti     sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat     jum’at sekali sepekan. 
 
 Permasalahan     awal yang biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam     memulainya. Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan     ketika melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan     diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah mobil     tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada juga sifat kita     yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik janganlah ditunda.     Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka tundalah untuk menunda. Hal     ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw: 
 
 “Bersegeralah     untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan     terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang     membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang     merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba     menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat     kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih.” (HR.     Tirmidzi) 
 
 Salah     satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah     dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala     hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa     dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib untuk     mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau ibadah.     Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara berulang     kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar manusia     semakin ingat. 
 
 “Dan     sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi     (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan     itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al Israa’ 41) 
 
 Jadi,     mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan     ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin     yakin. 
 
  |         |      
 
 Bahaya matinya rasa malu! Oleh Yuminah Rohmatulllah 
 
 Malu     adalah suatu sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan     sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu merupakan salah satu kategori     akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). “Malu adalah bagian dari keimanan     seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi). 
 
 Perasaan     malu itu meliputi tiga hal. Pertama, malu kepada diri sendiri, yakni     perasaan malu di dalam hati, di kala akan melanggar larangan Allah. Kedua,     malu kepada orang lain, yakni menjaga semua anggota badan dan     gerak-geriknya dari hawa nafsu. Setiap akan melakukan perbuatan yang     rendah, ia akan tertegun, tertahan, dan akhirnya tidak jadi berbuat. Karena     desakan malunya, takut berbuat yang buruk, takut menerima siksaan Allah di     akhirat kelak. Ketiga, malu kepada Allah, artinya jika ia melakukan     kekejian akan mendapat siksa yang pedih. Malu kepada Allah merupakan sendi     utama dan dasar budi pekerti yang mulia. “Malulah kamu kepada Allah dengan     sebenar-benar malu.” (HR Tirmidzi). 
 
 Setiap     orang mempunyai rasa malu, entah besar ataupun kecil. Malu itu merupakan     kekuatan preventif (pencegahan) guna menghindarkan diri dalam kehinaan atau     terulangnya kesalahan serupa. Akan tetapi, rasa malu itu bisa luntur dan     pudar, hingga akhirnya lenyap (mati) karena berbagai sebab. Jika malu sudah     mati dalam diri seseorang, berarti sudah tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan     dari dirinya. Ibarat kendaraan, remnya sudah blong atau tidak dapat     berfungsi lagi. “Jika engkau tidak tahu malu lagi, perbuatlah apa saja yang     engkau kehendaki.” (HR Bukhari dan Muslim). 
 
 Dapat     dibayangkan, bila rasa malu itu telah hilang dalam diri seseorang, segala     perilakunya makin sulit dikendalikan. Sebab, dia akan melakukan berbagai     perbuatan tak terpuji, seperti korupsi, menyontek, menipu, mempertontonkan     aurat dengan pakaian yang seksi dan mini, berzina, mabuk-mabukan,     pembajakan, pelecehan seksual, dan pembunuhan. Mereka sudah dikuasai oleh     nafsu serakah. Orang yang sudah dikuasai nafsu serakah dan tidak ada lagi     rasa malu dalam dirinya maka perbuatannya sama dengan perilaku hewan yang     tidak punya akal, kecuali sekadar nafsu. 
 
 Hilangnya     rasa malu pada diri seseorang merupakan awal datangnya bencana pada     dirinya. “Sesungguhnya Allah SWT apabila hendak membinasakan seseorang,     maka dicabutnya rasa malu dari orang itu. Bila sifat malu sudah dicabut     darinya, maka ia akan mendapatinya dibenci orang, malah dianjurkan orang     benci padanya. Jika ia telah dibenci orang, dicabutlah sifat amanah     darinya. Jika sifat amanah telah dicabut darinya, kamu akan mendapatinya     sebagai seorang pengkhianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya     sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayangnya, maka jadilah ia     seorang yang terkutuk. Jika ia telah menjadi orang terkutuk maka lepaslah     tali Islam darinya.” (HR Ibnu Majah). 
 
 “Malu     adalah bagian dari keimanan seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi).     Hilangnya rasa malu, berarti mulai menipisnya rasa keimanan dalam dirinya.     Dan, jika keimanan sudah semakin hilang, perbuatannya akan jauh dari rida     Allah SWT. Naudzubillah. 
 
  |         |      
 
 3 Hal penyemangat shaum kita di bulan Ramadhan 
 
 1.     Pengampunan Dosa Allah     dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan     dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau     seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya     akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini. 
 
 Dari     Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,     (bahwasanya) beliau bersabda (yang artinya) : “ Barangsiapa yang berpuasa     di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab (mengharap wajah ALLAH)     maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [Hadits Riwayat Bukhari     4/99, Muslim 759, makna "Penuh iman dan Ihtisab' yakni membenarkan     wajibnya puasa, mengharap pahalanya, hatinya senang dalam mengamalkan,     tidak membencinya, tidak merasa berat dalam mengamalkannya] 
 
 Dari     Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga, -Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa     sallam pernah bersabda (yang artinya) : “ Shalat yang lima waktu, Jum’at ke     Jum’at. Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi di antara     senggang waktu tersebut jika menjauhi dosa besar” [Hadits Riwayat Muslim     233]. 
 
 Dari     Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu     ‘alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin”     Ditanyakan kepadanya : “Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian     mengucapkan Amin, Amin, Amin?” Beliau bersabda (yang artinya) : “     Sesungguhnya Jibril ‘Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata :     “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka     akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan “Amin”, maka akupun     mengucapkan Amin….” [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246     dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih,     asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits     dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan     hal.25-34 karya Ibnu Syahin]. 
 
 2.     Dikabulkannya Do’a dan Pembebasan Api Neraka Rasullullah     Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya Allah     memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam     dalam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo’a akan dikabulkan     do’anya” [Hadits Riwayat Bazzar 3142, Ahmad 2/254 dari jalan A'mas, dari     Abu Shalih dari Jabir, diriwayatkan oleh Ibnu Majah 1643 darinya secara     ringkas dari jalan yang lain, haditsnya shahih. Do'a yang dikabulkan itu     ketika berbuka, sebagaimana akan datang penjelasannya, lihat Misbahuh     Azzujajah no. 60 karya Al-Bushri] 
 
 3.     Orang yang Puasa Termasuk Shidiqin dan Syuhada Dari     ‘Amr bin Murrah Al-Juhani[1] Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Datang     seorang pria kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata :     “Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan     yang hak kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu,     aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam     harinya, termasuk orang yang manakah aku ?” Beliau menjawab (yang artinya)     : “ Termasuk dari shidiqin dan syuhada” [Hadits Riwayat Ibnu Hibban (no.11     zawaidnya) sanadnya Shahih] 
 
 Source     : Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis     Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al     Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat Puasa     Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR),     penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H. 
 
  |         |      Kenapa kita tidak bisa bersabar? Oleh Syamsul Arifin 
 
 Kesabaran     itu susah. Menjalani takdir yang diberi; berusaha terus melaju dengan apa     yang ada, tanpa pernah putus asa, bukan suatu hal yang mudah. 
 
 Kesabaran     bukan hanya kita praktekkan ketika menerima musibah, tapi juga harus bisa     kita usahakan dalam bentuk yang aktif. 
 
 Secara     umum, kesabaran itu terdiri dari tiga jenis: (1)     Kesabaran ketika ditimpa musibah, (2) Kesabaran agar bisa terus menjalankan     kebaikan, dan (3)     Kesabaran untuk bisa menghindari diri dari keburukan. 
 
 Orang-orang     yang bersabar harus mampu menjaga dirinya dari melakukan perbuatan yang     dilarang, dan harus juga bisa mengarahkan dirinya agar bisa terus berada di     koridor kebaikan sebagaimana telah diperintahkan. 
 
 Penyebab     ketidaksabaran 
 
 Dari     dialog antara Nabi Musa AS dan Khidhr, kita bisa mengetahui salah satu     penyebab kita tidak sabar. Kisah perjalanan mereka berdua bisa kita lihat     di surat Al-Kahfi. Salah satu potongan perkataan Khidhr kepada Nabi Musa AS     yaitu: 
 
 “Dan     bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai     pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (QS. Al-Kahfi: 68) 
 
 Jika     kita tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, terbentur kondisi     realita tidak sesuai pengharapan/usaha, terkadang bisa menyebabkan ketidaksabaran.     Akhirnya mempertanyakan keputusan Tuhan. Nnaudzubillah. 
 
 Maha     Suci Allah dengan segala Kesempurnaan-Nya 
 
 Kita     lupa bahwa Allah memiliki sifat Al `Adl (maha adil), Al `Aliim (maha     mengetahui/memiliki ilmu), Al Hakiim (maha bijaksana), juga Ar Rahman (Maha     Pengasih) dan Ar Rahiim (Maha Penyayang). 
 
 Lupa     seakan-akan tidak ada kekuasaan Ilahi yang mengawasi kita, yang maha     memelihara dan menjaga. 
 
 Kita     merasa yakin bahwa apa yang kita rencanakan, inginkan, usahakan, merupakan     satu-satunya hal yang terbaik bagi diri kita di dunia dan akhirat. Padahal     dengan keterbatasan ilmu yang kita miliki, hal ini belum tentu 100 persen     benar. 
 
 Bisa     jadi Allah menetapkan suatu hal yang jauh lebih baik di balik kegagalan     kita, mengatur skenario yang lebih indah dari apa yang telah kita sangka,     menjaga dan mengarahkan diri kita dari keterpurukan di dunia dan kerugian     di akhirat –karena sekali lagi, Allah maha mengetahui dan janganlah ragu,     karena Dia juga maha penyayang terhadap hamba-hamba-Nya. 
 
 Yang    perlu kita lakukan cukuplah sederhana, bersyukur ketika diberi nikmat, dan     bersabar ketika diuji. Bersabarnya bukan hanya pasif, tapi juga aktif,     terus mencari jalan keluar lainnya, terus mencari solusi, berusaha lagi     tanpa pernah mengenal putus asa. 
 
 
  |         |      Lailatul Qadar Vs Budaya Konsumerisme 
 
 Namun,     fakta yang ada di masyarakat justru sebaliknya. Pada sepuluh hari terkahir     ramadhan, masyarakat Indonesia di sibukkan oleh persiapan menjelang hari     lebaran. 
 
 Puasa     ibarat sebuah kompetisi. Pada sepuluh hari pertama adalah babak penyisihan.     Dalam babak penyisihan ini, semua peserta ambil bagian, baik itu sebagai     peserta yang memang benar-benar serius dalam mengikuti kompetisi dan     mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelumnya. Dan juga peserta yang hanya     sekedar peserta yang tidak mempunyai persiapan apapun. 
 
 Sepuluh     hari kedua, masuk babak perempat final dan semifinal. Pada babak ini, hanya     tinggal beberapa peserta yang telah melewati babak penyisihan. Dan sepuluh     hari ketiga, adalah babak final. Sudah barang tentu, peserta yang masuk     babak final adalah peserta yang sudah mempersiapkan diri secara maksimal     jauh sebelum kompetisi dimulai. 
 
 Sesuai     tahapan-tahapan tersebut, maka fase sepuluh hari ketiga adalah fase akhir     dari kompetisi yang sedang kita lalui. Sebagaimana biasanya sebuah     kompetisi, maka ganjaran dan hadiah yang diberikan pada babak akhir     kompetisi sangat besar dan banyak. Apalagi bila menjadi juara, fasilitas     yang didapatkan akan begitu besar dan banyak. 
 
 Sepuluh     hari ketiga pada bulan Ramadhan, Allah SWT menjanjikan pahala yang begitu     besar bagi ummatnya. Bahkan ada satu malam yang sangat istimewa, yaitu     malam lailatul Qadar. Lailatul qadar adalah malam yang lebih mulai dari     pada seribu bulan. 
 
 Para     ulama pada akhir-akhir bulan ramadhan, selalu mengajak kepada kaum muslim     untuk terus meningkatkan intensitas dan frekwensi beribadahnya. Bahkan kita     diajak untuk melakukan beri’tikaf dimesjid demi untuk mendapatkan malam     lailatul qadar. 
 
 Namun,     fakta yang ada di masyarakat justru sebaliknya. Pada sepuluh hari terkahir     ramadhan, masyarakat Indonesia di sibukkan oleh persiapan menjelang hari     lebaran. Persiapan lebaran mulai dari mempersiapkan baju baru untuk anak,     ibu, suami atau istri dan untuk keluarga lainnya. Sementara persiapan yang     lainnya adalah persiapan mudik. Hampir semua masyarakat Indonesia,     disibukkan oleh dua hal tersebut. Tak heran jika pada akhir Ramadhan,     sebahagian umat Islam lebih memilih pusat perbelanjaan dan tempat penjualan     tiket, baik itu agen perjalanan, terminal, stasiun, dan pelabuhan     penyeberangan. Setali tiga uang dengan budaya masyarakat, pusat     perbelanjaan pun menawarkan penawaran-penawaran yang menarik bagi     pengunjungnya. Sehingga mampu meraup keuntungan yang besar. 
 
 Fakta     ini menunjukkan bahwa, budaya konsumerisme dalam masyarakat begitu     menonjol. Dan budaya ini telah mengalahkan janji-janji pahala yang sudah     dijanjikan oleh Allah SWT. Akibanya frekweksi dan intensitas beribadah     masyarakat Islam pada akhir ramadhan bukannya semakin meningkat bahkan     sebaliknya semakin menurun. 
 
 Di     Mesjid-mesjid, baik itu di Mesjid-mesjid besar hingga mushalla dan     surau-surau, jamaah mesjid semakin sedikit. Dan menjelang hari lebaran,     hanya akan tinggal beberapa orang saja. Dalam sebuah kompetisi, yang     beberapa orang inilah yang masuk babak final dan kemungkinan akan menjadi     juara. 
 
 Puasa     adalah tempat training bagi segenap umat Islam, untuk bisa konsisten dalam     melakukan segala hal. Tempat pelatihan dimana setiap orang diajarkan untuk     bisa melawan segala hawa nafsunya. Jika pada akhir bulan Ramadhan kita     tidak lagi mampu untuk menjaga konsistensi beribadah kita dan larut dalam     menuruti keinginan untuk keinginan kita semata, maka training yang kita     lakukan pada bulan ramadhan telah gagal menghasilkan sesuatu bagi diri     kita. 
 
  |         |      Meraih untung dengan shalat berjamaah 
 
 Ibnu Umar     meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama     27 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (HR Bukhari dan Muslim). Dengan     alasan ini, seperti diceritakan Jabir ra, saking inginnya mendapatkan     keutamaan pahala shalat berjamaah di masjid, banyak sahabat dari Bani     Salamah terdorong pindah rumah mendekati masjid Nabi. 
 
 Mendengar     kabar tersebut , Rasulullah  bertanya     kepada mereka, “Benarkah kalian ingin pindah rumah mendekati masjid?”     Mereka menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Nabi bersabda, “Wahai Bani     Salamah, tetaplah di tempat kalian, karena setiap langkah kaki kalian ke     masjid dicatat satu pahala.” 
 
 Selain     itu, orang yang shalat berjamaah di masjid masih mendapat bonus pahala,     yaitu setiap langkah kakinya ke masjid dapat menghapus satu kesalahan.     Bahkan, selama menunggu datangnya shalat, dia tetap memperoleh pahala     shalat. Setelah itu, selesai shalat, selama ia berada di masjid dan belum     batal wudhu, para malaikat berdoa untuknya, “Ya Allah, berkahilah dia. Ya     Allah, rahmatilah dia.” (Muttafaqun ‘alaih). 
 
 Rangkaian     shalat dimulai dari berwudhu, yang merupakan sarat sahnya shalat. Dalam     hadis yang diriwayatkan Malik, Nasa’, Ibnu Majah, dan Hakim, Rasul     memberikan penjelasan mengenai wudhu ini. Beliau mengatakan, jika seseorang     berwudhu lalu berkumur, maka dosa-dosa keluar dari mulutnya. 
 
 Jika     orang itu membersihkan hidung, maka dosa-dosa keluar dari hidungnya. Jika     dia membasuh muka, maka dosa-dosa keluar dari mukanya hingga dari bawah     kelopak matanya. Jika dia membasuh kedua tangan, maka dosa-dosa keluar dari     kedua tangannya hingga dari bawah kukunya. 
 
 Dan,     Jika dia mengusap kepala, maka dosa-dosa keluar dari kepalanya hingga dari     kedua telinganya. Jika dia membasuh kedua kaki, maka dosa-dosa keluar dari     kedua kakinya hingga dari bawah kuku kakinya. Setelah itu, langkahnya ke     masjid dan shalatnya menjadi tambahan pahala baginya. 
 
 Ketika     datang waktu shalat, azan dikumandangkan di masjid atau mushala maka     orang-orang yang mendengar seruan azan disunahkan mengucapkan sebagaimana     yang diucapkan muazin. Jika ini dilakukan, orang-orang yang menjawab seruan     azan tersebut akan masuk surga. 
 
 Selesai     azan, kita disunahkan bershalawat dan berdoa untuk Rasulullah. Dengan     melakukan ini, niscaya niscaya Allah memberi keberkahan 10 kali lipat dan     kita akan mendapat syafaat dari Rasulullah di hari kiamat. Selain itu,     sebelum dan atau sesudah shalat fardhu, kita dainjurkan melaksanakn shalat     sunah rawatib. 
 
 Shalat     tersebut berfungsi untuk menyempurnakan shalat fardhu yang kita tunaikan. 
 
 Setiap     shalat sunah memiliki keutamaan, misalnya, “Dua rakaat shalat sunah sebelum     Subuh lebih baik dibandingkan dunia dan seisinya.” (HR Ahmad, Muslim,     Tirmidzi, dan Nasa`i). Subhanallah, setiap shalat fardhu yang dilaksanakan     secara berjamaah di masjid ternyata membawa gerbong pahala sangat besar. 
 
 Oleh     Syamsu Hilal 
 
  |         |      3 Jenis pekerjaan yang sangat dicintai Allah Faza Abdu Robbh Mahasiswa Fakultas Ushuludin     Universitas Al-Azhar Kairo 
 
 Suatu     ketika Abdullah bin Mas’ud  bertanya     pada Rasulullah SAW: ” Wahai Rasulullah pekerjaan apakah yang paling Allah     cintai?”, Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya”. Ia bertanya: “Lalu     apalagi Ya Rasul?”, Beliau menjawab: “Taat pada orang tua”. Ia bertanya:     “Lalu apalagi Ya Rasul?”, Beliau      menjawab: “Jihad di jalan Allah.” 
 
 Hadist     di atas diriwayatkan lebih dari satu imam, sebut saja Bukhari, Muslim,     Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Dârul Quthni dan yang lainnya. 
 
 Hadis     ini cukup menarik perhatian kita, selain perawinya yang banyak, kandungan     hadis di atas pun layak untuk dicermati. Mengapa shalat tepat pada waktunya     dapat menempati rating teratas dari sekian banyak pekerjaan yang sangat     Allah cintai, ternyata ia dapat “menyisihkan” ketaatan pada orang tua dan     jihad di jalan Allah. 
 
 Padahal,     sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perintah untuk taat pada orang     tua adalah perintah yang sangat urgent, terbukti hampir dalam setiap     larangan menyekutukan Tuhan (syirik) selalu disandingkan dengan perintah     untuk menaati orang tua. Belum lagi dengan Jihad. Ternyata shalat pada     waktunya dapat mengungguli sebuah amalan yang balasannya sudah dijanjikan     Allah berupa surga dan  selalu     menjadi idaman seluruh Muslim. 
 
 Menurut     Prof Dr Musthafa ‘Imarah, Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Fakultas Ushuludin     Univeristas Al-Azhar, Kairo, Rasulullah SAW memang tidak hanya sekali     ditanya tentang pekerjaan yang paling dicintai Allah, jawaban Beliau pun     variatif disesuaikan dengan orang yang bertanya dan kondisi saat itu. Walau     demikian, hadis shalat pada awal waktu adalah hadis terbanyak yang terdapat     dalam kitab-kitab hadis dibanding dengan hadis-hadis lain. 
 
 Kenyataan     ini cukup menarik hingga Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari” nya menukil     perkataan Ibnu Bazizah bahwa jihad memang didahulukan dibanding pekerjaan     fisik yang lain karena ia merupakan pekerjaan yang berat, akan tetapi     kesabaran untuk menjaga shalat dan melaksanakannya tepat waktu adalah     pekerjaan yang terus dilakukan secara berulang-ulang hingga hanya orang     yang benar-benar bertakwalah yang dapat terus menjaganya. 
 
 Dr     Abdul Fattah Abu Ghuddah menyimpulkan bahwa dalam hadis tersebutlah     terdapat kunci kesuksesan Umat Islam, yaitu      dengan memanfaatkan waktu. Ia berargumen karena shalat termasuk     ibadah yang sudah ditentukan waktunya. Jika seorang Muslim melaksanakannya     tepat waktu, dan juga selalu memperhatikan setiap pekerjaan pada waktunya     maka hal itu akan membuat semuanya dapat terlaksana dengan baik sebagaimana     mestinya karena ia sudah menjadi sebuah kebiasaan dan watak dalam prilaku     dan kehidupan soerang Muslim. Dari sinilah terlihat jelas rahasia mengapa     syariat mengistimewakan ibadah shalat dibanding seluruh ibadah lain. 
 
 Selain     shalat sebenarnya syariat pun telah menggambarkan beberapa pekerjaan yang     harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Seperti haji, zakat (baik     zakat fitr atau zakat mâl), puasa, berkurban, memberi nafkah, hutang,     gadai, bertamu, haid, nifas dan lain-lain. Dari sini Islam ingin     mengisyaratkan akan pentingnya penentuan waktu dan banyaknya kemaslahatan     dan manfaat  yang ada didalamnya. 
 
 Mudah-mudahan     kita selalu dijadikan orang-orang yang selalu menjaga shalat dan menjadi     hamba yang on time. Allahu wa Rasuluhu a’lam. 
 
  |         |      
 
 Dalam Islam Pendidikan Ibarat Bercocok Tanam Oleh KH Said Aqiel Siradj 
 
 Dalam     bahasa Arab, istilah pendidikan disebut tarbiyah, sebuah kata yang sarat     makna yang masih seakar dengan kata riba (uang yang selalu berkembang),     rabwah (tanah tinggi), dan rabb (sifat Allah yang senantiasa memelihara,     mencintai, dan mendidik). 
 
 Pendidikan     Islam secara umum adalah upaya sistematis untuk membantu anak didik agar     tumbuh berkembang mengaktualkan potensinya berdasarkan kaidah-kaidah moral     Alquran, ilmu pengetahuan, dan keterampilan hidup. Dengan ungkapan normatif     keagamaan, pendidikan berfungsi memfasilitasi agar seseorang tumbuh menjadi     pribadi yang hidup berlandaskan tauhid atau abdullah. Secara vertikal,     pribadi demikian hanya mau bersujud di hadapan kebesaran Allah, menyatakan     haram menyembah sosok manusia ataupun jabatan. 
 
 Jika     seseorang telah menjadi abdullah, dia juga memiliki misi sebagai     khalifatullah untuk mewujudkan sifat Ilahi dalam aktivitas hidupnya. Sistem     sekolah adalah salah satu bagian saja dari sebuah proses pendidikan yang     cakupannya begitu luas dan prosesnya berlangsung sepanjang hayat. 
 
 Disayangkan,     ada kecenderungan pemahaman dan proses pendidikan ini telah direduksi     menjadi sebuah sekolah di ruang tertutup yang mengandalkan kurikulum serta     tatap muka antara guru dan murid di kelas. Rendahnya mutu pendidikan     nasional berakibat langsung pada rendahnya mutu SDM umat Islam. 
 
 Apalagi     citra pelajar tengah terganggu oleh citra negatif, baik yang dikaitkan     dengan narkoba, perkelahian, budaya menyontek, maupun pergaulan bebas. Ini     semua membuat potret dunia pendidikan di Indonesia kelihatan suram dan     pesimistis. 
 
 Sesungguhnya     dunia pesantren memiliki aset dan dimensi pendidikan yang amat berharga     untuk memajukan pendidikan dan memberdayakan potensi masyarakat. Sayangnya,     potensi unggul pesantren yang begitu murah, merakyat, dan mengajarkan     keterampilan hidup kurang diapresiasi dan didukung secara optimal dengan     memasukkan komponen modern. 
 
 Kita     perlu merenung, berapa banyak energi umat Islam telah terbuang untuk     hal-hal yang tidak produktif. Konflik sektarian telah menguras aset umat     Islam, sementara dunia pendidikan telantar. Islam tidak lagi menjadi pusat     peradaban dunia karena perhatian kita semakin kecil dalam upaya     mengembangkan lembaga keilmuan, riset, dan peradaban. 
 
 Kita     mesti hemat dalam membelanjakan uang pribadi maupun negara, kecuali dalam     satu hal, yaitu pendidikan. Itulah yang dilakukan Korea Selatan dan     Malaysia yang telah dimulai pada dekade 1970-an dan kini mereka menuai     hasilnya. Sementara itu, Indonesia lebih senang membangun beton-beton dan     hidup konsumtif-koruptif. 
 
 Membangun     generasi, sedikitnya memerlukan waktu 20-25 tahun, sebagaimana dilakukan     oleh Nabi Muhammad SAW. Artinya, selama masa penantian itu kita harus kerja     keras merawat “tanaman” kita sambil berpuasa; menahan diri dari hidup     mewah. Kalau gaya hidup konsumtif-koruptif terus berlanjut sehingga     investasi manusia melalui program pendidikan tetap telantar, tak ayal ini     artinya kita tengah menghancurkan rumah bangsa sendiri. Hancurnya peradaban     dunia disebabkan minimnya kepedulian kita pada pengembangan pusat-pusat     pendidikan yang bermutu. 
 
 Tulisan ini dimuat di kolom hikmah Republika cetak     edisi 20.07.2011 dengan judul Peduli Pendidikan Bermutu 
 
  |         |      Memperoleh fungsi taqwa tatkala Ramadhan 
 
 Takwa     adalah bekal hidup paling berharga dalam diri seorang muslim. Tanpanya     hidup menjadi tidak bermakna dan penuh kegelisahan. Sebaliknya, seseorang     akan merasakan hakikat kebahagiaan hidup, baik di dunia mau pun di akhirat     apabila ia berhasil menyandang sebagai orang yang bertakwa. 
 
 Kata     takwa sudah amat akrab di telinga kita. Tiap khutbah Jumat sang khotib     senantiasa menyerukannya. Bahkan di tiap bulan Ramadhan, kata taqwa pun     menghiasi ceramah-ceramah atau kultum-kultum yang diadakan. Taqwa adalah     bekal hidup paling utama. 
 
 Ketika     Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan     paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah     takwa. Kata Rasulullah SAW, “Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau     kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara.”  [Nasr bin Muhammad bin Ibrahim, Kitab Tanbih     al-Ghofilin li Abi Laits As-Samarkindi] 
 
 Secara     lughah (bahasa), takwa berarti: takut atau mencegah dari sesuatu yang     dibenci dan dilarang. Sedangkan menurut istilah, terdapat pelbagai     pengertian mengenai takwa. Ibn Abbas mendefinisikan, taqwa adalah takut     berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya.     [tafsir Ibn Katsir, hal. 71] 
 
 Imam     Qurthubi mengutip pendapat Abu Yazid al-Bustami, bahwa orang yang bertakwa     itu adalah: “Orang yang apabila berkata, berkata karena Allah, dan apabila     berbuat, berbuat dan beramal karena Allah.” Abu Sulaiman Ad-Dardani     menyebutkan: “Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang kecintaan     terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah.” [Al-Jami li     Ahkamil Qur'an, 1/161]. Sedangkan Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan,     bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati, bukan takwa anggota badan.” [lihat:     Ibn Qayyim al-Jauziyyah, kitab al-Fawaid, hal.173] 
 
 Umumnya,     para ulama mendefinisikan taqwa sebagai berikut: “Menjaga diri dari  perbuatan maksiat, meninggalkan dosa     syirik, perbuatan keji dan dosa-dosa besar, serta berperilaku  dengan adab-adab syariah.” Singkatnya,     “Mengerjakan ketaatan dan menjauhi perbuatan buruk dan keji.” Atau     pengertian yang sudah begitu populer,      taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala     bentuk larangan-Nya. 
 
 Dari     definisi-definisi di atas menunjukan bahwa urgensi taqwa sudah tidak     diragukan lagi, apalagi Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW. secara berulang-ulang     menyeru kita supaya bertaqwa. Khusus bagi orang-orang yang bertakwa, Allah telah     menjanjikan berbagai  macam     keistimewaan atau balasan atas mereka, di antaranya: pertama, bagi siapa     saja yang bertaqwa kepada-Nya, maka akan dibukakan baginya jalan keluar     ketika menghadapi pelbagai persoalan hidupnya. (QS Ath-Thalaq: 2). 
 
 Kedua,     memperoleh rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS At-Thalaq:3).     Ketiga, dimudahkan segala urusannya (QS Al-Thalaq:4). Kelima, diampuni     segala dosa dan kesalahannya, dan bahkan Allah SWT. akan melipatgandakan     pahala baginya (QS Al-Thalaq: 5). Keenam, orang yang bertaqwa tidak akan     pernah merasa takut, mengeluh, was-was      dan sedih hati (QS Yunus: 62-63). Ketujuh, mereka yang bertaqwa akan     memperoleh berita gembira (al-busyra), baik di dunia maupun di akhirat (QS Yunus:     64). 
 
 Di     samping memberikan motivasi, janji-janji yang terkandung dalam ayat-ayat di     atas juga menjelaskan tentang keutamaan taqwa dan fungsionalnya terhadap     problematika kehidupan seorang      muslim. Oleh sebab itu,     tidak semestinya bagi seorang muslim atau mukmin memandang remeh perkara ini.     Pasal, taqwa berfungsi sebagai bekal hidup yang paling esensial dan     substansial. 
 
 Lebih-lebih,     bagi seorang pemimpin yang sedang memikul amanah dan tanggung jawab, bekal     ketaqwaan tentunya sangat diperlukan. Tidak mustahil, seorang pemimpin, apa     pun posisi dan levelnya akan      mampu  menunaikan     tugas-tugasnya dengan baik, menemukan jalan keluar atas persoalan yang     dihadapinya serta dapat mencapai tujuan kolektifnya, apabila pemimpin     tersebut membekali dirinya dengan ketakwaan kepada Allah. 
 
  |         |      
 
 Teman Setia Orang Beriman Saat Ramadhan Oleh Shohib Khoiri Lc 
 
 Dalam     sebuah riwayat disebutkan, Imam Abu Hanifah dalam hidupnya mampu     mengkhatamkan Alquran sebanyak enam ribu kali. 
 
 Ramadhan     adalah bulan yang sangat mulia. Padanya diturunkan Alquran. Karena     itu,  Ramadhan disebut pula dengan     bulannya Alquran (Syahrul Qur’an). Momentum Ramadhan hendaknya menjadi     kesempatan bagi umat Islam untuk memperbanyak amal ibadah, termasuk membaca     dan mengamalkan Alquran. 
 
 “Puasa     dan Alquran akan memberikan syafaat kepada seorang hamba di hari kiamat.     Puasa berkata, ”Wahai Tuhanku, aku telah menahannya dari makan dan syahwat,     maka perkenankanlah aku memberikan syafaat kepadanya.” Sedangkan Alquran     berkata, ”Aku telah mencegahnya dari tidur malam, maka perkenankanlah aku     memberikan syafaat kepadanya.” (HR Ahmad dan Al-Hakim). 
 
 Hadis     di atas menjelaskan kepada kita bahwa shaum (puasa) dan Alquran dapat     memberikan syafaat. Puasa memberikan syafaat karena dapat membendung     syahwat seorang hamba, sedangkan Alquran memberikan syafaat karena ia telah     mencegah seorang hamba dari tidur malam untuk bercengkrama dengannya. 
 
 Ramadhan     seakan menjadi tempat untuk keduanya. Diwajibkan puasa satu bulan penuh     sebagai madrasah untuk memperbaiki diri setelah sebelas bulan disibukkan     oleh rutinitas dunia. 
 
 Alquran     adalah bacaan yang menjadi teman setia bagi orang-orang beriman di     saat-saat menjalankan ibadah puasa. Karenanya, Ramadhan adalah Syahrul     Qur’an, bulan diturunkannya Alquran untuk pertama kali. 
 
 Quran,     jadikan teman setia tatkala Ramadhan 
 
 Jika melihat     sejarah salafus saleh dalam berinteraksi dengan Alquran, akan didapati     bahwa kita sangat jauh dibandingkan dengan mereka. Dalam sebuah riwayat     disebutkan, Imam Abu Hanifah dalam hidupnya mampu mengkhatamkan Alquran     sebanyak enam ribu kali. 
 
 Umar     ibn Khathab mampu mengkhatamkan Alquran pada setiap malam, sampai-sampai     putra beliau yang bernama Abdullah berkata, “Ayahkulah yang menjadi sebab     turunnya ayat Allah. Ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam     dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan     mengharapkan rahmat Tuhannya?” Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang     mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang     yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar [39]: 9). 
 
 Usman     ibn Affan mampu mengkhatamkan Alquran setiap harinya. Imam Syafii     mengkhatamkan Alquran selama Ramadhan sebanyak enam puluh kali. Imam     Qatadah mengkhatamkan Alquran setiap tujuh malam pada hari biasa dan setiap     tiga malam pada bulan Ramadhan, sedangkan pada 10 hari terakhir di bulan     Ramadhan beliau mengkhatamkan Alquran setiap malam. Imam Ahmad     mengkhatamkan Alquran setiap pekannya. 
 
 Itulah     gambaran hidup para salafus saleh yang hari-harinya tidak pernah lepas dari     Alquran. Semoga kita mampu mencontoh apa yang telah mereka lakukan, yakni     dengan menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Qur’an. “Sebaik-baiknya orang di     antara kamu adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.” (HR     Bukhari). “Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,     maka ikutilah petunjuk itu.” (QS Al-An’am [6]: 90). 
 
  |         |      
 
 Fitnah sebagai salah satu penguji iman 
 
 Fitnah     dalam bahasa Alquran sangat berbeda pengertiannya dengan fitnah dalam     bahasa kita (Indonesia). Menurut pakar bahasa, al-Ishfahani, dalam bahasa     Arab, fitnah mengandung makna (dasar) pembakaran emas (logam mulia) agar     bersih dan terlepas dari unsur-unsur yang rendah (idzkhal al-zhahab al-nar     litadzhar jaudatuh min rada’atih). Selanjutnya, kata fitnah digunakan untuk     arti sesuatu yang berat dan yang memberatkan (al-syiddah). Dalam Alquran,     kata fitnah dalam berbagai bentuknya diulang sebanyak 44 kali dan digunakan     untuk beberapa makna. Pertama, fitnah berarti al-ikhtibar, yaitu ujian dan     cobaan, seperti pada ayat, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu     hanyalah sebagai cobaan.” (QS al-Anfal [8]: 28) dan ayat “Wa fatannaka     futuna” yang artinya, “Dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.”     (QS Thaha [20]: 40). Kedua, fitnah berarti al-bala’, yaitu bencana (QS     al-Anfal [8]: 25) atau siksaan dan penganiayaan yang sangat kejam dan     melampaui batas-batas peri kemanusiaan, seperti interogasi disertai     penyiksaan yang biasa dilakukan di tempat tahanan atau penjara. Pernyataan     Alquran bahwa “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan” (QS al-Baqarah [2]:     191) dimaksudkan untuk makna kedua ini. Hal ini disebabkan mati (dibunuh)     tentu lebih ringan daripada dibiarkan hidup, tetapi disiksa secara biadab.     Ketiga, makna lain dari fitnah adalah al-’adzab, yaitu siksa Allah di     akhirat. Ayat “Fadzuqu fitnatakum”, menurut Imam Zamahsyari, pastilah     bermakna azab. Jadi, ayat itu berarti, “Rasakanlah siksaanmu itu. Inilah     azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan.” (QS al-Dzariyat [51]: 14). 
 
 Lain     dalam bahasa Arab, lain pula dalam bahasa Indonesia. Kata fitnah, meskipun     diserap dari bahasa Arab apa adanya, makna dan penggunaannya dalam bahasa     kita sangat berbeda. Dalam bahasa kita, fitnah diartikan sebagai perkataan     (tanpa dasar) yang dilancarkan untuk menjatuhkan atau merendahkan martabat     seseorang. Fitnah berintikan kebohongan yang diciptakan untuk membunuh     karakter (character assassination) seseorang karena persaingan ekonomi     (bisnis) atau terutama karena persaingan dalam politik. Meskipun fitnah     dalam arti ini sangat tercela, bahkan keji, perbuatan semacam itu sering terjadi,     baik dalam bisnis maupun ranah politik. Oleh sebab itu, para elite politik     harus siap menghadapinya, tak perlu terlalu gusar, resah, apalagi berkeluh     kesah. Namun, fitnah itu lebih banyak digunakan untuk sesuatu yang tidak     benar. Bahkan, fitnah bisa menimbulkan malapetaka yang lebih besar. Karena     fitnah, seseorang dapat membunuh. Karena fitnah pula, kehidupan rumah     tangga bisa menjadi rusak. Karena fitnah juga, manusia bisa menjadi     pendendam. Kalau kembali ke makna dasarnya dalam bahasa Arab, fitnah tak     lain merupakan proses alamiah (sunatullah) untuk menguji kualitas iman     seseorang, apakah ia mukmin sejati (emas) atau ia orang munafik (hanya besi     rongsokan) yang dipermak biar kelihatan cantik. Wallahu a`lam. 
 
  |         |      
 
 7 Keutamaan Puasa 
 
 Saudara-saudaraku     yang dirahmati Allah SWT, Setiap     ibadah dalam Islam memiliki keutamaan masing-masing. Demikian pula dengan     puasa yang telah diwajibkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya : 
 
 Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya     diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan     penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar     dan yang batil). Krena itu, barang siapa diantara kamu ada di bulan itu,     maka berpuasalah… (QS. Al-Baqarah : 185) 
 
 Berikut     ini adalah keutamaan-keutamaan puasa : 1.     Amal mulia yang pahalanya akan dibalas langsung dari Allah SWT 
 
 Jika     amal-amal lain telah disebutkan pahalanya oleh Allah SWT, ternyata pahala     puasa akan langsung diberikan Allah SWT tanpa diberitakan terlebih dahulu     berapa batasan pahalanya. Ibarat seseorang yang bekerja dan telah     disebutkan gajinya sekian dan sekian, maka kita bisa memperkirakan berapa     hasil yang diperoleh. Tetapi saat owner perusahaan atau bos kita mengatakan     "bekerjalah dan saya langsung yang akan memberikan gajimu" bisa     jadi hasil yang kita dapatkan di luar dugaan kita, tergantung bagaimana     kualitas kerja kita. 
 
 Shadaqah     misalnya, sudah disebutkan Allah SWT tentang pahalanya : 
 
 Perumpamaan     (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di     jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh     bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)     bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha     Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 261) 
 
 Sedangkan     untuk puasa ini, Allah SWT berfirman melalui hadits qudsi  
 
 Allah     berfirman: "Setiap amal anak Adam untuknya kecuali puasa, maka itu     untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya…" (Muttafaq 'Alaih) 
 
 Tidakkah     kita termotivasi untuk berpuasa sebaik-baiknya, memelihara keikhlasan dalam     menjalankannya dan karenanya kita akan mendapatkan perhitungan langsung     dari Allah SWT yang boleh jadi jauh lebih hebat dari pada apa yang kita     duga? 
 
 2.     Bau mulut orang yang puasa lebih baik di sisi Allah daripada minyak misik 
 
 Meskipun     manusia tidak menyukai bau mulut orang yang berpuasa karena tidak sedap,     tetapi di sisi Allah SWT itu lebih baik dan lebih harum dari pada minyak     misik. Nabi SAW bersabda : 
 
 Demi     Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang     berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada harumnya minyak misik…     (Muttafaq 'Alaih) 
 
 Tidakkah     kita mau berbangga di hadapan Allah SWT dengan mulut yang berbau harum?     Yang dengannya kita dikenali sebagai hamba-Nya yang berpuasa dan memiliki     keutamaan saat banyak orang pada hari kiamat dicekam dengan ketakutan dan     kekhawatiran. 
 
 3.     Orang yang puasa akan mendapat dua kegembiraan 
 
 Rasulullah     SAW bersabda : 
 
 Orang     yang berpuasa memiliki dua kegembiraan; ketika berbuka dia gembira dengan     bukanya dan ketika bertemu Tuhannya dia gembira dengan puasanya. (Muttafaq     'Alaih) 
 
 Itulah     dua kegembiraan. Saat berbuka, rasa lapar dan haus yang ditahan selama     seharian hilang seketika. Bahkan, saat-saat yang paling nikmat adalah pada     tegukan pertama saat kita berbuka. Rasa panas karena dehidrasi juga     terobati saat berbuka. Kenikmatan ini tidak pernah dirasakan oleh orang     yang tidak berpuasa. 
 
 Demikian     juga kegembiraan ketika bertemu Allah di akhirat nanti. Segala ketakutan     dan kekhawatiran sirna sebagaimana sirnanya rasa haus dan lapar saat     berbuka. Segala kesusahan dan penderitaan saat hidup di dunia akan hilang     sebagaimana hilangnya kepenatan dan rasa panas saat berbuka. 
 
 4.     Memasukkan pelakunya ke dalam surga 
 
 Suatu     hari Abu Umamah datang kepada Nabi SAW dan bertanya tentang amal yang bisa     memasukkannya ke surga. Imam Ahmad, Nasa'i dan Hakim meriwayatkan dalam     hadits berikut ini: 
 
 Dari Abu Umamah berkata: Saya datang kepada     Rasulullah SAW, maka saya berkata: "Perintahkan kepada saya dengan     sebuah amal yang dapat memasukkan saya ke dalam surga!" Rasulullah SAW     menjawab: "Berpuasalah, sesungguhnya tiada tandingan baginya"     Kemudian saya datang untuk kedua kalinya, maka Beliau berkata:     "Berpuasalah" (HR. Ahmad, Nasa'i dan Hakim dan dia     menshahihkannya) 
 
 Tidakkah     kita ingin dimasukkan Allah ke surga yang kenikmatannya sangat luar biasa     hingga membuat setiap orang yang mengetahuinya akan memiliki kecintaan pada     surga? 
 
 5.     Puasa akan menjadi pemberi syafa'at bagi pelakunya 
 
 Di     hari kiamat yang tiada lagi berguna apapun selain pertolongan Allah dan     syafa'at yang diizinkannya, betapa berbahagianya seorang muslim mendapatkan     syafa'at akibat puasa yang dilakukannya dan Al-Qur'an yang dibacanya. 
 
 Rasulullah     SAW bersabda : 
 
 Puasa     dan Al-Qur'an akan memberikan syafa'at bagi seorang hamba di hari kiamat     (HR. Ahmad dan Hakim) 
 
 6.     Puasa adalah perisai dari api neraka 
 
 Rasulullah     SAW bersabda : 
 
 Puasa     adalah perisai (yang melindungi) dari api neraka (HR. Ahmad dan Hakim) 
 
 7.     Puasa sehari di jalan Allah menjauhkan pelakunya dari neraka sejauh tujuh     puluh musim 
 
 Diantara     keutamaan puasa adalah menjauhkan pelakunya dari neraka. Satu hari puasa     setara dengan penambahan jarak sejauh tujuh puluh musim dari neraka. 
 
 Tidaklah     seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah kecuali Allah menjauhkan     wajahnya dengan hari itu dari api neraka tujuh puluh musim. (HR. Jama'ah     kecuali Abu Dawud) 
 
 Tidakkah     kita ingin dijauhkan dari neraka yang kedahsyatannya sangat luar biasa     hingga membuat setiap orang yang mengetahuinya akan takut pada siksa     neraka? 
 
 Saudara-saudaraku     yang dirahmati Allah, 
 
 Demikianlah     7 keutamaan puasa. Semoga dengan mengetahui keutamaan-keutamaan puasa     tersebut kita semakin semangat berpuasa dan senantiasa ikhlas dalam     menjalankannya. 
 
 Jangan     sampai kita yang telah mendapat ilmu kemudian terhalang dari     mengamalkannya, maka ilmu kita menjadi tidak manfaat. Karenanya marilah     kita berdoa sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW : 
 
 Ya     Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak     bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari hawa nafsu yang tidak pernah     merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan. (HR. Muslim) 
 
 Wallaahu     a'lam bish shawab 
 
  |         |      
 
 "Berupaya Menerapkan Islam Kaffah" 
 
 Saudara-saudaraku     yang dirahmati Allah, Ramadhan     adalah bulan istimewa. Di negeri kita, perubahan besar segera terjadi dan     kita rasakan di bulan Ramadhan ini. Tiba-tiba suasana menjadi lebih     relijius. Tiba-tiba iklim agamis menyelimuti masyarakat kita. Bahkan sampai     pada acara TV dan iklan. Bahkan sampai pada artis dan selebritis yang     mendadak berjilbab. 
 
 Di     masyarakat, pengajian menjadi marak. Kebaikan menjadi mendominasi, dan     kemaksiatan terusir pergi. Seakan-akan kondisi ini menggambarkan hadits     Rasulullah SAW: 
 
 Apabila telah masuk bulan Ramadhan, terbukalah     pintu-pintu surga dan tertutuplah pintu-pintu neraka dan setan-setan pun     terbelenggu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)  
 
 Saudara-saudaraku     yang dirahmati Allah, Iklim     agamis ini, akankah kembali menjadi sekedar rutinitas saja; hanya berlaku     satu bulan saat Ramadhan kemudian nantinya ia akan berganti, kembali     seperti bulan-bulan sebelum Ramadhan tiba? Kita mungkin tidak bisa memaksa     orang lain atau menuntut masyarakat kita secara makro untuk     mempertahankannya. Namun, kita sebagai pribadi bisa memulainya dengan     mengubah dan memperbaiki diri kita. Ibda' binafsik. Mulailah dari dirimu. 
 
 Iklim     agamis pada bulan Ramadhan ini, sesungguhya adalah momentum yang tepat bagi     kita untuk membuat hidup kita berubah, menuju Islam yang kaffah. Ramadhan     menghadirkan suasana yang kondusif bagi kita untuk lebih dekat kepada Allah     dan mengamalkan Islam lebih dalam, tinggal bagaimana hal itu kita     optimalkan, kita jaga dan kita kembangkan di luar Ramadhan nanti. Ramadhan,     adalah kesempatan emas bagi kita untuk berupaya menerapkan Islam kaffah. 
 
 Islam     kaffah, yang artinya adalah ber-Islam secara total, tidak     setengah-setengah, merupakan perintah dari Allah SWT. Seorang Muslim diseru     Allah untuk mengarah ke sana. 
 
 Allah     SWT berfirman: 
 
 Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke     dalam Islam secara kaffah dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah     syetan. Sesunggungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS.     Al-Baqarah : 208) 
 
 Masuk     Islam secara kaffah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah masuk Islam     secara keseluruhan. Menyeluruh, bukan setengah-setengah. 
 
 Ibnu     Abbas menuturkan bahwa asbabun nuzul QS. Al Baqarah ayat 208 ini terkait     dengan Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, mantan Yahudi yang telah     masuk Islam. Mereka telah beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan syariat     Islam yang dibawa beliau, akan tetapi tetap mempertahankan keyakinan mereka     kepada sebagian syariat Nabi Musa AS. Misalnya, mereka tetap menghormati     dan mengagungkan hari Sabtu serta membenci daging dan susu unta. Hal ini     telah diingkari oleh shahabat-shahabat Rasulullah SAW lainnya. Abdulah bin     Salam dan kawan-kawannya berkata kepada Nabi SAW, "Sesungguhnya Taurat     adalah kitabullah. Maka biarkanlah kami mengamalkannya". Setelah itu,     turunlah firman Allah tersebut. 
 
 Imam     Qurthubi menjelaskan bahwa lafadz kaaffah adalah sebagai haal (penjelasan     keadaan) dari lafadz "al-silmi" atau dari dlomir     "mu'minin". Sedangkan pengertian kaaffah adalah jamii'an     (menyeluruh) atau 'aamatan (umum). Bila kedudukan lafadz kaaffah sebagai     haal dari lafadz "al-silmi" maka tafsir dari ayat tersebut adalah     Allah SWT menuntut orang-orang yang masuk Islam untuk masuk ke dalam Islam     secara keseluruhan, tanpa memilih maupun memilah sebagian hukum Islam untuk     tidak diamalkan. 
 
 Sedangkan     Sayyid Quthb pada Fi Zhilalil Qur’an mengatakan, “Ketika menyeru     orang-orang yang beriman agar masuk ke dalam kedamaian (Islam) secara     total, Allah SWT memperingatkan mereka dari mengikuti langkah-langkah     syaithan. Petunjuk atau kesesatan. Islam atau jahiliyah. Jalan Allah SWT     atau jalan syaithan. Petunjuk Allah SWT atau kesesatan syaithan. Dengan     ketegasan seperti ini seharusnya seorang muslim bisa mengetahui sikapnya,     sehingga tidak terombang-ambing, tidak ragu-ragu, dan tidak bingung di     antara berbagai jalan dan dua arah. 
 
 Sesungguhnya     di sana tidak ada beraneka ragam manhaj yang harus dipilih salah satunya     oleh seorang Mukmin, atau dicampur aduk salah satunya dengan yang lain.     Tidak! Sesungguhnya orang yang tidak masuk ke dalam kedamaian (Islam)     secara total, orang yang tidak menyerahkan dirinya secara murni kepada     pimpinan Allah SWT dan syari’at-Nya, orang yang tidak melepaskan semua     tashawwur (konsepsi), manhaj dan syari’at lain, sesungguhnya ia berada di     jalan syaithan dan berjalan di atas langkah-langkah syaithan. 
 
 Di     sana tidak ada solusi tengah, tidak ada manhaj gado-gado, tidak ada langkah     setengah-setengah! Di sana hanya ada kebenaran dan kebathilan. Petunjuk dan     kesesatan. Islam dan jahiliyah. Manhaj Allah atau kesesatan syaithan. Allah     SWT menyeru orang-orang yang beriman pada bagian pertama untuk masuk ke     dalam kedamaian (Islam) secara total; dan memperingatkan pada bagian kedua     dari mengikuti langkah-langkah syaithan. Kemudian hati dan perasaan mereka     tersadar dan rasa khawatir mereka tersentak dengan peringatan tentang     permusuhan syaithan terhadap mereka tersebut. Permusuhan yang sangat jelas     lagi gamblang, yang tidak akan pernah dilupakan kecuali oelh orang yang     lengah, sedangkan kelengahan memang tidak pernah terjadi bersama     keimanan." 
 
 Mengamalkan     atau menerapkan Islam secara kaffah dengan demikian berarti berserah diri     kepada Allah secara totalitas, beriman dan tunduk kepada aturan-Nya.     Terhadap ajaran Islam yang hukumnya fardhu ‘ain, maka setiap muslim     mengimani wajibnya dan berkewajiban untuk melaksanakannya. 
 
 Terhadap     ajaran Islam yang hukumnya fardhu kifayah, maka setiap muslim berkewajiban     untuk meyakininya sebagai kewajiban dan melaksanakannya jika status fardhu     kifayah itu berkenaan dengan dirinya, atau, melaksanakannya sebagai bentuk     “sukarela”-nya untuk memikul tanggung jawab wajib kifayah meskipun     –sebenarnya– tidak berkenaan dengan dirinya. Misalnya, seseorang yang     mempunyai takhashshush (spesialisasi) seorang dokter, maka ia berkewajiban     secara ‘aini untuk menjalankan perannya sebagai dokter, meskipun     mempelajari kedokteran sendiri hukumnya fardhu kifayah, namun bisa saja     dengan “sukarela” ia menambahkan spesialisasinya dengan mempelajari ilmu     fiqih, walaupun untuk ilmu fiqih sudah ada yang mengisinya. 
 
 Terhadap     ajaran Islam yang hukumnya sunnah, setiap muslim meyakini hukum sunnah-nya,     dan berkeinginan serta senang untuk melaksanakannya. 
 
 Terhadap     hal-hal yang hukumnya makruh, maka muslim meyakini ke-makruh-annya, hatinya     tidak menyukai hal-hal yang makruh itu, berkeinginan serta merasa senang     untuk meninggalkannya.  
 
 Sedangkan     terhadap hal-hal yang hukumnya haram, maka setiap muslim meyakini     ke-haram-annya dan menghalangi dirinya agar tidak sampai melakukannya.  
 
 Saudara-saudaraku     yang dirahmati Allah, Perintah     masuk Islam secara kaffah ini dilanjutkan dengan larangan mengikuti     langkah-langkah syetan. Di mana syetan itu menggelincirkan manusia dengan     dua senjata: syubhat dan syahwat. Dua senjata itu pula yang jika mengenai     manusia, maka ia meninggalkan sebagian ajaran Islam, tidak berislam secara     kaffah. 
 
 Dari     jalan syubhat, artinya timbul keraguan iman atau kerancuan pemikiran     sehingga seorang Muslim bisa terjebak memandang sesuatu yang wajib sebagai     sesuatu yang bukan wajib. Atau memandang sesuatu yang haram sebagai sesuatu     yang boleh dilakukan. Misalnya kewajiban menutup aurat dengan berjilbab     bagi Muslimah, betapa banyaknya orang-orang yang mengingkari atau meragukan     kewajiban itu meskipun ia menyatakan diri sebagai Muslim. 
 
 Sedangkan     dari jalan syahwat, artinya adalah dominasi nafsu sehingga manusia     terperosok pada kemaksiatan, mendurhakai Allah SWT. Misalnya, seseorang mau     melakukan shalat, tetapi ia enggan untuk berzakat karena nafsunya atas     harta sangat mendominasi dan membuatnya bakhil. 
 
 Firman-Nya,     “sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu” menunjukkan bahwa syetan     sebagai musuh yang nyata tidak akan mengajak kecuali kepada kejahatan dan     kekejian serta segala yang mengandung bahaya bagi Muslim. 
 
 Saudara-saudaraku     yang dirahmati Allah, Islam     ini sebuah paket dari Allah SWT yang harus diambil secara keseluruhan.     Al-Qur'an telah sampai kepada kita dengan sempurna. Maka ia bukan pilihan     bagian mana yang kita senangi dan bagian mana yang boleh kita tawar. 
 
 Memang     di zaman Rasulullah SAW, Al-Qur'an diturunkan secara gradual, sekian ayat     lalu sekian ayat. Begitu ayat tertentu turun, ia berlaku. Demikian     seterusnya hingga ia sempurna 114 surat. Di zaman kita, seluruh ayat itu     telah diturunkan, maka tak ada lagi tawar menawar atau kita beralasan masih     berada pada fase tertentu sehingga kewajiban atau larangan tertentu belum     berlaku.  
 
 …Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu     agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai     Islam itu jadi agama bagimu… (QS. Al-Maidah : 3) 
 
 Membeda-bedakan     ajar Islam yang sama-sama berhukum wajib, atau memilah-milah perintah untuk     dilaksanakan dan dilanggar sebagian adalah karakter orang-orang kafir.     Syetan sebagai musuh yang nyata amat suka jika seorang Muslim     terkontaminasi karakter itu, jauh dari Islam kaffah. 
 
 Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah     dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada)     Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada     yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta     bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang     demikian (iman atau kafir) (QS. An-Nisa' : 150) 
 
 Maka     marilah kita berupaya menjadi Muslim kaffah, menjadi pribadi Muslim yang     menerapkan Islam secara kaffah. Ramadhan, sekali lagi, adalah momentum     tepat bagi kita untuk memperbaiki pemahaman kita dan melengkapi amal kita     sehingga semua ajaran Islam bisa kita tunaikan.  
 
 Setelah     pribadi kita beres, kita kemudian atau secara bersama-sama memperbaiki     keluarga kita sehingga menjadi keluarga-keluarga muslim yang berupaya     menerapkan Islam secara kaffah. Dari keluarga-keluarga muslim, terbentuklah     masyarakat islami. Dengan itu, lebih mudah bagi kita untuk menggapai     cita-cita bersama, negeri kita menjadi seperti yang digambarkan Allah dalam     QS. Saba' ayat 15:  "negeri yang     baik dan dalam ampunan Allah." 
 
 Wallaahu     a’lam bish shawab [] 
 
  |         |      
 
 SYAHRUT TAUBAH 
 
 Selain     dikenal sebagai syahrul shiyam, syahrul shabr, syahrut tarbiyah, dan     syahrul jihad, Ramadhan juga dikenal sebagai syahrut taubah. Disebut     sebagai syahrut taubah karena Ramadhan memang saat yang tepat untuk     bertaubat. Dan sebaik-baik taubat adalah taubat yang segera, tanpa menunggu     dan menunda-nunda. Dengan demikian, terkumpullah dua keutamaan jika kita     bertaubat saat ini: keutamaan karena Ramadhannya, dan keutamaan karena     menyegerakan taubat. 
 
 Dan     bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu (QS. Ali Imran : 133) 
 
 Allah     Menyambut Gembira Hamba-Nya yang Bertaubat Ikhwani     wa akhwati fillah, Allah     SWT menyeru kita dengan ayat di atas untuk menyegerakan taubat. Juga dalam     ayat yang lainnya: 
 
 Wahai     orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha     (QS. At-Tahrim : 8) 
 
 Sebab     Allah menghendaki hamba-Nya memperoleh ampunan dan surga. Subhaanallah!     Sungguh Dia maha penyayang kepada hamba-hamba yang beriman kepada-Nya. 
 
 Dan     Allah menyeru kalian kepada surga dan ampunan dengan izin-Nya (QS. Al-Baqarah     : 221) 
 
 Maka     tidakkah kita bergegas menuju ampunan-Nya dengan bertaubat di bulan     Ramadhan ini. Jika kita penuhi seruan Allah, seruan kasih sayang agar kita     bertaubat pada-Nya, sungguh, bukan saja kita akan bergembira dengan ampunan     dan surga-Nya kelak, namun Allah juga gembira ketika kita mau bertaubat.     Kegembiraan Allah bahkan lebih besar daripada seorang musafir yang     menemukan kembali untanya setelah hilang di gurun sahara berikut segala     perbekalan yang ada padanya. 
 
 Rasulullah     SAW bersabda: 
 
 Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat     hamba-Nya ketika ia bertaubat kepada-Nya daripada (kegembiraan) seseorang     yang menunggang untanya di tengah gurun sahara yang sangat tandus, lalu     unta itu terlepas membawa lari bekal makanan dan minumannya. Ia putus     harapan untuk mendapatkannya kembali. Kemudian dia menghampiri sebatang     pohon lalu berbaring di bawah keteduhannya karena telah putus asa     mendapatkan unta tunggangannya tersebut. Ketika dia dalam keadaan demikian,     tiba-tiba ia mendapati untanya telah berdiri di hadapannya. Lalu segera ia     menarik tali kekang unta itu sambil berucap dalam keadaan sangat gembira:     Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhan-Mu." Dia salah     mengucapkan karena sangat gembira. (HR. Muslim) 
 
 Apapun     Dosa Kita, Bertaubatlah Ada     dua titik ekstrim bagi orang yang berdosa. Ekstrim pertama adalah mereka     yang merasa dosanya terlalu besar hingga putus asa dari ampunan Allah.     Maka, ia pun tidak kunjung bertaubat karena kekhawatiran taubatnya tidak     diterima. Ekstrim kedua adalah mereka yang merasa dosa-dosanya mudah     terhapus, hanya dosa-dosa kecil, sehingga membuatnya berlarut-larut dalam     dosa demi dosa. Kalaupun bertaubat, ia hanya melakukan taubat sambal.     Sekarang berhenti, nanti atau besok kembali mengulangi. Tidak pernah     sungguh-sungguh melakukan taubat nasuha. 
 
 Untuk     ekstrim pertama, lihatlah bagaimana seorang yang telah membunuh 99 nyawa.     Saat ia bertanya kepada ahli agama apakah ada kesempatan bertaubat,     ternyata dijawab tidak bisa. Lalu ia pun dibunuh sebagai orang ke-100 yang mati     di tangannya. Niatnya bertaubat tidak berhenti. Ketika bertemu seorang     alim, ia pun mengajukan pertanyaan yang sama. Oleh sang alim ini dijawab     kalau dosanya bisa diampuni. Dan sebagai upaya taubat nasuha, ia dianjurkan     hijrah ke suatu daerah yang kondusif bagi taubatnya. Di tengah jalan, ia     meninggal. Hingga berdebatlah malaikat rahmat dan malaikat azab, orang ini     menjadi urusan siapa. Keduanya lalu mengadukan perselisihan ini kepada     Allah yang berkahir dengan ampunan bagi pembunuh yang benar-benar berniat     bertaubat ini. Subhaanallah! 
 
 Contoh     lain dialami oleh seorang wanita dari Juhanah. Ia yang tengah hamil datang     kepada Rasulullah SAW. Ia mengaku telah berzina dan kini ia hamil. Wanita     itu bertaubat dan meminta ditegakkan hudud (rajam) atasnya. Rasulullah     menyuruh wanita itu kembali untuk menjaga kandungannya sampai bayinya     lahir. Setelah berselang beberapa lama dan bayinya telah lahir, wanita itu     datang lagi meminta dirajam. Akhirnya ia dirajam. Rasulullah menshalatkan     jenazahnya. "Ya Rasulullah, engkau menshalatinya padahal ia telah     berbuat zina?" tanya Umar bin Khatab meminta penjelasan. Maka     Rasulullah SAW bersabda: 
 
 Sungguh dia telah bertaubat. Seandainya taubatnya     dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, taubat itu pasti mencukupinya. Apakah     kamu menjumpai seseorang yang lebih utama daripada seorang yang     mengorbankan dirinya untuk Allah Ta'ala? (HR. Muslim) 
 
 Pembagian     Dosa Jama'ah     shalat tarawih yang dirahmati Allah, Imam     Al-Ghazali di dalam Ihya' Ulumuddin menyebutkan sifat-sifat pembangkit dosa     yang kemudian diringkas oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul     Qashidin. Menurut beliau, sifat pembangkit dosa dibagi menjadi empat: 
 
 1. Sifat rububiyah (ketuhanan). Dari sini muncul     takabur, membanggakan diri, mencintai pujian dan sanjungan, mencari popularitas,     dan lain sebagainya. Ini termasuk dosa-dosa yang merusak, sekalipun banyak     orang yang melalaikannya dan menganggap bukan dosa 
 2. Sifat syaithaniyah (kesetanan). Dari sini     muncul kedengkian, kesewenang-wenangan, mnipu, berdusta, makar, kemunafikan,     menyuruh pada kerusakan, dan lain-lain. 3. Sifat-sifat bahamiyah (kebinatangan). Dari sini     muncul kejahatan, memenuhi nafsu perut dan syahwat kemaluan, zina,     homoseks, mencuri, dan lain-lain 4. Sifat sabu'iyah (kebuasan). Dari sini muncul     amarah, dengki, menyerang orang lain, membunuh, merampas harta, dan     lain-lain. 
 
 Diantara     empat sifat itu, penjenjangannya bermula dari bahamiyah. Bahamiyah yang     dominan lalu diikuti oleh sabu'iyah, kemudian syaithaniyah dan rububiyah. 
 
 Dari     keempat jenis itu, menurut sasarannya, dosa dibagi menjadi dua, yakni dosa     yang berkaitan dengan hak Allah dan dosa yang berkaitan dengan hak sesama     manusia. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah SWT ada yang diampuni dan ada     yang tidak diampuni. Yang tidak diampuni adalah dosa syirik, sementara dosa     yang lain akan diampuni oleh Allah SWT, jika Dia Menghendaki. Sedangkan     dosa kepada sesama manusia akan diampuni oleh Allah jika hak itu telah     dihalalkan atau ditegakkan qishah atasnya di akhirat nanti. 
 
 Rasulullah     SAW bersabda: 
 
 Kezaliman itu ada tiga: kezaliman yang Allah tidak     meninggalkannya, kezaliman yang mendapat ampunan, dan kezaliman yang tidak     mendapat ampunan. Kezaliman yang tidak mendapat ampunan adalah syirik, maka     Allah takkan mengampuninya. Kezaliman yang mendapat ampunan adalah     kezaliman antara hamba kepada Rabb-nya. Sedangkan kezaliman yang tidak akan     ditinggalkan/dibiarkan Allah adalah kezaliman antar manusia, maka Allah     akan memberi qashah sebagian atas sebagian lainnya. (HR. Thayalisi,     dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah) 
 
 Yang     paling umum, biasanya dosa dibagi menjadi dua: dosa besar dan dosa kecil.     Jika kita telusuri hadits, dosa besar yang biasa disebutkan adalah syirik,     sihir, riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh     wanita mukminah yang baik sebagai pezina. Tujuh jenis dosa besar ini     diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Sedangkan dalam riwayat     Imam Bukhari yang lain disebutkan durhaka kepada orang tua termasuk dosa     besar, sedangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan pula     perkataan atau kesaksian palsu. 
 
 Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin     menyebutkan pendapat Abu Thalib Al-Makki yang merinci dosa besar menjadi 17     jenis. 4 jenis di hati: syirik, fasiq, putus asa dari rahmat Allah, dan     merasa aman dari tipudaya-Nya. 4 jenis di lidah: kesaksian palsu, menuduh     wanita mukminah, sumpah palsu, dan sihir. 3 di perut: minum khamr, memakan     harta yatim, dan riba. 2 di kemaluan: zina dan homoseks. 1 di kaki: lari     dari medan perang. Dan 1 di seluruh badan: durhaka pada orang tua. 
 
 Jangan     Remehkan Dosa Kecil 
 
 Hadirin     yang dirahmati Allah, Seringkali     kita terjebak pada sikap meremehkan dosa kecil. Saat kita ghibah, bercanda     yang sudah masuk kategori rafats (porno), bahkan bergaul dengan lawan jenis     yang tidak islami, kita beralasan "itu kan dosa kecil, tidak     apa-apa". Padahal orang yang meremehkan dosa ia tidak sadar sedang     berhadapan dengan siapa. Siapakah yang ia maksiati? Allah SWT yang Maha     Besar dan Maha Keras adzab-Nya. Juga, tidak ada dosa kecil jika dilakukan     terus menerus. 
 
 
 
 Tidak     ada dosa kecil selagi terus dikerjakan, (HR. Dailami) 
 
 Ibarat     sebuah bintik noda, dosa kecil pun akan mengotori hati. Semakin banyak dosa     semakin banyak pula noda di hati. 
 
 Sesungguhnya,     apabila seorang mukmin berbuat dosa, maka muncul bintik hitam dalam     kalbunya. Kemudian jika ia bertaubat, meninggalkan dosa dan memohon ampun,     maka hatinya bersih. Dan jika dosa-dosanya bertambah, bintik hitam itupun     bertambah (HR. Ibnu Majah dan Ahmad, "hasan") 
 
 Marilah     Bertaubat Sebelum terlambat 
 
 Jama'ah     shalat tarawih yang dirahmati Allah, 
 
 Marilah     kita sambut seruan Allah untuk bertaubat sebelum kita terlambat. Kini Allah     menganugerahkan momentum yang luar biasa kepada kita untuk menjalani     taubatan nasuha. Ramadhan yang sangat kondusif dengan amal shalih dan minim     pengaruh negatif dibandingkan bulan lainnya, adalah kesempatan berharga     yang belum tentu datang lagi kepada kita. Bukankah kita tidak pernah bisa     menjamin bahwa kita akan tetap hidup sampai Ramadhan berikutnya jika kita     menunda taubat saat ini? Dan bukankah pintu taubat akan ditutup saat kita     mengalami sakaratul maut? 
 
 
 
 Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selagi ia     belum sekarat (HR. Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban, dan Abu Ya'la) 
 
 
 
 Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar     orang yang berbuat maksiat di siang hari bertaubat, dan Allah membentangkan     tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat maksiat di malam hari     bertaubat. (Demikian itu tetap terjadi) sampai matahari terbit dari barat.     (HR. Muslim) 
 
 Terlalu     banyak pengalaman yang menunjukkan kepada kita bahwa kematian datang tanpa     memandang apakah seseorang masih muda atau sudah tua, miskin atau kaya,     juga dalam kondisi sehat atau sakit-sakitan? Bukankah jalan kematian bukan     hanya lewat sakit di usia tua? Kematian bisa datang lewat kecelakaan kerja,     kecelakaan di jalan raya, sakit mendadak, dan juga bencana serta berjuta     cara yang tidak pernah bisa kita tebak dengan cara apa ia datang kepada     kita. 
 
 Syarat     Bertaubat Imam     An-Nawawi di dalam Riyadhus Shalihin menyampaikan syarat bertaubat secara     singkat dalam tiga langkah. Pertama, berhenti dari dosa yang dilakukan.     Kedua, menyesali dosa yang telah dilakukan. Dan ketiga, bertekad untuk     tidak mengulangi dosa itu. Itu jika bertaubat terhadap dosa yang berkaitan     dengan hak Allah. 
 
 Sedangkan     jika dosa berkaitan dengan hak manusia, maka syarat taubat ditambah satu     lagi, yaitu membebaskan diri dari hak manusia tersebut. Pembebasan ini     tentu dengan penghalalan dari yang terzalimi atau mendapat keikhlasan darinya. 
 
 Maka     orang yang minum khamr dalam kesendirian misalnya, untuk bertaubat cukup ia     berhenti minum khamr, menyesalinya, dan tidak mengulanginya. Namun jika     seseorang mencuri harta orang lain, selain tiga langkah tersebut ia harus     mendapat maaf dari orang yang dicuri dengan mengembalikan hartanya atau     mendapatkan kehalalan darinya. 
 
 Semoga     Ramadhan yang juga disebut syahrut taubah ini kita manfaatkan bersama     sebagai momentum taubatan nasuha. Dan karenanya Allah menganugerahkan     ampunan dan surga-Nya kepada kita. Allaahumma aamiin. Wallaahu a'lam bish     shawab. [Muchlisin] 
 
  |         |      
 
 SYAHRUL JIHAD 
 
 Selain     dikenal sebagai syahrut tarbiyah dan syahrus shabr, Ramadhan juga dikenal     sebagai syahrul jihad; bulan Jihad. Barangkali saat mendengar kata terakhir     ini –jihad- sebagian besar umat Islam sendiri telah berpandangan negatif     sebagai akibat dari stigma Barat dan media pada jihad Islam. Selain juga     akibat penerapan yang salah dari segelintir orang yang mengatasnamakan     jihad untuk melegitimasi aksi terorisme mereka. 
 
 Maka,     tema jihad menjadi amat menarik sekaligus urgen untuk dibahas di bulan     Ramadhan ini. Setidaknya urgensi tema Ramadhan sebagai Syahrul Jihad ini     menemukan 2 momentum. Pertama, adanya aksi terorisme pengeboman di hotel JW     Marriot dan Rizt Carlton yang masih diperbincangkan sampai hari ini.     Jaringan teroris Mega Kuningan ini memang berhasil diungkap. Sebagian     ditangkap. Bahkan Ibrahim yang menjadi salah satu tersangka tewas. Lalu     dilakukan pencarian DPO Syaifudin Jaelani atau Syaifudin Zuhri, Bagus Budi Pranoto,     Muhammad Syahrir, dan Aryo Sudarto, serta otak teroris Noordin M. Top.     Sampai hari ini media massa juga masih sering memberitakan aksi terorisme     yang menewaskan beberapa korban di hotel JW Marriot dan Rizt Carlton, Mega     Kuningan ini. 
 
 Kedua,     adanya reaksi berlebihan aparat yang cenderung menggeneralisir aktifis     Islam dan gerakan Islam. Munculnya kecurigaan yang over estimate terhadap     umat yang berupaya menegakkan syariat terkesan sejalan dengan skenario     Barat yang menempatkan Islam sebagai lawan. Pengawasan aparat pada     ceramah-ceramah tarawih hanyalah satu bentuk dari bukti adanya reaksi     berlebihan ini. Sungguh, betapa menyedihkannya bahwa aktifitas dakwah harus     diawasi dan dicurigai. Namun kita yakin dengan firman Allah SWT: 
 
 Orang-orang     kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan     Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS. Ali Imran : 54) 
 
 Latar     Belakang Ramadhab sebagai Syahrul Jihad 
 
 Saudara-saudaraku     yang dirahmati Allah SWT, Ramadhan     disebut sebagai syahrul jihad bukanlah tanpa alasan. Sejak awal puasa     diwajibkan kepada umat Islam dalam bulan Ramadhan, sejak saat itu pula     aktifitas jihad banyak dicatat oleh sejarah justru menemukan kemenangannya     pada bulan Ramadhan, pada saat umat Islam berpuasa, pada saat sebagian     mujahidin juga berjihad dengan tetap berpuasa! Subhaanallah, Allaahu akbar! 
 
 Simaklah     kembali perang Badar. Ia terjadi pada bulan Ramadhan bertepatan dengan     tahun diwajibkannya puasa Ramadhan, yakni tahun 2 H. 313 pasukan Islam     berhasil mengalahkan 1000 pasukan kafir Quraisy yang bersenjatakan lengkap.     Kemenangan gemilang pertama yang diraih umat Islam ini kemudian menjadi     penguat eksistensi kaum muslimin di Madinah dan pembuka bagi     kemenangan-kemenangan Islam berikutnya. Adakah pakar militer saat itu yang     bisa memprediksi bahwa Rasulullah dan para sahabatnya bisa memenangkan     peperangan? Dan kemenangan jihad ini terjadi di bulan Ramadhan! 
 
 Ikhwani     wa akhwati fillah rahimakumullah, 
 
 6     tahun kemudian terjadi peristiwa yang jauh lebih besar dan mempesona. Inilah     penaklukan paling indah dalam sejarah umat manusia. Penaklukan tanpa korban     jiwa. Kemenangan besar tanpa tetesan darah! Sepuluh ribu pasukan Islam yang     dipimpin oleh Rasulullah memasuki Makkah dengan tenang, menang tanpa     perlawanan. Bukan hanya kemenangan secara fisik yang membuat pasukan Makkah     tidak berani memberontak, tetapi juga kemenangan jiwa sehingga keimanan     masuk ke jiwa-jiwa mayoritas penduduk Makkah menggantikan seluruh kekufuran     dan permusuhan mereka. Maka, tak ada satupun yang membela saat 360-an     berhala di sekeliling ka’bah dihancurkan. Tak ada yang meratapi atau     melakukan demontrasi saat berhala-berhala itu dilenyapkan. Sebab, sesaat     sebelum dilenyapkan dari masjidil haram, Allah telah melenyapkan dari hati     mereka. Inilah jihad dan kemenangan besar yang juga terjadi di bulan     Ramadhan. 
 
 650     tahun kemudian juga terjadi peperangan yang dikenal dengan nama Ain Jaluth.     Pasukan Islam melawan pasukan Tartar. Dua tahun sebelumnya Tartar di bawah     pimpinan Hulako Khan telah menyerang Baghdad. Maka, bulan-bulan berikutnya     adalah masa penderitaan dan kekalahan kaum muslimin, jatuhnya Baghdad,     serta terbunuhnya khalifah. Hingga akhirnya jihad dikumandangkan yang     terkenal dengan sebutan Perang Ain Jaluth. Kaum muslimin berhasil menuai     kemenangan atas Tartar. Dan ini juga terjadi pada bulan Ramadhan. 
 
 Masih     banyak sejarah jihad yang dimenangkan kaum muslimin di bulan Ramadhan. 
 
 Pada     Ramadhan tahun 15 Hijrah, terjadi perang Qadisiyyah dimana orang-orang     Majusi di Persia ditumbangkan. Pada Ramadhan tahun 53 H, umat Islam     memasuki pulau Rhodes di Eropa. Pada bulan Ramadhan tahun 91 H, umat Islam     memasuki selatan Andalusia. Pada Ramadhan tahun 92 H., umat Islam keluar     dari Afrika dan membuka Andalus dengan komandan Thariq bin Ziyad. Dan,     inilah alasannya, mengapa Ramadhan juga disebut sebagai syahrul jihad. 
 
 Definisi     Jihad 
 
 Ikhwatal     iman hafidzakumullah, Syaikh     Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah menjelaskan arti jihad. Secara     bahasa jihad berarti: mencurahkan kesungguhan, mengerahkan kekuatan secara     maksimal. Sedangkan menurut terminologi, kata jihad mempunyai makna:     mengorbankan jiwa dan harta dalam rangka membela agama Allah dan melawan     musuh-musuhnya. 
 
 Karenanya,     mayoritas ayat dan hadits Nabi saat menggunakan kata jihad, yang dimaksud     adalah penegrtian yang kedua. Meskipun ada pembagian atau macam-macam jihad     yang bersumber dari hadits Nabi juga. 
 
 Keutamaan     Jihad Ayyuhal     muslimun rahimakumullah, Jihad     merupakan ibadah yang memiliki keutamaan luar biasa di sisi Allah SWT.     Diantara keutamaan itu adalah: 
 
 Pertama,     derajat yang tinggi melebihi ibadah lain. Suatu     ketika pada hari Jum’at Nu’man bin Basyir berada di sisi mimbar Rasulullah     SAW. Lalu ada orang berkata, “Aku tak peduli, setelah aku masuk Islam     tidaklah aku beramal melainkan memberi minum orang yang menjalankan ibadah     haji,” yang lain berkata “Aku tak peduli, setelah aku masuk Islam tidaklah     aku beramal melainkan memakmurkan masjidil haram.” Yang lain berkata,     “Jihad membela agama Allah lebih utama dari apa yang kalian katakan”. Lalu     Umar RA menegur mereka seraya berkata, “Kamu jangan berdebat mengeraskan     suaramu di mimbar Rasulullah SAW.” 
 
 Setelah     selesai shalat Jum’at Nu’man bin Basyir masuk ke rumah Rasulullah SAW dan     minta fatwa kepada beliau. Lalu Allah SWT menurunkan ayat-Nya: 
 
 Apakah (orang-orang) yang memberi minuman     orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan     dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta     bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak     memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan     berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri     mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah     orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. At-Taubah : 19-20) 
 
 Sesungguhnya,     amatlah wajar jika jihad memiliki nilai lebih dari pada ibadah lain sebab     jihad menggabungkan amal maaliyah dan amal nafsiyah, maka pengorbanannya     sangat luar biasa, berkurangnya atau habisnya harta; resikonya juga sangat     tinggi, kehilangan nyawa! 
 
 Kedua,     pahala ribath (berjaga) dalam jihad lebih baik dari dunia seisinya Rasulullah     SAW bersabda: 
 
 
 
 Berjaga-jaga     di perbatasan satu hari membela agama Allah itu lebih baik dari pada dunia     seisinya. (HR. Bukhari) 
 
 Ketiga,     selamat dari api neraka Rasulullah     SAW bersabda: 
 
 Tidaklah     akan disentuh oleh api neraka, dua kaki hamba yang berdebu karena membela     agama Allah. (HR. Bukhari) 
 
 Keempat,     Jihad dan syahid adalah cita-cita Rasulullah 
 
 Rasulullah     SAW bersabda: 
 
 
 
 Demi     Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku senang sekali bila aku     terbunuh fi sabilillah, lalu aku dihidupkan lalu aku terbunuh lalu aku     dihidupkan lagi lalu aku terbunuh, lalu aku dihidupkan lagi lalu aku     terbunuh. (HR. Bukhari dan Muslim) 
 
 Itulah     cita-cita Rasulullah SAW. Meskipun cita-cita syhahid itu tidak terwujud,     tetapi ia tetap menjadi motivasi bagi umatnya untuk berjihad dan syahid.     Dengan jihad itulah tegak izzul Islam wal muslimin, dan saat jihad hilang     dari sejarah umat maka yang terjadi adalah keterhinaan dan kekalahan. 
 
 Macam-macam     Jihad Ibnul     Qayyim dalam Zaadul Ma’ad telah mengemukakan macam-macam jihad : jihad     qital (jihad perang atau jihad dengan tangan) sampai jihad bil lisan, dan     antara keduanya ada berbagai jihad dalam bentuknya masing-masing. Maka,     yang kemudian populer di zaman sekarang adalah 3 macam jihad sebagai     berikut: 
 
 Pertama,     Jihad dengan tangan. Inilah     yang paling utama. Yaitu berjihad dalam rangka membela agama Allah dengan     tangan melalui perang (qital). Paling utama karena memang ia membutuhkan     dua kesiapan sekaligus; harta dan jiwa. Dan inilah yang dimaksudkan oleh     Allah di banyak ayat-Nya termasuk firman-Nya: 
 
 Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang     mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka     berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah     menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran.     Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka     bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah     kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah : 111) 
 
 Secara     tegas, penggunaan langsung kata qital dan kewajibannya ada pada firman     Allah SWT: 
 
 
 
 Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang     itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu,     padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,     padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak     mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 216) 
 
 Jihad     model ini memiliki syarat-syarat tertentu. Ia tidak sama dengan apa yang     diklaim oleh para teroris yang meledakkan bom di Indonesia; termasuk bom JW     Marriot dan Rizt Carlton, Mega, Kuningan. 
 
 Jihad     qital ini saat bersifat ekspansif ia bersifat fardhu kifayah yang biasanya     diwakili oleh para tentara Islam dengan diorganisir oleh daulah atau     khilafah Islam. Sedangkan saat bersifat defensif, ia menjadi farlu ain bagi     penduduk setempat yang diserang atau dijajah. Jika penduduk setempat tidak     mampu mengusir penjajah/imperalis tersebut, maka kewajiban itu meluas kepada     umat Islam di sekitarnya, demikian seterusnya sampai umat Islam mampu     memenangkan peperangan. Ini mirip dengan Indonesia saat menghadapi     penjajahan Belanda dan mirip pula dengan Palestina yang menghadapi     penjajahan Israel sampai saat ini. Dan inilah yang membuat para ulama’     memperbolehkan bom syahid (media banyak menyebut bom bunuh diri)     sebagaimana dulu para pejuang kemerdekaan Indonesia juga diperbolehkan     melawan senapan Belanda dengan bambu runcing. 
 
 Jihad     qital, sesuai namanya hanya boleh terjadi di wilayah perang, bukan wilayah     damai sebagaimana ia juga hanya boleh dilakukan saat berhadapan dengan     musuh orang-orang kafir harbi. Di sinilah letak kesalahan aksi terorisme     seperti peledakan bom JW Marriot dan Rizt Carlton, Mega, Kuningan kemarin.     Andaikan aksi serupa dilakukan di Israel terhadap pasukan Israel yang     menjajah Palestina, tentu akan menemukan pembenarannya, jika niatnya jihad     fi sabilillah. 
 
 Kedua,     Jihad dengan lisan Membela     Islam dengan sungguh-sungguh menggunakan lisan juga termasuk jihad. Bahkan     jika ia dilakukan di depan penguasa yang zalim dengan cara yang tepat, ia     termasuk jihad yang paling utama. Rasulullah SAW bersabda: 
 
 Jihad yang paling utama adalah menyampaikan     kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. (HR. Abu Dawud) 
 
 Ketiga,     Jihad dengan pena Kedudukannya     juga serupa dengan jihad bil lisan. Inilah yang telah dilakukan para     ulama’. Dengan kitab-kitabnya, mereka telah melakukan pembelaan     sungguh-sungguh terhadap Islam. Dengan penanya, mereka telah menjaga     kemuliaan Islam dan umatnya. Dengan tulisannya, mereka telah mengobati     penyakit umat, melawan syubhat yang ditimbulkan orang-orang kafir dan     munafik, serta mendidik umat. 
 
 Berniat     Jihad mulai sekarang 
 
 Ma’asyiral     muslimin hafidzakumullah, Terakhir     kalinya, marilah kita niatkan diri kita untuk berjihad membela agama Allah     SWT. Kita memang belum bertemu dengan kesempatan jihad qital. Walau     demikian Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk selalu berniat     mendapatkannya suatu saat nanti. Itulah yang kita tangkap dari sabda     Rasulullah SAW: 
 
 Barangsiapa yang mati dan belum berjihad dan tidak     bertekad untuk berjihad, maka dia mati di atas cabang dari kemunafikan.     (HR. Muslim) 
 
 Kalaupun     sampai mati kita tidak mendapatkan kesempatan berjihad qital membela agama     Allah, minimal kita telah memiliki niat dan tekad untuk itu. Serta kita     telah berupaya melakukan jihad dalam bentuknya yang lain baik dengan lisan     maupun dengan pena. Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk menanamkan     komitmen ini, dan barangkali juga sangat tepat apa yang dikatakan oleh     sebuah maqalah: 
 
 Jika engkau belum mampu meneteskan darah untuk     Islam, teteskanlah keringat dan air mata untuknya! 
 
 Wallaahu     a’lam bish shawab. [Muchlisin]  |         |      
 
 SYAHRUS SHABAR 
 
 
 
 Ramadhan     disebut juga dengan syahrus shabr karena pada bulan ini umat Islam dilatih     untuk bersabar. Menahan lapar adalah latihan sabar. Menahan dahaga adalah     latihan sabar. Menahan untuk tidak berhubungan suami istri di siang hari     adalah latihan sabar. Menahan agar tidak marah adalah latihan sabar.     Menahan untuk tidak mengumpat adalah latihan sabar. 
 
 Keutamaan     Sabar Ikhwani     fillah rahimakumullah, Allah     SWT memerintahkan kita untuk bersabar. Bahkan kita diperintah untuk     menguatkan kesabaran kita. 
 
 Hai     orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu …     (QS. Ali Imran : 200) 
 
 Diantara     keutamaan sabar adalah: Pertama,     mendapatkan pahala tanpa batas. 
 
 
 
 Sesungguhnya     hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa     batas. (QS. Az-Zumar : 10) 
 
 Jika     pahala puasa dinilai langsung oleh Allah SWT tanpa dibatasi pelipatgandaan     pahala yang biasanya, maka sangat wajar jika sabar mendapatkan pahala tanpa     batas. Bukankah inti puasa adalah kesabaran? Tirmidzi meriwayatkan sebuah     hadits: 
 
 Puasa     itu setengah sabar (HR. Tirmidzi) 
 
 Kedua,     mendapatkan kebersamaan Allah (maiyatullah). Artinya, seseorang yang telah     sabar, ia akan diliputi dan dinaungi Allah SWT dengan rahmat-Nya,     perlindungan-Nya, pertolongan-Nya, dan ridho-Nya. Adapun dzat Allah tidak     sama dan tidak bersama dengan makhluk-Nya. Allah SWT berfirman : 
 
 Sesungguhnya     Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah : 153) 
 
 
 
 Dan     Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal : 66) 
 
 Ketiga,     ia selalu baik di sisi Allah tatkala mampu mengkombinasikan sabar dan     syukur dalam kehidupannya. 
 
 Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, semua     urusan baik baginya dan itu tidak ditemukan kecuali pada diri seorang     mukmin. Jika mendapat kelapangan dia bersyukur dan itu baik baginya dan     jika mendapat kesempitan dia bersabar dan itu baik baginya. (HR. Muslim) 
 
 Hakikat     Sabar Tidak     seperti yang dikira banyak orang bahwa sabar itu menerima segala sesuatu     dengan rela atau pasrah tanpa perlawanan. Islam mengajarkan bahwa sabar itu     ada pada tiga hal: 
 
 Pertama,     sabar dalam ketaatan Artinya     seorang mukmin harus sabar menjalankan perintah Allah SWT meskipun perintah     itu berat dan dibenci oleh nafsunya. Seorang mukmin harus tetap taat pada     hal-hal yang telah diwajibkan baginya meskipun banyak hal yang merintangi;     mulai dari kemalasan dan faktor intern lain sampai dengan cemoohan orang,     kebencian musuh Islam, dan faktor ekstern lainnya. 
 
 
 
 Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan     shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang     sabar. (QS. Al-Baqarah : 153) 
 
 Kedua,     sabar dalam meninggalkan larangan Adakalanya     orang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, tetapi ia tidak sabar     dalam meninggalkan larangan. Shalat dijalankan tetapi judi juga tidak bisa     ditinggalkan. Puasa dilakukan tetapi ghibah tetap jalan. Sehingga ada     istilah prokem STMJ, Sholat Terus Maksiat Jalan. 
 
 Kesabaran     juga harus diimplementasikan dalam meninggalkan kemaksiatan dan     larangan-larangan Allah SWT. Orang yang mampu meninggalkan kemaksiatan,     khususnya kemaksiatan emosional, seperti marah, disebut oleh Rasulullah SAW     sebagai orang yang kuat, secara hakiki. Sebab ia telah mampu bersabar atas     apa yang dilarang Allah SWT. 
 
 
 
 Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa     mengalahkan lawannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu     menguasai dirinya ketika marah (Muttafaq 'alaih) 
 
 Ketiga,     sabar dalam musibah. Inilah     makna sabar yang sudah banyak dimaklumi oleh kebanyakan orang. Meskipun,     seringkali orang-orang keliru menggunakan istilah sabar. Yaitu saat     seseorang mendapatkan kesulitan lalu ia pasrah tanpa berusaha menghilangkan     kesulitan itu atau mencari solusinya dikatakan sabar. Padahal, sabar dalam     Islam bersifat proaktif dan progresif, ia tidak statis tetapi telah     didahului atau bersamaan dengan ikhtiar maksimal dan upaya untuk senantiasa     mencari solusi atas problematika yang dihadapinya. Saat semua upaya telah     dilakukan, saat ikhtiar mencapai batas maksimal, maka saat itulah sabar     bertemu dengan tawakal. Ia menyerahkan kepada Allah. Dan sebab itu Allah     akan mengampuni dosa-dosanya. 
 
 Segala sesuatu yang menimpa seorang muslim, baik     berupa rasa letih, sakit, gelisah, sedih, gangguan, gundah-gulana, maupun     duri yang mengenainya (adalah ujian baginya). Dengan ujian itu, Allah     mengampuni dosa-dosanya. (Muttafaq 'alaih) 
 
 Semoga     di bulan Ramadhan yang juga dikenal sebagai bulan kesabaran ini kita mampu     melatih kesabaran kita dan dikuatkan kesabaran kita oleh Allah SWT. 
 
 Wallaahu     a'lam bish shawab. [Muchlisin  |         |      
 
 SYAHRUT TARBIYAH 
 
 Bulan     Ramadhan yang kini kita berada di dalamnya juga dikenal sebagai Syahrut     Tarbiyah; Bulan Pendidikan. Mengapa? Karena pada bulan Ramadhan Allah SWT     mendidik umat Islam secara langsung dengan puasa. Pada bulan Ramadhan     Rasulullah SAW juga melakukan murajaah Al-Qur’an bersama Jibril, dan     aktifitas para shahabat dalam menuntut ilmu mengalami peningkatan. 
 
 Ikhwani     wa akhwati fillah rahimakumullah, 
 
 Ramadhan     memang bulan yang sangat kondusif dan mendukung aktifitas umat Islam untuk     mengkaji ilmu agama, sebab pada bulan ini syetan yang biasa menggoda     manusia serta menghembuskan kemalasan kita dalam menuntut ilmu tengah     dibelenggu oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: 
 
 Telah     datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian     ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka,     syetan-syetan dibelenggu, dan di dalamnya ada satu malam yang lebih baik     dari seribu bulan. Barang siapa yang tidak mendapatkan kebaikannya berarti     ia telah benar-benar terhalang/terjauhkan (dari kebaikan). (HR. Ahmad,     Nasai, Baihaqi) 
 
 Ma’asyiral     muslimin hafidzakumullah, Ada     banyak keutamaan thalabul ilmi, menuntut ilmu, khususnya ilmu-ilmu agama,     terlebih di bulan Ramadhan yang merupakan syahrut tarbiyah ini. Diantaranya     adalah : 
 
 Allah     Meninggikan Derajat Orang yang Berilmu Siapakah     diantara kita yang tidak ingin memperoleh derajat yang tinggi di sisi     Allah? Semua orang yang beriman tentu menginginkannya. Dan derajat yang     tinggi itu bisa didapatkan dengan dua syarat; iman dan ilmu. Sebagaimana     firman Allah SWT: 
 
 …     Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan     orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat… (QS.     Al-Mujaadilah : 11) 
 
 Ibnu     Hajar Al-Asqalani ketika menjelaskan ayat ini dalam Fathul Bari mengatakan:     “Derajat yang tinggi memiliki dua konotasi, yaitu maknawiyah di dunia     dengan memperoleh kedudukan yang tinggi dan reputasi yang bagus, dan     hissiyah di akhirat dengan kedudukan yang tinggi di surga” 
 
 Ketinggian     derajat orang yang berilmu digambarkan dalam sebuah hadits seperti     keutamaan Rasulullah SAW dibandingkan shahabatnya yang paling rendah. 
 
 Keutamaan     seorang yang berilmu dibandingkan ahli ibadah adalah bagaikan keutamaanku     dibandingkan orang yang paling rendah diantara kalian. (HR. Tirmidzi) 
 
 Ilmu     adalah Syarat Generasi Rabbani Hanya     dengan bekal ilmu, khususny ilmu tentang Al-Qur’an yang terus diperdalam     dan juga diajarkan/didakwahkan seseorang menjadi orang yang rabbani dan     sebuah generasi menjadi generasi yang rabbani. Allah SWT berfirman: 
 
 Hendaklah     kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab     dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS. Ali Imran : 79) 
 
 Ibnu     Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa rabbani, menurut Ibnu Abbas,     adalah orang yang bijaksana, alim, lagi penyantu. Sementara menurut     Al-Hasan, rabbani ialah ahli ibadah dan ahli taqwa. 
 
 Ikhwatal     iman rahimakumullah, Kini     banyak umat Islam yang merindukan serta mencita-citakan kemenangan Islam.     Namun banyak yang lupa bahwa kemenangan itu hanya akan hadir tatkala     generasi rabbani terpenuhi dalam jumlah yang banyak. Dan, inilah yang harus     menjadi fokus gerakan Islam jika mereka memang bercita-cita meraih izzul     Islam wal muslimin. Inilah yang juga harus menjadi prioritas kita khususnya     di bulan Ramadhan ini, menjadi generasi rabbani dan menjadi bagian dari     kemenangan Islam. 
 
 Dan     berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar     dari pengikut (nya) yang rabbani. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana     yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula)     menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali     Imran : 146) 
 
 Ilmu     adalah Sumber Kebaikan 
 
 Barangsiapa     yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, Allah pasti memahamkan kepadanya     urusan agama ini. (Muttafaq ‘alaih) 
 
 Dr. Musthofa Said Al-Khin bersama 3 ulama’ lain     saat mengetengahkan hadits ini dalam Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhus     Shalihin mengomentari: keutamaan ilmu pengetahuan, sebab ilmu adalah sumber     kebaikan dan merupakan simbol kemudahan dan ridha Allah SWT. 
 
 Memang     demikianlah ilmu. Bagaimanakah seseorang bisa beramal dengan benar tanpa     didasari ilmu? Bagaimana pula seseorang akan mampu melahirkan perkataan     yang tepat tanpa ilmu? Karenanya Imam Bukhari membuat satu bab khusus dalam     kitab Shahih-nya: Al-Ilmu Qabla al-Qaul wa al-Amal. Karenanya pula Umar bin     Abdul Aziz berkata: 
 
 Barangsiapa     yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak dari     pada maslahatnya. (Sirah wa manaqib Umar bin Abdul Aziz) 
 
 Menuntut     Ilmu Memudahkan Masuk Surga Ilmu     merupakan jalan menuju surga. Dengan ilmu seseorang bisa mengetahui mana     yang haq dan mana yang bathil. Dengan ilmu seseorang bisa memahami mana     yang halal dan mana haram. Dengan ilmu seseorang mengerti perintah dan     larangan dari Rabb-nya. Dengan ilmu seseorang memahami hak-hak Allah,     bahkan rahasia-rahasia syariat yang diturunkan-Nya. Maka, seseorang yang     menuntut ilmu akan dimudahkan oleh Allah SWT menuju surga. 
 
 Barangsiapa     menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke     surga. (HR. Muslim) 
 
 Barangsiapa     keluar untuk mencari ilmu, maka ia termasuk di jalan Allah sampai ia     kembali (HR. Tirmidzi) 
 
 Ayyuhal     ikhwah rahimakumullah, Demikianlah     sebagian keutamaan menuntut ilmu. Di bulan ramadhan yang pahala kebaikan     dilipatgandakan, bahkan amal sunnah diberi pahala seperti amal wajib, tentu     pahala yang didapat dari thalabul ilmi lebih besar dan keutamaannya lebih     luar biasa lagi. Di samping itu, ia juga menjadi faktor penguat sehingga     puasa kita menjadi puasa yang berkualitas. 
 
 Ayyuhal     ikhwah rahimakumullah, Dalam     menuntut ilmu di bulan Ramadhan ini, kita bisa memanfaatkan berbagai kajian     yang ada. Diantaranya yang sudah biasa disediakan oleh takmir masjid di     lingkungan kita adalah ceramah Tarawih dan ceramah Shubuh. Kita manfaatkan     keduanya dengan sebaik-baiknya, kita perhatikan betul-betul setiap ilmu     yang disampaikan oleh muballigh tersebut. 
 
 Pada     siklus pekanan kita juga mendapatkan ilmu dari khutbah Jum’at. Memang berat     bagi banyak orang untuk menahan kantuk pada saat itu. Mari kita kuatkan     untuk tetap menyimak khutbah yang disampaikan sang khatib sebab di dalamnya     ada banyak ilmu dan tidak sempurna shalat jum’at kita tanpa memperhatikan     khutbah dengan baik. 
 
 Di     samping itu, bagi yang memiliki waktu luang, ada banyak taklim atau kajian     Islam yang diselenggarakan oleh berbagai pesantren, yayasan pendidikan,     organisasi dakwah, takmir masjid, dan lain-lain. Bahkan ada juga pesantren     kilat baik bagi pelajar, mahasiswa, maupun umum. Kita bisa memanfaatkan itu     semua. 
 
 Satu     hal yang barangkali lebih mudah dilakukan, apalagi yang memang tidak     memiliki banyak waktu untuk pergi ke tempat-tempat taklim adalah dengan     membaca buku. Yang menjadi catatan adalah seperti apa yang disampaikan Anis     Matta dalam buku Mengusung Peradaban yang Berkeimanan: 
 
 Harus     dibedakan ilmu Islam dengan wawasan Islam. Ilmu Islam itu: Al-Qur’an,     tafsir, hadits, sejarah, fiqih. Wawasan Islam misalnya ditulis oleh     cendekiawan kita: “Islam keindonesiaan”, “Islam alternatif”, Desekularisasi     Pemikiran”, “Cakrawala Islam”. Itu bukan ilmu. Hanya wawasan. 
 
 Jadi,     jika kita berniat mengkaji ilmu Islam dengan membaca, bacalah ilmu Islam     dari buku-buku yang sudah kita yakini kebenarannya, atau dengan     pembandingnya. Bagi orang awam atau pembaca konsumen, hindarkan dulu     wawasan Islam. Prioritaskan Ilmu Islam khususnya saat Ramadhan ini. 
 
 Wallaahu     a’lam bish shawab [Muchlisin]  |         |      
 
  |       
 
 
 
  |  
Posting Komentar
Posting Komentar