|      
 
 
 
 Kisah Hijrahnya Rasulullah Kisah ini dimulai     ketika para sahabat memulai perjalanan untuk berhijrah ke Madinah. Para     kaum Quraisy merasa khawatir atas kejadian itu. Mereka khawatir jika     Rasulullah SAW membangun peradaban Islam disana, itu akan berpengaruh pada     ekonomi di Makkah. Karena Madinah merupakan jalur lalu lintas perdagangan     dari Makkah ke Syam. Kaum Quraisy juga khawatir, Rasulullah SAW akan     membangun kekuatan di Madinah dan akan menyerang Makkah. Oleh karena itu,     kaum Quraisy mengadakan suatu sidang istimewa untuk membahas tentang     kekhawatiran mereka itu. Dari sidang istimewa itu didapatkan kesimpulan     untuk melakukan hal yang keji terhadap Rasulullah SAW. Kesimpulan tersebut     merupakan buah pemikiran dari Abu Jahal bin Hisyam. Abu Jahal memiliki ide     untuk mengumpulkan pemuda yang gagah dan bernasab baik dari seluruh     kabilah. Kemudian, seluruh pemuda tersebut membunuh Rasulullah SAW secara     bersama-sama, sehingga tidak bisa ditetapkan hukum kepada seluruh kabilah.     Itulah ide keji yang akan dilakukan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah     SAW, untuk menghentikan perkembangan Islam di tanah Arab. 
 
 “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir     (Quraisy) memikirkan daya dan upaya terhadapmu untuk menangkap dan     memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu     daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baiknya     pembalas tipu daya” (QS Al-Anfal : 30) 
 
 Setelah diputuskannya hal keji yang akan     dilakukan kaum Quraisy terhadap Rasulullah SAW tersebut, turunlah Malaikat     Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW tentang     persekongkolan kaum Quraisy, dan perintah Allah kepada Beliau untuk     berhijrah. Kemudian Rasulullah SAW mendatangi kediaman Abu Bakar untuk     membahas tentang hijrah yang akan dilakukan oleh Rasulullah SAW pada tengah     hari. Memilih waktu tengah hari untuk mendatangi kediaman Abu Bakar     tersebut merupakan hal yang tidak biasa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW,     untuk mengecoh kaum Quraisy. Setelah selesai membahas tentang hijrahnya     dengan Abu Bakar, beliau kembali ke kediamannya untuk menunggu malam hari. 
 
 Tatkala malam telah gelap, kaum Quraisy memulai     rencananya untuk membunuh Rasulullah SAW. Namun, sebelumnya Rasulullah SAW     telah mendapatkan petunjuk dari Allah untuk tidak berbaring di tempat tidur     biasanya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW meminta sahabat Ali bin Abi     Thalib untuk berbaring menggantikan beliau di tempat biasa Rasulullah SAW     berbaring. Rasulullah SAW bersabda : 
 
 “Tidurlah di tempat tidurku, berselimutlah     dengan burdah hijau yang berasal dari Hadhramaut, milikku ini. Gunakanlah     untuk tidurmu, niscaya tidak akan ada sesuatu pun dari perbuatan mereka     yangtidak engkau suka akan menimpamu” 
 
 Kaum Quraisy menunggu Rasulullah SAW keluar dari     rumahnya pada waktu tengah malam. Karena kebiasaan yang dilakukan oleh     Rasulullah SAW adalah keluar dari rumahnya menuju Masjidil Haram untuk     melakukan sholat, pada waktu tengah atau 2/3 malam. Karena, mukjizat yang     diberikan oleh Allah kepada Rasulullah SAW, beliau dapat melewati kaum     Quraisy yang menunggu untuk membunuhnya, tanpa diketahui. Pada malam itulah     hijrah Rasulullah SAW ke Madinah dimulai. 
 
 Kemudian, Rasulullah SAW mengetahui bahwa kaum     Quraisy akan berusaha keras mengejarnya untuk hijrah menuju ke Madinah.     Oleh karena itu, Rasulullah SAW memutuskan untuk melewati jalur selatan     Makkah. Padahal, letak kota Madinah adalah di sebelah utara kota Makkah.     Tentu saja, perjalanan yang akan ditempuh oleh Rasulullah SAW akan lebih     jauh dibandingkan jika melewati jalur utara. Padahal, jarak antara Makkah     dan Madinah adalah sekitar 490 km. 
 
 Dalam perjalanan beliau menuju Madinah,     Rasulullah SAW dan Abu Bakar tinggal di Gua Tsur selama 3 hari. Kemudian,     untuk memantau apa yang terjadi dan apa yang dilakukan kaum Quraisy di     Makkah setelah Rasulullah SAW tinggal berhijrah, beliau mengutus Abdullah     bin Abu Bakar, untuk menyampaikan segala informasinya ke Gua Tsur. Selain,     itu, Rasulullah SAW juga Asma’ binti Abu Bakar untuk mengantarkan konsumsi     untuk beliau dan Abu Bakar selama tinggal di Gua Tsur. Beliau mengutus     seorang wanita, yaitu putri Abu Bakar untuk melaksanakan tugas tersebut.     Dan betapa mulianya Asma’. Ketika Asma’ mengemban tugas tersebut, beliau     sedang mengandung selama 7 bulan. Disamping karena Rasulullah SAW sangat     percaya kepada keluarga Abu Bakar untuk menjaga rahasia ini, Rasulullah SAW     juga tidak ingin ada kaum Quraisy yang curiga. Secara logika, memang tidak     bisa dibayangkan ketika ada seorang wanita yang sedang hamil 7 bulan     mengantarkan makanan ke Gua Tsur. Untuk menghapuskan jejak yang Asma’     tinggalkan ketika mengantarkan makanan ke Gua Tsur, Rasulullah SAW juga     mengutus Abdullah ibn Fuhairah untuk menggembalakan kambing-kambingnya     setiap hari mengikuti jejak tersebut. 
 
 Begitulah cara Rasulullah SAW berikhtiar dalam     berhijrah, memenuhi perintah Allah SWT. Beliau berusaha sekuat tenaga untuk     dapat melaksanakan perintah-Nya dengan baik. Tercatat, ada 9 strategi yang     Rasulullah untuk menjamin keberhasilan dari hijrah yang beliau lakukan.     Betapa sempurna dan luarbiasanya perencanaan yang telah beliau lakukan     tersebut. Dengan perencaan yang telah Rasulullah SAW tersebut, adakah kaum     Quraisy yang bisa menjangkaunya? 
 
 Ya, ternyata kaum Quraisy masih bisa     menjangkaunya. Kaum Quraisy dengan semangat menyebar dan mencari ke setiap     lembah, lereng perbukitan, dataran tinggi, dan ada beberapa kaum Quraisy     yang sampai di depan mulut Gua Tsur. Masya Allah, dengan perencanaan yang     sempurna dan luar biasa tersebut, masih bisa kaum Quraisy menjangkaunya.     Jika Allah SWT menghendaki demikian, tidak ada yang bisa mencegahnya. 
 
 Pada saat itu, Abu Bakar berkata,”Wahai     Rasulullah! Andai kata salah seorang dari mereka menoleh ke bawah, pasti     dia dapat melihat kita.” 
 
 Masya Allah. Betapa dekatnya kaum Quraisy     terhadap Rasulullah SAW. Jika memang pada saat itu ada kaum Quraisy yang     menengok ke bawah, mereka akan mengetahui keberadaan Rasulullah. Mungkin,     jika itu terjadi, Rasulullah akan dibunuh oleh mereka, dan perkembangan     Islam akan berhenti pada saat itu. Mungkin, jika itu terjadi, kita tidak     bisa merasakan indahnya Islam yang kita rasakan saat ini. 
 
 Pada saat yang begitu mencekam tersebut,     Rasulullah bersabda,”Diamlah, wahai Abu Bakar! Kita (memang) berdua tapi     Allah-lah pihak ketiganya. Apa yang kau kira (akan terjadi) sedangkan Yang     ketiganya adalah Allah SWT?” 
 
 Itulah ungkapan dari Rasulullah SAW yang     merupakan bentuk tawakal dari segala ikhtiar yang telah Rasulullah SAW     lakukan. Rasulullah SAW telah berusaha sekuat tenaga, menyusun banyak     strategi agar hijrah yang beliau lakukan dapat berjalan dengan baik.     Rasulullah telah melaksanakan seluruh strategi tersebut. Dan yang     selanjutnya dilakukan Rasulullah SAW adalah tawakal. Rasulullah SAW     menyerahkan hasil terhadap usaha yang telah beliau lakukan, hanya     kepada-Nya. 
 
 Allah SWT memberikan kondisi dimana kaum Quraisy     nyaris saja menemukan Rasulullah SAW dan Abu Bakar adalah suatu bentuk     ujian terhadap Rasulullah tentang seberapa tawakal beliau terhadap-Nya.     Apakah beliau kemudian putus asa, ataukah tetap teguh. Dan Insya Allah,     peristiwa ini dapat dijadikan pelajaran bagi kita, bahwa kita harus senantiasa     bertawakal kepada-Nya atas segala ikhtiar yang kita lakukan untuk meraih     suatu tujuan. Mungkin, ikhtiar yang kita lakukan dalam meraih suatu tujuan     tidak sesempurna yang Rasulullah SAW lakukan. Tentunya, akan sering     terdapat masalah yang muncul dalam pelaksanaannya. Kemudian, bagaimana kita     memandang masalah-masalah yang muncul tersebut. Apakah masalah-masalah     tersebut membuat kita menyerah, ataukah masalah-masalah itu semakin     mengingatkan kita untuk lebih tawakal kepada-Nya dan lebih berikhtiar untuk     mendapatkan hal yang lebih baik. 
 
 Wallaahu A’lam bis Shawwab. 
 
 Tekanan Perang Badar 
 
 Betapa dahsyatnya tekanan pada hari itu. Fisik     dan batin. Sengat matahari dan debu yang beterbangan, belum lagi mereka     sedang menjalankan ibadah shaum. Takkan ada seteguk air jika lelah     mengeringkan kerongkongan mereka. 
 
 Betapa meningkat tekanan pada hari itu. Fisik     dan batin. Jumlah pasukan yang menanti di sana hampir tiga kali jumlah     mereka. 
 
 Tekanan Perang Badar 
 
 Tak bisa dipungkiri tekanan fisik dan batin kala     itu. Hingga berkali-kali Rasulullah memanjatkan kepada Allah sebuah doa : 
 
 “Ya Allah, inilah kaum Quraisy yang datang     dengan segala kecongakan dan      kesombongannya untuk memerangi engkau dan mendustakan Rasul-Mu, Ya     Allah, tunaikanlah janji kemenangan yang telah Engkau berikan kepadaku. Ya     Allah, kalahkan mereka esok hari..” 
 
 Tangan Rasulullah menengadah ke langit, khusyu’     di panjatkannya doa itu. Terasa sekali atmosfer tekanan saat itu. Hingga     Abu Bakar menenangkan Rasulullah dengan berkata: “Ya Rasul Allah, demi     diriku yang berada di tangan-Nya, bergembiralah. Sesungguhnya Allah pasti     akan memenuhi janji yang telah diberikan kepadamu.” 
 
 Perang Badar merupakan nama perang yang paling     familiar di telinga muslim Indonesia. Namun, hanya sedikit orang yang tahu     detail peristiwa ini, mengapa dan bagaimana perang ini berlangsung. 
 
 Awalnya 314 orang sahabat Rasulullah dan 70 ekor     unta yang dibawa, dimaksudkan untuk mencegat dan merampas kafilah dagangan     kaum Quraisy dari syam yang dibawahi pimpinan Abu Sofyan bin Harb. Hal ini     dilakukan dengan dalih sebagai ganti atas kekayaan kaum Muslim yang     dirampas oleh sebagian kaum Musyrikin di Makkah. Namun, rencana ini tercium     oleh Abu Sofyan hingga ia meminta pasukan bantuan dari kaum Quraisy. 
 
 Meski akhirnya kafilah dagang Abu Sofyan     berhasil lolos, pasukan bantuan kaum Quraish tidak lantas pulang. Bahkan     pemimpin pasukan itu, Abu Jahal berucap: 
 
 “Demi Allah, kami tidak akan pulang sebelum tiba     di Badr. Di sana kami akan tinggal selama tiga hari, memotong ternak, makan     beramai-ramai dan minum arak sambil menyaksikan perempuan-perempuan     menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah seluruh orang Arab mendengar tentang     perjalanan kita semua dan biarlah mereka tetap gentar.” 
 
 Setelah musyawarah dengan sahabat-sahabatnya,     akhirnya Rasulullah memutuskan untuk maju berperang, meski jumlah mereka     saat itu hanya sepertiga dari pasukan lawan. Jumat pagi di tahun kedua     Hijrah, berlangsunglah perang Badar. “Hancurlah wajah-wajah mereka” ucap     Rasulullah sembari melemparkan segenggam kerikil sebagai permulaan dari     pertempuran. 
 
 Seperti yang kita ketahui, pertempuran yang     tidak seimbang dari segi jumlah ini akhirnya dimenangkan Kaum Muslim. Allah     telah memenuhi janjiNya, Ia mengirim bala bantuan Malaikat hingga     kemenangan besar bisa diraih. Tujuh puluh orang Kaum Musyrik terbunuh dan     jumlah yang sama tertawan. Sedangkan dari pihak Muslimin yang syahid     berjumlah 14 orang. 
 
 Perang Badar, merupakan perang pertama yang     dihadapi Kaum Muslimin. Perang, yang memberi tekanan fisik dan batin yang     begitu kuat. Hingga Rasulullah pun seolah meragukan janji-Nya, seperti     paparan Salim A. Fillah dalam tulisannya : 
 
 “Ya Allah”, lirihnya dengan mata kaca, “Jika Kau     biarkan pasukan ini binasa, Kau takkan disembah lagi di bumi! Ya Allah,     kecuali jika Kau memang menghendaki untuk tak lagi disembah di bumi!”     Gemetar bahu itu oleh isaknya, dan selendang di pundaknya pun luruh seiring     gigil yang menyesakkan. 
 
 Tapi getar yang seolah ragu merupakan sisi     manusiawi yang seringkali juga kita rasakan. Saat tekanan bertubi-tubi     menghimpit, dan keraguan akan janjiNya menyisip di jiwa, doba ingatlah     kisah perang Badar ini. Betapa hal yang diluar logika bisa saja terjadi     jika Allah berkehendak. Satu banding tiga perbandingan jumlah mereka, pun     mereka sedang menjalankan ibadah puasa. Namun Allah selalu punya rencana     yang tak terduga-duga. Dan segalanya akan indah pada waktunya, hikmah akan     tersingkap di akhir kisah. 
 
 iman adalah mata yang terbuka, mendahului datangnya cahaya tapi jika terlalu silau, pejamkan saja lalu rasakan hangatnya keajaiban 
 
 (Salim A. Fillah) 
 
 Wallahu’alam. 
 
 Sirah Nabawiyah Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy 
 
  |    
Posting Komentar
Posting Komentar