-->

Teori-Teori Penyimpangan Sosiologi



PEMBAHASAN
TEORI PENYIMPANGAN
A.    ANOMI
Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai ketegangan dalam struktur social sehingga ada individu-individu yang mengalamai tekanan dan akhirnya menjadi menyimpang.Teori dikemukakan oleh Robert Merton sekitar tahun 1930 an.
Konsep Durkheim tentang anomi (teori anomi) termasuk kelompok teori Undercontrol. Riset Durkheim tentang “suicide” (1897) atau bunuh diri dilandaskan pada asumsi (dugaan yang dianggap benar) bahwa rata-rata bunuh diri yang terjadi di masyarakat yang merupakan tindakan akhir puncak dari suatu anomi.
Konsep yang menarik pada teori Durkheim adalah kegunaan konsep dimaksud lebih lanjut untuk menjelaskan penyimpangan tingkah laku yang disebabkan karena kondisi ekonomi di masyarakat.
Contoh : penggunaan bahasa pada saat bersosialisasi dengan orang orang tertentu
*   PEMIKIRAN TEORI ANOMI
menggunakan istilah anomie untuk menggambarkan keadaan deregulation di dalam masyarakat. Keadaan deregulasi oleh Durkheim diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dan orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain. Keadaan deregulation atau normlessness atau kebijakan pemerintah inilah yang menimbulkan perilaku deviasi (penyelewengan terhadap norma-norma dan nilai-nilai)
Pada tahun 1938 Merton mengambil konsep anomi untuk menjelaskan perbuatan deviasi di amerika. Tetapi konsep dari Merton berbeda dengan apa yang dipergunakan oleh Durkheim. Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataan tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan perbedaan struktur kesempatan. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. Struktur sosial, yang berbentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan perbadaan struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi di kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan menimbulkan keadaan di mana para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan serta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat. Hal inilah yang dinamakan anomi.
1.        Pemikiran Emille Durkheim tentang Anomie
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hukum (yang belum mengenal adanya pembagian kerja diantara anggota kelompok) seringkali bersifat represif (pengendalian sosial) : pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif (kesadaran yang berasal dari luar) yang dilanggar oleh kejahatan itu, hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic (yang sudah mengeal adanya pembagian kerja antar kelompok), hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.
Anomie mengacu pada keadaan lingkungan di mana masyarakat gagal untuk melaksanakan regulasi yang memadai atau kendala atas tujuan dan keinginan individu anggota-anggotanya .Dari sudut pandang Durkheim, kebahagiaan individu dan kesejahteraan bergantung pada kemampuan masyarakat untuk memaksakan batas eksternal pada nafsu berpotensi terbatas dan selera yang mencirikan sifat manusia pada umumnya. Keluar dari kekecewaan dan putus asa dengan mengejar tujuan terbatas, banyak individu dalam masyarakat anomic mengambil kehidupan mereka sendiri. Oleh karena itu, tingginya tingkat bunuh diri anomik adalah produk dari kondisi lingkungan anomi.
Durkheim berpendapat bahwa kondisi anomi dapat menjelaskan setidaknya tiga jenis fenomena bunuh diri:
Adapun pemikiran Durkheim sebagai berikut:
  • Kejahatan itu normal ada di semua masyarakat. Tidak mungkin menghilangkan kejahatan
  • Terdapat tingkat kriminalitas tertentu yang akan sehat bagi kualitas organisasi sosial masyarakat
  • Kriminalitas menjadi tidak sehat apabila hukum tidak cukup lagi mengatur interaksi antar berbagai elemen masyarakat
  • Anomi selalu menghasilkan tingkat kejahatan yang berlebihan
  • Umumnya, anomi terjadi akibat faktor pembagian kerja yang tidak seimbang a.l. karena:
-     Kombinasi konflik industrial & finansial
-     Pembagian kelas yg ketat dan tidak alamiah
-     Pembagian kerja yang abnormal; pekerja menjadi teralienasi dari pekerjaannya
  • Saat terjadi gejolak industrial & finansial, anomi terjadi, sebagai hasil dari kurangnya norma atau aturan sosial terkait aspirasi dan kemauan manusia
  • Kejahatan lalu dikaitkan dengan hilang atau melemahnya norma dan aturan sosial selaku kontrol social
2.        Pemikiran Robert K. Merton
Adapun Pemikiran Robert K. Merton mengennai anomie:
  • Anomie terjadi ketika kebutuhan dan keinginan melampaui apa yang dapat dipenuhi melalui “socially acceptable ways”
  • Keinginan manusia sebenarnya didefinisikan oleh masyarakat itu sendiri. Setiap masyarakat menciptakan hal-hal yang dianggap berharga dan layak diupayakan pemenuhannya
  • Bila masyarakat ingin tetap sehat, kesediaan seseorang untuk tetap mempergunakan cara-cara yang sah perlu dihargai.
  • Jika tekanannya pada tujuan tanpa kendali pada bagaimana mencapainya, situasi anomik terjadi
  • Selain kesenjangan antara cara dan tujuan, kriminalitas juga disebabkan oleh perasaan diperlakukan tidak adil atau karena kesempatan berbeda
3.        Cara Mengatasi Anomie
Merton mengemukakan lima cara untuk mengatasi anomi, yaitu:
a.  Konformitas (Konforming) , yaitu suatu keadaan dimana warga masyarakat tetap menerima tujuan-tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan moral;
b.  Inovasi (Innovation ) , yaitu suatu keadaan di mana tujuan yang terdapat dalam masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana21 sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya untuk mendapatkan / memiliki uang yang banyak seharusnya mereka menabung. Tetapi untuk mendapatkan banyak uang secara cepat mereka merampok bank;
c.  Ritualisme (Ritualism) , adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat menolak tujuan yang telah ditetapkan dan memilih sarana-sarana yang telah ditentukan;
d.  Penarikan Diri (Retreatisme) merupakan keadaan di mana para warga menolak tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat;
e.  Pemberontakan (Rebellion) adalah suatu keadaan di mana tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti/ mengubah seluruhnya.
B. TEORI KEBUDAYAAN TANDINGAN
Merupakan kebudayaan khusus yang menentang kebudayaan induk atau kebudayaan yang sudah zaman modern. Seperti, generasi muda yang anti kemapanan serta sifatnya yang energik dan dinamis tidak sangka melakukan tindakan yang bertentangan dengan kebudayaan. Contoh : minum-minuman keras, merokok, ngebut-ngebutan dan lainnya yang menyimpang dari kebudayaan. Hal itu sangat tidak disenangi oleh sebagian besar masyarakat. Kebudayaan tandingan sering dilihat sebagai tindakan yang menyimpang karena tidak sesuai dengan aturan norma yang berlaku dimasyarakat umum.
budaya tandingan yang merupakan budaya yang cenderung didasarkan atas perlawanan terhadap atau penolakan terhadap pola yang dominan, budaya ini bersifat revolusioner sehingga dianggap melakukan usaha untuk perubahan perubahan secara fundamental. Namun, kebanyakan budaya tandingan tidak diilhami oleh maksud-maksud seperti generasi itu. Pada umumnya merupakan pola terorganisir yang menarik diri dari arus utama kehidupan budaya.
Transmisi kebudayaan dari satu generasi kegenerasi lainnya di kenal dengan proses sosialisasi dan sosialisasi adalah bagian yang fundamental dari seluruh pengalaman manusia. Tak ayal dalam proses tersebut begitu banyak hal yang terjadi dalam memperebutkan wacana dominan. Maka seringkali terjadi konflik di bawah payung kekuasaan. Konflik yang terjadi biasanya tidak hanya dalam skala monodimensi namun pada tahap untuk mencapai perubahan sosial maka konflik pun merembet menjadi multidimensi.
Weber mengakui bahwa konflik dalam memperebutkan sumber daya ekonomi merupakan ciri dasar kehidupan sosial. Weber menekankan ada dua tipe : dia menganggap bahwa konflik dalam arena politik sebagai sesuatu yang sangat fundamental. Kehidupan sosial dalam kadar tertentu merupakan pertentangan untuk memperoleh kekuasaan dan dominasi oleh sebagian individu dan kelompok tertentu terhadap yang lain, dan dia tidak menganggap pertentangan dalam memperoleh kekuasaan ini hanya semata-mata didorong oleh keuntungan ekonomi. Sebaliknya dalam kadar tertentu sabagai tujuan pertentangan itu sendiri. Pertentangan untuk memperoleh kekuasaan tidaklah terbatas pada organisasi keagamaan dan pendidikan. Tipe konflik kedua yang sering kali ditekankan Weber adalah konflik dalam gagasan dan cita-cita. Orang seringkali tertantang untuk memperoleh dominasi dalam hal pandangan dunia mereka, baik itu berupa doktrin keagamaan, filsafat sosial ataupun konsepsi tentang bentuk gaya hidup kultural yang terbaik. Lebih dari itu, gagasan dan cita-cita tersebut bukan hanya dipertentangkan tapi juga dijadikan senjata atau alat dalam pertentangan lainnya misalnya pertentangan politik. Jadi, orang dapat berkelahi untuk memperoleh kekuasaan dan pada saat yang sama, berusaha saling meyakinkan satu sama lain bahwa kekuasaan itu yang mereka tuju, tetapi kemenangan prinsip-prinsip yang secara etis dan filosofis benar.
Strategi evolusioner adalah dengan berusaha mendeskripsikan dan menjelaskan rangkaian-rangkaian perubahan sosial yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Evolusionis umumnya berpendapat bahwa masyarakat yang telah mengalami perubahan-perubahan yang umumnya serupa dari zaman dulu hingga sekarang, dan berusaha keras mengidentifikasikan sifat-sifat perubahan ini dan menjelaskan kenapa perubahan ini terjadi.
Pada akhir goresan, kebanyakan manusia merespon perbedaan kebudayaan secara etnosentris atau menganggap cara hidupnya sendiri yang lebih unggul dari cara hidup yang lain. Para ilmuwan sosial secara umum menyetujui bahwa etnosentrisme adalah sifat manusia yang tidak menguntungkan, dan pasti menimbulkan hambatan untuk memperoleh pemahaman sosiologi yang bermakna.

C. TEORI KETERASINGAN ATAU ALIANSI
Hal ini terjadi pada masyarakat mana saja. Keterasingan pada masyarakat pedesaan lebih banyak merupakan keterasingan fisik, terpencil dari sarana komunikasi dan transportasi.
Keterasingan pada masyarakat modern merupakan lebih cendrung kepadan sosiologis dan psikologis. Contoh: ditengah tengah masyarakat modern yang kompleks mereka tida ada tegur sapa satu sama lainnya. Sifat individualistik inilah yang menybabkan aliansi antara mereka.

Faktor penyebab terjadinya keterasingan  :

  1. Normlessness
Norma yang tidak jelas dan mulai melemah sehingga tidak ada kejelasan aturan yang mengatur perilaku masyarakat.
  1. Powerlessness
Keadaan dimana seseorang kehilangan kekuasaan yang ia miliki selama ini.
  1. Meaninglessness
Keadaan dimana seseorang kehilangan makna kehidupannya





D. Teori Pengendalian

kebanyakan orang menyesuaikan diri dengan nilai dominant karena adanya pengendalian dari dalam maupun dari luar.
a. Pengendalian dari dalam yang berupa norma-norma yang dihadapi dan nilai nilai yang dipelajari seseorang..
b. Pengendalian yang berasal dari luar, yaitu imbalan sosial terhadap konformitas dan sanksi atau hukuman bagi masyarakat yang melanggar norma tersebut.

Adapula empat hal yang mengikat atau mengendalikan idividu terhadap norma masyarakatnya

* kepercayaan, mengacu pada norma yang dihayati
* ketanggapan, sikap seseorang terhadap orang lain dan sejauh mana kepekaan orang tersebut terhadap pendapat orang konformis
* keterkaitan (komitmen), dengan berapa banyak imbalan yang diterima seseorang atas perilaku orang konformis
* keterlibatan, mengacu pada kegiatan seseorang dalam berbagai lembaga masyarakat seperti majelis ta’lim, sekolah dan lainnya

E. Teori Reaksi Sosial

Teori ini umumnya berpendapat bahwa pemberian cap atau stigma seringkali mengubah perilaku masyarakat terhadap seseorang yang menyimpang, sehingga bila seseorang melakukan penyimpangan primer maka lambat laun akan melakukan penyimpangan sekunder.

Seseorang yang tertangkap basah mencuri, dan kemudian diberitakan di media massa sehingga khalayak umum mengetahuinya maka beban pertama yang harus ia tanggung adalah adanya stigma atau cap dari lingkungannya yang mengklasifikasikannya sebagai penjahat. Cap sebagai residivis itu biasanya sifatnya abadi. Kendati orang tersebut telah menebus kesalahannya yang diperbuat tadi, yaitu dengan dipenjara, namun hal itu tidak cukup efektif untuk menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat akan dirinya.

F. Teori Sosialisasi

Menurut para ahli sosiologi, munculnya perilaku menyimpang pada teori ini, didasarkan dengan adanya ketidakmampuan masyarakat untuk menghayati norma dan nilai yang dominan. Penyimpangan tersebut disebabkan adanya gangguan pada proses penghayatan dan pengamalan nilai tersebut dalam perilaku seseorang.

Pada lingkungan komunitas yang rawan dan kondusif bagi tumbuhnya perilaku menyimpang adalah sebagai berikut.

a. Jumlah penduduk yang berdesak-desakan dan padat.
b. Penghuni berstatus ekonomi rendah.
c. Kondisi perkampungan yang sangat buruk.
d. Banyak terjadi disorganisasi familiar dan sosial yang bertingkat tinggi.

Menurut pendapat Shaw, Mckay dan mcDonal (1938), menemukan bahwa di kampung-kampung yang berantakan dan tidak terorganisasi secara baik, perilaku jahat merupakan spola perilaku yang normal dan wajar.

G. TEORI KONFLIK

Teori Konflik Karl Marx

I. Pengertian konflik :
Konflik merupakan pertentangan antara kelas borjuis melawan kelas proletar yang memperebutkan sumber-sumber ekonomi (alat-alat produksi).

Kelas sosial :
Karl Marx menjelaskan bahwa masyarakat pada abad ke-19 di Eropa, terbagi menjadi 2 kelas sosial yakni

a. Borjuis : pada jaman kolonialisme kaum pemilik modal yaitu mereka yang memiliki alat-alat kerja/produksi misalnya pabrik, mesin, dan tanah. Tetapi pada jaman modern, kaum borjuis adalah mereka yang memiliki knowledge/keahlian khusus.

b. Proletar : kaum pekerja miskin.
Dalam sistem produksi kapitalis kedua kelas tersebut saling ketergantungan namun tidak seimbang. Kelas proletar tidak dapat hidup jika tidak bekerja. Sedangkan kelas borjuis meskipun pabriknya tidak berjalan, ia masih dapat bertahan dari modal yang dikumpulkannya selama pabriknya bekerja yakni dengan menjual pabriknya. Dengan demikian kelas borjuis adalah kelas yang kuat, sedangkan kelas proletar adalah kelas yang lemah.

Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Dan pemilikan alat-alat produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Marx juga menjelaskan bahwa seluruh keteraturan dalam masyarakat proletar disebabkan adanya pemaksaan oleh para penguasa (borjuis).

Penyebab konflik :
Karena ada kelas-kelas dalam masyarkat dimana terjadi ketidaksetaraan sosial yang tinggi antara kaum borjuis & proletar.

Fungsi konflik :
Untuk mencapai keadilan dan kemakmuran di dalam masyarakat diperlukan revolusi kelas. Revolusi ini bisa dilakukan dengan cara kekerasan agar terjadi perubahan drastis ke arah yang lebih baik.

Faktor produksi dalam konflik :
Borjuis sebagai pemilik modal memiliki kontrol penuh untuk mengendalikan roda ekonomi dan melakukan eksploitasi terhadap pekerja.

Tenaga kerja :
Perusahaan dikendalikan sepenuhnya oleh kelas borjuis. Kaum pekerja akan tetap tereksploitasi bila tidak memiliki kesadaran untuk melakukan perjuangan kelas. Marx tidak membedakan skill setiap pekerja.

Dampak konflik :
Karl Marx lebih menekankan pada dampak negatif dari konflik yakni ;
-Menyebabkan keretakan hubungan antara anggota kelompok.
-Mengakibatkan perubahan kepribadian para individu.
-Mengakibatkan kerusakan harta benda dan nyawa manusia.
-Menimbulkan dominasi atau penaklukan oleh salah satu.

Akan tetapi, ia juga melihat adanya dampak positif dari konflik yakni timbulnya gerakan sosial yang besar (revolusi) yang dapat dijadikan alat yang efektif oleh kelas proletar untuk mendapatkan kesetaraan dalam pembagian sumber-sumber ekonomi.

Kelemahan pada teori Karl Marx :
Teori kelas sosial dan konfliknya hanya relevan pada awal kapitalisme (awal revolusi industri) dan tidak lagi sesuai dengan masyarakat industry post kapitalis. Hal ini dikarenakan pekerjaan masyarakat semakin heterogen dan hak-hak dan kemakmuran masyarakat mulai mengalami peningkatan.

II. Manajemen Konflik.
Menurut Ross bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Sedangkan menurut Fisher menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
Sementara Minnery menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery  juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal.
III. Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasarannya adalah  meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi. Sasarannya  adalah   mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Teori negosiasi prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.  Sasarannya  adalah membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasarannya adalah melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasarannya adalah menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
Teori transformasi konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasarannya  adalah  mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
IV. Tingkatan konflik
Konflik Tingkat Individu
Dalam kategori ini, terdapat dua kategori konflik, yaitu: (1) konflik dalam diri individu yang bersangkutan, dan (2) konflik antar individu. Konflik dalam diri seseorang terjadi ketika dia mempunyai dua atau lebih kepentingan yang sifatnya bertentangan. Ketika kepentingan-kepentingan itu sama-sama menarik, atau sama-sama tidak menarik, namun dia harus menentukan pilihan, maka terjadilah konflik dalam diri individu yang bersangkutan. Konflik antar individu, terjadi ketika dua individu mempunyai kepentingan yang sama terhadap satu hal, dan mereka sama-sama tidak mau mengalah. Bisa juga, konflik terjadi ketika mereka mempunyai perbedaan pandangan atau pendapat, dan masing-masing menganggap pendapatnyalah yang paling benar. Pertentangan-pertentangan semacam inilah yang menimbulkan konflik antar individu.
Konflik Tingkat Lembaga
Dua atau lebih lembaga, bisa terlibat dalam suatu konflik. Pada tingkat lembaga ini, ada dua tingkatan konflik yaitu konflik dalam lembaga dan konflik antar lembaga.
TEORI – TEORI PENYEBAB BERBAGAI KONFLIK
Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik.
Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.
Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.
Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
Teori Kebutuhan Manusia
Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia – fisik, mental, dan sosial – yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.
Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
Melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.
Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain.
Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain.
Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.
Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik.
Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan , perdamaian, pengampunan , rekonsiliasi dan pengakuan.
Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
H. TEORI FUNGSI
Durkheim dapat digolongkan tokoh pewaris fungsionalisme struktural klasik. Teori Durkheim yang terkenal adalah seperti sistem pembagian kerja melalui spesialisasi atau okupasi. Solidaritas mekanikyang dicirikan dengan masyarakat tradisional, tersegmentasi, kesadaran kolektif, dan hukum represif. Solidaritas organik yang dicirikan dengan masyarakat modern, terdiferensiasi, spesialisasi, dan hukum restitutif. Fakta sosial yaitu sesuatu yang berada di luar individu dapat mempengaruhi individu tersebut, hal tersebut terlihat dalam studinya tentang suicide (bunuh diri) yang terbagi atas: 1. altruis suicide, bunuh diri karena tekanan sosial dari luar, 2. egois suicide, bunuh diri karena ego dari dalam, 3. anomic suicide, bunuh diri karena gangguan jiwa. Durkheim juga menelorkan teori fungsi, dimana keseragaman dan kesadaran moral semua anggota masyarakat itu mustahil, tiap individu berbeda dipengaruhi faktor keturunan, lingkungan fisik dan sosialnya dan memerankan fungsinya masing-masing. Dia mencontohkan jika kejahatan itu perlu (berfungsi) untuk eksistensi hukum.
I.       TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION

Menurut teori ini, Menurut pandangan teori ini penyimpangan sosial bersumber pada pergaulan yang berbeda. Penyimpangan terjadi melalui proses alih budaya.
untuk menjadi penjahat sebelumnya seseorang haruslah mempelajari bagaimana caranya untuk menjadi seorang penjahat. Lebih lanjut ia akan beranggapan bahwa pembelajaran ini terjadi sebagai akibat dari interaksi social seseorang dengan orang lain.
Serta menurut Edwin H. Sutherland Perilaku jahat menurut teori ini terjadi bukan karena keturunan atau gen, melainkan perilaku jahat tersebut dipelajari melalui interaksi dan komunikasi dengan kelompok yang cenderung melakukan kejahatan, dimana interaksi dan komunikasi tersebut dalam jangka waktu yang lama, dan akhirnya pelaku dapat memahami nilai-nilai, motif, rasionalitas, serta tingkah laku dari kelompok yang cenderung berbuat jahat tersebut, kemudian mengikuti sebagaimana perilaku menyimpang dari kelompok tersebut. Hal ini juga terjadi karena adanya aosiasi yang berbeda terhadap kejahatan. Semakin tinggi orang orang melakuka perilaku yang menyimpang maka semakin tinggi pula orang orang belajar perilaku yang menyimpang.
Contoh : lingkungan anak sangat tidak baik dan banyak pencopet otomatis anak tersebut akan belajar mencopet juga
J. TEORI LABELLING
Menurut teori ini, seseorang menjadi penyimpang karena proses labeling atau pemberian cap, julukan, etiket , merek dan stigma yang sudah diberikan masyarakat kepadaya. Akibat dari stigma yang sudah diberikan masyarakat kepadanya, maka seseorang tersebut merasa jelek dan tidak bisa diterima oleh masyarakat.
misalnya seseorang yang pernah melakukan pencurian walaupun sudah keluar dari penjara tetap saja masyarakat mencapnya sebagai pencuri maka kesempatan untuk bisa memperbaiki diri semakin di rasakan berat maka akhirnya mereka kembali ke pola yang sudah melekat kuat di dalam masyarakat tersebut yaitu melakukan pencurian atau bahkan yang lebih sadis dari itu.
Dalam kelompok/ organisasi kemasyarakatan juga seperti itu ketika sebuah ormas melakukan tindakan seolah-olah tindakannya benar walaupun kenyataannya yang mereka lakukan mengandung unsur kekerasan dan di protes dari berbagai kalangan tapi mereka justru merasa bangga dengan capnya/label yang di terimanya.


K. TEORI PENYIMPANGAN SOSIAL JENJANG MAKRO
Menurut teori ini, struktur social tidak hanya menghasilkan perilaku konformis atau tidak menyimpang tetapi menghasilkan juga perilaku menyimpang. Struktur social menciptakan keadaan yang menghasilkan pula perilaku nonkonformitas atau menyimpang. Merton mengidentifikasi empat tipe adaptasi individu terhadap situasi tertentu yaitu konformitas, inovasi, ritualisme dan pemberontakan.
L. TEORI CONTROL
Penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan control atau pengendalian social. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hukum atau memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran hukum.Teori ini dikemukakan oleh Hirschi 1969.
Adalah perspektif yang terbatas untuk penjelasan delinkuensi dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang. 


Menurutnya dalam control social terdapat empat unsure utama yaitu attachement(kasih sayang), commitment( tanggung jawab),involvement (partisipasi) dan believe(kepercayaan/keyakinan).
There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter