Latar Belakang
Cemerlangnya peradaban Islam, berjaya pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Sekian abad kejayaan Islam, berakhir setelah serangan Mongol terhadap seljuk pada tahun 1300 M, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tecabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu.Namun, kamalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kehancuran, kondisi politik umat Islam secara keseluruhan mengalami kemajuan, umat Islam bangkit kembali setelah terbentuknya tiga kerajaan besar yaitu : Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
Kerajaan Usmani di samping yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding kedua kerajaan lainnya.Turki Usmani dianggap sebagai dinasti yang mampu menghimpun kembali umat Islam setelah beberapa lama mengalami kemunduran politik.
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaan, kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri.Gerakan Safawiyah memprakarsai penaklukan Iran dan mendirikan sebuah baru yang berkuasa dari 1501 sampai 1722.Sang pendiri mengawali gerakannya dengan seruan untuk memburnikan dan memulihkan kembali ajaran Islam.
Namun pada kenyataannya, kerajaan ini dapat berkembang dengan cepat.Nama safawi ini terus dipertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi.Kerajaan ini mampu mempersatukan seluruh daerah Persia sebagai satu negara yang besar dan independen.
Kerajaan Mughal berdiri setelah seperempat abad berdirinya kerajaan Safawi, kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya.kerajaan Mughal bukanlah kerajan Islam pertama di anak Benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa khalifah al-Walid dari Dinasti Bani Umayyah. Akan tetapi Kerajaan Mughal termasuk salah satu kerajaan yang sangat berperan penting dalam membangun peradaban Islam.
Sejarah dan Perkembangan Kerajaan Usmaniyah
Dinasti Usmaniyah berdiri sejak Utsman berhasil merebut kekuasaan pada tahun 1300 M. Dinasti ini berkuasa hingga enam abad hingga sultan yang terakhir yakni Wahid ad-Din.
Sejarah Islam masa lalu penuh dengan nostalgia indah dan sekaligus kenangan pahit bagi umat Islam.Berbagai dinasti silih berganti memimpin umat ini. Tatkala satu dinasti hancur, muncul dinasti lain dengan coraknya masing-masing.
Jatuhnya Baghdad akibat serangan pasukan Mongol pada tahun 1258 M bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah melainkan sekaligus mengawali masa kemunduran politik Islam secara drastis. Politik umat Islam menjadi terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan kecil, seperti Dinasti Ilkhan, Dinasti Timuriyah, dan Dinasti Mamalik.
Dinasti Usmani merupakan dinasti besar pertama yang lahir setelah kehancuran Baghdad. Kekuasaan Usmani meliputi Asia kecil, Eropa Timur sampai benteng Wina, Afrika Utara termasuk Negeri Sudan dan Somali, Jazirah Arab, negeri Syam termasuk Armeniadan Azerbayen dan yang lainnya. Kerajaan Turki Usmani merupakan kerajaan yang lebih lama kekuasaanya dibandingkan dengan kerajaan keduanya, kerajaan ini juga mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dari bidang kemiliteran maupun daerah kekuasaannya.Begitu juga dalam bidang keilmuannya, meskipun pada masa kerajaan ini ijtihad menjadi sangat langkah Dinasti Usmani berasal dari suku bangsa pengembara Qayigh Oghuz yang dipimpin oleh Sulaiman Syah.Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizmi Syah pada tahu 1219-1220.Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizmi Syah di Transoxiana.Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi ke arah Barat (Asia kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan Mongol. Dalam usahanya pindah ke Syam, pemimpim-pemimpin Turki mendapat kecelakaan yaitu hanyut di sungai Euprat (Efrat) yang karena banjir besar pada tahun 1228 akhirnya mereka terbelah menjadi dua kelompok yaitu, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya sedang yang kedua ingin meneruskan perjalanannya ke Asia kecil. Di bawah pimpinan Ertogrul mereka mengabdikan dirinya kepada sultan saljuq, Alauddin yang sedang berperang melawan Bizantine.Atas kehebatan Ertogrul dan dukungan penuh dari anak buahnya pasukan saljuq mendapat kemenangan melawan Bizantine. Dan sebagai hadiahnya, sang Sultan berkenan memberikan sebidang wilayah di perbatasan Bizantine kepada Ertogrul , dan mereka menjadikan Sogud/Sukud sebagai pusat pemerintahannya.
Pada tahun 1289 Ertogrul meninggal dan meninggalkan seorang putra yang bernama Usman.Beliau diakui sebagai pendiri dinasti Usmaniyah. Setelah tahun 1300, Mongol berhasil menjatuhkan seljuq sehingga diproklamirkan berdirinya dinasti baru dengan nama Usmaniyah. Dinasti ini berkuasa kurang lebih selama tujuh abad dan dipimpin oleh 35 Sultan yang dimulai dari Usman I hingga Muhammad VI.
Kemajuan-kemajuan Kerajaan Usmaniyah
Bidang Politik dan Militer
Pada Dinasti Usmani raja-raja Dinasti Usmani bergelar Sultan dan sekaligus Kholifah.Sultan menguasai kekuasaan duniawi sedang Kholifah berkuasa di bidang agama/spiritual. Mereka semua mendapatkan kekuasaan secara turun temurun, akan tetapi tidak harus putra pertama yang berhak menjadi penggantinya. Bahkan pada perkembangan selanjutnya pergantian kekuasaan itu diserahkan kepada saudara sultan, bukan kepada anaknya.Didalam menjalankan kegiatan sultan/kholifah dibantu oleh seorang mufti atau lebih dikenal dengan sebutan Syaikhul-Islam (mewakili sultan/kholifah dalam melaksanakan wewenang agamanya) dan Shadrul-A'dham (perdana menteri) yang mewakili Kepala Negara dalam melaksanakan wewenang dunianya.
Turki Utsmaniyah mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M).Pada masa ini, wilayah kekuasaannya membentang dari Budapest hingga ke Bagdad.Pada masa kejayaannya, di dalam tubuh militer tersebut pasukan militer bernama Jenissarin yang merupakan pasukan militer yang beranggotakan anak-anak Kristen yang mendapatkan pendidikan militer.
Dalam sistem pemerintahan Dinasti Turki Utsmani, Sultan memegang kekuasaan tertinggi dengan menggunakan berbagai macam gelar.Gelar khalifah baru dipakai sejak pemerintahan Murad I (1359-1389 M).Untuk menjalankan pemerintahan, sultan dibantu oleh seorang perdana menteri yang lazim disebut dengan Shadr al-A’zham.Perdana menteri inilah yang kemudian berurusan dengan gubernur di setiap wilayahnya. Beberapa penaklukan terjadi pada masa Dinasti Turki Utsmaniyah seperti penaklukan Konstantinopel pada masa pemerinahan Muhammad II yang bergelar al-Fatih. Penaklukan Kosntantinopel ini berpengaruh kepada beberapa penaklukan setelahnya, yakni pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni yang berhasil menaklukkan Iraq, Belgrado, Rhodes, Tunis, Budapest dan Yaman.
Bidang Seni Arsitektur dan Pendidikan.
Pada dasarnya, Turki adalah sebuah bangsa yang berdarah militer, awalnya mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina.Pasca penyerangan bangsa Mongol terhadap mereka, bangsa ini pindah dan mengabdi kepada saudara mereka yakni bangsa Turki Saljuk.Setelah pimpinan pertama, Ertogul meninggal pada tahun 1289 M. pucuk pimpinan dipegang oleh Usman.Dialah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani.
Fokus aktifitas dinasti ini adalah pada bidang kemiliteran, sehingga bidang ilmu pengetahuan tidak begitu mendapat perhatian.Bidang seni arsitektur tampak sangat diminati dan perkembangannya sangat signifikan.Ini terlihat pada bangunan-bangunan mesjid yang sangat indah.Salah satu mesjid yang terkenal keindahan kaligrafinya adalah mesjid Aya Sopia yakni sebuah mesjid yang awalnya adalah sebuah gereja.
Dalam dunia seni arsitektur, Turki memiliki gaya tersendiri yang disebut gaya/style Usmani. Corak ini muncul saat Turki mengalahkan Bizantium, dan pertemuan dua seni arsitektur ini melahirkan gaya baru. Era sultan Sulaiman, Daulah ini memiliki satu lagi mesjid nan indah dan megah yang dibangun oleh Sultan Sulaiman, yakni mesjid Sulaiman. Selain ini, Sultan Sulaiman juga membangun madrasah, asrama besar untuk mempelajari al Qur’an, rumah sakit, musalla, istana, pesanggrahan dan mesium. Kesemuanya ini bergaya arsitektur usmaniyah di bawah arahan seorang ahli bangunan turki, Sinan Pasha, dia juga ahli kaligrafi serta penulis prosa terkenal yang dinamakan taazuraat.
Kemunculan para ilmuwan era ini sangat sedikit, di antaranya adalah Haji Kholila, yakni seorang prajurit tangguh dan memiliki pengetahuan luas. Karyanya yang terkenal adalah Kasyfu al Dzunnun, yaitu kamus yang memuat kira-kira 14.500 buah nama kita dalam bahasa Arab dan disusun secara alfabetis. Selain itu karyanya yang lain adalah Taqwimu al Tawarikh dan Tahfatu al Haq fi Ikhtiyari al haq (sebuah kitab tentang tasawuf). Tokoh lainnya adalah Daud Inthaqy (w. 1598 M).Dia adalah seorang dokter dan pengarang dalam ilmu bidangnya yang terkenal. Karyanya adalah Tadzkirah Ulil Albab Wa al Jumu’u lil Ujbi al Ujab, Al Nuzhatu al Mubhiyah fi Usyizil azhan wa Ta’dili al Amzijah (keduanya kitab tentang ilmu kedokteran). Dalam bidang seni, syair dan arsitektur, kita kenal dengan seorang penyair muslim terkenal yaitu Jalaluddin Rumi, seorang ,uslim Iran yang berdomisili di Asia Kecil.
Gerakan penterjemahan karya-karya asing (terutama dari Perancis) ke dalam bahasa Turki, saat itu dilakukan oleh seorang berkebangsaan Hongaria yang sudah masuk agama Islam yang bernama Ibrahim Mustafarika.Di antara karya-karya asing yang diterjemahkannya adalah dalam bidang ilmu kedokteran, astronomi, ilmu pasti, sejarah, ilmu bumi, ilmu alam, ilmu politik, ilmu kemiliteran, kemajuan tekhnik Eropa dan kemajuan pembaharuan di Rusia.
Dalam catatan sejarah pendidikan, ternyata Turki hanya mampu melahirkan tokoh-tokoh dalam bidang seni saja, seperti para penyair dan arsitek ulung dan ternama.Sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, pada zaman ini mengalami kemandulan.Ini dikarenakan era Turki Usmani, bidang kemiliteran dan ekspansi wilayah menjadi fokus utamanya, sehingga terabaikan akspansi intelektual.
Bidang Ekonomi
Pada umumnya, daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti Turki Utsmani adalah daerah yang mempunyai kekayaan alam, seperti Mesir, Syuria, Anatolia dan berbagai wilayah lainnya. Dinamika ekonomi Dinasti Turki Utsmaniyah mencapai puncaknya ketika kota Bursar menjadi pusat perdagangan penting pada abad ke-15 dan 16 M. Bursar tidak hanya menjadi pusat perdagangan intern Dinasti Turki Utsmaniyah tapi juga hingga ke Eropa.
Bidang Keagamaan.
Pada masa Dinasti Turki Utsmani, hampir tidak terdapat ulama yang mempunyai pemikiran orisinil, karena pada umumnya para ulama hanya nmengkaji literatur-literatur karya ulama sebelumnya dan menulis keterangan-keterangan atau komentar terhadap karya-karya tersebut yang lazim dikenal dengan Hasyiyah atau syarah.
Dalam bidang tarekat, aliran tarekat Bektasy merupakan tarekat yang cukup berkembang.Tarekat ini mendapat tempat di kalangan pasukkan Jenissarin.Aliran lainnya yang juga berkembang adalah tarekat Maulawi yang mendapat dukungan dari pihak pemerintah.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Usmaniyah
Banyak ahli sejarah menulis, bahwa fanatis kelompok termasuk di dalamnya faham Nasionalisme, merupakan salah satu sebab utama runtuhnya khilafah Utsmaniyah.
Dalam bukunya “Daulah Utsmaniyah” Dr. Jamal Abdul Hadi, salah seorang pakar sejarah dari Mesir, menyebutkan beberapa sarana yang dimanfaatkan Yahudi Eropa untuk menghancurkan kekuatan pemerintahan Islam di Turki waktu itu. Diantaranya adalah dengan menghidupkan faham Nasionalisme.
Di dalam buku setebal 163 halaman tersebut, beliau menjelaskan permasalahan di atas sebagai berikut :“ …mereka berusaha memporak-porandakan negeri Islam ini dari dalam, ingin menghancurkannya lewat tangan putra-putranya sendiri. Yaitu dengan cara mendukung dan membujuk partai-partai oposan, agar membentuk tandzim-tandzim rahasia dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Islam. Partai-partai oposan tersebut diantaranya adalah: Partai Pemuda, Partai Persatuan dan Pengembangan, dan Partai Kamaliyyun. Selain cara itu, mereka juga menghidupkan faham Nasionalisme di kalangan umat Islam, serta menaburkan benih perselisihan antara umat Islam dan umat agama lain. Karena dari situ akan terbuka jalan lebar bagi kekuatan asing untuk ikut campur tangan dengan dalih keamanan”. (Dr. Jamal Hadi, Daulah Utsmaniyah, juz:2,hal.20)
Apa yang diungkapkan Dr. Jamal Hadi tersebut, dikuatkan dengan pendapat muwafik Bani Marjah. Di dalam tesisnya yang berjudul “Sultan Abdul Hamid (khilafah Islamiyah)”, penulis yang pernah melalang benua ke kota-kota di Eropa dan Arab untuk memburu data-data yang sah tentang Khilafah Utsmaniyah tersebut menjelaskan sebagai berikut : “ Eropa telah berpengalaman dalam menebarkan faham Nasionalisme dan menyalakan api perselisihan antar kelompok dan suku, terutama antara bangsa Turki, mereka membentuk kedutaan dan konsulat di berbagai kota untuk mencapai tujuannya, seperti di Istambul, Damaskus, Baghdad, Cairo, dan Jeddah.” (Muwafiq Bani Marjah, Sulthon Abdul Hamid wal Khilafah Utsmaniyah, hal. 174)
Begitu juga apa yang ditulis pakar sejarah Mahmud Syakir di dalam bukunya “Tarikh Islam” menunjukkan hal yang serupa. Di dalam juz ke-8, beliau menjelaskan:
“… dan mungkin hal yang terpenting adalah kelompok yang bergerak untuk menyebarkan paham Nasionalisme, mereka tidak mempunyai gerakan yang berarti untuk meruntuhkan Daulah Islamiyah kecuali dengan “menyebarkan paham Nasionalisme”. Oleh karena itu, mereka bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Dan ternyata paham Nasionalisme tersebut merupakan unsur terpenting di dalam melemahkan kekuatan Daulah Islamiyah, karena umat Islam dengan Nasionalisme akan tercerai-berai, saling berselisih, masing-masing ingin bergabung dengan suku dan kelompoknya, ingin melepaskan diri dari kekuasaan Daulah, dan cukuplah dengan gerakan untuk memisahkan diri tersebut akan terkotak-kotaklah kekuatan umat, dengan demikian Daulah akan melemah dan terputus jaringannya dan akhirnya ambruk… begitulah yang terjadi.” (Mahmud Syakir, Tarikh Islam, Al-Maktab Islami, 1991 M, juz: 8, hal. 122)
Bermula dari munculnya berbagai propaganda ke arah Nasionalisme Thoriah, yang dipelopori oleh Partai Persatuan dan Pengembangan, mereka memulai gerakannya dengan men-Turki- kan Daulah Utsmaniah di Turki.Untuk menopang dakwahnya ini, mereka menjadikan serigala (sesembahan bangsa Turki sebelum datangnya Islam) sebagai syiar dari gerakannya tersebut. (Muhammad Muhammad Husain, Ittijahat Wathoniyah, juz: 2, hal. 85). Partai ini dipimpin oleh Ahmad Ridho dan berpusat di Paris.
Usaha-usaha yang dilakukan partai ini antara lain :
1. | Membuka cabang-cabang di Berlin, Salonik, dan Istambul. | 2. | Menerbitkan majalah “ANBA”. Majalah tersebut disponsori gerakan Masuniah di Paris. | 3. | Menyebarkan paham Nasionalisme Thouroniah dan menghidupkan kebudayaan kebudayaan Barat di negara Turki. | 4. | Menyebarkan rasa permusuhan dengan bangsa Arab, diantaranya dengan adanya usaha untuk mencopot kementrian Wakaf, Kementrian Dalam Negeri, dan kementrian Luar Negeri, yang waktu itu dipegang oleh orang-orang Arab, untuk diganti dengan orang Turki. | 5. | Berusaha membatasi keistimewaan yang diberikan Utsmaniah hanya kepada bangsa Turki saja. (Muwafiq Bani Marjah, Sulthon Abdul Hamid dan Khilafah Utsmaniah, hal. 174) |
Gerakan itu membuat bangsa Arab berang, akibatnya dalam waktu singkat bermunculan gerakan “Fanatisme Arab” dan dengan cepat menyebar di seluruh wilayah pemerintahan Utsmaniah, seperti di Mesir, Syam, Iraq, dan Hijaz.
Bermula dari pelataran bumi Syam, fanatisme ini berkembang dan membesar. Fanatisme ini bertujuan untuk menumbangkan khilafah Utsmaniah yang dipegang oleh orang Turki. Lebih ironis lagi, fanatisme ini dikendalikan oleh orang-orang Nasrani Libanon, yang telah terbina dalam pendidikan Barat. Diantara para tokohnya adalah Faris Namir dan Ibrahim Yasji.
Gerakan fanatisme arab ini didorong lebih jauh lagi oleh Negib Azoury, seorang kristen pegawai pemerintahan Utsmani di Palestina. Ia berhasil menerbitkan buku “Le Revell de la nation arabe”. Di dalam bukunya tersebut, ia mengutarakan gagasannya untuk membuat suatu arab empire yang mempunyai batas-batas alami, yaitu: lembah Eufrat dan Tigris, Lautan India, Terusan Suez, dan Lautan Tengah. Gagasan ini jelas akan mendorong lebih cepat terciptanya separatisme wilayah arab dari kekuasaan Turki Utsmani. (Azyumardi Azra, Islam dan Negara: Eksperimen Dalam Masa Modem)
Agar penyebaran fanatisme ini lebih aman dan mendapat dukungan, mereka menggunakan nama Jam’iyah sebagai kedok. Jam’iyah ini bergerak di dalam bidang keilmuan dan kesenian dengan tujuan untuk menyebarkan ilmu-ilmu bahasa Arab dan mempromosikan budaya-budaya barat di negara-negara Arab.
Dalam waktu dua tahun saja, Jam’iyah ini mampu merekrut 50 anggota dari kalangan Nasrani semuanya. Jam’iyah ini mendukung penuh gerakan Protestan yang berada di wilayah Syam.
Pada tahun 1914-1918 pecah Perang Dunia I, kesempatan bagi bangsa-bangsa Arab untuk memisahkan diri dari khilafah Utsmaniah, mereka ingin mendirikan “Khilafah Arabiyah” sebagai tandingannya. Kesempatan ini tidak disia-siakan Inggris untuk memporak-porandakan kekuatan Islam.
Eropa mengerti betul bahwa perpecahan antara Arab dan Turki akan mengakibatkan kekuatan Islam lemah, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Muhammad Abduh : “ Sesungguhnya bangsa Arab mampu untuk mendepak orang-orang Turki dari kursi kekhalifahan, akan tetapi bangsa Turki tidak rela begitu saja. Apalagi waktu itu bangsa Turki mempunyai kekuatan militer yang tidak dimiliki oleh pihak lain, dengannya mereka akan menyerang dan membunuh bangsa Arab. Maka apabila kedua kekuatan itu melemah, Eropalah yang menjadi kuat –mereka sudah lama menunggu antara pertarungan umat Islam tersebut-, kemudian berusaha untuk menguasai kedua bangsa tersebut atau salah satunya yang terlemah. Padahal waktu itu bangsa Arab dan bangsa Turki merupakan bangsa yang terkuat di dalam tubuh umat Islam. Oleh karenanya, akibat dari pertarungan kedua bangsa itu, jelas akan melemahkan kekuatan Islam sekaligus merupakan jalan pintas meunuju kehancurannya.”
Mengetahui yang demikian, diutuslah “Lawrence”, spionis Inggris didikan Yahudi, yang dikemudian hari dikenal dengan Lawrence Arab. Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, akhirnya Revolusi Arab berhasil menghantam kekuatan khilafah Utsmaniah di Turki, tentunya di bawah bimbingan dan arahan Lawrence Arab ini. Tentara-tentara Arab dalam hal ini berkumpul dan bersatu dengan kekuatan-kekuatan asing. Jauh-jauh sebelum persekongkolan untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniah itu dilakukan, Inggris telah menjanjikan Syarif Husain, pembesar Makkah waktu itu, apabila khalifah Utsmaniah jatuh maka Syarif Husain akan menjadi kholifah pengganti.
Namun kenyataannya, setelah rencana itu berhasil dan perang telah usai, seperti kebiasaannya, Inggris menyelisihi janjinya, dua perwakilan yang diundang Syarif Husain dalam acara penyerahan kekuasaan yang diadakan di Jeddah tak mau hadir, bahkan pada waktu itu Inggris membuka kartu yang selama ini disimpan. Ternyata tiga negara besar telah berkolusi untuk membagi wilayah Khilafah Utsmaniah pada perjanjian rahasia antara Inggris, Perancis, dan Rusia.
Pada waktu itu juga, Musthafa Kamal sang pengkhianat itu, berhasil merebut tampuk kepemimpinan dari keluarga Utsmaniah. Tampaknya hal itu telah direncanakan jauh-jauh sebelumnya, yaitu ketika Ia memimpin gerakan Kamailun, yang melakukan aktifitasnya di bawah tanah. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari gerakan Masuniah. Puncaknya pada muktamar “Luzone”, yang akhirnya, Musthafa Kamal menerima 4 syarat yang diajukan Inggris untuk mengakui kekuasaan barunya di Turki. Keempat syarat ituadalah :
1. Menghapus sistem khilafah. 2. Mengasingkan keluarga Utsmaniah di luar perbatasan. 3. Memproklamirkan berdirinya negara sekuler. 4. Pembekuan hak milik dan harta milik keluarga Utsmaniah. (Mahmud Syakir, Tarikh Islam, juz: 8, hal. 233)
Pada waktu itu secara resmi, “The SickMan” telah tumbang, setelah enam abad lamanya berkuasa. Khilafah Utsmaniah harus tumbang, menghembuskan nafasnya yang terakhir pada Perang Dunia I yang berlangsung selama 4 tahun (1914-1918) itu.
Setelah berdiri tegar berabad-abad lamanya membela kemuliaan, akhirnya bangunan yang kokoh itu runtuh. Runtuh bukan saja karena serangan dari musuh-musuh luarnya, akan tetapi juga runtuh di tangan putra-putranya sendiri.
Setelah keruntuhan benteng terakhir umat Islam itu, bangsa Arab baru sadar, bahwa mereka telah terkecoh rayuan Inggris dan secara tidak sadar ikut andil di dalam meruntuhkan Khilafah Utsmaniah, akan tetapi mereka tidak mampu berbuat apa-apa lagi.
Kegagalan mereka untuk mendirikan Khilafah Arobiyah, membuat mereka kehilangan nyali untuk mulai bergerak lagi, mereka telah menjadi bangsa yang lemah, bangsa yang kehilangan induknya. Kalaupun ada usaha-usaha mereka, yang sempat ditulis sejarah untuk mengembalikan kemuliaan mereka kembali, itupun hanya sebatas surat menyurat antara Syarif Husain dan Musthafa Kamal.
Kerajaan Safawiyah
Awal Berdirinya Kerajaan Safawiyah
Nama Safawiyah merupakan pengambilan dari nama salah seorang guru sufi berasal dari Ardabil, yaitu Safi Al-Din. Dia adalah keturunan dari Musa Al-Kazim, imam ke enam Syi’ah Itsna Asyariyah. Dia juga merupakan keturunan dari Ali bin Abi Thalib. Ia mendirikan sebuah tarikat di Ardabil, Azarbaijan yang kemudian diberi nama Safawiyah. Pada mulanya gerakan tarekat yang dipimpinnya bertujuan untuk memerangi segala pengingkaran terhadap agama dan menghapus segala sifat bid’ah.Tarikat ini selanjutnya berkembang di daerah-daerah di mana terdapat ajaran Syiah yang tumbuh subur.
Ketika Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya dan keemasannya, Kerajaan Safawi pada saat itu baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat dalam perkembangannya, namun seiring perkembangannya Kerajaan Safawi juga semakin dekat kepada keruntuhannya, salah satunya karena seringnya muncul pertikaian dengan Kerajaan Turki Usmani, karena perbedaan madzhab mereka. Berbeda dengan dua kerajaan Islam lainnya (Turki Usmani dan Mughal), Kerajaan Safawi memegang ajaran Syiah sebagai mazhab negara.
Dinasti Safawiyah awalnya merupakan sebuah gerakan tarikat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azarbaijan.Tarekat ini diberi nama tarikat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani. Nama Safawiyah berasal dari nama pendirinya yaitu Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu sendiri terus dipertahankan hingga tarikat ini menjadi gerakan politik. Nama tersebut masih dipertahankan hingga gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Safi Al-Din lahir pada tahun 1252 M/ 650 H, merupakan seorang sufi dan menjadikan hal tersebut sebagai jalan hidupnya. Ia merupakan keturunan Imam Syiah yang ke enam, yaitu Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Ghilani.Kemudian Safi Al-Din dipilihnya sebagai menantu oleh gurunya tersebut. Safi Al-Din sendiri mendirikan tarikat Safawiyah setelah ia mengantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pengikut tarikat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Awal mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini memiliki tujuan memerangi orang- orang ingkar, dan golongan yang mereka sebut ahli-ahli bid’ah. Tarekat ini menjadi semakin penting setelah Safi Al-Din mengubah bentuk tarekat ini dari pengajian Tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Anatolia. Di luar kota Ardabil, Safi menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil-wakilnya tersebut diberi gelar Khalifah.Hingga pada akhirnya, murid-murid tarikat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan, dan menentang setiap orang yang bermadzhab selain Syiah.
Kecenderungan tarikat ini untuk memasuki dunia politik itu semakin terlihat jelas terutama pada masa kepemimpinan Junaid (1447- 1460 M).Tarikat Safawiyah memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan.Perluasan kegiatan tersebut menimbulkan konflik antara Junaid dengan penguasa Kara Koyunlu (Domba Hitam), salah satu bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu.Dalam konflik itu Junaid mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat.Di tempat baru tersebut, dia memperoleh perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, Ak Koyunlu (Domba Putih) yang juga merupakan suku bangsa Turki.Ia tinggal di Istana Uzu Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia. Perlu diketahui juga bahwa dua kerajaan Turki, yaitu Kara Koyunlu yang berkuasa di bagian Timur beraliran Syi’ah sedangkan Ak Koyunlu yang berkuasa di bagian Barat beraliran Sunni.
Selama dalam pengasingan Junaid tetap melaksankan kegiatannya.Dia menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan.Junaid juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.Pada tahun 1459 M, Junaid berusaha merebut Ardabil namun mengalami kegagalan. Tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircasia, namun pasukan yang dipimpinya dihadang oleh tentara Sirwan. Dia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut.Ketika itu anak Junaid bernama Haidar masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan.Kepemimpinan gerakan Safawi baru dapat diserahkan kepadanya secara resmi tahun 1470 M. Hubungan Haidar dan Uzun Hazan semakin dekat setelah Haidar mengawini putri Uzun Hasan.Dari perkawinan itu lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi pendiri Dinasti Safawi di Persia. Haidar membuat perlambangan baru dari pengikut tarekatnya, yaitu sorban merah yang mempunyai 12 jambul, sebagai lambang dari 12 imam yang diagungkan dalam mazhab Syiah Istna Asyariah.
Kemenangan Kerajaan Ak Koyunlu pada tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu, membuat gerakan Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Ak Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal pada masa sebelumnya Safawi adalah sekutu dari Kerajaan Ak Koyunlu. Ak Koyunlu kemudian berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, Ak Koyunlu mengirim bantuan pada pasukan Sirwan, sehinga pasukan Haidar kalah dan Haidar terbunuh.
Ali, putra dan pengganti Haidar didesak oleh bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadp Ak Koyunlu. Tetapi Ya’kub Pemimpin Ak Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan Ibunya di Fars selama empat setengah tahun ( 1489- 1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota Ak Koyunlu dengan syarat membantunya memerangi saudara sepupunya.Setelah saudara sepupu Rustam dapat dikalahkan.Ali bersama saudaranya kembali ke Ardabil.Akan tetapi, tak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh dalam serangan tersebut yang terjadi pada tahun 1494 M.
Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya diserahkan kepada Ismail, yang pada saat itu masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azarbaijan, Syiria, Anatolia. Pasukan yang dipersiapkannya itu dinamai Qizilbash (Baret Merah).Di bawah kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu di Sharur, dekat Nackhcivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukan Tabriz, ibu kota Ak Koyunlu dan berhasil merebut dan mendudukinya. Di kota tersebut, Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawiyah, yang kemudian disebut Khalifah Ismail I.
Perkembangan Kerajaan Safawiyah
Pada saat kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya, Dinasti Safawiyah di Persia baru berdiri.Namun pada kenyataannya, kerajaan ini dapat berkembang dengan pesat.Nama Safawi pun terus di pertahankan sampai tarikat Safawiyah menjadi suatu gerakan politik hingga menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawiyah.Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani.Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal.Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syiah dan dijadikan sebagai madzhab negara.Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini.
Khalifah Ismail I berkuasa kurang lebih selama 23 tahun, yaitu antara tahun 1501- 1524 M. Pada sepuluh tahun pertama dia berhasil memperluas wilayah kekuasaanya. Ia dapat menghancurkan sisa- sisa kekuatan Ak Koyunlu di Amadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan, dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505- 1507 M), Baghdad dan daerah barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M), dan Khurasan (1510 M). Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Timur (Fortile Crescent).
Tidak hanya sampai disitu, ambisi politik mendorongnya untuk terus melebarkan sayap menguasai daerah-daerah lainnya, seperti ke daerah Turki Utsmani.Namun, Khalifah Ismail bukan hanya menghadapi musuh yang sangat kuat, tetapi juga kerajaan yang sangat membenci golongan Syiah.Peperangan dengan Turki Utsmani terjadi pada tahun 1514 M, di Chaldiran, di dekat daerah Tabriz.Karena keunggulan organisasi militer kerajaan Turki Utsmani, Ismail I mengalami kekalahan, malah Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki daerah Tabriz.Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani yang kembali ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya sendiri. Peperangan tersebut, berasal dari kebencian Sultan Salim dari kerajaan Turki Usmani dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim Syi’ah di daerah kekuasaannya. Fanatisme Sultan Salim memaksanya membunuh 40.000 orang yang didakwa telah mengingkari ajaran-ajaran Sunni.
Secara militer, Khalifah Ismail dan para penerusnya harus menghadapi permusuhan sengit dari tetangga-tetangga mereka yang beraliran sunni, Kerajaan Turki Usmani di barat dan Ozbeg Turkmen di timur laut. Di tapal batas Oxuz, para khalifah dapat mempertahankan wilayah mereka meskipun kota-kota yang terletak di perbatasan seperti Heart, Masyhad, dan Sarakh sering berpindah tangan; tapi serangan Turkmen untuk melakukan penjarahan dengan tujuan mendapatkan budak terus terjadi hingga abad ke 19. Usmaniyah lebih berbahaya, ketika berada pada puncak kekuasaan mereka pada abad ke 16, kemenangan khalifah Salim si Kejam dari Kerajaan Turki Usmani atas Kerajaan Safawiyah di Chaldiran pada tahun 1514 merupakan suatu kemenangan logistik bagi Usmaniyah, dan juga merupakan peragaan keunggulan persenjataan. Tak lama kemudian, Kurdistan, Diyarbakr, dan Baghdad jatuh ke tangan Kerajaan Turki Usmani, dan Azarbayjan sendiri sering mengalami penyerbuan dari pihak lawan; kemudian ibukota Shafawiyah tersebut dipindahkan ke Tabriz, kemudian ke Qazwin, dan terakhir ke Ishfahan.
Kekalahan perang tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Khalifah Ismail.Akibatnya, kehidupan Ismail berubah.Dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan ini menimbulkan dampak negatif bagi Kerajaan Safawi, yaitu terjadinya persaingan segitiga antara pemimpin suku- suku Turki, pejabat- pejabat keturunan Persia, dan Qizilbash dalam upaya merebut pengaruh untuk memimpin Kerajaan Safawi.
Berikut ini merupakan urutan penguasa Kerajaan Safawi :
1. Ismail I (1501-1524 M) 2. Tahmasp I (1524-1576 M) 3. Isma’il II (1576-1577 M) 4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M) 5. Abbas I (1587-1628 M) 6. Safi Mirza (1628-1642 M) 7. Abbas II (1642-1667 M) 8. Sulaiman (1667-1694 M) 9. Husein I (1694-1722 M) 10. Tahmasp II (1722-1732 M) 11. Abbas III (1732-1736 M)
Puncak Kemajuan dan Kejayaan Kerajaan Safawiyah
Rasa permusuhan dengan Kerajaan Turki Usmani terus berlangsung sepeninggalan Khalifah Ismail I. Peperangan-peperangan antara dua kerajaan besar Islam tersebut terjadi beberapa kali pada zaman pemerintahan Tahmasp I (1524- 1576 M), Ismail II (1576- 1577 M), dan Muhammad Khudabanda (1577- 1587 M).Pada masa tiga kerajaan tersebut, Kerajaan Safawi dalam keadaan lemah.Kondisi memperihatinkan ini baru dapat diatasi setelah raja Safawiyah kelima, Khalifah Abbas I naik tahta.Ia memerintah dari tahun 1588- 1628 M. Popularitas Abbas I ditopang oleh sikap keagamaannya. Ia terkenal sebagai seorang Syiah yang shaleh. Sebagai bukti atas kesalehannya adalah bahwa dia sering berziarah ketempat suci Qum dan Masyhad.Di samping itu, dia pun melakukan perubahan struktur birokasi dalam lembaga politik keagamaaan.Khalifah Abbas I telah berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam bidang keagamaan, yang membuat ideologi Syi’ah semakin dikukuhkan. Adapun Langkah-langkah yang diambil oleh Khalifah Abbas I dalam memulihkan kerajaan Safawi adalah:
Pertama, Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak- budak, berasal dari tawanan bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Khalifah Tahmasp I. Kedua, Adanya pemindahan ibukota ke Isfahan. Ketiga, Perjanjian damai dengan Turki Utsmani. Untuk mewujudkan perjanjian damai Khalifah Abbbas I terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan sebagian wilayah Luristan.Khalifah Abbas I juga berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsman dalam khotbah-khotbah Jum’at. Bahkan sebagai jaminan, ia menyerahkan saudara sepupunya, Haidar Mirza sebagi sandera di Istambul.
Usaha-usaha yang dilakukan Khalifah Abbas I tersebut berhasil membuat Kerajaan Safawi berangsur-angsur menjadi kuat kembali.Kemudian dia mulai memusatkan perhatiannya keluar dengan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang. Tahun 1598 M, ia menyerang dan menaklukkan Heart. Dari sana ia melanjutkan serangan merebut Marw dan Balkh. Setelah kekuasaan terbina dengan baik ia juga berhasil mendapatkan kembali wilayah kekuasaannya dari Turki Usmani. Rasa permusuhan antara dua kerajaan yang berbeda aliran agama ini memang tak pernah padam.Khalifah Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah kekuasaan kerajaan Usmani.Pada tahun 1602 M, disaat Turki Usmani berada dibawah pimpinan Sultan Muhammad III, pasukan Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan kota- kota Nakhchivan, Erivan, Ganja, Tiflis dapat dikuasai tahun 1605- 1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 M, pasukan Khalifah Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gurmun menjadi pelabuhan Bandar Abbas. Pada tahun 1902 M, pecahlah perang antara Kerajaan Turki Usmani dengan Austria dan tentara Turki yang lain terpaksa pergi memadamkan pemberontakan kaum tarikat Jalaliah (Maulawiyah) di Asia kecil. Kesempatan ini diambil oleh Khalifah Abbas I dan berhasil merebut kembali Tibriz dari tangan Turki. Setelah itu, mereka mengambil alih wilayah Sirwan dan akhirnya diambilnya kota Baghdad kembali yang sudah berkali-kali jatuh ke tangan Turki.
Pemerintahan Khalifah Abbas I, yang hampir bersamaan dengan penguasa besar seperti Elizabeth I dari Inggris, Philip II dari Spanyol, Ivan dari Rusia dan Kaisar Mughal Akbar menandai puncak kekuasaan politik Dinasti Safawiyyah dan juga kultur serta peradaban Safawiyah, yang sebagian prestasi besarnya terlihat dalam keindahan arsitektur Ishfahan yang tiada tandingannya. Pada masa ini, Turki Usmani telah disingkirkan dari Azarbyjan dan kendali Persia atau Caucacus timur dan teluk Persia menjadi semakin kuat.Hubungan diplomatik dengan Kerajaan di Eropa terbina dengan baik meski rancangan persekutuan besar Safawiyah-Eropa untuk melawan Turki Usmani tidak pernah terujudkan, dan tumbuh pula kontak perdagangan secara kultural.
Pada Masa Abbas I inilah kerajaan Shafawi mengalami masa kejayaan yang gemilang. Diantara bentuk kejayaannya adalah :
Bidang Politik.
Secara politik, dia mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa sebelumnya. Di bawah pemerintahan Khalifah Abbas I, Kerajaan Safawi mencapai kekuasan politiknya yang tertinggi.Pemerintahannya merupakan sebuah pemerintahan keluarga yang sangat dihormati dengan seorang penguasa yang didukung oleh sejumlah pembantu, tentara administrator pribadi. Sang penguasa secara penuh mengendalikan birokrasi dan pengumpulan pajak, memonopoli kegiatan industri dan penjualan bahan-bahan pakaian dan produk lainnya yang penting, membangun sejumlah kota besar, dan memugar sejumlah tempat keramat dan jalan-jalan sebagai ekspresi dari kepeduliannya terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Bidang Ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, terjadi perkembangan ekonomi yang pesat setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas.Hal ini dikarenakan, bandar tersebut merupakan salah satu jalur dagang antara Timur dan Barat yang biasanya diperebutkan oleh Belanda, Inggris dan Perancis sepenuhnya menjadi milik Kerajaan Safawi.Selain itu, Kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama didaerah Bulan sabit subur (Fortile Crescent).Sedangkan di utara, di wilayakh sekitar Laut Kaspia, Kerajaan Safawi juga menjalin hubungan dagang dengan Rusia. Perdagangan di darat dilakukan di daerah sentral Asia, tetapi melalui kota-kota penting Kerajaan Safawi, seperti Heart, Merv, Noshafur, Tbriz dan Baghdad.
Bidang lmu Pengetahuan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dam mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa ilmuwan yang hadir di majelis istana antara lain, Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis ilmu pengetahuan), Sadar Al-Din Al-Syaerazi (filosf), dan Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad (teolog, filosof, observatori kehidupan lebah). Dalam bidang ilmu pengetahuan, mungkin dapat dikatakan Kerajaan Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan Turki Usmani.
Bidang Pembangunan Fisik dan Seni.
Dalam bidang pembangunan arsitek dan seni, para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota yang sangat indah. Disana terdapat bangunan-bangunan besar dan indahseperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan rakasasa di atas Zende Rudd dan Istana Chilil Sutun. Dalam hal seni, terdapat dalam kemajuan pada arsitektur bangunan yang terlihat pada Masjid Shah yang dibangun pada 1611 M dan Masjid Lutf Allah yang dibangun pada 1603 M. Terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan lain- lain. Seni lukis mulai dirintis pada masa Khalifah Tahmasp I. Ketika Khalifah Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawiyah
Sepeninggal Khalifah Abbas I, Kerajaan Safawi diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I adalah :
Pertama. Safi Mirza. Dia merupakan khalifah yang kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Pada pemerintahannya kota Kandahar (sekarang termasuk wilayah Afghanistan) jatuh ketangan kerajaan Mughal dan Baghdad direbut Turki Usmani. Kedua, Abbas II. Dia merupakan khalifah yang senang berhura-hura, minum minuman keras sehingga jatuh sakit dan meninggal. Sepeninggalnya kota Kandahar dapat direbut kembali oleh wazir-wazirnya. Ketiga, Sulaiman. Dia juga seorang pemabuk dan sering bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Keempat, Shah Husein. Dia adalah khalifah yang alim.Ia memberi kesempatan kepada para ulama Syiah yang sering memaksakan kehendak terhadap penganut aliran Sunni. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang dipimpin oleh Mir Vays yang kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir Mahmud ini, kota Kandahar lepas dari Safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada tahun 1722 M, Shah Husein menyerah. Kelima, Tahmasp II. Dengan dukungan dari suku Qazar Rusia, dia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama dengan Nadhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Kerajaan Safawi kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M. Keenam, Abbas III. Dia adalah pengganti Tahmasp II yang diangkat pada saat masih kecil.
Pada 1736 M, Khalifah Abbas III dilengserkan kemudian Kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir Khan.Dengan begitu, maka berakhirlah Kerajaan Safawi.Hanya satu abad setelah ditinggal Khalifah Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran.
Faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran kerajaan Shafawi : Pertama, Konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antara kedua kerajaan.Berdirinya Kerajaan Safawi yang bermadzhab Syiah merupakan ancaman bagi Kerajaan Turki Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini. Kedua, Adanya penurunan moral yang melanda sebagian para pemimpin Safawi. Banyak para khalifah yang cenderung senang memikirkan dirinya sendiri, senang berhura-hura, dan bertangan besi cenderung membuat posisi Kerajaan Safawi semakin memburuk. Ketiga, Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Adanya pertikaian di dalam keluarga kerajaan dalam memperebutkan tahta kekuasaan justru menambah carut-marut Kerajaan Safawi.
Kerajaan Mughol
Asal-usul Kerajaan Mughol
Kerajaan Mughal merupakan salah satu warisan peradaban Islam di India.Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang nyaris tenggelam.Sebagaimana diketahui, India adalah suatu wilayah tempat tumbuh dan berkembangnya peradaban Hindu.Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
Di kalangan masyarakat Arab, India dikenali sebagai Sind atau Hind. Sebelum kedatangan Islam, India telah mempunyai hubungan perdagangan dengan masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir, hubungan perdagangan antara India dan Arab masih diteruskan. Akhirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan dengan agama Islam. India yang sebelumnya berperadaban Hindu, sekarang semakin kaya dengan peradaban yang dipengaruhi Islam.Oleh sebab itu menjadi penting untuk menulis secara ringkas eksistensi Kerajaan Mughal di India yang identik dengan Hindu.
Kerajaan Mughal merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi, sebab ia menandai puncak perjuangan panjang untuk membentuk sebuah imperium India muslim yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan bangsa Persia dan bangsa India.
Sejak Islam masuk ke India pada masa Umayyah, yakni pada masa Khalifah al-Walid I (705-715) melalui ekspedisi yang dipimpin oleh panglima Muhammad Ibn Qasim tahun 711/712, peradaban Islam mulai tumbuh dan menyebar di anak benua India.Kemudian pasukan Ghaznawiyah dibawah pimpinan Sultan Mahmud mengembangkan kedudukan Islam di wilayah ini dan berhasil menaklukkan seluruh kekuasaan Hindu dan serta mengislamkan sebagian masyarakat India pada tahun 1020 M. Setelah Gaznawi hancur muncullah beberapa dinasti kecil yang menguasai negeri India ini, seperti Dinasti Khalji (1296¬1316 M.), Dinasti Tuglag (1320-1412), Dinasti Sayyid (1414-1451), dan Dinasti Lodi (1451-1526).
Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di India.Jika pada dinasti-dinasti sebelumnya Islam belum menemukan kejayaannya, maka kerajaan ini justru bersinar dan berjaya.Keberadaan kerajaan ini dalam periodisasi sejarah Islam dikenal sebagai masa kejayaan kedua setelah sebelumnya mengalami kecemerlangan pada dinasti Abbasiyah.
Kerajaan ini didirikan oleh Zahiruddin Babur, seorang keturunan Timur Lenk.Ayahnya bernama Umar Mirza adalah penguasa Farghana, sedang ibunya keturunan Jenghis Khan.Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Menurut Abu Su'ud, Timur Lenk pernah ke India pada tahun 1399, namun karena iklim yang tidak cocok ia akhirnya meninggalkan India.
Babur bukanlah orang India.Syed Mahmudunnasir menulis, "Dia bukan orang Mughal.Di dalam memoarnya dia menyebut dirinya orang Turki.Akan tetapi, cukup aneh, dinasti yang didirikannya dikenal sebagai dinasti Mughal. Sebenarnya Mughal menjadi sebutan umum bagi para petualang yang suka perang dari Persia di Asia tengah, dan meskipun Timur (Timur Lenk-penulis) dan semua pengikutnya menyumpahi nama itu sebagai nama musuhnya yang paling sengit, nasib merekalah untuk dicap dengan nama itu, dan sekarang tampaknya terlambat untuk memperbaiki kesalahan itu. "Ensiklopedia Islam bahakn menyebutkan “Mogul (Mughal-pen) didirikan oleh seorang penjajah dari Asia Tengah, Muhammad Zahiruddin Babur dari etnis Mongol.”
Dari pendapat di atas, sesuatu yang dapat disepakati bahwa Kerajaan Mughal merupakan warisan kebesaran Timur Lenk, dan bukan warisan keturunan India yang asli.Meskipun demikian, Dinasti Mughal telah memberi warna tersendiri bagi peradaban orang-orang India yang sebelumnya identik dengan agama Hindu.
Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan menaklukkan Samarkand yang menjadi kota penting di Asia masa itu. Pada mulanya ia mengalami kekalahan tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Safawi Ismail I, akhir¬nya ia berhasil menaklukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M ia menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan.
Zahiruddin Babur mengambil alih kekuasaan dari Dinasti Lodi pimpinan Ibrahim Lodi yang tengah berkuasa di India.India pada saat itu tengah dilanda krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam Khan, paman dari Ibrahim Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur Lahore, mengirim utusan ke Kabul, meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim di Delhi.
Babur berhasil menaklukkan Punjab pada tahun 1525.Kemudian pada tahun 1526, dalam pertempuran di Panipat, Babur memperoleh kemenangan dari tangan Ibrahim Lodi.Ibrahim sendiri terbunuh pada pertempuran itu. Babur bersama pasukannya memasuki kota Delhi untuk menegakkan pemerintahan di kota ini. Dengan ditegakkannya pemerintahan Babur di kota Delhi, maka berdirilah Kerajaan Mughal di India pada tahun 1526 M.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor berdirinya Kerajaan Mughal adalah:
Pertama, Ambisi dan karakter Babur sebagai pewaris keperkasaan ras Mongolia. Kedua, Sebagai jawaban atas krisis yang tengah melanda India.
Raja-raja Mughal
Selama masa pemerintahannya Kerajaan Mughal dipimpin oleh beberapa orang raja. Raja-raja yang sempat memerintah adalah Zahiruddin Babur (1526-1530), Humayun (1530-1556), Akbar (1556-1605), Jahangir (1605-1627), Shah Jahan (1627-1658), Aurangzeb (1658-1707), Bahadur Syah (1707-1712), Jehandar (1712-1713), Fahrukhsiyar (1713-1719), Muhammad Syah (1719-1748), Ahmad Syah (1748-1754), Alamghir II (1754-1760), Syah Alam (1760¬-1806), Akbar II (1806-1837 M), dan Bahadur Syah (1837-1858).
Zahiruddin Babur (1526-1530) adalah raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Mughal.Masa kepemimpinannnya digunakan untuk membangun fondasi pemerintahan.Awal kepemimpinannya, Babur masih menghadapi ancaman pihak-pihak musuh, utamanya dari ka¬langan Hindu yang tidak menyukai berdirinya Kerajaan Mughal.Orang-orang Hindu ini segera menyusun kekuatan gabungan, namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu pertempuran.Sementara itu dinasti Lodi berusaha bangkit kembali menentang pemerintahan Babur dengan pim¬pinan Muhammad Lodi.Pada pertempuran di dekat Gogra, Babur dapat menumpas kekuatan Lodi pada tahun 1529.Setahun kemudian yakni pada tahun 1530 Babur meninggal dunia.
Sepeninggal Babur, tahta Kerajaan Mughal diteruskan oleh anaknya yang bemama Humayun. Humayun memerintah selama lebih dari seperempat abad (1530-1556 M).Pemerintahan Humayun dapat dikatakan sebagai masa konsolidasi kekuatan periode I. Sekalipun Babur berhasil mengamankan Mughal dari serangan musuh, Humayun masih saja menghadapi banyak tantangan.Ia berhasil mengalahkan pemberontakan Baha¬dur Syah, penguasa Gujarat yang bermaksud melepaskan diri dari Delhi. Pada tahun 1450 Humayun mengalami kekalahan dalam pepe¬rangan yang dilancarkan oleh Sher Khan dari Afganistan.Ia melarikan diri ke Persia.
Di pengasingan ia kembali menyusun kekuatan. Pada saat itu Persia dipimpin oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun kekuatannya dalam pengasingan di Persia, Humayun berhasil menegakkan kembali kekuasaan Mughal di Delhi pada tahun 1555 M. Ia mengalahkan ke¬kuatan Khan Syah. Setahun kemudian, yakni pada tahun 1556 Humayun meninggal.Ia digantikan oleh putranya Akbar.
Akbar (1556-1605) pengganti Humayun adalah raja Mughal paling kontroversial.Masa pemerintahannya dikenal sebagai masa kebangkitan dan kejayaan Mughal sebagai sebuah dinasti Islam yang besar di India. menerima tahta kerajaan ini Akbar baru berusia 14 tahun, sehingga seluruh urusan pemerintahan dipercayakan kepada Bairam Khan, seorang penganut Syi'ah. Di awal masa pemerintahannya, Akbar menghadapi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih ber¬kuasa di Punjab. Pemberontakan yang paling mengancam kekuasaan Akbar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pasukan pemberontak berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut sehingga terjadilah peperangan dahsyat yang disebut Panipat II pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalah¬kan dan ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat dikuasai penuh.
Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi'ah. Bairam Khan memberon¬tak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
Keberhasilan ekspansi militer Akbar menan¬dai berdirinya Mughal sebagai sebuah kerajaan besar. Dua gerbang India yakni kota Kabul se¬bagai gerbang ke arah Turkistan, dan kota Kan¬dahar sebagai gerbang ke arah Persia, dikuasai oleh pemerintahan Mughal. Menurut Abu Su'ud, dengan keberhasilan ini Akbar bermaksud ingin mendirikan Negara bangsa (nasional). Maka kebijakan yang dijalankannya tidak begitu menonjolkan spirit Islam, tetapi bagaimana mempersatukan berbagai etnis yang membangun dinastinya. Keberhasilan Akbar mengawali masa kemajuan Mughal di India.
Kepemimpinan Akbar dilanjutkan oleh Jihangir (1605-1627) yang didukung oleh kekuatan militer yang besar.Semua kekuatan musuh dan gerakan pemberontakan berhasil dipadamkan, sehingga seluruh rakyat hidup dengan aman dan damai.Pada masa kepemimpinannya, Jehangir berhasil menundukkan Bengala (1612 M), Mewar (1614 M) Kangra. Usaha-usaha pengamanan wilayah serta penaklukan yang ia lakukan mempertegas kenegarawanan yang diwarisi dari ayahnya yaitu Akbar.
Syah Jihan (1628¬-1658) tampil meggantikan Jihangir.Bibit-bibit disintegrasi mulai tumbih pada pemerintahannya.Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi Mughal.Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan.Tahun pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan.Raja Jujhar Singh Bundela kemudian diusir.Pemberontakan yang paling hebat datang dari Afghan Pir Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi bagian Selatan.Pemberontakan ini cukup menyulitkan.Namun pada tahun 1631 pemberontakan inipun dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati.
Pada masa ini para pemukim Portugis di Hughli Bengala mulai berulah.Di samping mengganggu keamanan dan toleransi hidup beragama, mereka menculik anak-anak untuk dibaptis masuk agama Kristen.Tahun 1632 Shah Jahan berhasil mengusir para pemukim Portugis dan mencabut hak-hak istimewa mereka.Shah Jehan meninggal dunia pada 1657, setelah menderita sakit keras.Setelah kematiannya terjadi perang saudara.Perang saudara tersebut pada akhirnya menghantar Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal berikutnya.
Aurangzeb (1658-1707) menghadapi tugas yang berat.Kedaulatan Mughal sebagai entitas Muslim India nyaris hancur akibat perang saudara.Maka pada masa pemerintahannya dikenal sebagai masa pengembalian kedaulatan umat Islam.Penulis menilai periode ini merupakan masa konsolidasi II Kerajaan Mughal sebagai sebuah kerajaan dan sebagai negeri Islam.Aurangzeb berusaha mengembalikan supremasi agama Islam yang mulai kabur akibat kebijakan politik keagamaan Akbar.
Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri.Raja-raja sesudah Aurangzeb mengawali kemunduran dan kehancuran Kerajaan Mughal.
Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb.Lima tahun kemudian terjadi perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar dimenangkan dalam persaingan tersebut dan sekaligus dinobatkan sebagai raja Mughal oleh Jenderal Zulfiqar Khan meskipun Jehandar adalah yang paling lemah di antara putra Bahadur. Penobatan ini ditentang oleh Muhammad Fahrukhsiyar, keponakannya sen¬diri.Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713, Fahrukhsiyar keluar sebagai pe¬menang.Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada tahun 1719 M. Sang raja meninggal ter¬bunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali. Keduanya kemudian meng¬angkat Muhammad Syah (1719-1748).Ia kemudian dipecat dan diusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Syah. Tampilnya sejumlah penguasa lemah bersamaan dengan terjadinya perebutan kekuasaan ini selain mem¬perlemah kerajaan juga membuat pemerintahan pusat tidak terurus secara baik.akibatnya pemerintahan daerah berupaya untuk melepaskan loyalitas dan integritasnya terhadap pemerintahan pusat.
Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760¬-1806) Kerajaan Mughal diserang oleh pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani.Kekalahan Mughal dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasa¬an Afghan.Syah Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagai sultan.
Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam, membe¬rikan konsesi kepada EIC untuk mengembang¬kan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menja¬min penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal masuknya pengaruh Inggris di India.
Bahadur Syah (1837-1858) pengganti Akbar II menentang isi perjanjian yang telah disepa¬kati oleh ayahnya.Hal ini menimbulkan konflik antara Bahadur Syah dengan pihak Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian ber¬akhirlah kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India.
Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal
Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan
Pertama, Perluasan wilayah dan konsolidasi kekuatan. Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb. Kedua, Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar (kepala komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh Faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bereorak kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran. Ketiga, Akbar menerapkan politik toleransi universal (sulakhul). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah dipraktekkan oleh penguasa Islam. Keempat, Pada Masa Akbar terbentuk landasan institusional dan geografis bagi kekuatan imperiumnya yang dijalankan oleh elit militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Afghan, Iran, Turki, dan Muslim Asli India. Peran penguasa di samping sebagai seorang panglima tentara juga sebagai pemimpin jihad. Kelima, Para pejabat dipindahkan ¬dari sebuah jagir kepada jagir lainnya untuk menghindarkan mereka mencapai interes yang besar dalam sebuah wilayah tertentu. Jagir adalah sebidang tanah yang diperuntukkan bagi pejabat yang sedang berkuasa.Dengan demikian tanah yang diperuntukkan tersebut jarang sekali menjadi hak milik pejabat, kecuali hanya hak pakai. Keenam, Wilayah imperium juga dibagi menjadi sejumlah propinsi dan distrik yang dikelola oleh seorang yang dipimpin oleh pejabat pemerintahan pusat untuk mengamankan pengumpulan pajak dan untuk mencegah penyalahgunaan oleh kaum petani.
Bidang Ekonomi
Pertama, Terbentuknya sistem pemberian pinjaman bagi usaha pertanian. Kedua, Adanya sistem pemerintahan lokal yang digunakan untuk mengumpulkan hasil pertanian dan melindungi petani. Setiap perkampungan petani dikepalai oleh seorang pejabat lokal, yang dinamakan muqaddam atau patel, yang mana kedudukan yang dimilikinya dapat diwariskan, bertanggungjawab kepada atasannya untuk menyetorkan penghasilan dan menghindarkan tindak kejahatan. Kaum petani dilindungi hak pemilikan atas tanah dan hak mewariskannya, tetapi mereka juga terikat terhadapnya. Ketiga, Sistem pengumpulan pajak yang diberlakukan pada beberapa propinsi utama pada imperium ini. Perpajakan dikelola sesuai dengan system zabt.Sejumlah pembayaran tertentu dibebankan pada tiap unit tanah dan harus dibayar secara tunai. Besarnya beban tersebut didasarkan pada nilai rata-rata hasil pertanian dalam sepuluh tahun terakhir.Hasil pajak yang terkumpul dipercayakan kepada jagirdar, tetapi para pejabat lokal yang mewakili pemerintahan pusat mempunyai peran penting dalam pengumpulan pajak. Di tingkat subdistrik administrasi lokal dipercayakan kepada seorang qanungo, yang menjaga jumlah pajak lokal dan yang melakukan pengawasan terhadap agen-agen jagirdar, dan seorang chaudhuri, yang mengumpulkan dana (uang pajak) dari zamindar. Keempat, Perdagangan dan pengolahan industri pertanian mulai berkembang. Pada asa Akbar konsesi perdagangan diberikan kepada The British East India Company (EIC) -Perusahaan Inggris-India Timur- untuk menjalankan usaha perdagangan di India sejak tahun 1600. Mereka mengekspor katun dan busa sutera India, bahan baku sutera, sendawa, nila dan rempah dan mengimpor perak dan jenis logam lainnya dalam jumlah yang besar.
Bidang Agama
Pertama, Pada masa Akbar, perkembangan agama Islam di Kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik, di mana pada masa itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi. Karena aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam.Bahkan Akbar dituduh membuat agama baru.Pada prakteknya, Din-i-Ilahi bukan sebuah ajaran tentang agama Islam.Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan umat-umat beragama di India.Sayangnya, konsepsi tersebut mengesankan kegilaan Akbar terhadap kekuasaan dengan symbol-symbol agama yang di kedepankan. Umar Asasuddin Sokah, seorang peneliti dan Guru Besar di Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyamakan konsepsi Din-i-Ilahi dengan Pancasila di Indonesia. Penelitiannya menyimpulkan, "Din-i-llahi itu meru¬pakan Pancasilanya bangsa Indonesia.
Kedua, Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang merasa disiasiakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh Parsi sangat kuat, hal itu terlihat dengan digunakanya bahasa Persia menjadi bahasa resmi Mughal dan bahasa dakwah, oleh sebab itu percampuran budaya Persia dengan budaya India dan Islam melahirkan budaya Islam India yang dikembangkan oleh Dinasti Mughal.
Ketiga, Berkembangnya aliran keagamaan Islam di India. Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi'ah untuk mengembangkan pengaruhnya.
Keempat, Pada masa ini juga dibentuk sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat Sufi, persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali individual. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syi'i.
Kelima, Pada masa Aurangzeb berhasil disusun sebuah risalah hukum Islam atau upaya kodifikasi hukum Islam yang dinamakan fattawa alamgiri. Kodifikasi ini menurut hemat penulis ditujukan untuk meluruskan dan menjaga syari'at Islam yang nyaris kacau akibat politik Sulakhul dan Din-i- Ilahi.
Bidang Seni dan Budaya
Pertama, Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti Padmavat yang mengandung pesan kebajikan manusia gubahan Muhammad Jayazi, seorang penyair istana. Abu Fadhl menulis Akhbar Nameh dan Aini Akbari yang berisi sejarah Mughal dan pemimpinnya.
Kedua, Kerajaan Mughal termasuk sukses dalam bidang arsitektur. Taj mahal di Agra merupakan puncak karya arsitektur pada masanya, diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Mesjid Raya Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), lokasi bekas pusat Kerajaan Mughal, terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam (1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki (1375), makam Nashirudin Humayun, raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur, berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405).
Ketiga, Taman-taman kreasi Moghul menonjolkan gaya campuran yang harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan lokal.
Sebab-sebab Kemajuan
Kerajaan Mughal tidak mencapai kejayaannya secara mudah.Bagaimanapun, umat Islam di masa ini termasuk golongan minoritas di tengah mayoritas Hindu. Namun Kerajaan Mughal tetap berhasil memperoleh kecemerlangan disebabkan factor-faktor sebagai berikut;
Pertama, Kerajaan Mughal memiliki pemerintahan dan raja yang kuat. Politik toleransi dinilai dapat menetralisir perbedaan agama dan suku bangsa, baik antara Islam-Hindu, Ataupun India-non India (Persia-Turki).
Kedua, Hingga Pemerintahan Aurangzeb, rakyat cukup puas dan sejahtera dengan pola kepemimpinan raja dan program kesejahteraannya.
Ketiga, Prajurit Mughal dikenal sebagai prajurit yang tangguh dan memiliki patriotisme yang tinggi. Hal ini diwarisi dari Timur Lenk yang merupakan para petualang yang suka perang dari Persia di Asia Tengah dan cukup dominan dalam ketentaraan.
Keempat, Sultan yang memerintah sangat mencintai ilmu dan pengetahuan. Para "Bangsawan Mughal mengemban tanggung jawab membangun masjid, jembatan, dan atas berkembangnya kegiataan ilmiah dan sastra".
Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal mencapai puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan Akbar (1556-1605).Generasi sesudah Akbar yaitu Jahangir (1605-1627), Shah Jahan (1627-1658), Aurangzeb (1658-1707) masih dapat mempertahankan kemajuan tersebut.Namun Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri.
Tanda-tanda kemunduran sudah terlihat dengan indikator sebagaimana berikut ;
Pertama, Internal; Tampilnya sejumlah penguasa lemah, terjadinya perebutan kekuasaan, dan lemahnya kontrol pemerintahan pusat. Kedua, Eksternal; Terjadinya pemberontakan di mana-mana, seperti pemberontakan kaum Sikh di Utara, gerakan separatis Hindu di India tengah, kaum muslimin sendiri di Timur, dan yang terberat adalah invasi Inggris melalui EIC.
Dominasi Inggris diduga sebagai faktor pendorong kehancuran Mughal.Pada waktu itu EIC mengalami kerugian.Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar.Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit mengadakan pemberontakan.
Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka me¬ngembalikan kekuasaan kerajaan.Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah.Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-¬rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
Pertama, Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Kedua, Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara. Ketiga, Pendekatan Aurangzeb yang terlampau "kasar" dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya. Keempat, Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Su'ud, Islamologi, Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia,(Jakarta: Rineka Cipta,2003) - Ali, K., Tarikh Sejarah Islam Pra Modern, Jakarta,Srigunting, 2003 - Chapra, Umer, Pemikiran Ibnu Khaldun,http://www.halalguide.info/content/view/ 432/46/, diakses tanggal 16 September 2006 - Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Jakarta,Ikhtiar Baru Van Hoeve,1994 - Garaudy, Roger, Janji-janji Islam, alihbahasa Prof. Dr. H.M. Rasjidi dari judul asli "Promeses de L'Islam" Jakarta, PT bulan Bintang, 1985) - Ikram, S.M., Muslim Civilization in India (Columbia University Press, 1965) - Lapidus, Ira. M., Sejarah Sosial Ummat Islam,Bagian Kesatu & Kedua. Disadur dari judul asli A History of Islamic Societes oleh Ghufron A. Mas'adi, ed.-1, cet. 1, Jakarta,PT. Rajagrafindo Persada,1999 - Mahmudunnasir, Syed, Islam: Konsepsi dan Sejarahnya Bandung, Rosdakarya, 2005 - Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,jilid Ibid., Jakarta :UI Press, 1985) - Romli, Usep, Pariwisata Mughal, http://www.wisataislam/info/content/view/432, diakses tanggal 6 Oktober 2006 - Sokah, Umar Assasuddin, Din-i-Ilahi,Keberagamaan Sultan Akbar Agung (India 1560-1605), Yogyakarta, ITTAQA Press ,1994 - Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta,Rajagrafindo Persada, 2000 http://www.geocities.com/cominglucky/tamadunmain.htm, diakses tanggal 16 September 2006 - Ali, dkk.Sejarah Islam “Tarikh Modern”. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003 - Al-Sharqawi, Ahmad. Filsafat Kebudayaan Islam.Bandung : Pustaka. 1986 - Hakim, Moh.Nur.Sejarah dan Peradaban Islam. Malang: UMM Press. 2004 - Karim, A. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007. Saepudin, Didin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Uin Jakarta Press. 2007. - Supriyadi, Dedi. Sejarah dan Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2008. - Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial ,Politik dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004. - Yatim, Badri. Sejarah dan Peradaban Islam. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1998.
|
Posting Komentar
Posting Komentar