|      
 
 
 
 Latar Belakang 
 
 Cemerlangnya peradaban Islam, berjaya pada masa Dinasti Umayyah dan     Abbasiyah. Sekian abad kejayaan Islam, berakhir setelah serangan Mongol     terhadap seljuk pada tahun 1300 M, kekuatan politik Islam mengalami     kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tecabik-cabik dalam     beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi.     Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat     serangan bangsa Mongol itu.Namun, kamalangan tidak berhenti sampai di situ.     Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat     kekuasaan Islam yang lain. 
 
 Setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kehancuran, kondisi politik umat     Islam secara keseluruhan mengalami kemajuan, umat Islam bangkit kembali     setelah terbentuknya tiga kerajaan besar yaitu : Kerajaan Turki Usmani,     Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India. 
 
 Kerajaan Usmani di samping yang pertama berdiri, juga yang terbesar     dan paling lama bertahan dibanding kedua kerajaan lainnya.Turki Usmani     dianggap sebagai dinasti yang mampu menghimpun kembali umat Islam setelah     beberapa lama mengalami kemunduran politik. 
 
 Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaan,     kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri.Gerakan Safawiyah memprakarsai     penaklukan Iran dan mendirikan sebuah baru yang berkuasa dari 1501 sampai     1722.Sang pendiri mengawali gerakannya dengan seruan untuk memburnikan dan     memulihkan kembali ajaran Islam. 
 
 Namun pada kenyataannya, kerajaan ini dapat berkembang dengan     cepat.Nama safawi ini terus dipertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi     gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan     Safawi.Kerajaan ini mampu mempersatukan seluruh daerah Persia sebagai satu     negara yang besar dan independen. 
 
 Kerajaan Mughal berdiri setelah seperempat abad berdirinya kerajaan     Safawi, kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya.kerajaan     Mughal bukanlah kerajan Islam pertama di anak Benua India. Awal kekuasaan     Islam di wilayah India terjadi pada masa khalifah al-Walid dari Dinasti     Bani Umayyah. Akan tetapi Kerajaan Mughal termasuk salah satu kerajaan yang     sangat berperan penting  dalam     membangun peradaban Islam. 
 
 Sejarah dan Perkembangan Kerajaan     Usmaniyah 
 
 Dinasti Usmaniyah berdiri sejak Utsman berhasil merebut kekuasaan     pada tahun 1300 M. Dinasti ini berkuasa hingga enam abad hingga sultan yang     terakhir yakni Wahid ad-Din. 
 
 Sejarah Islam masa lalu penuh dengan nostalgia indah dan sekaligus     kenangan pahit bagi umat Islam.Berbagai dinasti silih berganti memimpin     umat ini. Tatkala satu dinasti hancur, muncul dinasti lain dengan coraknya     masing-masing. 
 
 Jatuhnya Baghdad akibat serangan pasukan Mongol pada tahun 1258 M     bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah melainkan sekaligus mengawali masa     kemunduran politik Islam secara drastis. Politik umat Islam menjadi     terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan kecil, seperti Dinasti Ilkhan,     Dinasti Timuriyah, dan Dinasti Mamalik. 
 
 Dinasti Usmani merupakan dinasti besar pertama yang lahir setelah     kehancuran Baghdad. Kekuasaan Usmani meliputi Asia kecil, Eropa Timur     sampai benteng Wina, Afrika Utara termasuk Negeri Sudan dan Somali, Jazirah     Arab, negeri Syam termasuk Armeniadan Azerbayen dan yang lainnya.  Kerajaan Turki Usmani merupakan kerajaan     yang lebih lama kekuasaanya dibandingkan dengan kerajaan keduanya, kerajaan     ini juga mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dari bidang kemiliteran     maupun daerah kekuasaannya.Begitu juga dalam bidang keilmuannya, meskipun     pada masa kerajaan ini ijtihad menjadi sangat langkah Dinasti Usmani     berasal dari suku bangsa pengembara Qayigh Oghuz yang dipimpin oleh     Sulaiman Syah.Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa     Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti     Khawarizmi Syah pada tahu 1219-1220.Sulaiman dan anggota sukunya lari ke     arah barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir     Dinasti Khawarizmi Syah di Transoxiana.Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar     pergi ke arah Barat (Asia kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan     pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan Mongol. Dalam usahanya     pindah ke Syam, pemimpim-pemimpin Turki mendapat kecelakaan yaitu hanyut di     sungai Euprat (Efrat) yang karena banjir besar pada tahun 1228 akhirnya     mereka terbelah menjadi dua kelompok yaitu, yang pertama ingin pulang ke     negeri asalnya sedang yang kedua ingin meneruskan perjalanannya ke Asia     kecil.  Di bawah pimpinan Ertogrul     mereka mengabdikan dirinya kepada sultan saljuq, Alauddin yang sedang     berperang melawan Bizantine.Atas kehebatan Ertogrul dan dukungan penuh dari     anak buahnya pasukan saljuq mendapat kemenangan melawan Bizantine. Dan     sebagai hadiahnya, sang Sultan berkenan memberikan sebidang wilayah di     perbatasan Bizantine kepada Ertogrul , dan mereka menjadikan Sogud/Sukud     sebagai pusat pemerintahannya.   
 
 Pada tahun 1289 Ertogrul meninggal dan meninggalkan seorang putra     yang bernama Usman.Beliau diakui sebagai pendiri dinasti Usmaniyah. Setelah     tahun 1300, Mongol berhasil menjatuhkan seljuq sehingga diproklamirkan     berdirinya dinasti baru dengan nama Usmaniyah. Dinasti ini berkuasa kurang     lebih selama tujuh abad dan dipimpin oleh 35 Sultan yang dimulai dari Usman     I hingga Muhammad VI. 
 
 Kemajuan-kemajuan Kerajaan     Usmaniyah 
 
 Bidang Politik dan Militer 
 
 Pada Dinasti Usmani raja-raja Dinasti Usmani bergelar Sultan dan     sekaligus Kholifah.Sultan menguasai kekuasaan duniawi sedang Kholifah     berkuasa di bidang agama/spiritual. Mereka semua mendapatkan kekuasaan     secara turun temurun, akan tetapi tidak harus putra pertama yang berhak     menjadi penggantinya. Bahkan pada perkembangan selanjutnya pergantian     kekuasaan itu diserahkan kepada saudara sultan, bukan kepada     anaknya.Didalam menjalankan kegiatan sultan/kholifah dibantu oleh seorang     mufti atau lebih dikenal dengan sebutan Syaikhul-Islam (mewakili     sultan/kholifah dalam melaksanakan wewenang agamanya) dan Shadrul-A'dham     (perdana menteri) yang mewakili Kepala Negara dalam melaksanakan wewenang     dunianya.   
 
 Turki Utsmaniyah mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan     Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M).Pada masa ini, wilayah kekuasaannya     membentang dari Budapest hingga ke Bagdad.Pada masa kejayaannya, di dalam     tubuh militer tersebut pasukan militer bernama Jenissarin yang merupakan     pasukan militer yang beranggotakan anak-anak Kristen yang mendapatkan     pendidikan militer. 
 
 Dalam sistem pemerintahan Dinasti Turki Utsmani, Sultan memegang     kekuasaan tertinggi dengan menggunakan berbagai macam gelar.Gelar khalifah     baru dipakai sejak pemerintahan Murad I (1359-1389 M).Untuk menjalankan     pemerintahan, sultan dibantu oleh seorang perdana menteri yang lazim     disebut dengan Shadr al-A’zham.Perdana menteri inilah yang kemudian     berurusan dengan gubernur di setiap wilayahnya. Beberapa penaklukan terjadi pada masa Dinasti Turki Utsmaniyah     seperti penaklukan Konstantinopel pada masa pemerinahan Muhammad II yang     bergelar al-Fatih. Penaklukan Kosntantinopel ini berpengaruh kepada     beberapa penaklukan setelahnya, yakni pada masa pemerintahan Sulaiman     al-Qanuni yang berhasil menaklukkan Iraq, Belgrado, Rhodes, Tunis, Budapest     dan Yaman. 
 
 Bidang Seni Arsitektur dan Pendidikan. 
 
 Pada dasarnya, Turki adalah sebuah bangsa yang berdarah militer,     awalnya mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina.Pasca     penyerangan bangsa Mongol terhadap mereka, bangsa ini pindah dan mengabdi     kepada saudara mereka yakni bangsa Turki Saljuk.Setelah pimpinan pertama,     Ertogul meninggal pada tahun 1289 M. pucuk pimpinan dipegang oleh     Usman.Dialah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. 
 
 Fokus aktifitas dinasti ini adalah pada bidang kemiliteran, sehingga     bidang ilmu pengetahuan tidak begitu mendapat perhatian.Bidang seni     arsitektur tampak sangat diminati dan perkembangannya sangat signifikan.Ini     terlihat pada bangunan-bangunan mesjid yang sangat indah.Salah satu mesjid     yang terkenal keindahan kaligrafinya adalah mesjid Aya Sopia yakni sebuah     mesjid yang awalnya adalah sebuah gereja. 
 
 Dalam dunia seni arsitektur, Turki memiliki gaya tersendiri yang     disebut gaya/style Usmani. Corak ini muncul saat Turki mengalahkan     Bizantium, dan pertemuan dua seni arsitektur ini melahirkan gaya baru. Era     sultan Sulaiman, Daulah ini memiliki satu lagi mesjid nan indah dan megah     yang dibangun oleh Sultan Sulaiman, yakni mesjid Sulaiman. Selain ini,     Sultan Sulaiman juga membangun madrasah, asrama besar untuk mempelajari al     Qur’an, rumah sakit, musalla, istana, pesanggrahan dan mesium. Kesemuanya     ini bergaya arsitektur usmaniyah di bawah arahan seorang ahli bangunan     turki, Sinan Pasha, dia juga ahli kaligrafi serta penulis prosa terkenal     yang dinamakan taazuraat. 
 
 Kemunculan para ilmuwan era ini sangat sedikit, di antaranya adalah     Haji Kholila, yakni seorang prajurit tangguh dan memiliki pengetahuan luas.     Karyanya yang terkenal adalah Kasyfu al Dzunnun, yaitu kamus yang memuat     kira-kira 14.500 buah nama kita dalam bahasa Arab dan disusun secara     alfabetis. Selain itu karyanya yang lain adalah Taqwimu al Tawarikh dan     Tahfatu al Haq fi Ikhtiyari al haq (sebuah kitab tentang tasawuf). Tokoh     lainnya adalah Daud Inthaqy (w. 1598 M).Dia adalah seorang dokter dan     pengarang dalam ilmu bidangnya yang terkenal. Karyanya adalah Tadzkirah     Ulil Albab Wa al Jumu’u lil Ujbi al Ujab, Al Nuzhatu al Mubhiyah fi Usyizil     azhan wa Ta’dili al Amzijah (keduanya kitab tentang ilmu kedokteran). Dalam     bidang seni, syair dan arsitektur, kita kenal dengan seorang penyair muslim     terkenal yaitu Jalaluddin Rumi, seorang ,uslim Iran yang berdomisili di     Asia Kecil. 
 
 Gerakan penterjemahan karya-karya asing (terutama dari Perancis) ke     dalam bahasa Turki, saat itu dilakukan oleh seorang berkebangsaan Hongaria     yang sudah masuk agama Islam yang bernama Ibrahim Mustafarika.Di antara     karya-karya asing yang diterjemahkannya adalah dalam bidang ilmu     kedokteran, astronomi, ilmu pasti, sejarah, ilmu bumi, ilmu alam, ilmu politik,     ilmu kemiliteran, kemajuan tekhnik Eropa dan kemajuan pembaharuan di Rusia. 
 
 Dalam catatan sejarah pendidikan, ternyata Turki hanya mampu     melahirkan tokoh-tokoh dalam bidang seni saja, seperti para penyair dan     arsitek ulung dan ternama.Sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, pada     zaman ini mengalami kemandulan.Ini dikarenakan era Turki Usmani, bidang     kemiliteran dan ekspansi wilayah menjadi fokus utamanya, sehingga     terabaikan akspansi intelektual. 
 
 Bidang Ekonomi 
 
 Pada umumnya, daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti Turki Utsmani     adalah daerah yang mempunyai kekayaan alam, seperti Mesir, Syuria, Anatolia     dan berbagai wilayah lainnya. Dinamika ekonomi Dinasti Turki Utsmaniyah mencapai puncaknya ketika     kota Bursar menjadi pusat perdagangan penting pada abad ke-15 dan 16 M.     Bursar tidak hanya menjadi pusat perdagangan intern Dinasti Turki     Utsmaniyah tapi juga hingga ke Eropa. 
 
 Bidang Keagamaan. 
 
 Pada masa Dinasti Turki Utsmani, hampir tidak terdapat ulama yang     mempunyai pemikiran orisinil, karena pada umumnya para ulama hanya     nmengkaji literatur-literatur karya ulama sebelumnya dan menulis     keterangan-keterangan atau komentar terhadap karya-karya tersebut yang     lazim dikenal dengan Hasyiyah atau syarah. 
 
 Dalam bidang tarekat, aliran tarekat Bektasy merupakan tarekat yang     cukup berkembang.Tarekat ini mendapat tempat di kalangan pasukkan     Jenissarin.Aliran lainnya yang juga berkembang adalah tarekat Maulawi yang     mendapat dukungan dari pihak pemerintah. 
 
 Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan     Usmaniyah 
 
 Banyak ahli sejarah menulis, bahwa fanatis kelompok termasuk di     dalamnya faham Nasionalisme, merupakan salah satu sebab utama runtuhnya     khilafah Utsmaniyah. 
 
 Dalam bukunya “Daulah Utsmaniyah” Dr. Jamal Abdul Hadi, salah seorang     pakar sejarah dari Mesir, menyebutkan beberapa sarana yang dimanfaatkan     Yahudi Eropa untuk menghancurkan kekuatan pemerintahan Islam di Turki waktu     itu. Diantaranya adalah dengan menghidupkan faham Nasionalisme. 
 
 Di dalam buku setebal 163 halaman tersebut, beliau menjelaskan     permasalahan di atas sebagai berikut :“ …mereka berusaha     memporak-porandakan negeri Islam ini dari dalam, ingin menghancurkannya     lewat tangan putra-putranya sendiri. Yaitu dengan cara mendukung dan     membujuk partai-partai oposan, agar membentuk tandzim-tandzim rahasia     dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Islam. Partai-partai oposan     tersebut diantaranya adalah: Partai Pemuda, Partai Persatuan dan     Pengembangan, dan Partai Kamaliyyun. Selain cara itu, mereka juga     menghidupkan faham Nasionalisme di kalangan umat Islam, serta menaburkan     benih perselisihan antara umat Islam dan umat agama lain. Karena dari situ     akan terbuka jalan lebar bagi kekuatan asing untuk ikut campur tangan     dengan dalih keamanan”. (Dr. Jamal Hadi, Daulah Utsmaniyah, juz:2,hal.20) 
 
 Apa yang diungkapkan Dr. Jamal Hadi tersebut, dikuatkan dengan     pendapat muwafik Bani Marjah. Di dalam tesisnya yang berjudul “Sultan Abdul     Hamid (khilafah Islamiyah)”, penulis yang pernah melalang benua ke     kota-kota di Eropa dan Arab untuk memburu data-data yang sah tentang     Khilafah Utsmaniyah tersebut menjelaskan sebagai berikut : “ Eropa telah     berpengalaman dalam menebarkan faham Nasionalisme dan menyalakan api     perselisihan antar kelompok dan suku, terutama antara bangsa Turki, mereka     membentuk kedutaan dan konsulat di berbagai kota untuk mencapai tujuannya,     seperti di Istambul, Damaskus, Baghdad, Cairo, dan Jeddah.” (Muwafiq Bani     Marjah, Sulthon Abdul Hamid wal Khilafah Utsmaniyah, hal. 174) 
 
 Begitu juga apa yang ditulis pakar sejarah Mahmud Syakir di dalam     bukunya “Tarikh Islam” menunjukkan hal yang serupa. Di dalam juz ke-8,     beliau menjelaskan: 
 
 “… dan mungkin hal yang terpenting     adalah kelompok yang bergerak untuk menyebarkan paham Nasionalisme, mereka     tidak mempunyai gerakan yang berarti untuk meruntuhkan Daulah Islamiyah     kecuali dengan “menyebarkan paham Nasionalisme”. Oleh karena itu, mereka     bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Dan ternyata paham     Nasionalisme tersebut merupakan unsur terpenting di dalam melemahkan     kekuatan Daulah Islamiyah, karena umat Islam dengan Nasionalisme akan     tercerai-berai, saling berselisih, masing-masing ingin bergabung dengan     suku dan kelompoknya, ingin melepaskan diri dari kekuasaan Daulah, dan     cukuplah dengan gerakan untuk memisahkan diri tersebut akan     terkotak-kotaklah kekuatan umat, dengan demikian Daulah akan melemah dan     terputus jaringannya dan akhirnya ambruk… begitulah yang terjadi.” (Mahmud     Syakir, Tarikh Islam, Al-Maktab Islami, 1991 M, juz: 8, hal. 122) 
 
 Bermula dari munculnya berbagai propaganda ke arah Nasionalisme     Thoriah, yang dipelopori oleh Partai Persatuan dan Pengembangan, mereka     memulai gerakannya dengan men-Turki- kan Daulah Utsmaniah di Turki.Untuk     menopang dakwahnya ini, mereka menjadikan serigala (sesembahan bangsa Turki     sebelum datangnya Islam) sebagai syiar dari gerakannya tersebut. (Muhammad     Muhammad Husain, Ittijahat Wathoniyah, juz: 2, hal. 85). Partai ini     dipimpin oleh Ahmad Ridho dan berpusat di Paris. 
 
 Usaha-usaha yang dilakukan partai ini antara lain : 
 
            |        1.  |              Membuka cabang-cabang di Berlin, Salonik, dan Istambul.  |             |        2.  |              Menerbitkan majalah “ANBA”. Majalah tersebut disponsori gerakan       Masuniah di    Paris.  |             |        3.  |              Menyebarkan paham Nasionalisme Thouroniah dan menghidupkan       kebudayaan kebudayaan Barat di negara Turki.  |             |        4.  |              Menyebarkan rasa permusuhan dengan bangsa Arab, diantaranya dengan       adanya usaha untuk mencopot kementrian Wakaf, Kementrian Dalam Negeri,       dan kementrian Luar Negeri, yang waktu itu dipegang oleh orang-orang       Arab, untuk diganti dengan orang Turki.  |             |        5.  |              Berusaha membatasi keistimewaan yang diberikan Utsmaniah hanya       kepada bangsa Turki saja. (Muwafiq Bani Marjah, Sulthon Abdul Hamid dan Khilafah Utsmaniah, hal.       174)  |        
 
 
 
 Gerakan itu membuat bangsa Arab berang, akibatnya dalam waktu singkat     bermunculan gerakan “Fanatisme Arab” dan dengan cepat menyebar di seluruh     wilayah pemerintahan Utsmaniah, seperti di Mesir, Syam, Iraq, dan Hijaz. 
 
 Bermula dari pelataran bumi Syam, fanatisme ini berkembang dan     membesar. Fanatisme ini bertujuan untuk menumbangkan khilafah Utsmaniah     yang dipegang oleh orang Turki. Lebih ironis lagi, fanatisme ini     dikendalikan oleh orang-orang Nasrani Libanon, yang telah terbina dalam     pendidikan Barat. Diantara para tokohnya adalah Faris Namir dan Ibrahim     Yasji. 
 
 Gerakan fanatisme arab ini didorong lebih jauh lagi oleh Negib     Azoury, seorang kristen pegawai pemerintahan Utsmani di Palestina. Ia     berhasil menerbitkan buku “Le Revell de la nation arabe”. Di dalam bukunya     tersebut, ia mengutarakan gagasannya untuk membuat suatu arab empire yang     mempunyai batas-batas alami, yaitu: lembah Eufrat dan Tigris, Lautan India,     Terusan Suez, dan Lautan Tengah. Gagasan ini jelas akan mendorong lebih     cepat terciptanya separatisme wilayah arab dari kekuasaan Turki Utsmani.     (Azyumardi Azra, Islam dan Negara: Eksperimen Dalam Masa Modem) 
 
 Agar penyebaran fanatisme ini lebih aman dan mendapat dukungan,     mereka menggunakan nama Jam’iyah sebagai kedok. Jam’iyah ini bergerak di     dalam bidang keilmuan dan kesenian dengan tujuan untuk menyebarkan     ilmu-ilmu bahasa Arab dan mempromosikan budaya-budaya barat di negara-negara     Arab. 
 
 Dalam waktu dua tahun saja, Jam’iyah ini mampu merekrut 50 anggota     dari kalangan Nasrani semuanya. Jam’iyah ini mendukung penuh gerakan     Protestan yang berada di wilayah Syam. 
 
 Pada tahun 1914-1918 pecah Perang Dunia I, kesempatan bagi bangsa-bangsa     Arab untuk memisahkan diri dari khilafah Utsmaniah, mereka ingin mendirikan     “Khilafah Arabiyah” sebagai tandingannya. Kesempatan ini tidak disia-siakan     Inggris untuk memporak-porandakan kekuatan Islam. 
 
 Eropa mengerti betul bahwa perpecahan antara Arab dan Turki akan     mengakibatkan kekuatan Islam lemah, sebagaimana yang pernah diungkapkan     oleh Muhammad Abduh : “ Sesungguhnya bangsa Arab mampu untuk mendepak     orang-orang Turki dari kursi kekhalifahan, akan tetapi bangsa Turki tidak     rela begitu saja. Apalagi waktu itu bangsa Turki mempunyai kekuatan militer     yang tidak dimiliki oleh pihak lain, dengannya mereka akan menyerang dan     membunuh bangsa Arab. Maka apabila kedua kekuatan itu melemah, Eropalah     yang menjadi kuat –mereka sudah lama menunggu antara pertarungan umat Islam     tersebut-, kemudian berusaha untuk menguasai kedua bangsa tersebut atau     salah satunya yang terlemah. Padahal waktu itu bangsa Arab dan bangsa Turki     merupakan bangsa yang terkuat di dalam tubuh umat Islam. Oleh karenanya,     akibat dari pertarungan kedua bangsa itu, jelas akan melemahkan kekuatan     Islam sekaligus merupakan jalan pintas meunuju kehancurannya.” 
 
 Mengetahui yang demikian, diutuslah “Lawrence”, spionis Inggris     didikan Yahudi, yang dikemudian hari dikenal dengan Lawrence Arab. Setelah     mempersiapkan segala sesuatunya, akhirnya Revolusi Arab berhasil menghantam     kekuatan khilafah Utsmaniah di Turki, tentunya di bawah bimbingan dan     arahan Lawrence Arab ini. Tentara-tentara Arab dalam hal ini berkumpul dan     bersatu dengan kekuatan-kekuatan asing. Jauh-jauh sebelum persekongkolan untuk menghancurkan Khilafah     Utsmaniah itu dilakukan, Inggris telah menjanjikan Syarif Husain, pembesar     Makkah waktu itu, apabila khalifah Utsmaniah jatuh maka Syarif Husain akan     menjadi kholifah pengganti. 
 
 Namun kenyataannya, setelah rencana itu berhasil dan perang telah     usai, seperti kebiasaannya, Inggris menyelisihi janjinya, dua perwakilan     yang diundang Syarif Husain dalam acara penyerahan kekuasaan yang diadakan     di Jeddah tak mau hadir, bahkan pada waktu itu Inggris membuka kartu yang     selama ini disimpan. Ternyata tiga negara besar telah berkolusi untuk     membagi wilayah Khilafah Utsmaniah pada perjanjian rahasia antara Inggris,     Perancis, dan Rusia. 
 
 Pada waktu itu juga, Musthafa Kamal sang pengkhianat itu, berhasil     merebut tampuk kepemimpinan dari keluarga Utsmaniah. Tampaknya hal itu     telah direncanakan jauh-jauh sebelumnya, yaitu ketika Ia memimpin gerakan     Kamailun, yang melakukan aktifitasnya di bawah tanah. Gerakan ini mendapat     dukungan penuh dari gerakan Masuniah. Puncaknya pada muktamar “Luzone”, yang akhirnya, Musthafa Kamal     menerima 4 syarat yang diajukan Inggris untuk mengakui kekuasaan barunya di     Turki. Keempat syarat    ituadalah : 
 
 1. Menghapus sistem khilafah. 2. Mengasingkan keluarga Utsmaniah di luar perbatasan. 3. Memproklamirkan berdirinya negara sekuler. 4. Pembekuan hak milik dan harta milik keluarga Utsmaniah. (Mahmud     Syakir, Tarikh Islam, juz: 8, hal. 233) 
 
 Pada waktu itu secara resmi, “The SickMan” telah tumbang, setelah     enam abad lamanya berkuasa. Khilafah Utsmaniah harus tumbang, menghembuskan     nafasnya yang terakhir pada Perang Dunia I yang berlangsung selama 4 tahun     (1914-1918) itu. 
 
 Setelah berdiri tegar berabad-abad lamanya membela kemuliaan,     akhirnya bangunan yang kokoh itu runtuh. Runtuh bukan saja karena serangan     dari musuh-musuh luarnya, akan tetapi juga runtuh di tangan putra-putranya     sendiri. 
 
 Setelah keruntuhan benteng terakhir umat Islam itu, bangsa Arab baru     sadar, bahwa mereka telah terkecoh rayuan Inggris dan secara tidak sadar     ikut andil di dalam meruntuhkan Khilafah Utsmaniah, akan tetapi mereka     tidak mampu berbuat apa-apa lagi. 
 
 Kegagalan mereka untuk mendirikan Khilafah Arobiyah, membuat mereka     kehilangan nyali untuk mulai bergerak lagi, mereka telah menjadi bangsa     yang lemah, bangsa yang kehilangan induknya. Kalaupun ada usaha-usaha     mereka, yang sempat ditulis sejarah untuk mengembalikan kemuliaan mereka     kembali, itupun hanya sebatas surat menyurat antara Syarif Husain dan     Musthafa Kamal. 
 
 Kerajaan Safawiyah 
 
 Awal Berdirinya Kerajaan Safawiyah 
 
 Nama Safawiyah merupakan pengambilan dari nama salah seorang guru     sufi berasal dari Ardabil, yaitu Safi Al-Din. Dia adalah keturunan dari     Musa Al-Kazim, imam ke enam Syi’ah Itsna Asyariyah. Dia juga merupakan     keturunan dari Ali bin Abi Thalib. Ia mendirikan sebuah tarikat di Ardabil,     Azarbaijan yang kemudian diberi nama Safawiyah. Pada mulanya gerakan     tarekat yang dipimpinnya bertujuan untuk memerangi segala pengingkaran     terhadap agama dan menghapus segala sifat bid’ah.Tarikat ini selanjutnya     berkembang di daerah-daerah di mana terdapat ajaran Syiah yang tumbuh     subur. 
 
 Ketika Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya dan     keemasannya, Kerajaan Safawi pada saat itu baru berdiri. Kerajaan ini     berkembang dengan cepat dalam perkembangannya, namun seiring     perkembangannya Kerajaan Safawi juga semakin dekat kepada keruntuhannya,     salah satunya karena seringnya muncul pertikaian dengan Kerajaan Turki     Usmani, karena perbedaan madzhab mereka. Berbeda dengan dua kerajaan Islam     lainnya (Turki Usmani dan Mughal), Kerajaan Safawi memegang ajaran Syiah     sebagai mazhab negara. 
 
 Dinasti Safawiyah awalnya merupakan sebuah gerakan tarikat yang     berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azarbaijan.Tarekat ini diberi nama     tarikat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan     berdirinya kerajaan Utsmani. Nama Safawiyah berasal dari nama pendirinya     yaitu Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu sendiri terus     dipertahankan hingga tarikat ini menjadi gerakan politik. Nama tersebut     masih dipertahankan hingga gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan. 
 
 Safi Al-Din lahir pada tahun 1252 M/ 650 H, merupakan seorang sufi     dan menjadikan hal tersebut sebagai jalan hidupnya. Ia merupakan keturunan     Imam Syiah yang ke enam, yaitu Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj     Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301) yang dikenal dengan julukan Zahid     Al-Ghilani.Kemudian Safi Al-Din dipilihnya sebagai menantu oleh gurunya     tersebut. Safi Al-Din sendiri mendirikan tarikat Safawiyah setelah ia     mengantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pengikut     tarikat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Awal mulanya gerakan     tasawuf Safawiyah ini memiliki tujuan memerangi orang- orang ingkar, dan     golongan yang mereka sebut ahli-ahli bid’ah. Tarekat ini menjadi semakin     penting setelah Safi Al-Din mengubah bentuk tarekat ini dari pengajian     Tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar     pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Anatolia. Di luar kota Ardabil, Safi     menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil-wakilnya     tersebut diberi gelar Khalifah.Hingga pada akhirnya, murid-murid tarikat     Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan,     dan menentang setiap orang yang bermadzhab selain Syiah. 
 
 Kecenderungan tarikat ini untuk memasuki dunia politik itu semakin     terlihat jelas terutama pada masa kepemimpinan Junaid (1447- 1460     M).Tarikat Safawiyah memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan     politik pada kegiatan keagamaan.Perluasan kegiatan tersebut menimbulkan konflik     antara Junaid dengan penguasa Kara Koyunlu (Domba Hitam), salah satu bangsa     Turki yang berkuasa di wilayah itu.Dalam konflik itu Junaid mengalami     kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat.Di tempat baru tersebut, dia     memperoleh perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, Ak Koyunlu (Domba Putih)     yang juga merupakan suku bangsa Turki.Ia tinggal di Istana Uzu Hasan, yang     ketika itu menguasai sebagian besar Persia. Perlu diketahui juga bahwa dua     kerajaan Turki, yaitu Kara Koyunlu yang berkuasa di bagian Timur beraliran     Syi’ah sedangkan Ak Koyunlu yang berkuasa di bagian Barat beraliran Sunni. 
 
 Selama dalam pengasingan Junaid tetap melaksankan kegiatannya.Dia     menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun     Hasan.Junaid juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan     Uzun Hasan.Pada tahun 1459 M, Junaid berusaha merebut Ardabil namun     mengalami kegagalan. Tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircasia, namun     pasukan yang dipimpinya dihadang oleh tentara Sirwan. Dia sendiri terbunuh     dalam pertempuran tersebut.Ketika itu anak Junaid bernama Haidar masih     kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan.Kepemimpinan gerakan Safawi baru dapat     diserahkan kepadanya secara resmi tahun 1470 M. Hubungan Haidar dan Uzun     Hazan semakin dekat setelah Haidar mengawini putri Uzun Hasan.Dari     perkawinan itu lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi pendiri Dinasti     Safawi di Persia. Haidar membuat perlambangan baru dari pengikut     tarekatnya, yaitu sorban merah yang mempunyai 12 jambul, sebagai lambang     dari 12 imam yang diagungkan dalam mazhab Syiah Istna Asyariah. 
 
 Kemenangan Kerajaan Ak Koyunlu pada tahun 1476 M terhadap Kara     Koyunlu, membuat gerakan Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai     rival politik oleh Ak Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal     pada masa sebelumnya Safawi adalah sekutu dari Kerajaan Ak Koyunlu. Ak     Koyunlu kemudian berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan     Dinasti Safawi. Karena itu ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan     pasukan Sirwan, Ak Koyunlu mengirim bantuan pada pasukan Sirwan, sehinga     pasukan Haidar kalah dan Haidar terbunuh. 
 
 Ali, putra dan pengganti Haidar didesak oleh bala tentaranya untuk     menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadp Ak Koyunlu. Tetapi     Ya’kub Pemimpin Ak Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama     saudaranya, Ibrahim, Ismail dan Ibunya di Fars selama empat setengah tahun     ( 1489- 1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota Ak Koyunlu     dengan syarat membantunya memerangi saudara sepupunya.Setelah saudara sepupu     Rustam dapat dikalahkan.Ali bersama saudaranya kembali ke Ardabil.Akan     tetapi, tak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali     bersaudara, dan Ali terbunuh dalam serangan tersebut yang terjadi pada     tahun 1494 M. 
 
 Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya diserahkan kepada Ismail,     yang pada saat itu masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail     beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan     mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azarbaijan, Syiria, Anatolia.     Pasukan yang dipersiapkannya itu dinamai Qizilbash (Baret Merah).Di bawah     kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan     mengalahkan Ak Koyunlu di Sharur, dekat Nackhcivan. Pasukan ini terus     berusaha memasuki dan menaklukan Tabriz, ibu kota Ak Koyunlu dan berhasil     merebut dan mendudukinya. Di kota tersebut, Ismail memproklamasikan dirinya     sebagai raja pertama Dinasti Safawiyah, yang kemudian disebut Khalifah     Ismail I. 
 
 Perkembangan Kerajaan Safawiyah 
 
 Pada saat kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya,     Dinasti Safawiyah di Persia baru berdiri.Namun pada kenyataannya, kerajaan     ini dapat berkembang dengan pesat.Nama Safawi pun terus di pertahankan     sampai tarikat Safawiyah menjadi suatu gerakan politik hingga menjadi     sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawiyah.Dalam perkembangannya,     kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani.Kerajaan     Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti     kerajaan Turki Usmani dan Mughal.Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut     Syiah dan dijadikan sebagai madzhab negara.Oleh karena itu, kerajaan Safawi     dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini. 
 
 Khalifah Ismail I berkuasa kurang lebih selama 23 tahun, yaitu antara     tahun 1501- 1524 M. Pada sepuluh tahun pertama dia berhasil memperluas     wilayah kekuasaanya. Ia dapat menghancurkan sisa- sisa kekuatan Ak Koyunlu     di Amadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan, dan     Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505- 1507 M), Baghdad dan daerah barat daya     Persia (1508 M), Sirwan (1509 M), dan Khurasan (1510 M). Hanya dalam waktu     sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan     bagian timur Bulan Sabit Timur (Fortile Crescent). 
 
 Tidak hanya sampai disitu, ambisi politik mendorongnya untuk terus     melebarkan sayap menguasai daerah-daerah lainnya, seperti ke daerah Turki     Utsmani.Namun, Khalifah Ismail bukan hanya menghadapi musuh yang sangat     kuat, tetapi juga kerajaan yang sangat membenci golongan Syiah.Peperangan     dengan Turki Utsmani terjadi pada tahun 1514 M, di Chaldiran, di dekat     daerah Tabriz.Karena keunggulan organisasi militer kerajaan Turki Utsmani,     Ismail I mengalami kekalahan, malah Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan     Salim dapat menduduki daerah Tabriz.Kerajaan Safawi terselamatkan dengan     pulangnya Sultan Usmani yang kembali ke Turki karena terjadi perpecahan di     kalangan militer Turki di negerinya sendiri. Peperangan tersebut, berasal     dari kebencian Sultan Salim dari kerajaan Turki Usmani dan pengejaran     terhadap seluruh umat muslim Syi’ah di daerah kekuasaannya. Fanatisme     Sultan Salim memaksanya membunuh 40.000 orang yang didakwa telah     mengingkari ajaran-ajaran Sunni. 
 
 Secara militer, Khalifah Ismail dan para penerusnya harus menghadapi     permusuhan sengit dari tetangga-tetangga mereka yang beraliran sunni,     Kerajaan Turki Usmani di barat dan Ozbeg Turkmen di timur laut. Di tapal     batas Oxuz, para khalifah dapat mempertahankan wilayah mereka meskipun     kota-kota yang terletak di perbatasan seperti Heart, Masyhad, dan Sarakh     sering berpindah tangan; tapi serangan Turkmen untuk melakukan penjarahan     dengan tujuan mendapatkan budak terus terjadi hingga abad ke 19. Usmaniyah     lebih berbahaya, ketika berada pada puncak kekuasaan mereka pada abad ke     16, kemenangan khalifah Salim si Kejam dari Kerajaan Turki Usmani atas     Kerajaan Safawiyah di Chaldiran pada tahun 1514 merupakan suatu kemenangan     logistik bagi Usmaniyah, dan juga merupakan peragaan keunggulan     persenjataan. Tak lama kemudian, Kurdistan, Diyarbakr, dan Baghdad jatuh ke     tangan Kerajaan Turki Usmani, dan Azarbayjan sendiri sering mengalami     penyerbuan dari pihak lawan; kemudian ibukota Shafawiyah tersebut     dipindahkan ke Tabriz, kemudian ke Qazwin, dan terakhir ke Ishfahan. 
 
 Kekalahan perang tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri     Khalifah Ismail.Akibatnya, kehidupan Ismail berubah.Dia lebih senang     menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan ini     menimbulkan dampak negatif bagi Kerajaan Safawi, yaitu terjadinya     persaingan segitiga antara pemimpin suku- suku Turki, pejabat- pejabat     keturunan Persia, dan Qizilbash dalam upaya merebut pengaruh untuk memimpin     Kerajaan Safawi. 
 
 Berikut ini merupakan urutan penguasa Kerajaan Safawi : 
 
 1. Ismail I (1501-1524 M) 2. Tahmasp I (1524-1576 M) 3. Isma’il II (1576-1577 M) 4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M) 5. Abbas I (1587-1628 M) 6. Safi Mirza (1628-1642 M) 7. Abbas II (1642-1667 M) 8.  Sulaiman (1667-1694 M) 9.  Husein I (1694-1722 M) 10. Tahmasp II (1722-1732 M) 11.  Abbas III (1732-1736 M) 
 
 Puncak Kemajuan dan Kejayaan     Kerajaan Safawiyah 
 
 Rasa permusuhan dengan Kerajaan Turki Usmani terus berlangsung     sepeninggalan Khalifah Ismail I. Peperangan-peperangan antara dua kerajaan     besar Islam tersebut terjadi beberapa kali pada zaman pemerintahan Tahmasp     I (1524- 1576 M), Ismail II (1576- 1577 M), dan Muhammad Khudabanda (1577-     1587 M).Pada masa tiga kerajaan tersebut, Kerajaan Safawi dalam keadaan     lemah.Kondisi memperihatinkan ini baru dapat diatasi setelah raja Safawiyah     kelima, Khalifah Abbas I naik tahta.Ia memerintah dari tahun 1588- 1628 M.     Popularitas Abbas I ditopang oleh sikap keagamaannya. Ia terkenal sebagai     seorang Syiah yang shaleh. Sebagai bukti atas kesalehannya adalah bahwa dia     sering berziarah ketempat suci Qum dan Masyhad.Di samping itu, dia pun     melakukan perubahan struktur birokasi dalam lembaga politik     keagamaaan.Khalifah Abbas I telah berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam     bidang keagamaan, yang membuat ideologi Syi’ah semakin dikukuhkan. Adapun Langkah-langkah     yang diambil oleh Khalifah Abbas I dalam memulihkan kerajaan Safawi adalah: 
 
 Pertama, Berusaha menghilangkan     dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru yang     anggotanya terdiri dari budak- budak, berasal dari tawanan bangsa Georgia,     Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Khalifah Tahmasp I. Kedua,     Adanya pemindahan ibukota ke Isfahan. Ketiga, Perjanjian damai dengan Turki     Utsmani. Untuk mewujudkan perjanjian damai Khalifah Abbbas I terpaksa harus     menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan sebagian wilayah     Luristan.Khalifah Abbas I juga berjanji tidak akan menghina tiga khalifah     pertama dalam Islam, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsman dalam     khotbah-khotbah Jum’at. Bahkan sebagai jaminan, ia menyerahkan saudara     sepupunya, Haidar Mirza sebagi sandera di Istambul. 
 
 Usaha-usaha yang dilakukan Khalifah Abbas I tersebut berhasil membuat     Kerajaan Safawi berangsur-angsur menjadi kuat kembali.Kemudian dia mulai     memusatkan perhatiannya keluar dengan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah     kekuasaannya yang hilang. Tahun 1598 M, ia menyerang dan menaklukkan Heart.     Dari sana ia melanjutkan serangan merebut Marw dan Balkh. Setelah kekuasaan     terbina dengan baik ia juga berhasil mendapatkan kembali wilayah     kekuasaannya dari Turki Usmani. Rasa permusuhan antara dua kerajaan yang     berbeda aliran agama ini memang tak pernah padam.Khalifah Abbas I     mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah kekuasaan kerajaan Usmani.Pada     tahun 1602 M, disaat Turki Usmani berada dibawah pimpinan Sultan Muhammad III,     pasukan Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan     Baghdad. Sedangkan kota- kota Nakhchivan, Erivan, Ganja, Tiflis dapat     dikuasai tahun 1605- 1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 M, pasukan     Khalifah Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan     Gurmun menjadi pelabuhan Bandar Abbas. Pada tahun 1902 M, pecahlah perang     antara Kerajaan Turki Usmani dengan Austria dan tentara Turki yang lain     terpaksa pergi memadamkan pemberontakan kaum tarikat Jalaliah (Maulawiyah)     di Asia kecil. Kesempatan ini diambil oleh Khalifah Abbas I dan berhasil     merebut kembali Tibriz dari tangan Turki. Setelah itu, mereka mengambil     alih wilayah Sirwan dan akhirnya diambilnya kota Baghdad kembali yang sudah     berkali-kali jatuh ke tangan Turki. 
 
 Pemerintahan Khalifah Abbas I, yang hampir bersamaan dengan penguasa     besar seperti Elizabeth I dari Inggris, Philip II dari Spanyol, Ivan dari     Rusia dan Kaisar Mughal Akbar menandai puncak kekuasaan politik Dinasti     Safawiyyah dan juga kultur serta peradaban Safawiyah, yang sebagian     prestasi besarnya terlihat dalam keindahan arsitektur Ishfahan yang tiada     tandingannya. Pada masa ini, Turki Usmani telah disingkirkan dari Azarbyjan     dan kendali Persia atau Caucacus timur dan teluk Persia menjadi semakin     kuat.Hubungan diplomatik dengan Kerajaan di Eropa terbina dengan baik meski     rancangan persekutuan besar Safawiyah-Eropa untuk melawan Turki Usmani     tidak pernah terujudkan, dan tumbuh pula kontak perdagangan secara     kultural. 
 
 Pada Masa Abbas I inilah kerajaan Shafawi mengalami masa kejayaan     yang gemilang. Diantara bentuk kejayaannya adalah : 
 
 Bidang Politik. 
 
 Secara politik, dia mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang     mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang     pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa sebelumnya. Di bawah     pemerintahan Khalifah Abbas I, Kerajaan Safawi mencapai kekuasan politiknya     yang tertinggi.Pemerintahannya merupakan sebuah pemerintahan keluarga yang     sangat dihormati dengan seorang penguasa yang didukung oleh sejumlah     pembantu, tentara administrator pribadi. Sang penguasa secara penuh     mengendalikan birokrasi dan pengumpulan pajak, memonopoli kegiatan industri     dan penjualan bahan-bahan pakaian dan produk lainnya yang penting,     membangun sejumlah kota besar, dan memugar sejumlah tempat keramat dan     jalan-jalan sebagai ekspresi dari kepeduliannya terhadap kesejahteraan     rakyatnya. 
 
 Bidang Ekonomi. 
 
 Dalam bidang ekonomi, terjadi perkembangan ekonomi yang pesat setelah     kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar     Abbas.Hal ini dikarenakan, bandar tersebut merupakan salah satu jalur     dagang antara Timur dan Barat yang biasanya diperebutkan oleh Belanda,     Inggris dan Perancis sepenuhnya menjadi milik Kerajaan Safawi.Selain itu,     Kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama didaerah     Bulan sabit subur (Fortile Crescent).Sedangkan di utara, di wilayakh     sekitar Laut Kaspia, Kerajaan Safawi juga menjalin hubungan dagang dengan     Rusia. Perdagangan di darat dilakukan di daerah sentral Asia, tetapi     melalui kota-kota penting Kerajaan Safawi, seperti Heart, Merv, Noshafur,     Tbriz dan Baghdad. 
 
 Bidang lmu Pengetahuan. 
 
 Dalam bidang ilmu pengetahuan, Persia dikenal sebagai bangsa yang     berperadaban tinggi dan berjasa dam mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa     ilmuwan yang hadir di majelis istana antara lain, Baha Al-Din Al-Syaerazi     (generalis ilmu pengetahuan), Sadar Al-Din Al-Syaerazi (filosf), dan     Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad (teolog, filosof, observatori kehidupan     lebah). Dalam bidang ilmu pengetahuan, mungkin dapat dikatakan Kerajaan     Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan Turki Usmani. 
 
 Bidang Pembangunan Fisik dan Seni. 
 
 Dalam bidang pembangunan arsitek dan seni, para penguasa kerajaan     menjadikan Isfahan menjadi kota yang sangat indah. Disana terdapat     bangunan-bangunan besar dan indahseperti masjid, rumah sakit, sekolah,     jembatan rakasasa di atas Zende Rudd dan Istana Chilil Sutun. Dalam hal     seni, terdapat dalam kemajuan pada arsitektur bangunan yang terlihat pada     Masjid Shah yang dibangun pada 1611 M dan Masjid Lutf Allah yang dibangun     pada 1603 M. Terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan,     keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan lain-     lain. Seni lukis mulai dirintis pada masa Khalifah Tahmasp I. Ketika     Khalifah Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 akademi, 1802     penginapan dan 273 pemandian umum. 
 
 Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan     Safawiyah 
 
 Sepeninggal Khalifah Abbas I, Kerajaan Safawi diperintah oleh     raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini     menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap     pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I adalah : 
 
 Pertama. Safi Mirza. Dia merupakan khalifah     yang kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Pada pemerintahannya kota     Kandahar (sekarang termasuk wilayah Afghanistan) jatuh ketangan kerajaan     Mughal dan Baghdad direbut Turki Usmani. Kedua,  Abbas     II. Dia merupakan khalifah yang senang berhura-hura, minum minuman keras     sehingga jatuh sakit dan meninggal. Sepeninggalnya kota Kandahar dapat     direbut kembali oleh wazir-wazirnya. Ketiga, Sulaiman. Dia juga seorang     pemabuk dan sering bertindak kejam terhadap para pembesar yang     dicurigainya. Keempat, Shah Husein. Dia adalah khalifah     yang alim.Ia memberi kesempatan kepada para ulama Syiah yang sering     memaksakan kehendak terhadap penganut aliran Sunni. Pada masa     pemerintahannya terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang dipimpin oleh Mir     Vays yang kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir     Mahmud ini, kota Kandahar lepas dari Safawi, kemudian disusul kota Isfahan.     Pada tahun 1722 M, Shah Husein menyerah. Kelima, Tahmasp II. Dengan dukungan dari     suku Qazar Rusia, dia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa atas     Persia dengan pusat kekuasaannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama     dengan Nadhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota     Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Kerajaan Safawi kembali berdiri.     Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M. Keenam, Abbas III.     Dia adalah pengganti Tahmasp II yang diangkat pada saat masih kecil. 
 
 Pada 1736 M, Khalifah Abbas III dilengserkan kemudian Kerajaan Safawi     diambil alih oleh Nadir Khan.Dengan begitu, maka berakhirlah Kerajaan     Safawi.Hanya satu abad setelah ditinggal Khalifah Abbas I, kerajaan ini     mengalami kehancuran. 
 
 Faktor-faktor yang menyebabkan     kehancuran kerajaan Shafawi : Pertama, Konflik berkepanjangan dengan     Kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antara     kedua kerajaan.Berdirinya Kerajaan Safawi yang bermadzhab Syiah merupakan     ancaman bagi Kerajaan Turki Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian     antara dua kerajaan besar ini. Kedua, Adanya penurunan moral yang melanda     sebagian para pemimpin Safawi. Banyak para khalifah yang cenderung senang     memikirkan dirinya sendiri, senang berhura-hura, dan bertangan besi     cenderung membuat posisi Kerajaan Safawi semakin memburuk. Ketiga,     Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan     dikalangan keluarga istana. Adanya pertikaian di dalam keluarga kerajaan     dalam memperebutkan tahta kekuasaan justru menambah carut-marut Kerajaan     Safawi. 
 
 
 
 
 
 Kerajaan Mughol 
 
 Asal-usul Kerajaan Mughol 
 
 Kerajaan Mughal merupakan salah satu warisan peradaban Islam di     India.Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi     peradaban tua di anak benua India yang nyaris tenggelam.Sebagaimana     diketahui, India adalah suatu wilayah tempat tumbuh dan berkembangnya     peradaban Hindu.Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan     peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul. 
 
 Di kalangan masyarakat Arab, India dikenali sebagai Sind atau Hind.     Sebelum kedatangan Islam, India telah mempunyai hubungan perdagangan dengan     masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir, hubungan perdagangan antara India     dan Arab masih diteruskan. Akhirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan     dengan agama Islam. India yang sebelumnya berperadaban Hindu, sekarang semakin     kaya dengan peradaban yang dipengaruhi Islam.Oleh sebab itu menjadi penting     untuk menulis secara ringkas eksistensi Kerajaan Mughal di India yang     identik dengan Hindu. 
 
 Kerajaan Mughal merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi, sebab ia     menandai puncak perjuangan panjang untuk membentuk sebuah imperium India     muslim yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan bangsa Persia dan     bangsa India. 
 
 Sejak Islam masuk ke India pada masa Umayyah, yakni pada masa     Khalifah al-Walid I (705-715) melalui ekspedisi yang dipimpin oleh panglima     Muhammad Ibn Qasim tahun 711/712, peradaban Islam mulai tumbuh dan menyebar     di anak benua India.Kemudian pasukan Ghaznawiyah dibawah pimpinan Sultan     Mahmud mengembangkan kedudukan Islam di wilayah ini dan berhasil menaklukkan     seluruh kekuasaan Hindu dan serta mengislamkan sebagian masyarakat India     pada tahun 1020 M. Setelah Gaznawi hancur muncullah beberapa dinasti kecil     yang menguasai negeri India ini, seperti Dinasti Khalji (1296¬1316 M.),     Dinasti Tuglag (1320-1412), Dinasti Sayyid (1414-1451), dan Dinasti Lodi     (1451-1526). 
 
 Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam     pertama di India.Jika pada dinasti-dinasti sebelumnya Islam belum menemukan     kejayaannya, maka kerajaan ini justru bersinar dan berjaya.Keberadaan     kerajaan ini dalam periodisasi sejarah Islam dikenal sebagai masa kejayaan     kedua setelah sebelumnya mengalami kecemerlangan pada dinasti Abbasiyah. 
 
 Kerajaan ini didirikan oleh Zahiruddin Babur, seorang keturunan Timur     Lenk.Ayahnya bernama Umar Mirza adalah penguasa Farghana, sedang ibunya     keturunan Jenghis Khan.Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana.     Menurut Abu Su'ud, Timur Lenk pernah ke India pada tahun 1399, namun karena     iklim yang tidak cocok ia akhirnya meninggalkan India. 
 
 Babur bukanlah orang India.Syed Mahmudunnasir menulis, "Dia     bukan orang Mughal.Di dalam memoarnya dia menyebut dirinya orang Turki.Akan     tetapi, cukup aneh, dinasti yang didirikannya dikenal sebagai dinasti     Mughal. Sebenarnya Mughal menjadi sebutan umum bagi para petualang yang     suka perang dari Persia di Asia tengah, dan meskipun Timur (Timur     Lenk-penulis) dan semua pengikutnya menyumpahi nama itu sebagai nama     musuhnya yang paling sengit, nasib merekalah untuk dicap dengan nama itu,     dan sekarang tampaknya terlambat untuk memperbaiki kesalahan itu.     "Ensiklopedia Islam bahakn menyebutkan “Mogul (Mughal-pen) didirikan     oleh seorang penjajah dari Asia Tengah, Muhammad Zahiruddin Babur dari     etnis Mongol.” 
 
 Dari pendapat di atas, sesuatu yang dapat disepakati bahwa Kerajaan     Mughal merupakan warisan kebesaran Timur Lenk, dan bukan warisan keturunan     India yang asli.Meskipun demikian, Dinasti Mughal telah memberi warna     tersendiri bagi peradaban orang-orang India yang sebelumnya identik dengan     agama Hindu.    
 
 Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih     berusia 11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan menaklukkan Samarkand yang     menjadi kota penting di Asia masa itu. Pada mulanya ia mengalami kekalahan     tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Safawi Ismail I, akhir¬nya ia     berhasil menaklukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M ia menduduki     Kabul, ibu kota Afghanistan. 
 
 Zahiruddin Babur mengambil alih kekuasaan dari Dinasti Lodi pimpinan     Ibrahim Lodi yang tengah berkuasa di India.India pada saat itu tengah     dilanda krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam Khan,     paman dari Ibrahim Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur Lahore,     mengirim utusan ke Kabul, meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan     pemerintahan Ibrahim di Delhi. 
 
 Babur berhasil menaklukkan Punjab pada tahun 1525.Kemudian pada tahun     1526, dalam pertempuran di Panipat, Babur memperoleh kemenangan dari tangan     Ibrahim Lodi.Ibrahim sendiri terbunuh pada pertempuran itu. Babur bersama     pasukannya memasuki kota Delhi untuk menegakkan pemerintahan di kota ini.     Dengan ditegakkannya pemerintahan Babur di kota Delhi, maka berdirilah     Kerajaan Mughal di India pada tahun 1526 M. 
 
 Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor berdirinya     Kerajaan Mughal adalah: 
 
 Pertama, Ambisi dan karakter Babur     sebagai pewaris keperkasaan ras Mongolia. Kedua, Sebagai jawaban atas     krisis yang tengah melanda India. 
 
 Raja-raja Mughal 
 
 Selama masa pemerintahannya Kerajaan Mughal dipimpin oleh beberapa     orang raja. Raja-raja yang sempat memerintah adalah Zahiruddin Babur     (1526-1530), Humayun (1530-1556), Akbar (1556-1605), Jahangir (1605-1627),     Shah Jahan (1627-1658), Aurangzeb (1658-1707), Bahadur Syah (1707-1712),     Jehandar (1712-1713), Fahrukhsiyar (1713-1719), Muhammad Syah (1719-1748),     Ahmad Syah (1748-1754), Alamghir II (1754-1760), Syah Alam (1760¬-1806),     Akbar II (1806-1837 M), dan Bahadur Syah (1837-1858). 
 
 Zahiruddin Babur (1526-1530) adalah raja pertama sekaligus pendiri     Kerajaan Mughal.Masa kepemimpinannnya digunakan untuk membangun fondasi     pemerintahan.Awal kepemimpinannya, Babur masih menghadapi ancaman     pihak-pihak musuh, utamanya dari ka¬langan Hindu yang tidak menyukai     berdirinya Kerajaan Mughal.Orang-orang Hindu ini segera menyusun kekuatan     gabungan, namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu     pertempuran.Sementara itu dinasti Lodi berusaha bangkit kembali menentang     pemerintahan Babur dengan pim¬pinan Muhammad Lodi.Pada pertempuran di dekat     Gogra, Babur dapat menumpas kekuatan Lodi pada tahun 1529.Setahun kemudian     yakni pada tahun 1530 Babur meninggal dunia. 
 
 Sepeninggal Babur, tahta Kerajaan Mughal diteruskan oleh anaknya yang     bemama Humayun. Humayun memerintah selama lebih dari seperempat abad     (1530-1556 M).Pemerintahan Humayun dapat dikatakan sebagai masa konsolidasi     kekuatan periode I. Sekalipun Babur berhasil mengamankan Mughal dari     serangan musuh, Humayun masih saja menghadapi banyak tantangan.Ia berhasil     mengalahkan pemberontakan Baha¬dur Syah, penguasa Gujarat yang bermaksud     melepaskan diri dari Delhi. Pada tahun 1450 Humayun mengalami kekalahan     dalam pepe¬rangan yang dilancarkan oleh Sher Khan dari Afganistan.Ia     melarikan diri ke Persia. 
 
 Di pengasingan ia kembali menyusun kekuatan. Pada saat itu Persia     dipimpin oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas     tahun menyusun kekuatannya dalam pengasingan di Persia, Humayun berhasil     menegakkan kembali kekuasaan Mughal di Delhi pada tahun 1555 M. Ia     mengalahkan ke¬kuatan Khan Syah. Setahun kemudian, yakni pada tahun 1556     Humayun meninggal.Ia digantikan oleh putranya Akbar. 
 
 Akbar (1556-1605) pengganti Humayun adalah raja Mughal paling     kontroversial.Masa pemerintahannya dikenal sebagai masa kebangkitan dan     kejayaan Mughal sebagai sebuah dinasti Islam yang besar di India. menerima tahta kerajaan ini Akbar baru berusia 14 tahun, sehingga     seluruh urusan pemerintahan dipercayakan kepada Bairam Khan, seorang     penganut Syi'ah. Di awal masa pemerintahannya, Akbar menghadapi     pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih ber¬kuasa di     Punjab. Pemberontakan yang paling mengancam kekuasaan Akbar adalah     pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra.     Pasukan pemberontak berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut     kedatangan pasukan tersebut sehingga terjadilah peperangan dahsyat yang disebut     Panipat II pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalah¬kan dan ditangkap,     kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat dikuasai     penuh. 
 
 Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah     mempunyai pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran     Syi'ah. Bairam Khan memberon¬tak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di     Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat     diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar,     Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir,     Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang     sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik. 
 
 Keberhasilan ekspansi militer Akbar menan¬dai berdirinya Mughal     sebagai sebuah kerajaan besar. Dua gerbang India yakni kota Kabul se¬bagai     gerbang ke arah Turkistan, dan kota Kan¬dahar sebagai gerbang ke arah     Persia, dikuasai oleh pemerintahan Mughal. Menurut Abu Su'ud, dengan     keberhasilan ini Akbar bermaksud ingin mendirikan Negara bangsa (nasional).     Maka kebijakan yang dijalankannya tidak begitu menonjolkan spirit Islam,     tetapi bagaimana mempersatukan berbagai etnis yang membangun dinastinya.     Keberhasilan Akbar mengawali masa kemajuan Mughal di India. 
 
 Kepemimpinan Akbar dilanjutkan oleh Jihangir (1605-1627) yang     didukung oleh kekuatan militer yang besar.Semua kekuatan musuh dan gerakan     pemberontakan berhasil dipadamkan, sehingga seluruh rakyat hidup dengan     aman dan damai.Pada masa kepemimpinannya, Jehangir berhasil menundukkan     Bengala (1612 M), Mewar (1614 M) Kangra. Usaha-usaha pengamanan wilayah     serta penaklukan yang ia lakukan mempertegas kenegarawanan yang diwarisi     dari ayahnya yaitu Akbar. 
 
 Syah Jihan (1628¬-1658) tampil meggantikan Jihangir.Bibit-bibit     disintegrasi mulai tumbih pada pemerintahannya.Hal ini sekaligus menjadi     ujian terhadap politik toleransi Mughal.Dalam masa pemerintahannya terjadi     dua kali pemberontakan.Tahun pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar     Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil     dipadamkan.Raja Jujhar Singh Bundela kemudian diusir.Pemberontakan yang     paling hebat datang dari Afghan Pir Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur     dari provinsi bagian Selatan.Pemberontakan ini cukup menyulitkan.Namun pada     tahun 1631 pemberontakan inipun dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati. 
 
 Pada masa ini para pemukim Portugis di Hughli Bengala mulai     berulah.Di samping mengganggu keamanan dan toleransi hidup beragama, mereka     menculik anak-anak untuk dibaptis masuk agama Kristen.Tahun 1632 Shah Jahan     berhasil mengusir para pemukim Portugis dan mencabut hak-hak istimewa     mereka.Shah Jehan meninggal dunia pada 1657, setelah menderita sakit     keras.Setelah kematiannya terjadi perang saudara.Perang saudara tersebut     pada akhirnya menghantar Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal     berikutnya. 
 
 Aurangzeb (1658-1707) menghadapi tugas yang berat.Kedaulatan Mughal     sebagai entitas Muslim India nyaris hancur akibat perang saudara.Maka pada     masa pemerintahannya dikenal sebagai masa pengembalian kedaulatan umat     Islam.Penulis menilai periode ini merupakan masa konsolidasi II Kerajaan     Mughal sebagai sebuah kerajaan dan sebagai negeri Islam.Aurangzeb berusaha     mengembalikan supremasi agama Islam yang mulai kabur akibat kebijakan     politik keagamaan Akbar. 
 
 Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga     tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri.Raja-raja sesudah     Aurangzeb mengawali kemunduran dan kehancuran Kerajaan Mughal. 
 
 Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb.Lima tahun kemudian     terjadi perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar dimenangkan     dalam persaingan tersebut dan sekaligus dinobatkan sebagai raja Mughal oleh     Jenderal Zulfiqar Khan meskipun Jehandar adalah yang paling lemah di antara     putra Bahadur. Penobatan ini ditentang oleh Muhammad Fahrukhsiyar,     keponakannya sen¬diri.Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713,     Fahrukhsiyar keluar sebagai pe¬menang.Ia menduduki tahta kerajaan sampai     pada tahun 1719 M. Sang raja meninggal ter¬bunuh oleh komplotan Sayyid     Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali. Keduanya kemudian meng¬angkat Muhammad     Syah (1719-1748).Ia kemudian dipecat dan diusir oleh suku Asyfar di bawah     pimpinan Nadzir Syah. Tampilnya sejumlah penguasa lemah bersamaan dengan     terjadinya perebutan kekuasaan ini selain mem¬perlemah kerajaan juga     membuat pemerintahan pusat tidak terurus secara baik.akibatnya pemerintahan     daerah berupaya untuk melepaskan loyalitas dan integritasnya terhadap     pemerintahan pusat. 
 
 Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760¬-1806) Kerajaan Mughal     diserang oleh pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan     Durrani.Kekalahan Mughal dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke     dalam kekuasa¬an Afghan.Syah Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan     jabatan sebagai sultan. 
 
 Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam, membe¬rikan konsesi     kepada EIC untuk mengembang¬kan perdagangan di India sebagaimana yang     diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris     harus menja¬min penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi     awal masuknya pengaruh Inggris di India. 
 
 Bahadur Syah (1837-1858) pengganti Akbar II menentang isi perjanjian     yang telah disepa¬kati oleh ayahnya.Hal ini menimbulkan konflik antara     Bahadur Syah dengan pihak Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan     Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian ber¬akhirlah     kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India. 
 
 Kemajuan yang dicapai Kerajaan     Mughal 
 
 Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan 
 
 Pertama, Perluasan wilayah dan     konsolidasi kekuatan. Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan     Aurangzeb. Kedua, Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar     (kepala komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh Faujdar (komandan).     Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bereorak     kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan     kemiliteran. Ketiga, Akbar menerapkan politik toleransi universal     (sulakhul). Dengan politik ini, semua      rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan     etnis dan agama.Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah     dipraktekkan oleh penguasa Islam. Keempat, Pada Masa Akbar terbentuk     landasan institusional dan geografis bagi kekuatan imperiumnya yang     dijalankan oleh elit militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari     pembesar-pembesar Afghan, Iran, Turki, dan Muslim Asli India. Peran     penguasa di samping sebagai seorang panglima tentara juga sebagai pemimpin     jihad. Kelima, Para pejabat dipindahkan ¬dari sebuah jagir kepada jagir     lainnya untuk menghindarkan mereka mencapai interes yang besar dalam sebuah     wilayah tertentu. Jagir adalah sebidang tanah yang diperuntukkan bagi     pejabat yang sedang berkuasa.Dengan demikian tanah yang diperuntukkan     tersebut jarang sekali menjadi hak milik pejabat, kecuali hanya hak pakai.     Keenam, Wilayah imperium juga dibagi menjadi sejumlah propinsi dan distrik     yang dikelola oleh seorang yang dipimpin oleh pejabat pemerintahan pusat     untuk mengamankan pengumpulan pajak dan untuk mencegah penyalahgunaan oleh     kaum petani. 
 
 Bidang Ekonomi 
 
 Pertama, Terbentuknya sistem pemberian     pinjaman bagi usaha pertanian. Kedua, Adanya sistem pemerintahan lokal     yang digunakan untuk mengumpulkan hasil pertanian dan melindungi petani.     Setiap perkampungan petani dikepalai oleh seorang pejabat lokal, yang     dinamakan muqaddam atau patel, yang mana kedudukan yang dimilikinya dapat     diwariskan, bertanggungjawab kepada atasannya untuk menyetorkan penghasilan     dan menghindarkan tindak kejahatan. Kaum petani dilindungi hak pemilikan     atas tanah dan hak mewariskannya, tetapi mereka juga terikat terhadapnya. Ketiga, Sistem     pengumpulan pajak yang diberlakukan pada beberapa propinsi utama pada     imperium ini. Perpajakan dikelola sesuai dengan system zabt.Sejumlah     pembayaran tertentu dibebankan pada tiap unit tanah dan harus dibayar     secara tunai. Besarnya beban tersebut didasarkan pada nilai rata-rata hasil     pertanian dalam sepuluh tahun terakhir.Hasil pajak yang terkumpul     dipercayakan kepada jagirdar, tetapi para pejabat lokal yang mewakili     pemerintahan pusat mempunyai peran penting dalam pengumpulan pajak. Di     tingkat subdistrik administrasi lokal dipercayakan kepada seorang qanungo,     yang menjaga jumlah pajak lokal dan yang melakukan pengawasan terhadap     agen-agen jagirdar, dan seorang chaudhuri, yang mengumpulkan dana (uang     pajak) dari zamindar. Keempat, Perdagangan dan pengolahan     industri pertanian mulai berkembang. Pada asa Akbar konsesi perdagangan     diberikan kepada The British East India Company (EIC) -Perusahaan     Inggris-India Timur- untuk menjalankan usaha perdagangan di India sejak     tahun 1600. Mereka mengekspor katun dan busa sutera India, bahan baku     sutera, sendawa, nila dan rempah dan mengimpor perak dan jenis logam     lainnya dalam jumlah yang besar. 
 
 Bidang Agama 
 
 Pertama, Pada masa Akbar,     perkembangan agama Islam di Kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang     menarik, di mana pada masa itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru     dalam beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi. Karena aliran ini Akbar mendapat     kritik dari berbagai lapisan umat Islam.Bahkan Akbar dituduh membuat agama     baru.Pada prakteknya, Din-i-Ilahi bukan sebuah ajaran tentang agama     Islam.Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan umat-umat beragama     di India.Sayangnya, konsepsi tersebut mengesankan kegilaan Akbar terhadap     kekuasaan dengan symbol-symbol agama yang di kedepankan. Umar Asasuddin     Sokah, seorang peneliti dan Guru Besar di Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga     Yogyakarta menyamakan konsepsi Din-i-Ilahi dengan Pancasila di Indonesia.     Penelitiannya menyimpulkan, "Din-i-llahi itu meru¬pakan Pancasilanya     bangsa Indonesia. 
 
 Kedua, Perbedaan kasta di India     membawa keuntungan terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah     Benggal, Islam langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk     terutama dari kasta rendah yang merasa disiasiakan dan dikutuk oleh     golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh Parsi sangat kuat, hal itu     terlihat dengan digunakanya bahasa Persia menjadi bahasa resmi Mughal dan     bahasa dakwah, oleh sebab itu percampuran budaya Persia dengan budaya India     dan Islam melahirkan budaya Islam India yang dikembangkan oleh Dinasti     Mughal. 
 
 Ketiga, Berkembangnya aliran     keagamaan Islam di India. Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah     penganut Sunni fanatik. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi'ah     untuk mengembangkan pengaruhnya. 
 
 Keempat, Pada masa ini juga     dibentuk sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab     hukum, thariqat Sufi, persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali     individual. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syi'i. 
 
 Kelima, Pada masa Aurangzeb     berhasil disusun sebuah risalah hukum Islam atau upaya kodifikasi hukum     Islam yang dinamakan fattawa alamgiri. Kodifikasi ini menurut hemat penulis     ditujukan untuk meluruskan dan menjaga syari'at Islam yang nyaris kacau     akibat politik Sulakhul dan Din-i- Ilahi. 
 
 Bidang Seni dan Budaya 
 
 Pertama, Munculnya beberapa karya     sastra tinggi seperti Padmavat yang mengandung pesan kebajikan manusia     gubahan Muhammad Jayazi, seorang penyair istana. Abu Fadhl menulis Akhbar     Nameh dan Aini Akbari yang berisi sejarah Mughal dan pemimpinnya. 
 
 Kedua, Kerajaan Mughal termasuk     sukses dalam bidang arsitektur. Taj mahal di Agra merupakan puncak karya     arsitektur pada masanya, diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar     dan Mesjid Raya Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), lokasi     bekas pusat Kerajaan Mughal, terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid     Jami Quwwatul Islam (1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza     (1305), Masjid Khirki (1375), makam Nashirudin Humayun, raja Mughal ke-2     (1530-1555). Di kota Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar     (1591). Di kota Jaunpur, berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405). 
 
 Ketiga, Taman-taman kreasi Moghul menonjolkan gaya campuran yang     harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan lokal. 
 
 Sebab-sebab Kemajuan 
 
 Kerajaan Mughal tidak mencapai     kejayaannya secara mudah.Bagaimanapun, umat Islam di masa ini termasuk     golongan minoritas di tengah mayoritas Hindu. Namun Kerajaan Mughal tetap     berhasil memperoleh kecemerlangan disebabkan factor-faktor sebagai berikut; 
 
 Pertama, Kerajaan Mughal memiliki     pemerintahan dan raja yang kuat. Politik toleransi dinilai dapat     menetralisir perbedaan agama dan suku bangsa, baik antara Islam-Hindu,     Ataupun India-non India (Persia-Turki). 
 
 Kedua, Hingga Pemerintahan     Aurangzeb, rakyat cukup puas dan sejahtera dengan pola kepemimpinan raja     dan program kesejahteraannya. 
 
 Ketiga, Prajurit Mughal dikenal     sebagai prajurit yang tangguh dan memiliki patriotisme yang tinggi. Hal ini     diwarisi dari Timur Lenk yang merupakan para petualang yang suka perang     dari Persia di Asia Tengah dan cukup dominan dalam ketentaraan. 
 
 Keempat, Sultan yang memerintah     sangat mencintai ilmu dan pengetahuan. Para "Bangsawan Mughal     mengemban tanggung jawab membangun masjid, jembatan, dan atas berkembangnya     kegiataan ilmiah dan sastra". 
 
 Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan     Mughal 
 
 Kerajaan Mughal mencapai puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan     Akbar (1556-1605).Generasi sesudah Akbar yaitu Jahangir (1605-1627), Shah     Jahan (1627-1658), Aurangzeb (1658-1707) masih dapat mempertahankan     kemajuan tersebut.Namun Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa     yang lemah sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. 
 
 Tanda-tanda kemunduran sudah terlihat dengan indikator sebagaimana     berikut ; 
 
 Pertama, Internal; Tampilnya     sejumlah penguasa lemah, terjadinya perebutan kekuasaan, dan lemahnya     kontrol pemerintahan pusat. Kedua, Eksternal; Terjadinya pemberontakan di     mana-mana, seperti pemberontakan kaum Sikh di Utara, gerakan separatis     Hindu di India tengah, kaum muslimin sendiri di Timur, dan yang terberat     adalah invasi Inggris melalui EIC. 
 
 Dominasi Inggris diduga sebagai faktor pendorong kehancuran     Mughal.Pada waktu itu EIC mengalami kerugian.Untuk menutupi kerugian dan     sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi     terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar.Karena rakyat merasa     ditekan, maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit     mengadakan pemberontakan. 
 
 Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan     itu dalam rangka me¬ngembalikan kekuasaan kerajaan.Dengan demikian,     terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei     1857 M. Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah.Inggris kemudian     menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir     dari kota Delhi, rumah-¬rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur     Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian     berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India. 
 
 Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur     dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu: 
 
 Pertama, Terjadi stagnasi dalam pembinaan     kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai     tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Kedua, Kemerosotan     moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan     pemborosan dalam penggunaan uang negara. Ketiga, Pendekatan Aurangzeb yang     terlampau "kasar" dalam melaksanakan ide-ide puritan dan     kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi     oleh sultan-sultan sesudahnya. Keempat, Semua pewaris tahta kerajaan pada     paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan. 
 
 DAFTAR PUSTAKA 
 
 Abu Su'ud, Islamologi, Sejarah,     Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia,(Jakarta: Rineka     Cipta,2003) - Ali, K., Tarikh    Sejarah Islam Pra Modern, Jakarta,Srigunting, 2003 - Chapra, Umer, Pemikiran Ibnu     Khaldun,http://www.halalguide.info/content/view/ 432/46/, diakses tanggal     16 September 2006 -  Dewan Redaksi     Ensiklopedia Islam, Jakarta,Ikhtiar Baru Van Hoeve,1994 - Garaudy, Roger, Janji-janji Islam,     alihbahasa Prof. Dr. H.M. Rasjidi dari judul asli "Promeses de     L'Islam" Jakarta, PT bulan Bintang, 1985) - Ikram, S.M., Muslim Civilization in India     (Columbia University Press, 1965) - Lapidus,    Ira. M., Sejarah Sosial Ummat Islam,Bagian Kesatu & Kedua. Disadur dari     judul asli A History of Islamic Societes oleh Ghufron A. Mas'adi, ed.-1,     cet. 1, Jakarta,PT. Rajagrafindo Persada,1999 - Mahmudunnasir, Syed, Islam: Konsepsi dan     Sejarahnya Bandung, Rosdakarya, 2005 - Nasution, Harun,     Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,jilid Ibid., Jakarta :UI Press, 1985)     - Romli,    Usep, Pariwisata Mughal, http://www.wisataislam/info/content/view/432,     diakses tanggal 6 Oktober 2006 - Sokah, Umar    Assasuddin, Din-i-Ilahi,Keberagamaan Sultan Akbar Agung (India 1560-1605),     Yogyakarta, ITTAQA Press ,1994 - Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam,     Jakarta,Rajagrafindo Persada, 2000     http://www.geocities.com/cominglucky/tamadunmain.htm, diakses tanggal 16     September 2006 - Ali, dkk.Sejarah Islam “Tarikh Modern”.     Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003 - Al-Sharqawi, Ahmad. Filsafat Kebudayaan     Islam.Bandung : Pustaka. 1986 - Hakim, Moh.Nur.Sejarah dan Peradaban     Islam. Malang: UMM Press. 2004 - Karim, A. Sejarah Pemikiran dan     Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007. Saepudin, Didin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:     Uin Jakarta Press. 2007. - Supriyadi, Dedi.     Sejarah dan Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2008. - Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan     Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial ,Politik dan Budaya Umat     Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004. -  Yatim, Badri. Sejarah dan Peradaban     Islam. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1998. 
 
  |    
Posting Komentar
Posting Komentar