|      
 
 TEMPO.CO, Jakarta -     Persiapan fisik sudah dilakukan, perlengkapan selama mendaki sudah     disediakan, informasi seputar gunung tujuan pun telah dipelajari. Kini     waktunya untuk melakukan pendakian. 
 
 Namun, sebelum     berangkat, Harley Bayu Sastha, penulis buku Mountain Climbing for     Everybody, mengingatkan sejumlah larangan yang sebaiknya dihindari selama     perjalanan. 
 
                |        1.  |              Jangan menyelonong ke kawasan pendakian tanpa       melapor ke petugas setempat. Hal ini berguna jika cuaca buruk mendera dan       Anda terjebak di jalur pendakian sehingga mereka dapat melakukan       pencarian. 
 
  |             |        2.  |              Jangan merusak rambu-rambu atau tempat       perlindungan di jalur pendakian. Hindari pula konflik dengan penduduk.       Ikutilah aturan serta budaya setempat 
 
  |             |        3.  |              Jangan mendaki dengan langkah terlalu besar.       Selain menguras tenaga, hal ini bisa mengurangi keseimbangan tubuh.       Berjalanlah dengan langkah kecil. 
 
  |             |        4.  |              Jangan memotong lintasan yang telah tersedia       di jalur pendakian. Selain medannya lebih terjal, menerobos lintasan       dapat merusak rute pendakian. Sebaiknya ikuti jalan setapak yang telah       tersedia karena konturnya berbelok dan tak terlalu terjal. 
 
  |             |        5.  |              Jangan buang sampah sembarangan. Sebaiknya       sampah dikemas ke dalam tas atau kantung plastik dan kembali dibawa ke       pintu masuk pendakian, tentunya setelah menemukan tempat pembuangan       sampah. 
 
  |             |        7.  |              Jangan mendirikan tenda di dekat aliran       sungai, danau, atau air terjun. Selain terhindar dari kemungkinan banjir,       Anda pun memberikan kesempatan hewan liar untuk meminum air sungai itu. 
 
  |             |        8.  |              Jangan beristirahat atau tidur sambil       mengenakan pakaian basah. Gantilah baju, celana, serta kaus kaki dengan       yang bersih serta kering agar terhindar dari serangan penyakit. 
 
  |             |        9.  |              Janganlah menyalakan api unggun bila tidak       memerlukannya. Kalaupun harus membuat api unggun, gunakanlah batang atau       ranting pohon yang telah rubuh dan mati. Kemudian, pastikan api       benar-benar mati kala meninggalkan lokasi itu. 
 
  |             |        10.  |              Jangan meninggalkan benda apa pun, terutama       sampah, di area perkemahan. Selain mencemarkan lingkungan, benda asing       itu dapat melukai hewan liar yang ada di sana.  |         
 
 Gunung-gunung yang 'Menantang'     Para Pendaki 
 
 TEMPO.CO, Jakarta -     Menaklukkan gunung yang memiliki jalur sulit menjadi salah tantangan bagi     para pendaki. Apalagi jika Anda tak ingin disebut sebagai pendaki pemula. 
 
 Beberapa gunung     (sebagian besar terletak di Pulau Jawa) yang termasuk dalam kategori     "lumayan" sulit untuk ditaklukkan. 
 
 Tak hanya di Pulau     Jawa, tentu juga ada gunung "angker" lainnya di luar Pulau Jawa,     seperti Gunung Latimojong di Sulawesi Selatan. Berikut ini gunung-gunung     "menantang" itu.                                            |        1.  |              Gunung Pangrango via Geger Bentang. Harus       mendaki terjal dengan jarak yang cukup jauh. Berbeda dengan rute Cibodas       yang cukup landai. 
 
 
 
  |             |        2.  |              Gunung Slamet via Gucci. Jalur yang curam dan       tanjakan tiada henti. 
 
  |             |        3.  |              Gunung Cikuray. Jalurnya sulit, penuh       tanjakan. Sebagian pendaki sering menyebutnya "jidat ketemu       dengkul". 
 
  |             |        4.  |              Gunung Ciremai via Linggarjati. Tanjakan       terjal mendominasi. Ase memberi istilah untuk tanjakan sebagai "gigi       ketemu jempol". 
 
  |             |        5.  |              Gunung Mahameru (Semeru). Lautan berpasir       sepanjang 1 kilometer, lebih menanjak. Istilahnya saat menanjak: naik dua       terperosok satu. 
 
  |             |        6.  |              Gunung Merbabu via Kopeng. Jalur yang panjang       seperti bukit bersusun dan sangat jauh. 
 
  |             |        7.  |              Gunung Argopuro via Balderan. Jarak panjang, lebih-kurang       38 kilometer. Terjauh di Pulau Jawa. Naik 20 jam turun 12 jam. 
 
  |             |        8.  |              Gunung Raung via Kalibaru. Jarak yang jauh dan       trek tersulit: menanjak, berbahaya, masih ada binatang buas, dan saat       dari puncak ke puncak sejati harus mendaki dengan alat yang lengkap 
 
  |             |        9.  |              Gunung Latimojong. Jarak pendakian pada Gunung       yang masih sangat alami di Sulawesi Selatan ini sangat jauh. Jalur sangat       curam di beberapa titik. Untuk menuju ke basecamp desa terdekat harus       berjalan kaki dari pinggir jalan raya lintas Sulawesi. 
 
  |         
 
 
 
 Tersesat di Gunung, Jangan Panik 
 
 TEMPO.CO, Jakarta -     Sebelum mendaki gunung, setiap pendaki disarankan membawa persediaan     makanan dan minuman yang banyak. Tujuannya, untuk mengantisipasi     kemungkinan waktu pendakian yang molor karena cuaca atau tersesat. 
 
 Apabila tersesat di     pegunungan, jangan panik! itulah pesan dari Harley Bayu Sastha, penulis     buku Mountain Climbing for Everybody. Kondisi tenang atau tidak panik, kata     Harley, berguna untuk menjaga stamina dan keselamatan fisik.  
 
 Ketenangan juga dapat     berdampak pada kejernihan pikiran sehingga pendaki mampu menyelamatkan diri     dari ketersesatan.  Selain dua hal     itu, Harley memberikan beberapa tip bagi pendaki agar tidak tersesat di     gunung. 
 
                |        1.  |              Kala tersesat, jangan pernah turun ke lembah.       Naiklah ke dataran yang lebih tinggi agar mudah melakukan orientasi       medan. 
 
  |             |        2.  |              Tiap pendaki harus memiliki tekad atau kemauan       hidup. Tidak cuma ingin terbebas dari ketersesatan. Niat inilah yang akan       memberikan mereka semangat mencari jalan keluar dan tidak menyerah.  |             |        
 
  |              
 
  |             |        3.  |              Jangan pernah merasa sebagai orang yang kuat,       hebat, dan jago. Meski telah sering menanjak gunung, Anda tetap harus       waspada dan mempelajari medan yang ditempuh. 
 
  |             |        4.  |              Sekitar 80 persen pecinta alam meninggal di       gunung dalam posisi tengah tidur atau istirahat. Sebab sewaktu lelah, si       pendaki tidur dalam kondisi badan tak terlindungi dengan baik. Sehingga       hawa dingin menyergap badan dan menurunkan suhu tubuh. Akibatnya, tingkat       kesadaran akan turun drastis. 
 
  |             |        5.  |              Kala mendaki, jangan jadikan puncak sebagai       tujuan. Pendakian harus dilalui dengan proses sepanjang perjalanan       sehingga Anda dapat kembali turun dengan selamat.  |         
 
 
 
 Gunung Semeru Bukan Untuk Pendaki     Pemula 
 
 TEMPO.CO, Jakarta -     Mereka yang belum tahu-menahu soal hobi naik gunung banyak yang ingin     mengunjungi gunung yang terletak di Jawa Timur itu. 
 
 Menurut seorang pendaki     gunung dengan ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut itu sebenarnya     tidak cocok untuk pendaki pemula. Sebaiknya mereka yang baru pertama kali     naik gunung memilih gunung yang medannya lebih mudah. 
 
 "Jangan langsung     Semeru. Karena Gunung memiliki tingkatan tingginya, butuh penyesuaian. Terutama     latihan fisik dan energi 
 
 Para pendaki pemula biasanya     menjajal Gunung Gede terlebih dahulu. Dengan ketinggian 2.958 meter di atas     permukaan laut, gunung yang terletak di Jawa Barat itu relatif lebih ringan     rutenya. 
 
 Banyak hal yang perlu     diperhatikan saat naik gunung. Buat pemula, kesiapan fisik dan peralatan     adalah hal yang paling penting. Fisik membutuhkan penyesuaian, karena     ketinggian akan mempengaruhi pernapasan. "Semakin tinggi, oksigen     makin tipis. Kalau langsung tinggi kayak Semeru, bisa pusing. 
 
 Sedangkan untuk     peralatan, pemula membutuhkan pengenalan dan penggunaan. Mereka juga harus     punya kantong tidur, matras alas tidur, tenda, peralatan masak atau kompor     yang disebut trangia, peralatan makan yang disebut nesting, dan baju     hangat. 
 
 Terkait dengan     perlengkapan baju hangat, pemula yang mau mendaki Semeru harus memahami     betul suhu ekstrem di sana. Menurut Andi, jika musim penghujan, suhu pagi     hari bisa mencapai minus 5 derajat Celsius. "Pemula bisa kaget. Harus     bawa jaket yang tepat," kata dia. 
 
 Ia menambahkan, naik     gunung bukan perkara tren, tapi bagaimana seseorang ingin lebih menghargai     alam. Perlu keseriusan, bukan sekadar ikut-ikutan. 
 
 
 
 Pemula Sebaiknya Mulai dari Gunung     yang 'Ramah' 
 
 TEMPO.CO, Jakarta -Ada     ratusan gunung di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah gunung berapi.     Tapi bagi para pendaki, semua gunung menarik untuk ditaklukkan. Meski     demikian, para pendaki pemula harus tahu diri. Jangan coba-coba langsung     menjajal gunung yang memiliki lintasan sulit. Mereka bisa menjajal beberapa     gunung yang lumayan "gampang" didaki jika baru pertama ingin     merasakan nikmatnya menaklukkan gunung. Beberapa gunung yang     "ramah" bagi pemula. Diantaranya Gunung Papandayan dan Gunung     Gede Pangrango. "Gunung Papandayan cukup "recommended"     karena treknya mudah,tidak jauh dan tersedia sumber air. 
 
 Gunung Papandayan yang     terletak di Garut, Jawa Barat, itu memiliki pemandangan alam yang sangat     indah. Di gunung berapi yang memiliki ketinggian 2665 meter di atas     permukaan laut itu terdapat beberapa kawah yang terkenal. Di antaranya     Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk yang mengeluarkan     uap dari sisi dalamnya. 
 
 Selain itu, Gunung Gede     Pangrango juga termasuk dalam kategori gunung yang direkomendasikan bagi     pendaki pemula. Naik dari Cibodas, Jawa Barat, trek yang dilewati cukup     landai. Tak hanya keindahan alamnya yang menakjubkan, di gunung ini     terdapat sumber air seperti air panas, air terjun Cibereum, telaga biru dan     alun-alun Cibodas. "Ada juga alun-alun Surya Kencana di Gede dan     Mandalawangin di Pangrango. 
 
 Meski dianggap mudah, agar     pendaki pemula tak pernah menganggap remeh sebuah gunung. Banyak hal yang harus     disiapkan sebelum memulai pendakian seperti perlengkapan, logistik.     "Tapi yang paling penting bagi pemula adalah tau kondisi medan, cari     info di internet. Jangan sampai buta beneran soal gunung yang bakalan     didaki,"  
 
 Cegah Linglung, Pendaki Amatir     Perlu Latihan Fisik 
 
 TEMPO.CO, Jakarta -     Mendaki gunung bukan perkara mudah. Selain persiapan perbekalan, kesiapan     fisik harus diutamakan. Bagi orang yang terbiasa hidup di dataran rendah     seperti Jakarta, harus menyesuaikan diri dengan udara di ketinggian, atau     yang biasa disebut aklimatisasi. 
 
 “Badan kita perlu     dilatih, karena semakin tinggi tempat kita berada akan semakin tipis     oksigennya,” kata pakar olahraga dr. Hario Tilarso kepada Tempo, Jumat, 22     Februari 2013. 
 
 Menurut dr. Hario,     pengaruhnya terhadap pendakian banyak sekali, bahkan bisa mengancam nyawa.     Karena, saat oksigen mulai menipis, pasokan oksigen ke otak juga akan     berkurang. Jika oksigen di otak berkurang, dapat menyebabkan pusing hingga     hilangnya kesadaran. Hal ini sering sekali dialami oleh pendaki pemula. 
 
 Biasanya, kata dia,     berawal dari pusing akan menyebabkannya linglung. Linglung inilah bisa     mengekibatkan pendaki tersesat. “Kalau sudah pusing bisa jadi linglung,     salah jalan dan tersesat. Kebanyakan seperti itu,” kata dr. Hario. 
 
 Jika berniat menjadi     pegiat alam yang serius, Hario menyarankan pendaki pemula harus mempelajari     trik persiapan terlebih dahulu. Jangan malah jadi pendaki amatir yang dapat     menyebabkan bahaya bagi diri sendiri. Dia juga menyarankan agar sebisa     mungkin para pendaki pemula mengajak temannya yang sudah berpengalaman. Hal     tersebut akan lebih membantu. 
 
 “Amatir itu kebanyakan     kurang persiapan. Kalau tersesat mereka panik. Karena biasanya mereka juga     tidak membawa persediaan makanan lebih dan akhirnya meninggal,” ujarnya. 
 
 Hario menambahkan,     banyak kasus pendaki yang tersesat dan hilang disebabkan kurang penyesuaian     diri dengan udara di ketinggian. Biasanya, mereka yang biasa celaka itu     adalah pendaki amatiran. 
 
 
 
 Puncak Gunung Bukan Utama, Tapi     Taklukan Ego 
 
 TEMPO.CO, Jakarta -Bagi     para pendaki sejati, menaklukkan puncak gunung bukanlah tujuan utama dan     satu-satunya. "Puncak yang paling tinggi itu menaklukkan ego,     kemanjaan, dan sifat individualis,"  
 
 Makna sebuah pendakian     bukan hanya mengejar puncak gunung yang sedang didaki. Apalagi biasanya     pendakian dilakukan bersama-sama dengan teman seperjuangan. Pencapaian     puncak tertinggi akan lebih bermakna jika sampai ke puncak bersama dengan     rombongan dalam keadaan susah dan senang. 
 
 "Buat apa sampai     puncak sendiri tetapi teman kita ada yang drop, "Rasa tolong menolong     itulah puncak yang harus kita raih sebagai puncak persahabatan." Mencapai     puncak tertinggi di Puncak gunung yang sebenarnya hanya bonus dari sebuah perjuangan     kebersamaan, suksesnya perlengkapandan logistik, disiplin, do’a, dan kekeluargaan.      
 
 Ancaman bagi Pendaki Gunung 
 
 TEMPO.CO, Jakarta     -Gunung Gede dan Gunung Papandayan di Jawa Barat merupakan dua lokasi     pendakian yang kerap disambangi pendaki. Meski sudah dikenal banyak     pendaki, kedua gunung ini tidak dapat dianggap remeh. Karena tetap ada     ancaman bagi pendaki kala menaikinya. 
 
 Dalam buku Mountain     Climbing for Everybody, Harley Bayu Sastha, menuliskan, ada dua rintangan     bagi pendaki gunung. Kendala pertama bersifat eksternal, datang dari     lingkungan gunung. Ancaman kedua mucul dalam diri pendaki, disebut bahaya     subjektif. 
 
 Ancaman dari gunung     atau bahaya objektif biasanya berhubungan dengan kondisi alam yang tak     mampu diubah si pendaki. Seperti suhu dan angin pegunungan yang sangat     dingin, lapisan es pada puncak yang sangat tinggi, atau kedatangan badai. 
 
 "Kedatangan kabut     yang tidak terduga  pun dapat menggangu     jarak pandang pendakian. Dan bila hujan turun, tak ada tempat     berteduh." 
 
 Kala hujan, bukan hanya     tempat berteduh saja yang menjadi masalah. Jalur yang terjal pun akan     semakin licin dan sulit ditanjak. "Apalagi kalau malam, suasana akan     sangat gelap." 
 
 Untuk masalah     subjektif, tiap pendakilah yang harus menanganinya. Sebab masalah ini     muncul dari dalam diri sendiri, seperti soal kekuatan badan atau tingkat     kesehatan. "Karenanya, mereka harus menyiapkan fisik yang kuat serta     mempelajari cara bertahan di alam bebas." 
 
 Jangan Andalkan Mi Instan Saat     Naik Gunung 
 
 TEMPO.CO, Jakarta -     Tiap pendaki gunung dianjurkan untuk membawa banyak makanan selama     perjalanan. Tujuannya untuk mengantisipasi kemungkinan waktu pendakian yang     molor karena cuaca atau tersesat. 
 
 Perjalanan yang mendaki     dan medan sulit tentu membutuhkan banyak tenaga. Karenanya, para pendaki     harus menyiapkan panganan yang sarat karbohidrat, protein, gula, dan     vitamin. "Harus diingat, jangan pernah menjadikan mi instan sebagai     makanan pokok selama pendakian," tulis Harley Bayu Sastha dalam buku     Mountain Climbing for Everybody. 
 
 Menurut Harley, mi     instan memang praktis sebagai asupan kala berkemah. Peserta kemping selama     1-2 hari bisa menahan lapar dengan mi instan. Tapi, panganan ini bukan menu     yang tepat bila dibawa dalam pendakian yang membutuhkan waktu hingga     berhari-hari. "Sebab mi instan dapat menarik cairan tubuh dengan     sangat cepat," kata dr. Cico, seperti yang dikutip dalam buku Harley. 
 
 Sejak 1990, dr. Cico     menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Bidang Forensik, Universitas Kristen     Indonesia, Jakarta. Dikenal sebagai dokter gunung, Cico menjelaskan bahwa     kekurangan cairan bisa membuat pendaki merasa cepat lelah. 
 
 "Akibatnya mereka     kehilangan cara berpikir hingga sering salah mengambil keputusan. Karenanya     pendaki harus mengirit cairan dalam tubuh," kata Cico. 
 
 Atas pertimbangan itu,     para pendaki disarankan untuk tidak mengandalkan mi instan. Makanan kemasan     ini hanya boleh disantap sebagai selingan saja. Misalnya dimakan dua hari     sekali, atau kala menemukan lokasi istirahat yang banyak sumber airnya.     "Untuk pendakian, sebaiknya mengantongi cokelat, biskuit, roti, atau     havermouth," ujarnya. 
 
  |    
Posting Komentar
Posting Komentar