-->

Cara Perbanyak follower


Saatnya Action di media sosial

Social Media  
Hanya bermodalkan update status, kita bisa ikut menggerakkan opini publik atau menggalang solidaritas sosial. Apakah kita siap mengambil bagian dalam fenomena ini?

Twit. Tweeps. RI. DM. Followers. Un-follow. Istilah-istilah yang pasti sudah tidak asing lagi bagi pengguna Twitter.

Media sosial ini naik daun di Indonesia sejak para figur publik membentuk Indonesia Unite pada tahun 2009 dan mengampanyekannya lewat Twitter. Jumlah pengguna Twitter terus naik, bahkan hingga Agustus 2010, tingkat penetrasi Twitter Indonesia adalah yang tertinggi di dunia.

Data ini disampaikan oleh comScore, perusahaan riset marketing internet. Dari seluruh pemakai internet di tanah air, 20,8 persennya menggunakan Twitter. Jauh lebih tinggi dari tingkat penetrasi Twitter di negara lain yang rata-rata sebesar 7,4 persen. Angka 20,8 persen itu pun hanya didapat dari pengguna internet web based di rumah dan kantor. Belum termasuk pengguna internet dari ponsel.

Fenomena tersebut menyusul demam Facebook yang sudah muncul terlebih dahulu. Meski kini Twitter menjadi pusat keramaian dunia internet, popularitas Facebook tetap tinggi di Indonesia. Menurut data yang dirilis Yahoo, sampai bulan Oktober 2010, Indonesia bahkan naik dari peringkat tiga menjadi peringkat dua dunia sebagai pengguna Facebook terbanyak. Apa sih pesona media sosial ini?

Nyaman Berkomunikasi
Banyaknya figur publik ‘berkicau’ di Twitter, membuat masyarakat yang ingin mengetahui opini atau keseharian mereka ikut memakai Twitter. Selain itu, seiring dengan pertumbuhan unit ponsel di Indonesia yang cenderung naik tiap tahunnya, tingkat pengguna media sosial di Indonesia pun akan Semakin meningkat. Tahun depan diperkirakan akan ada 210 ribu unit ponsel baru di Indonesia dan 80 persennya web based. Ini yang menjadi salah satu akar pertumbuhan media sosial yang pesat di Indonesia.

Salah satunya adalah sifat orang Indonesia senang bersosialisasi dan berbagi. Mereka senang mengetahui kabar orang lain, dan juga senang mengekspos segala sesuatu yang terjadi pada diri mereka. Bandingkan dengan karakteristik orang Singapura yang Iebih individualistis dan tertutup. Begitu pula jika dibandingkan dengan karakteristik orang Cina di RRC. Pembatasan jumlah anak hanya satu di tiap keluarga membuat orangtua Iebih terbiasa berkomunikasi secara langsung dengan anaknya, dan menciptakan budaya yang sama di masyarakat. Orang Singapura tidak akan langsung meng-approve siapapun yang minta di-add di Facebook.

Gerakan Sosial
Dalam perkembangannya, media sosial tak lagi hanya menjadi sarana bersosialiasi. Tak lagi sekadar menjadi alat reuni dengan teman lama atau mengetahui kabar terkini dari orang tertentu. Media sosial seperti blog, Facebook, dan Twitter dipakai untuk menggalang rasa solidaritas sosial. Media sosial menyatukan orang yang punya empati atau opini senada atas sebuah fenornena sosial dan mewujudkannya dalam aksi nyata.

Itu sebabnya ketika bencana alam datang bertubi-tubi di akhir tahun 2010, gelombang kepedulian langsung muncul lewat media sosial. Rasa senasib sepenanggungan terjalin tanpa harus bertemu muka dengan para korban. Sifat internet memang virtual, tapi efeknya tidak. Karena itu istilah ‘dunia maya’ sudah tidak tepat lagi kita pakai. Sebab kesannya berada di dunia antah berantah yang sangat jauh dari kita.

Ada Strateginya
Sebenarnya semua media dapat dimanfaatkan untuk menggalang gerakan sosial. Namun, media sosial memiliki kelebihan dari segi kecepatan penyebaran informasi. Dalam hitungan detik, apa yang ingin kita sampaikan pada orang lain sudah bisa tersebar. Twitter sendiri sekarang menjadi engine chat terbesar di dunia dengan ratusan miliar chat tiap harinya. Karena itu media sosial sangat potensial dimanfaatkan untuk membangun brand dan aktivitas marketing.

Yang perlu diingat, dunia internet hampir tak menyisakan ruang pribadi bagi penggunanya. Dalam arti, apapun yang kita unggah (upIoad) ke internet, bisa dibaca dan diamati oleh orang lain. Jangan sampai kita menjadi 'korban’ media sosial karena salah menggunakannya. Perlu strategi tersendiri saat berkomunikasi lewat media sosial. Selalu sertakan konteks saat menuliskan twit, misalnya.

Kita pun tak boleh melupakan etiket dalam menggunakan media sosial. Kita pasti sebal saat ada orang tak dikenal men-tag foto dan produk jualan mereka di Facebook kita atau akun Twitter yang selalu mencaci maki orang lain dalam twit-nya. Etiketnya sama seperti etiket dalam kehidupan sehari-hari. Menawarkan barang dagangan ke sembarang orang di Facebook sama saja seperti kita menerobos masuk ke rumah orang lain tanpa izin. Berikan dulu pesan di inbox-nya. Kalau dia berminat baru tag. Di dunia nyata juga tidak sopan mencaci maki orang lain di muka umum, bukan? Sama halnya di Twitter.

Lantas bagaimana kalau kita sama sekali tak berminat bermain-main dengan media sosial? Apakah kita menjadi ketinggalan zaman? Tergantung porsi kita ada di mana. Kalau tidak punya kebutuhannya, tidak masalah juga. Yang pasti, jika tidak memanfaatkan media sosial, kita akan kehilangan kesempatan seperti yang didapatkan pengguna media sosial.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter