|      
 
 Sejarah Antara Teks     Dan Konteks 
 
 manuscript2Teks  ialah      ungkapan  bahasa  yang menurut  isi,      sintaksis,  dan  pragmatik merupakan  satu      kesatuan  (Luxemburg  dkk,      1989:86). Dari      pengertian  tersebut dapat diartikan     teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik  lisan      maupun  tulisan  yang      disampaikan  oleh  seorang      pengirim  kepada penerima     untuk menyampaikan pesan tertentu. 
 
 Istilah teks     sebenarnya berasal dari kata  text     yang berarti  ‘tenunan’. Teks dalam     filologi diartikan sebagai  ‘tenunan     kata-kata’, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi membentuk satu     kesatuan makna yang utuh. Teks dapat terdiri  dari      beberapa  kata,  namun      dapat  pula  terdiri      dari milyaran  kata  yang      tertulis dalam sebuah naskah berisi cerita yang panjang (Sudardi,     2001:4-5). 
 
 Menurut Baried  (1985:56),  teks artinya kandungan atau muatan     naskah, sesuatu  yang  abstrak      hanya  dapat  dibayangkan  saja. Teks  terdiri      atas  isi,  yaitu ide-ide atau amanat yang hendak     disampaikan pengarang kepada pembaca. Dan bentuk,  yaitu      cerita  dalam  teks      yang  dapat  dibaca      dan  dipelajari  menurut berbagai pendekatan melalui alur,     perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya. 
 
 Kita harus ketahui     teks merupakan sebuah produk hasil kerja manusia. Teks kemudian menjelaskan     bagaimanakah sebuah proses dialektis antara manusia dengan dunia, ataupun     manusia dengan manusia lainnya terlaksana, catatan sejarah menjadi coretan     yang kemudian mempelajari bagaimana kebutuhan manusia dapat “terpenuhi”     melalui sebuah faktor produksi. 
 
 The-Rohonc-Codex-560x334Teks     adalah sebuah gambaran ilmu pengetahuan, teks adalah masa lalu, dan manusia     hari ini berasal dari manusia yang ada di masa lalu. Dalam perjalanan     sejarah teks kemudian menjadi sebuah alat produksi sebuah perubahan.     bayangkan saja tanpa teks dari das kapital mungkin takkan ada komunis,     tanpa adanya Al-Qanun fi At Tibb mungkin pengobatan modern takkan ada,     tanpa adanya Origin of Species mungkin hari ini Amerika takkan berjaya,     Tanpa adanya tulisan Khaled Said mungkin revolusi mesir tak akan terjadi. Babilonia     hanya menjadi dongeng di kitab tanpa Code of Hammurabi. Dan Ingatlah bahwa     Tuhan  bahkan  menuliskan firman – Nya di Kitab agar     Manusia bisa memaknai hidupnya dan mentransformasikan sifat – sifat     Ketuhanan. Teks adalah motor sebuah perubahan, alat kontrol sosial,     penggerak moral yang kemudian hampir mirip dengan fungsi intelektual.     Itulah kemudian selayaknya menjadi senjata kaum – kaum revolusioner yang     dalam hal ini bisa disebutkan sebagai kaum intelektual. 
 
 Herwono dalam     bukunya berjudul mengikat makna menyebutkan bahwa teks adalah sebuah     vitamin bagi manusia, yang di mana dengan vitamin tersebut dapat memberi     kesehatan bagi manusia. Menulis juga dalam pandangannya adalah sebuah     proses memperoleh makna dalam hidup. Menulis & membaca aalah sebuah     relasi yang tak dipisahkan. Itulah yang kemudian menjadi betapa penulis     hebat seperti Antonio Gramsci, Tan Malaka, Karl Marx, Pramoedya Ananta     Toer, JK. Rowlings, dll kemudian dapat mentransformasikan pencarian makna     hidup mereka ke dalam bentuk tulisan kepada orang – orang yang membaca.     Tulisan tersebut kemudian menjadi sebuah informasi yang kemudian perombak     pola pikir manusia bahkan menjadi monumental akan sebuah gerakan sosial di     masyarakat. 
 
 Ketika teks sebagai     content diinsert ke dalam perangkat ruang dan waktu manusia, sebenarnya di     situ terdapat sebuah aksioma yang melekat pada sifat teks itu. Yaitu     kemampuannya untuk menembus sekat-sekat ruang dan waktu manusia. Teks ini     adalah narasi yang abadi. Kemampuan itu tersimpan rapi pada fakta bahwa ia     menggabungkan antara keteguhan dan kelenturan. Ia teguh pada kebenaran     dasarnya, tapi lentur pada proses manusiawinya. 
 
 Ruang dari sistem     kehidupan yang terangkai dalam teks ini adalah bumi. Sementara waktunya     adalah waktu manusia sejak mereka menghuni bumi. Jadi sejarah adalah     waktunya. Bumi adalah panggungnya. Manusia adalah aktornya. Teks ini adalah     skenarionya. Dari situ sebuah cerita kehidupan dirakit. Itu sebabnya     mengapa dua pertiga dari isi teks ini adalah ceirta kehidupan beragam     manusia tentang bagaimana mereka melakoni hidup. Sisanya adalah hukum-hukum     normatif yang jika diterapkan akan melahirkan sebuah cerita kehidupan yang     indah. Karena sebagian besar isi teks ini adalah sejarah, maka konteks     menjadi sangat penting sebagai faktor penjelas. 
 
 Sejarah adalah     penulisan perjalanan aktivitas penting manusia dalam kurun tertentu.     Penulisannya dilakukan berdasarkan temuan tertulis, fakta berupa     peninggalan benda, hasil karya masa lalu. Belajar sejarah sepantasnya     belajar pada teks sejarah tsb, tidak pada sejarah tanpa teks atau sejarah     tanpa prinsip. Bangsa yang kehilangan teks sejarah tak lepas dari kondisi     warga negara yang saat ini kehilangan nurani dan akal sehatnya. Peristiwa sejarah     adalah hasil dari interaksi antara manusia, ruang dan waktu. Jika kita     memasukkan teks ke dalam struktur dimana manusia bertindak dalam konteks     ruang dan waktunya sesuai dengan alur hidup yang tertera dalam teks. 
 
 TEKS Check logoYang     lahir dari interaksi antara manusia, teks, ruang dan waktu kita sebut     peristiwa sejarah berbasis teks. Karena itu, banyak pemikir dan filosof     sejarah muslim saat ini berusaha membaca bentangan fenomena sejarah Islam     dengan merujuk pada makna itu. Mereka mengatakan, tidak semua peristiwa     sejarah dalam dunia muslim itu bisa disebut sebagai sejarah Islam. Sejarah     Islam per definisi adalah catatan peristiwa kehidupan yang dilakukan oleh     manusia muslim yang dibimbing sepenuhnya oleh teks. Misalnya sejarah     kehidupan era Nabi Muhammad SAW dan para Khulafa Rasyidin.     Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi tanpa bimbingan teks tidak bisa     dicatat sebagai sejarah Islam. Sebab itu merupakan penyimpangan dari teks.     Atas dasar itu mereka menuntut adanya penulisan ulang atas sejarah Islam     agar dibingkai dalam pemaknaan yang benar. 
 
 Sejarah kehidupan     Rasulullah SAW adalah ruang dan waktu di mana teks ini diimplementasikan.     Dengan begitu kita mendapatkan referensi hidup untuk memahami teks melalui     kehidupan Rasulullah SAW. Jika kehidupan Rasulullah kita peroleh secara     valid melalui narasi beliau atau narasi sahabat-sahabat beliau tentang     beliau, maka sekarang kita mendapatkan dua teks. Dan kedua teks saling     menafsirkan satu sama lain. Inilah yang dimaksud oleh para mufassirin     dengan metode at tafsir bir riwayah (menafsir teks dengan teks). Misalnya     tafsir Imam Ath-Thabari, Ibu Katsir dan lainnya. 
 
 Sebagian dari     kehidupan Rasulullah SAW itu adalah riwayat atas kata. Sebagiannya lagi     adalah riwayat atas tindakan dan sikap. Tapi keseluruhannya adalah riwayat     kehidupan yang lengkap sekaligus kompleks. Jika riwayat-riwayat itu tidak     dirangkai dalam suatu konstruksi yang komprehensif maka hasilnya wajah     kehidupan yang boleh jadi bopeng. Misalnya, jika kita hanya mengangkat     riwayat peperangan Rasulullah SAW, maka yang akan tampak adalah seorang     komandan perang yang seluruh hidupnya hanya diabadikan untuk peperangan.     Sisi lain tentang kehidupan keluarga dan kemasyarakatan serta ekonomi     mungkin hilang. Lalu lahirlah pemahaman yang cacat atas teks, dan lahirlah     selanjutnya penerapan atas teks yang juga pincang. 
 
 Tapi itu tantangan     besarnya. Karena sebuah rekonstruksi sejarah yang komprehensif pada     dasarnya adalah kerja intelektual dan spiritual yang disamping berbasis     pada fakta-fakta sejarah yang akurat, juga bertumpu pada kemampuan     imajinasi yang kompleks. Inilah yang menjelaskan mengapa Sayyd Quthb     menggunakan imajinasi sebagai salah satu tools dalam menafsir teks. 
 
 Jika sahabat-sahabat     yang beriman dan hidup bersama Muhammad SAW berinteraksi dengan wahyu     secara langsung bersama penerima wahyu, maka pembelajaran mereka menjadi     jauh lebih mudah dan sempurna. Karena mereka mendengarkan teks,     mendengarkan penjelasan atas teks, dan yang lebih penting dari itu semua,     adalah melihat contoh hidup yang menerapkan teks itu. Ada kaidah ada     contoh. Ada teori ada praktek. Ada ide ada gerak. Ada berita ada peristiwa.     Ada bunyi ada rupa. Ada yang terdengar ada yang terlihat. Itu karunia yang     merupakan takdir mereka. Takdir kita mungkin tidak sebagus mereka. Kita     sekarang kehilangan satu aspek dari proses dan metode pembelajaran itu,     yaitu contoh hidup yang bersanding bersama teks. Tapi kekurangan itu bisa     tertutupi oleh fakta bahwa semua gerak dan kata contoh hidup tersebut tetap     sampai kepada kita melalui riwayat dan metodologi periwayatan yang sangat     akurat yang tidak pernah ada dalam sejarah peradaban manapun di dunia. Sedemikian     akuratnya metodologi periwayatan itu, sehingga jika ia diterapkan,     misalnya, pada sejarah bangsa Yunani, maka semua riwayat tentang Plato atau     Aristoteles atau Socrates, takkan kita percayai seperti sekarang kita     mempercayainya. 
 
 Suatu saat di masa     kecilnya Muhammad Iqbal, penyair abadi dari benua India, membaca Al-Qur’an.     Ayahnya yang kebetulan melihatnya lantas berpesan: “Anakku, bacalah     Al-Qur’an ini sebagaimana ia dulu diturunkan kepada Muhammad. Bacalah ia     seakan-akan ia diturunkan hanya untukmu”. 
 
 
 
 
 
  |    
Posting Komentar
Posting Komentar