Terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut status Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) bagi 1.300-an sekolah negeri di Indonesia, Ketua DPRD Purwakarta, Ucok Ujang Wardi mengaku sangat setuju. Sebab, keberadaan sekolah berstatus RSBI dinilainya hanya akan membuka ruang komersialisasi pendidikan.
Ucok mengatakan, pihaknya sangat setuju status RSBI dicabut. Pasalnya, keberadaannya hanya akan membuat "kasta" di lingkungan dunia pendidikan. Sekolah, siswa dan unsur lain di lingkungan RSBI seolah menjadi teristimewakan, sementara sekolah/lembaga pendidikan lain yang sama-sama melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menjadi ternomor duakan. "Pada prinsipnya, Pemda dan DPRD sepakat terhadap keputusan MK mencabut status RSBI. Sebab, menurut saya RSBI justru hanya menciptakan kasta (kelas) di lingkungan dunia pendidikan, " kata Ucok, saat diminta komentarnya, Rabu (9/1).
Selain itu, status RSBI acapkali dijadikan alasan oknum pengelolanya menarik sejumlah pungutan dari para siswa. Sementara para orang tua seolah sengaja dibuat paham bahwa pungutan di sekolah yang berstatus RSBI merupakan sesuatu hal yang lumrah dan wajar. Jelas, hal ini menurut Ucok semakin membuka ruang terjadinya praktek komersialisasi pendidikan. Sekolah menjadi mahal, dan kesempatan orang miskin bersekolah di tempat yang fasilitasnya lengkap semakin kecil. Oleh karenanya, sambung Ucok, terhadap keputusan tersebut, tidak cukup hanya mencabut status RSBI oleh MK. Pemerintah pusat, melalui Kemendiknas harus segera menindaklanjutinya dengan mencabut Permendiknas No 78/2009 tentang Penyelenggaraan RSBI. Sebab ini berkaitan dengan masalah teknis penganggaran, disamping petunjuk teknis penggunaan kurikulum di sekolah tersebut. "Peraturan baru juga perlu dikeluarkan agar iklim dan kualitas pendidikan bisa tetap terjaga. Dan saya yakin, tanpa RSBI pun kedepan akan semakin banyak siswa dan sekolah berprestasi, khususnya di Purwakarta. Terlebih jika kesempatan peningkatan kualitas pendidikan dibagi rata ke setiap sekolah. Tidak ke sekolah tertentu saja," tutur Ucok.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mendukung penuh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Dalam waktu dekat Pengkab Purwakarta akan segera melakukan langkah-langkah penyesuaian pada beberapa sekolah di wilayah pemerintahan Purwakarta. "Apalagi sejak awal saya sama sekali tidak sependapat dengan adanya labelisasi institusi pendidikan bernama RSBI atau SBI. Sebab level tersebut secara tidak langsung telah menimbulkan kasta-kasta di institusi pendidikan formal," kata Dedi kepada sejumlah wartawan.
Menurutnya, putusan MK ini merupakan semangat untuk menghilangkan kasta-kasta pendidikan. Kata dia bagaimana pun juga harus tidak ada pola diskriminasi pendidikan. "Semua masyarakat berhak mendapat pendidikan dari sekolah manapun, jagan ada diskriminasi pendidikan," tegasnya.
Sementara ini, untuk menindaklanjuti atas keputusan itu, pemerintah akan memfokuskan pada penanganan dua sekolah masing-masing SMAN I dan SMPN 1 yang saat ini berstatus RSBI. Sebetulnya, lanjut Dedi, tanpa ada labelisasi pendidikan, kedua sekolah ini sudah memiliki keunggulan akademik. Tinggal saat ini upaya pemerintah untuk lebih mendorong agar tetap meningkatkan kualitas pendidikannya.
Beberapa kebijakan sudah disiapkan, diantaranya dengan memberikan subsidi kepada siswa di dua sekolah itu. Sehingga pada akhirnya, seiring dengan kemampuan APBD, bersekolah di SMAN I dan SMPN I tanpa dipungut biaya. Hanya saja, dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih diperketat dalam konteks akademiknya. Di bagian lain, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Purwakarta, Andrie Chaerul mengaku, belum bisa memberikan keterangan seputar langkah yang diambil dinasnya sebagai tindaklanjut dari putusan MK. Ia beralasan, masih sibuk mengikuti rapat di Bandung. “Saya belum bisa memberi komentar seputar ini, sebab masih sedang rapat. Nanti saja kalau sudah di Purwakarta,” ungkap Andrie dibalik telpon saat dihubungi melalui selulernya.
Sementara itu, status RSBI tidak hanya pada SMAN 1 dan SMPN 1, melainkan juga pada SMKN Purwakarta. Menurut pengakuan sejumlah siswa sekolah tersebut, status RSBI baru terlabel pada kelas 10, sedangkan Kelas 11 dan 12 masih berstatus umum. “Memang ada perbedaan untuk yang berstatus RSBI dan yang bukan. Salah satunya mengenai SPP. Dimana Kelas 10 yang sudah berstatus RSBI nominalnya Rp150 ribu perbulan, sedangkan yang bukan hanya Rp100 ribu setiap bulannya,” ujar salah seorang siswa kelas 12 jurusan listrik, di sekolah SMKN Puwakarta.
Diketahui, Selasa (8/1) lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan nasib status Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang telah diajukan pada Desember 2011 lalu. MK, melalui ketuanya Mahfud MD menilai RSBI tidak sesuai Undang-Undang Dasar 1945. Diantaranya adanya biaya yang mahal memunculkan diskriminasi pendidikan. Selain itu, pembedaan antara RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan. Keberadaan bahasa Inggris sebagai pengantar dalam tiap mata pelajaran dinilai MK dapat mengikis jati diri bangsa yang salah satu alat pemersatunya adalah bahasa Indonesia.(Sumber)
Ucok mengatakan, pihaknya sangat setuju status RSBI dicabut. Pasalnya, keberadaannya hanya akan membuat "kasta" di lingkungan dunia pendidikan. Sekolah, siswa dan unsur lain di lingkungan RSBI seolah menjadi teristimewakan, sementara sekolah/lembaga pendidikan lain yang sama-sama melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menjadi ternomor duakan. "Pada prinsipnya, Pemda dan DPRD sepakat terhadap keputusan MK mencabut status RSBI. Sebab, menurut saya RSBI justru hanya menciptakan kasta (kelas) di lingkungan dunia pendidikan, " kata Ucok, saat diminta komentarnya, Rabu (9/1).
Selain itu, status RSBI acapkali dijadikan alasan oknum pengelolanya menarik sejumlah pungutan dari para siswa. Sementara para orang tua seolah sengaja dibuat paham bahwa pungutan di sekolah yang berstatus RSBI merupakan sesuatu hal yang lumrah dan wajar. Jelas, hal ini menurut Ucok semakin membuka ruang terjadinya praktek komersialisasi pendidikan. Sekolah menjadi mahal, dan kesempatan orang miskin bersekolah di tempat yang fasilitasnya lengkap semakin kecil. Oleh karenanya, sambung Ucok, terhadap keputusan tersebut, tidak cukup hanya mencabut status RSBI oleh MK. Pemerintah pusat, melalui Kemendiknas harus segera menindaklanjutinya dengan mencabut Permendiknas No 78/2009 tentang Penyelenggaraan RSBI. Sebab ini berkaitan dengan masalah teknis penganggaran, disamping petunjuk teknis penggunaan kurikulum di sekolah tersebut. "Peraturan baru juga perlu dikeluarkan agar iklim dan kualitas pendidikan bisa tetap terjaga. Dan saya yakin, tanpa RSBI pun kedepan akan semakin banyak siswa dan sekolah berprestasi, khususnya di Purwakarta. Terlebih jika kesempatan peningkatan kualitas pendidikan dibagi rata ke setiap sekolah. Tidak ke sekolah tertentu saja," tutur Ucok.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mendukung penuh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Dalam waktu dekat Pengkab Purwakarta akan segera melakukan langkah-langkah penyesuaian pada beberapa sekolah di wilayah pemerintahan Purwakarta. "Apalagi sejak awal saya sama sekali tidak sependapat dengan adanya labelisasi institusi pendidikan bernama RSBI atau SBI. Sebab level tersebut secara tidak langsung telah menimbulkan kasta-kasta di institusi pendidikan formal," kata Dedi kepada sejumlah wartawan.
Menurutnya, putusan MK ini merupakan semangat untuk menghilangkan kasta-kasta pendidikan. Kata dia bagaimana pun juga harus tidak ada pola diskriminasi pendidikan. "Semua masyarakat berhak mendapat pendidikan dari sekolah manapun, jagan ada diskriminasi pendidikan," tegasnya.
Sementara ini, untuk menindaklanjuti atas keputusan itu, pemerintah akan memfokuskan pada penanganan dua sekolah masing-masing SMAN I dan SMPN 1 yang saat ini berstatus RSBI. Sebetulnya, lanjut Dedi, tanpa ada labelisasi pendidikan, kedua sekolah ini sudah memiliki keunggulan akademik. Tinggal saat ini upaya pemerintah untuk lebih mendorong agar tetap meningkatkan kualitas pendidikannya.
Beberapa kebijakan sudah disiapkan, diantaranya dengan memberikan subsidi kepada siswa di dua sekolah itu. Sehingga pada akhirnya, seiring dengan kemampuan APBD, bersekolah di SMAN I dan SMPN I tanpa dipungut biaya. Hanya saja, dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih diperketat dalam konteks akademiknya. Di bagian lain, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Purwakarta, Andrie Chaerul mengaku, belum bisa memberikan keterangan seputar langkah yang diambil dinasnya sebagai tindaklanjut dari putusan MK. Ia beralasan, masih sibuk mengikuti rapat di Bandung. “Saya belum bisa memberi komentar seputar ini, sebab masih sedang rapat. Nanti saja kalau sudah di Purwakarta,” ungkap Andrie dibalik telpon saat dihubungi melalui selulernya.
Sementara itu, status RSBI tidak hanya pada SMAN 1 dan SMPN 1, melainkan juga pada SMKN Purwakarta. Menurut pengakuan sejumlah siswa sekolah tersebut, status RSBI baru terlabel pada kelas 10, sedangkan Kelas 11 dan 12 masih berstatus umum. “Memang ada perbedaan untuk yang berstatus RSBI dan yang bukan. Salah satunya mengenai SPP. Dimana Kelas 10 yang sudah berstatus RSBI nominalnya Rp150 ribu perbulan, sedangkan yang bukan hanya Rp100 ribu setiap bulannya,” ujar salah seorang siswa kelas 12 jurusan listrik, di sekolah SMKN Puwakarta.
Diketahui, Selasa (8/1) lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan nasib status Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang telah diajukan pada Desember 2011 lalu. MK, melalui ketuanya Mahfud MD menilai RSBI tidak sesuai Undang-Undang Dasar 1945. Diantaranya adanya biaya yang mahal memunculkan diskriminasi pendidikan. Selain itu, pembedaan antara RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan. Keberadaan bahasa Inggris sebagai pengantar dalam tiap mata pelajaran dinilai MK dapat mengikis jati diri bangsa yang salah satu alat pemersatunya adalah bahasa Indonesia.(Sumber)
Posting Komentar
Posting Komentar