Tiga tahun yang lalu masyarakat talia, termasuk kalangan teras pemerintahan Roma, dikejutkan oleh pengurnurnan seorang staf kedubesnya di Riyadh, Arab Saudi. Bos mereka, yakni Dubes Torquato Cardelli, yang selama beberapa minggu sebelumnya memperlihatkan gelagat yang mencurigakan dalam kaitan kepercayaan agama, menyatakan diri sebagai seorang Muslim.
Ini merupakan yang pertama kali dilakukan seorang dubes negara Barat. Ada dua dubes negara Barat sebelumnya juga masuk Islam. Yakni, Harald Hofmaan, Dubes Jerman untuk Maroko, dan Osman Siddique, Dubes Amerika Serikat untuk Fiji-Nauru-Tonga-Tuvalu. Namun mereka ini masuk Islam sebelum menjabat dubes.
Dubes Torquato Cardelli masuk Islam tepatnya pada tanggal 15 Nopember 2001, sehari menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, atau tidak lama setelah mengikuti "Close reading of the Holy Qur'an" dan "Study of Islamic Culture". Demikian dikatakan Nouh bin Nasser, direktur The Batha Center, kepada kantor berita Perancis, AFP.
Ia datang ke Batha Centrer, instansi yang sudah lama menangani para calon mualaf. Di sana ia membaca dua kalimat syahadat dengan fasih karena memang sudah dikenalnya sejak lama.
Dalam 34 tahun karir politiknya, Cardelli yang fasih berbahasa Arab itu sudah ditugaskan sebagai diplomat untuk beberapa negara Timur Tengah, antara lain Sudan, Suriah, Irak, Libia, Tanzania, bahkan Albania, Ia menjadi Dubes untuk Arab Saudi berkedudukan di Riyadh sejak tahun 2000.
Cardelli, yang berusia 62 tahun, serta dikaruniai dua orang anak itu belum bersedia dimintai keterangan, kecuali ketika meninggalkan Riyadh ke Roma. Dalam pernyataannya, ia mengungkapkan kebahagiaannya setelah menjadi Muslim, Peralihan agama, katanya, ia putuskan dengan penuh keyakinan dan tanpa penekanan dari siapa pun. ia merasakan kesucian kandungan Al Quran.
Kabarnya di Roma, ia menjelaskan kepada perdana menteri, Silvio Berlusconi, mengapa ia memutuskan masuk Islam. Sebagian pihak di Italia mengharapkan keputusan sang dubes tidak sampai memberi angin kepada para teroris. Sementara pihak lainnya mengharapkan masyarakat Italia dapat menghargainya serta tidak mengaitkannya dengan tragedy WTC.
Yang menjadi sorotan bukan sekedar perpindahan keyakinan agama, tapi juga keputusannya yang berdekatan dengan peristiwa serangan 11 September 2001 di New York, sementara di Italia sendiri muncul rasa sentimen terhadap umat Islam. Maka wajarlah ada pihak yang menganggapnya masuk Islam karena pengaruh tragedi tersebut.
Sebulan sebelumnya pun di Milan ada sebuah gerakan anti-orang Islam, menggulung tikar masjid dan merusak beberapa perlengkapan lain yang biasa digunakan jamaah untuk kegiatan ibadah.
Mungkin di tiga negara yang jumlah Muslimnya signifikan seperti Jerman, Inggris, dan Perancis, figur publik yang masuk Islam semakin biasa. Tetapi Italia mempunyai nilai kesensitifan tersendiri, terlebih karena di sana terdapat negara Vatikan, pusat Katolik dunia, sehingga wajarlah bila sejumlah pendeta mengkhawatirkannya akan menjadi preseden buruk.
Dari 58 juta penduduknya sekarang, Italia mempunyai satu persen warganegara Muslim, sekitar 60 ribu orang di antaranya bermukim di Roma.
Peresmian Islamic Center tahun 1973 merupakan peritiwa penting bagi terciptanya dialog orang Italia dengan orang Islam, yang kemudian berlanjut dengan terbentuknya Islamic Council tahun 1999.
Tidak kurang empat ribu masjid sudah berdiri di sana, termasuk bangunan bekas gereja. Yang terbesar tentu saja Masjid Roma di mana azannya tidak asal bunyi, tetapi benar-benar rnengandung kesejukan, keindahan, dan kelembutan. Speaker pun diperhitungkan dengan cermat sehingga terhindar dari nada-nada sumbang. (Amanah online)
Posting Komentar
Posting Komentar