Jargon-jargon yang pernah dilontarkan pendiri Republik Rakyat China itu selama ini menjadi dogma bagi pimpinan partai. Mao sudah dianggap manusia setengah dewa, apapun titahnya harus dilaksanakan dan dihayati sebagai landasan kebijakan partai, dan juga negara.
Namun, saat akan menggelar kongres yang akan memilih pemimpin baru, Partai Komunis China sudah mulai meninggalkan jargon-jargon warisan Mao, yang meninggal pada 1976. Selain kata-kata dari pemikiran Mao, PKC juga mulai meninggalkan jargon Marxisme-Leninisme, ungkap kantor berita Reuters.
Ini terlihat saat Dewan Politbiro Partai Komunis China di Ibukota Beijing Senin kemarin mengumumkan agenda kongres pada November mendatang. Salah satu agendanya adalah amandemen konstitusi partai, yang juga menjadi landasan hukum bagi Tiongkok.
Salah satu amandemen adalah mengkaji pemikiran Mao. Menurut pimpinan Partai Komunis, mereka kini akan mengedepankan "Teori Deng Xiaoping," "Tiga Wakil," dan "Konsep pembangunan saintifik."
Mendiang pemimpin tertinggi China usai era Mao, Deng Xiaoping, memperkenalkan ide bahwa, walaupun negara komunis, China pun bisa menerapkan reformasi pasar. Perubahan dogma ini, yang diperkenalkan Deng sejak 1978, merupakan landasan bagi kebangkitan ekonomi negara itu.
Perubahan pola pikir rezim komunis era Mao itu diwariskan kepada pemimpin China di dua generasi berikut, yaitu Jiang Zemin dan Hu Jintao. Selama memerintah, Jiang memperkenalkan konsep "Tiga Wakil," yang salah satu intinya membolehkan para kapitalis bergabung ke partai komunis.
Selanjutnya, Hu Jintao yang saat ini berkuasa memperkenalkan pandangan "Pembangunan Saintifik." Konsep ini mengedepankan pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan memperhatikan aspek kemanusiaan, kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian lingkungan.
Kalangan pengamat politik China menyambut baik perubahan pola pikir Partai Komunis itu. "Ini sangat signifikan," kata Zheng Yongnian, Direktur Institut Asia Timur di Universitas Nasional Singapura.
Pemikian Mao Zedong itu tampak sudah tidak sesuai dengan perkembangan di China, yang pertumbuhan ekonomi sangat pesat. Mao saat itu masih berpedoman pada teori-teori Marxisme konvensional, yang mengritik industrialisasi ala Eropa. Saat mendirikan Republik Rakyat China pada 1949, Mao masih melihat mayoritas rakyatnya tinggal di pedesaan dan bertani.
Tidak punah
Menurut Zheng, perubahan dogma itu tampaknya bisa menjelaskan mengapa pimpinan Partai Komunis China belakangan ini menyingkirkan salah satu pimpinan mereka yang cemerlang, yaitu Bo Xilai. Dia dipandang ingin kembali membawa China menerapkan sistem politik, yang diterapkan ala Mao.
Sejak awal tahun ini Bo mengalami berbagai masalah. Dia dilucuti jabatannya sebagai Sekretaris Partai di Kota Chongqing.
Selain itu, istri Bo sudah dipenjara setelah dinyatakan bersalah terlibat kasus pembunuhan seorang pengusaha Inggris. Bo belakangan juga didera masalah hukum setelah dia dipecat dari kepengurusan partai pada 28 September 2012.
"Sebelum jatuhnya Bo Xilai, arahnya masih belum begitu jelas. Namun, kini mulai tampak jelas, yaitu kurangi aliran Mao dan perkuat aliran Deng," kata Zheng seperti dikutip Reuters.
Kendati demikian, warisan pemikiran Mao tidak seluruhnya dilucuti. China masih menerapkan birokrasi terpusat dan kendali yang ketat di segala lini, seperti yang diterapkan sejak zaman Mao. "Pemikiran Mao Zedong sudah menjadi jiwa bagi Republik Rakyat China. Ini menjadi pemandu bagi rakyat untuk mendapatkan keadilan," tulis seorang blogger di China.
Posting Komentar
Posting Komentar