Sejarah kembali terbuka. dalam periode yang lama dan sejarah yang diajarkan di sekolah, kita mengenal Kerajaan Pasai adalah sebagai kerajaan islam pertama di Indonesia. Namun, sebuah fakta menyebutkan bahwa kerajaan Perlak adalah yang pertama. Kerajaan perlak berdiri tahun 840 M sampai tahun 1292 M. Sementara kerajaan Samudera Pasai berdiri tahun 1267 M, dan berakhir pada 1521 M.
Kerajaan Perlak berdiri tahun 840
M dengan rajanya yang pertama,
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul
Aziz Syah. Sebelumnya, memang
sudah ada Negeri Perlak yang
pemimpinnya merupakan
keturunan dari Meurah Perlak
Syahir Nuwi atau Maharaja Pho He
La.
Pada tahun 840 ini, datanglah
rombongan berjumlah 100 orang
yang dipimpin oleh Nakhoda
Khalifah. Tujuan mereka adalah
berdagang sekaligus berdakwah
menyebarkan agama Islam di
Perlak. Pemimpin dan para
penduduk Negeri Perlak pun
akhirnya meninggalkan agama
lama mereka untuk berpindah ke
agama Islam.
Selanjutnya, salah satu anak buah
Nakhoda Khalifah, Ali bin
Muhammad bin Ja`far Shadiq
dinikahkan dengan Makhdum
Tansyuri, adik dari Syahir Nuwi.
Dari perkawinan mereka inilah
lahir kemudian Alaidin Syed
Maulana Abdul Aziz Syah, Sultan
pertama Kerjaan Perlak. Sultan
kemudian mengubah ibukota
Kerajaan, yang semula bernama
Bandar Perlak menjadi Bandar
Khalifah, sebagai penghargaan
atas Nakhoda Khalifah.
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul
Aziz Syah merupakan sultan yang
beraliran paham Syiah. Aliran
Syi’ah datang ke Indonesia melalui
para pedagang dari Gujarat, Arab,
dan Persia. Mereka masuk pertama
kali melalui Kesultanan Perlak
dengan dukungan penuh dari
dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika
dinasti ini runtuh pada tahun
1268, hubungan antara kelompok
Syi’ah di pantai Sumatera dengan
kelompok Syi’ah di Mesir mulai
terputus.
Kondisi ini menyebabkan
konstelasi politik Mesir berubah
haluan. Dinasti Mamuluk
memerintahkan pasukan yang
dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk
pergi ke pantai timur Sumatra
dengan tujuan utamanya adalah
melenyapkan pengikut Syi’ah di
Kesultanan Perlak dan Kerajaan
Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan sultan
ketiga, Sultan Alaiddin Syed
Maulana Abbas Shah, aliran Sunni
mulai masuk ke Perlak. Setelah
wafatnya sultan pada tahun 363
H (913 M), terjadi perang saudara
antara kaum Syiah dan Sunni
sehingga selama dua tahun
berikutnya tak ada sultan.
Kaum Syiah memenangkan perang
dan pada tahun 302 H (915 M),
Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali
Mughat Shah dari aliran Syiah naik
tahta. Pada akhir
pemerintahannya terjadi lagi
pergolakan antara kaum Syiah dan
Sunni yang kali ini dimenangkan
oleh kaum Sunni sehingga sultan-
sultan berikutnya diambil dari
golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah
meninggalnya sultan ketujuh,
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul
Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi
lagi pergolakan selama kurang
lebih empat tahun antara Syiah
dan Sunni yang diakhiri dengan
perdamaian dan pembagian
kerajaan menjadi dua bagian.
Bagian pertama, Perlak Pesisir
(Syiah), dipimpin oleh Sultan
Alaiddin Syed Maulana Shah (986 –
988). Bagian kedua, Perlak
Pedalaman (Sunni), dipimpin oleh
Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Ibrahim Shah Johan Berdaulat
(986 – 1023).
Kedua kepemimpinan tersebut
bersatu kembali ketika salah satu
dari pemimpin kedua wilayah
tersebut, yaitu Sultan Alaiddin
Syed Maulana Shah meninggal. Ia
meninggal ketika Perlak berhasil
dikalahkan oleh Kerajaan
Sriwijaya.
Kondisi perang inilah yang
membangkitkan semangat
bersatunya kembali
kepemimpinan dalam Kesultanan
Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin
Malik Ibrahim Shah Johan
Berdaulat, yang awalnya hanya
menguasai Perlak Pedalaman
kemudian ditetapkan sebagai
Sultan ke-8 pada Kesultanan
Perlak. Ia melanjutkan perjuangan
melawan Sriwijaya hingga tahun
1006.
Sultan Perlak ke-17, Sultan
Makhdum Alaiddin Malik
Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat, melakukan politik
persahabatan dengan negeri-
negeri tetangga. Ia menikahkan
dua orang puterinya dengan para
pemimpin kerajaan tetangga. Putri
Ratna Kamala dinikahkan dengan
Raja Kerajaan Malaka, Sultan
Muhammad Shah (Parameswara)
dan Putri Ganggang dinikahkan
dengan Raja Kerajaan Samudera
Pasai, al-Malik al-Saleh.
Kesultanan Perlak berakhir setelah
Sultan yang ke-18, Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdul
Aziz Johan Berdaulat meninggal
pada tahun 1292. Kesultanan
Perlak kemudian menyatu dengan
Kerajaan Samudera Pasai di bawah
kekuasaan sultan Samudera Pasai
yang memerintah pada saat itu,
Sultan Muhammad Malik Al Zahir
yang juga merupakan putera dari
al-Malik al-Saleh.
- - - -
Ya, sejarah?
Inilah yang disebut dengan sejarah, banyak sekali orang yang melupakan sejarah, dan banyak pula yang dibodohi oleh sejarah (yang dicatat).
Tentang, siapa yang memulai? Dan siapa yang mengakhiri? Menjadi misteri.
Kerajaan Perlak berdiri tahun 840
M dengan rajanya yang pertama,
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul
Aziz Syah. Sebelumnya, memang
sudah ada Negeri Perlak yang
pemimpinnya merupakan
keturunan dari Meurah Perlak
Syahir Nuwi atau Maharaja Pho He
La.
Pada tahun 840 ini, datanglah
rombongan berjumlah 100 orang
yang dipimpin oleh Nakhoda
Khalifah. Tujuan mereka adalah
berdagang sekaligus berdakwah
menyebarkan agama Islam di
Perlak. Pemimpin dan para
penduduk Negeri Perlak pun
akhirnya meninggalkan agama
lama mereka untuk berpindah ke
agama Islam.
Selanjutnya, salah satu anak buah
Nakhoda Khalifah, Ali bin
Muhammad bin Ja`far Shadiq
dinikahkan dengan Makhdum
Tansyuri, adik dari Syahir Nuwi.
Dari perkawinan mereka inilah
lahir kemudian Alaidin Syed
Maulana Abdul Aziz Syah, Sultan
pertama Kerjaan Perlak. Sultan
kemudian mengubah ibukota
Kerajaan, yang semula bernama
Bandar Perlak menjadi Bandar
Khalifah, sebagai penghargaan
atas Nakhoda Khalifah.
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul
Aziz Syah merupakan sultan yang
beraliran paham Syiah. Aliran
Syi’ah datang ke Indonesia melalui
para pedagang dari Gujarat, Arab,
dan Persia. Mereka masuk pertama
kali melalui Kesultanan Perlak
dengan dukungan penuh dari
dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika
dinasti ini runtuh pada tahun
1268, hubungan antara kelompok
Syi’ah di pantai Sumatera dengan
kelompok Syi’ah di Mesir mulai
terputus.
Kondisi ini menyebabkan
konstelasi politik Mesir berubah
haluan. Dinasti Mamuluk
memerintahkan pasukan yang
dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk
pergi ke pantai timur Sumatra
dengan tujuan utamanya adalah
melenyapkan pengikut Syi’ah di
Kesultanan Perlak dan Kerajaan
Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan sultan
ketiga, Sultan Alaiddin Syed
Maulana Abbas Shah, aliran Sunni
mulai masuk ke Perlak. Setelah
wafatnya sultan pada tahun 363
H (913 M), terjadi perang saudara
antara kaum Syiah dan Sunni
sehingga selama dua tahun
berikutnya tak ada sultan.
Kaum Syiah memenangkan perang
dan pada tahun 302 H (915 M),
Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali
Mughat Shah dari aliran Syiah naik
tahta. Pada akhir
pemerintahannya terjadi lagi
pergolakan antara kaum Syiah dan
Sunni yang kali ini dimenangkan
oleh kaum Sunni sehingga sultan-
sultan berikutnya diambil dari
golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah
meninggalnya sultan ketujuh,
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul
Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi
lagi pergolakan selama kurang
lebih empat tahun antara Syiah
dan Sunni yang diakhiri dengan
perdamaian dan pembagian
kerajaan menjadi dua bagian.
Bagian pertama, Perlak Pesisir
(Syiah), dipimpin oleh Sultan
Alaiddin Syed Maulana Shah (986 –
988). Bagian kedua, Perlak
Pedalaman (Sunni), dipimpin oleh
Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Ibrahim Shah Johan Berdaulat
(986 – 1023).
Kedua kepemimpinan tersebut
bersatu kembali ketika salah satu
dari pemimpin kedua wilayah
tersebut, yaitu Sultan Alaiddin
Syed Maulana Shah meninggal. Ia
meninggal ketika Perlak berhasil
dikalahkan oleh Kerajaan
Sriwijaya.
Kondisi perang inilah yang
membangkitkan semangat
bersatunya kembali
kepemimpinan dalam Kesultanan
Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin
Malik Ibrahim Shah Johan
Berdaulat, yang awalnya hanya
menguasai Perlak Pedalaman
kemudian ditetapkan sebagai
Sultan ke-8 pada Kesultanan
Perlak. Ia melanjutkan perjuangan
melawan Sriwijaya hingga tahun
1006.
Sultan Perlak ke-17, Sultan
Makhdum Alaiddin Malik
Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat, melakukan politik
persahabatan dengan negeri-
negeri tetangga. Ia menikahkan
dua orang puterinya dengan para
pemimpin kerajaan tetangga. Putri
Ratna Kamala dinikahkan dengan
Raja Kerajaan Malaka, Sultan
Muhammad Shah (Parameswara)
dan Putri Ganggang dinikahkan
dengan Raja Kerajaan Samudera
Pasai, al-Malik al-Saleh.
Kesultanan Perlak berakhir setelah
Sultan yang ke-18, Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdul
Aziz Johan Berdaulat meninggal
pada tahun 1292. Kesultanan
Perlak kemudian menyatu dengan
Kerajaan Samudera Pasai di bawah
kekuasaan sultan Samudera Pasai
yang memerintah pada saat itu,
Sultan Muhammad Malik Al Zahir
yang juga merupakan putera dari
al-Malik al-Saleh.
- - - -
Ya, sejarah?
Inilah yang disebut dengan sejarah, banyak sekali orang yang melupakan sejarah, dan banyak pula yang dibodohi oleh sejarah (yang dicatat).
Tentang, siapa yang memulai? Dan siapa yang mengakhiri? Menjadi misteri.
Posting Komentar
Posting Komentar