Saya juga baru mengetahui dan memahaminya jika Imlek bukan hari raya agama. Banyak orang mengira bahwa Imlek adalah hari raya keagamaan tertentu seperti Budha dan Kong Hu Cu. Karena Pada Hari Raya Imlek, wihara dan kelenteng penuh sesak oleh orang-orang yang datang untuk sembahyang. Dan pada umumnya etnis Tionghoa beragama Budha dan Konghucu.
Imlek adalah salah satu hari raya Tionghoa tradisional, yang dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender Tionghoa, jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari terjadinya hari terpendek musim dingin (Latin: solstitium => bahasa Inggris: solstice).
Sedangkan Hari raya agama Buddha adalah Tri Suci Waisak yang memperingati tiga peristiwa penting, yaitu hari lahir Pangeran Sidharta Gautama, hari Pangeran Sidharta Gautama menjadi Buddha dengan dicapainya penerangan sempurna, dan hari wafatnya Sang Buddha dan masuk Pari Nirwana. Hari raya agama Konghucu adalah hari lahir Nabi Konghucu, hari wafatnya Nabi Konghucu dan Hari Genta Rohani (Hari Nabi Konghucu meninggalkan jabatan pemerintah dan mengembara ke dalam dunia spiritual).
Barangkali pengetahuan tentang penanggalan China kurang disosialisasi dan diajarkan pada kami yang tak memiliki keturunan dan nenek moyang dari daratan Tiongkok ini. Dan memang pada suatu masa di Indonesia, yaitu: selama 1965-1998 perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Pelarangan ini dipertegas dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Alm. Soeharto. Dimana melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek. Dan kami, adalah produk generasi yang terlahir dan mulai memelajari pengetahuan di sekolah pada periode itu. Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika mantan Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967.
Kemudian Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.
Kalender Imlek adalah penanggalan yang menganut perhitungan berdasarkan peredaran bulan (lunar calendar). Tidak seperti kalender masehi (kalender Gregorian) yang berdasarkan peredaran matahari (solar calendar).
Perayaan Imlek juga disebut Chun Cie (pesta musim semi). Hal itu erat kaitannya dengan keadaan musim di Tiongkok, di mana penduduk mengalami perubahan dari musim dingin yang suram dan dingin menjadi musim semi yang cerah dan sejuk, serta penuh dengan kehidupan baru dari flora dan fauna. Maka kedatangan musim semi sangat disyukuri dan dirasakan patut dirayakan dengan penuh sukacita.
Pergantian waktu merupakan penanda bagi manusia untuk melakukan aktifitasnya pada bumi tempat hidup. Bentuk pengendalian pemanfaatan alam. Bentuk syukur pada Tuhan dan alam pemberianNya. Inilah salah satu bentuk kearifan manusia di bumi.
Pada hari raya Imlek (pergantian musim), bagi etnis Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti, dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur). Oleh sebab itu, pada Hari Raya Imlek anggota keluarga akan mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang. Atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang.
Imlek merupakan hari peringatan bagi manusia, bahwa manusia harus menghormati manusia lain, menghargai para leluhur yang telah membuat manusia itu ada di bumi. Suatu kearifan manusia dalam berkehidupan dengan manusia lain. Kebersamaan menjadi unsur penting dalam berkehidupan bersama.
Pergantian bulan yang merupakan pergantian waktu adalah suatu proses yang terjadi di bumi tempat seluruh manusia hidup. Proses seluruh kegiatan manusia memanfaatkan alam pemberian Tuhan pencipta kehidupan. Bersyukur, menjaga dan mengendalikan pemberiaNya adalah suatu kewajiban manusia. Menyadari bahwa masih ada manusia lain sebelum kita ada, dan akan ada manusia lain di masa yang akan datang. Pengendalian diri bagi alam dan manusia saat ini, untuk kepentingan kehidupan alam dan manusia di masa datang. Jadilah arif dan bijaksana sebagai manusia penghuni bumi titipanNya, itulah makna Imlek secara universal.
Tertulis Veronica Kumurur
Primbon-arti.blogspot.com | sumber: kompasiana.com
Imlek adalah salah satu hari raya Tionghoa tradisional, yang dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender Tionghoa, jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari terjadinya hari terpendek musim dingin (Latin: solstitium => bahasa Inggris: solstice).
Warga Tionghoa di Kota Manado sedang sembayang di Klenteng Ban Hin Kiong pada malampergantian tahun (2012) |
Barangkali pengetahuan tentang penanggalan China kurang disosialisasi dan diajarkan pada kami yang tak memiliki keturunan dan nenek moyang dari daratan Tiongkok ini. Dan memang pada suatu masa di Indonesia, yaitu: selama 1965-1998 perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Pelarangan ini dipertegas dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Alm. Soeharto. Dimana melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek. Dan kami, adalah produk generasi yang terlahir dan mulai memelajari pengetahuan di sekolah pada periode itu. Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika mantan Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967.
Kemudian Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.
Kalender Imlek adalah penanggalan yang menganut perhitungan berdasarkan peredaran bulan (lunar calendar). Tidak seperti kalender masehi (kalender Gregorian) yang berdasarkan peredaran matahari (solar calendar).
Perayaan Imlek juga disebut Chun Cie (pesta musim semi). Hal itu erat kaitannya dengan keadaan musim di Tiongkok, di mana penduduk mengalami perubahan dari musim dingin yang suram dan dingin menjadi musim semi yang cerah dan sejuk, serta penuh dengan kehidupan baru dari flora dan fauna. Maka kedatangan musim semi sangat disyukuri dan dirasakan patut dirayakan dengan penuh sukacita.
Buah-buahan hasil bumi adalah ungkapan rasa syukur manusia |
Rasa syukur diungkapkan dalam doa |
Pada hari raya Imlek (pergantian musim), bagi etnis Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti, dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur). Oleh sebab itu, pada Hari Raya Imlek anggota keluarga akan mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang. Atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang.
Imlek merupakan hari peringatan bagi manusia, bahwa manusia harus menghormati manusia lain, menghargai para leluhur yang telah membuat manusia itu ada di bumi. Suatu kearifan manusia dalam berkehidupan dengan manusia lain. Kebersamaan menjadi unsur penting dalam berkehidupan bersama.
Berlatih, tekun dan saling berbagi ilmu dalam kebersamaan mempersiapkan acara Hari Raya Imlek (Halaman Klenteng Kwangkong Manado, 2012) |
Tertulis Veronica Kumurur
Primbon-arti.blogspot.com | sumber: kompasiana.com
Posting Komentar
Posting Komentar