70 Dosa Besar dalam Islam
Beberapa dosa besar atau kaba'ir dalam Islam adalah sebagai berikut :
1. Menyekutukan Allah atau Syirik
2. Membunuh Manusia
3. Melakukan Sihir
4. Meninggalkan Shalat
5. Tidak Mengeluarkan Zakat
6. Tidak Berpuasa ketika bulan Ramadhan tanpa alasan yang kuat
7. Tidak Mengerjakan Haji Walaupun Berkecukupan
8. Durhaka Kepada Ibu Bapa
9. Memutuskan Silaturahim
10. Berzina
11. Melakukan Sodomi atau Homoseksual
12. Memakan Riba
13. Memakan Harta Anak Yatim
14. Mendustakan Allah S.W.T dan Rasul-Nya
15. Lari dari Medan Perang
16. Pemimpin Yang Penipu dan Kejam
17. Sombong
18. Saksi Palsu
19. Meminum minuman beralkohol
20. Berjudi
21. Menuduh orang baik melakukan Zina
22. Menipu harta rampasan Perang
23. Mencuri
24. Merampok
25. Sumpah Palsu
26. Berlaku Zalim
27. Pemungut cukai yang Zalim
28. Makan dari harta yang Haram
29. Bunuh Diri
30. Berbohong
31. Hakim yang Tidak adil
32. Memberi dan menerima sogok
33. Wanita yang menyerupai Lelaki dan sebaliknya juga
34. Membiarkan istri, anaknya atau anggota keluarganya yang lain berbuat mesum dan memfasilitasi anggota keluarganya tersebut untuk berbuat mesum
35. Menikahi wanita yang telah bercerai agar wanita tersebut nantinya bisa kembali menikah dengan suaminya terdahulu
36. Tidak melindungi pakaian dan tubuhnya dari terkena hadas kecil seperti air kencing atau kotoran
37. Riya atau suka pamer
38. Ulama yang memiliki ilmu namun tidak mau mengamalkan ilmunya tersebut untuk orang lain
39. Berkhianat
40. Mengungkit-Ungkit Pemberian
41. Mangingkari Takdir Allah SWT
42. Mencari-cari Kesalahan Orang lain
43. Menyebarkan Fitnah
44. Mengutuk Umat Islam
45. Mengingkari Janji
46. Percaya Kepada Sihir dan Nujum
47. Durhaka kepada Suami
48. Membuat patung
49. Menamparkan pipi dan meratap jika terkena bala
50. Menggangu Orang lain
51. Berbuat Zalim terhadap yg lemah
52. Menggangu Tetangga
53. Menyakiti dan Memaki Orang Islam
54. Derhaka kepada Hamba Allah S.W.T dan menggangap dirinya baik
55. Memakai pakaian labuhkan Pakaian
56. Lelaki yang memakai Sutera dan Emas
57. Seorang hamba (budak) yang lari dari Tuannya
58. Sembelihan Untuk Selain Dari Allah S.W.T
59. Seorang yang mengaku bahwa seseorang itu adalah ayahnya namun dia tahu bahwa itu tidak benar
60. Berdebat dan Bermusuhan
61. Enggan Memberikan Kelebihan Air
62. Mengurangi Timbangan
63. Merasa Aman Dari Kemurkaan Allah S.W.T
64. Putus Asa Dari Rahmat Allah S.W.T
65. Meninggalkan Sholat Berjemaah tanpa alasan yang kuat
66. Meninggalkan Sholat Jumaat tanpa alasan yang kuat
67. Merebut hak warisan yang bukan miliknya
68. Menipu
69. Mengintip Rahasia dan Membuka Rahasia Orang Lain
70. Mencela Nabi dan Para Sahabat Beliau Membentengi dan Menjaga Diri dari Sihir, Teluh, Santet ataupun Ilmu Hitam Lainnya
Pertanyaan :
Para ulama yang terhormat, as-Salamu `alaykum. Keluarga saya khawatir ada dari saudara kami yang melakukan teluh atau santet dan kami yang menjadi sasarannya. Beberapa anggota keluarga kami sakit dan sakitnya semakin meningkat berkali-kali lipat setelah anggota keluarga kami mengunjungi saudara kami itu. Apa yang dapat dilakukan oleh keluarga kami agar dapat terlindung dari teluh atau santet ini? Jazakum Allah khayran.
Jawaban (Sheikh Ahmad Kutty):
Wa `alaykum As-Salamu wa Rahmatullahi wa Barakatuh.
Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala puji hanya bagi Allah SWT dan shalawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW.
Saudariku, kami ucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kami untuk menjawab pertanyaan anda dan kami berdoa semoga Allah SWT membantu dan membimbing setiap perbuatan yang kita lakukan.
Tiap Muslim harus yakin tidak ada siapapun meski sekuat apapun dia tidak dapat memberikan manfaat atau membawa kerugian kecuali atas kehendak Allah SWT. Sehingga perlindungan terbaik bagi seorang Muslim dari teluh atau santet adalah dengan mempraktikkan cara hidup Islami, membaca Al-Qur'an dan berzikir serta berdoa secara rutin.
Atas pertanyaan anda, Sheikh Ahmad Kutty, pengajar senior dan ulama Islam di Institut Islam Toronto, Kanada, menjelaskan:
“Benteng dan perlindungan terbaik dari teluh atau santet adalah menjaga dan memperkuat diri kita dengan mempraktekkan cara hidup Islami, membaca Al-Qur'an dan berzikir serta berdoa secara rutin.
Allah telah berjanji bahwa sebenarnya syaitan tidak dapat berkuasa mengatur hamba-hamba Allah yang benar-benar tunduk, taat dan berserah diri kepada-Nya; Syaitan akan berkuasa mengatur hanya kepada mereka yang sudi dan menyerahkan diri pada kekuasaan dan perintahnya. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali
orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (Al-Hijr: 42) “Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman
dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya
jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (An-Nahl: 99-100)
Yang pertama dan utama harus dimiliki oleh seorang Muslim adalah keyakinan bahwa tidak ada siapapun meski sekuat apapun dia dapat memberikan manfaat atau membawa kerugian kecuali atas kehendak Allah SWT. Al-Qur'an mengingatkan kita berulang kali bahwa hanya Allah-lah satu-satunya yang dapat memberikan manfaat atau membawa kerugian kepada tiap-tiap kita; segala sesuatu yang menimpa manusia atau makhluk lainnya sifatnya hanya sekunder saja dan itu terjadi hanya melalui kekuatan yang berasal dari Allah SWT; sehingga obat dan penyembuh terbaik adalah dengan mencari perlindungan dan pertolongan kepada Allah SWT. Syaitan dengan semua tipu daya dan senjatanya dapat dikalahkan dan benar-benar akan tidak berdaya jika Allah berkehendak.
Dibawah ini saya akan berikan beberapa ayat-ayat Qur'an dan doa yang dapat dihafalkan sebagai dasar benteng perlindungan diri dari teluh atau santet:
1) Al-Fatihah
2) Tiga surat terakhir dari Al-Qur'an (Surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq, Surat An-Nas)
3) Ayat Kursi (Al-Baqarah: 255)
Disamping itu, hafalkan doa-doa dibawah ini dan ucapkan tiga kali atau lebih di pagi dan sore hari:
1) Bismillahilladzi la yadurru ma`a ismihi shay’un fil-ardi wa la fis-sama’i wa huwas-sami`ul-`alim
(Dengan nama Allah; yang bersama nama-Nya tidak celaka sesuatupun yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).
2) Hasbiyallahu la ilaha illa huwa `alayhi tawakkaltu wahuwa rabbul-`arshil-`azhim
(Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku
bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung).
3) Allaahumma inni a`udzu bika min hamazatish-shayatin wa a`udzu bika rabbi an yahdurun
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan setan dan aku berlindung kepada-Mu dari segala gangguan setan yang mendatangiku).
4) A`udzu bi `izzatillahi wa qudratihi mimma ajidu wa uhadhiru
(Aku berlindung dengan kekuatan Allah dan kehendak-Nya dari sakit dan nyeri yang aku alami).
Perlu diingat bahwa doa dan zikir akan membawa manfaat jika itu datang dari hati yang lurus dan yakin kepada Allah SWT, dengan demikian maka kita akan menaruh segala pengharapan dan doa kita hanya kepada Allah yang Maha Kuat lagi Maha Berkuasa.”
10 Pertanda Hati yang Sakit
• Allah
• Aqidah
• Islam
• Muhammad
1. Kita mempercayai Allah SWT namun kita tidak mematuhi perintah-Nya.
2. Kita mengatakan bahwa kita cinta Rasulullah SAW namun kita tidak mengikuti sunnah Beliau.
3. Kita membaca Al-Qur'an namun kita tidak mempraktekkan nilai-nilai didalamnya.
4. Kita menikmati semua pemberian Allah SWT namun kita tidak mensyukurinya.
5. Kita tahu bahwa setan adalah musuh kita namun kita tidak melawannya.
6. Kita ingin masuk surga namun kita tidak berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memasukinya.
7. Kita tidak ingin dilempar dalam api neraka namun kita tidak berusaha dengan sungguh untuk menghindarinya (misal dengan berbuat baik).
8. Kita percaya bahwa tiap makhluk hidup pasti akan mati namun kita tidak pernah menyiapkan diri menghadapi kematian tersebut.
9. Kita sibuk bergosip membicarakan orang lain dan mencari tahu kekurangan mereka namun kita lupa akan kesalahan dan kekurangan kita sendiri.
10. Kita ikut menguburkan yang mati namun kita tidak mengambil pelajaran dari yang sudah mati itu.
Perbedaan antara Ujian dan Hukuman
Pertanyaan:
Ulama yang terhormat, Assalamu `Alaykum. Saya telah menanyakan pertanyaan ini pada beberapa ulama namun tidak ada satupun jawaban yang dapat memuaskan saya. Saya harap anda dapat memberikan penjelasan tentang ini kepada saya.
Saya tahu bahwa manusia harus melalui banyak masalah dan penderitaan sepanjang hidupnya. Nah apakah penderitaan yang menimpa seseorang itu merupakan bentuk hukuman dari Tuhan ataukah itu hanya ujian dari Tuhan yang ingin menaikkan derajatnya di akhirat kelak. Tapi bagaimanakah kita mengenali perbedaan mana yang termasuk hukuman dan mana yang termasuk cobaan Tuhan itu?
Jazakum Allahu Khayran.
Jawaban (Sheikh Muhammad Iqbal Nadvi):
Wa `alaykum Salam wa Rahmatullahi wa Barakatuh.
Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala puji hanya bagi Allah SWT dan shalawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW.
Saudaraku, pertama-tama kami ingin sampaikan bahwa kami kagum atas pertanyaan anda yang keluar dari hati yang tulus. Semoga Allah membantu kita semua dalam mematuhi ajaran Islam dan menjadikan kita sebagai penghuni Surga kelak, Amin.
Allah SWT menguji hamba-Nya dengan hal yang baik dan hal yang buruk, dengan kekurangan dan kekayaan. Ujian ini dimaksudkan untuk memberikan mereka balasan dan menaikkan derajatnya di Surga nanti. Ujian ini banyak terjadi pada para Nabi dan Rasul dan orang-orang shalih. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Orang-orang yang mendapatkan kemalangan adalah para Nabi, lalu orang-orang shalih dan sesudahnya orang-orang yang terbaik sesuai dengan kebaikannya.”
Terkadang penderitaan itu mungkin adalah buah dari dosa seseorang dan karena dirinya makin menjauh dari Allah. Dalam hal ini Al-Qur'an menjelaskan, (Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)) (Ash-Shura 42:30).
Atas pertanyaan anda, ulama Islam yang cukup terkenal Sheikh Muhammad Iqbal Nadvi, direktur dan imam Pusat Islam Al-Falah, Oakville, Ontario, Canada, menjelaskan:
Hidup itu sendiri adalah cobaan dan ujian. Allah SWT berfirman, (Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun) (Al-Mulk 67:2).
Jadi terkait dengan ujian-ujian maka Allah menguji seseorang untuk mengetahui kadar keimanannya. Allah SWT memberikan berbagai macam situasi dan kondisi untuk melihat sejauh mana kadar keimanannya dalam segala kondisi tersebut. Allah SWT ingin memastikan jika keimanan orang tersebut tulus atau tidak.
Ujian yang kedua adalah melalui berbagai macam kesusahan dalam rangka menaikkan derajatnya. Semakin ia beriman maka akan semakin banyak ujian yang harus ia hadapi.
Ujian yang ketiga adalah melalui kesengsaraan dalam rangka untuk menghilangkan dosa-dosa dan perbuatan jahatnya. Sabda Nabi Muhammad SAW, "Menakjubkan urusan seorang mu'min, jika ia mendapatkan ni'mat, maka ia bersyukur dan syukur itu sangat baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah, maka ia bersabar dan sabar itu sangat baik baginya." (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Bentuk keempat dari ujian adalah fitnah, yang berguna untuk menghilangkan sakit dan kekurangan dari beberapa orang atau menjadikan mereka contoh bagi yang lain. Allah SWT berfirman, (supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi.) (Al-Anfal 8:37).
Untuk pertanyaan anda yang kedua, kami memahami maksudnya. Kita akan dapat membedakan mana ujian yang ditujukan untuk hukuman dan mana ujian yang dimaksudkan untuk yang lain. Jika seseorang melakukan perbuatan baik dan masih mengalami penderitaan maka itu adalah ujian untuk meningkatkan derajatnya. Diriwiyatkan bahwa Aisyah RA telah diberitahukan oleh seseorang tentang sakitnya Abu Bakar meski dia telah tiada. Lalu dia berkata, "Allah ingin menaikkan derajatnya (Abu Bakr) meskipun dia telah tiada."
Namun jika seseorang tidak melakukan suatu kesalahan dan setelahnya dia mendapatkan masalah maka itu adalah cobaan. Diriwayatkan seseorang dibawa kehadapan Umar RA setelah tertangkap tangan melakukan kejahatan. Orang tersebut lalu meminta kepada Umar untuk memaafkannya atas perbuatannya itu karena ia baru pertama kali melakukannya, lalu Umar menjawab, "Tidak, Allah menempatkan anda dalam keadaan itu setelah Dia memberikan anda begitu banyak pilihan untuk menyesali.
Suami Istri Merangsang Secara Oral menurut Islam
Pertanyaan:
Bolehkah pasangan suami istri saling memberikan kepuasan satu sama lain dengan melakukan rangsangan secara oral?
Jawaban:
Pendapat Sheikh Ahmad Kutty:
Tidak ada didalam Islam yang dikategorikan dilarang hukumnya bagi pasangan yang sudah menikah melakukan oral pada pasangannya guna memberikan kenikmatan atau kepuasan, jika itu berdasarkan keinginan bersama. Namun yang masih diperdebatkan adalah jika ketika mengoral keluar cairan semen atau cairan kewanitaan karena menurut Imam Abu Hanifah cairan semen atau cairan kewanitaan termasuk najis.
Perlu dicatat pendapat diatas bukanlah pendapat semua ulama fikih, sebagai contoh Imam Syafii. Aturan pasangan suami istri untuk saling memuaskan dan membahagiakan pasangannya dengan melakukan rangsangan secara oral terdapat dalam salah satu kitab fikih standar mazhab Syafii yang berjudul Fathul Muin dimana merangsang secara oral klitoris pasangan itu diperbolehkan agar bisa memuaskan pasangan. Jika dilihat lebih jauh tidak ada alasan untuk melarang suami merangsang secara oral istrinya.
Pendapat para ulama lainnya:
Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa diperbolehkan bagi seorang suami merangsang istrinya secara oral pada daerah intim istrinya atau juga sebaliknya seorang istri melakukan hal yang sama pada daerah intim suaminya dan tidak ada yang salah dengan hal itu. Tetapi jika ketika sedang mengoral dan lalu keluar cairan 'semen' maka hukumnya adalah makruh jika sampai tertelan. Namun perlu diingat tidak ada hujjah atau bukti kuat untuk mengharamkan hal tersebut.
Allah SWT berfirman didalam Al-Qur'an: "Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (Al-Baqarah:223).
Perbedaan antara Zakat dan Pajak
Pertanyaan:
Ulama yang terhormat, As-salamu `alaikum. Sebagai warga negara Kanada saya
membayar pajak pada pemerintah yang mana jumlah yang mesti saya
bayarkan itu lumayan banyak dari penghasilan saya. Saya pahami bahwa
ada bagian dari uang pajak itu digunakan oleh pemerintah untuk
diberikan kepada orang miskin dan mereka yang bertugas mengumpulkannya.
Yang ingin saya tanyakan adalah jika memang seperti itu apakah saya
masih juga dikenakan beban untuk membayar zakat? Jazakumullahu khayran.
Jawaban (Sheikh Ahmad Kutty):
Wa`alaykum As-Salamu wa Rahmatullahi wa Barakatuh.
Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala puji hanya bagi Allah SWT dan shalawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW.
Terima kasih atas pertanyaan yang diberikan. Semoga Allah SWT melimpahkan
rezeki dan rahmat kepada anda serta memberikan anda pahala atas
perbuatan-perbuatan baik anda.
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah yang pertama yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan yang kedua adalah mendirikan shalat. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Islam didirikan oleh lima tiang: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, pergi haji ke tanah
suci dan berpuasa di bulan Ramadhan" (Al-Bukhari).
Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan sebagai kewajiban dalam agama yang
sudah dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya tentang karakteristiknya
seperti apa, kualifikasinya seperti apa, tujuan yang ingin dicapainya,
yang berhak menerimanya siapa saja dll. Pajak memiliki perbedaan
karakteristik dan peruntukkan. Pembayaran pajak tidak pernah dapat
menghapuskan kewajiban seorang Muslim dalam membayar pajak.
Atas pertanyaan anda, Sheikh Ahmad Kutty, seorang pengajar senior dan ulama
Islam di Islamic Institute of Toronto, Ontario, Kanada, memberikan
penjelasan:
Membayar pajak tidak akan menghapus kewajiban seorang Muslim dalam
membayar zakat yang merupakan kewajiban seorang Muslim sedangkan pajak
merupakan buatan manusia.
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga; zakat merupakan perintah Allah
SWT bagi mereka yang diberikan kelebihan harta untuk berbagi kepada
mereka yang kurang mampu sebagai bentuk penyembahan diri mereka kepada
Allah SWT. Tujuan utama dari zakat adalah membantu mereka yang miskin
dan membutuhkan. Sedang pajak diselenggarakan oleh negara guna
membiayai pengeluaran negara dan membiayai layanan-layanan yang mereka
berikan kepada warganya. Zakat manfaatnya ditujukan bagi mereka yang
kurang mampu secara materi, sementara pajak dinikmati oleh semua
kalangan bukan hanya mereka yang kurang mampu saja dan tentu saja itu
berbeda dengan zakat.
Lebih jauh lagi, zakat telah dibagi ke dalam jenis-jenis yang berbeda;
tujuan yang ingin dicapai, bentuknya, jenisnya dan juga yang berhak
menerimanya telah diatur oleh Allah SWT dan manusia tidak berhak untuk
merubah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Membayar pajak
tentu saja sangat jauh berbeda; aturannya dibuat dan dilaksanakan oleh
pemerintah yang tujuannya untuk membiayai pengeluaran negara dan
perhitungan pajak itu tidak luput dari perubahan.
Membayar zakat merupakan wujud dari ibadah kita kepada Allah SWT. Sah
atau tidaknya tergantung dari dua hal yang mana keduanya merupakan dua
hal penting dalam ibadah-ibadah yang lainnya: yang pertama itu niat;
yang kedua mematuhi semua aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Dan hal ini tidak akan kita temukan dalam pembayaran pajak pada
pemerintah.
Seorang Muslim harus membayar zakat untuk memenuhi kewajibannya sebagai
seorang hamba Allah guna mengharapkan ridhaNya. Seorang Muslim juga
wajib membayar pajak dikarenakan untuk memberikan kontribusi kepada
negara atas layanan yang diberikan dan untuk menciptakan kehidupan
masyarakat yang lebih baik. Seorang Muslim harus berusaha selain
menjadi Hamba Allah yang baik juga menjadi warga negara yang baik.
Kedua hal ini tidak pernah berbenturan; bahkan saling melengkapi.
Menerima Uang Hasil dari Asuransi Jiwa
Posted July 15th, 2008 by roemasa
Pertanyaan:
Ulama yang dimuliakan Allah SWT, assalamu'alaikum.
Terima kasih sebelumnya saya ucapkan atas usaha anda selama ini dalam melayani umat Islam.
Saya membutuhkan nasihat atas masalah yang menghantui saya. Ibu saya seorang non-Muslim yang tinggal di Amerika Serikat. Beberapa tahun lalu dia ikut asuransi jiwa untuk dirinya sendiri dan ia menjadikan saya dan kakak saya sebagai penerima/ahli warisnya namun hal tersebut baru saya ketahui belum lama ini. Tujuan dia ikut asuransi jiwa yaitu untuk menutupi biaya pemakaman dan hutang-hutang dan seandainya jika ada sisanya maka baru anak-anaknya akan mendapatkan bagian dari uang tersebut.
Apakah haram apabila saya menerima uang tersebut? Saya sempat berpikir untuk meminta Ibu saya tidak mencantumkan nama saya sebagai ahli warisnya namun saya sadar hal tersebut akan melukai perasaan beliau sehingga sampai hari ini saya belum berani mengatakan kepada Ibu saya. Jika telah tiba saatnya saya akan mengatakan kepada kakak saya bahwa saya tidak dapat menerima uang hasil warisan tersebut karena uang itu haram. Jazakum Allahu khayran.
Jawaban (Dr. Monzer Kahf):
Wa `alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.
Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala puji hanya bagi Allah SWT dan shalawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW.
Saudariku, terima kasih atas pertanyaan anda; kami mendoakan semoga Allah SWT memberkati anda dengan yang halal dan menjauhkan anda dari sesuatu yang haram.
Menurut hukum syariat Islam, asuransi adalah sebuah kontrak baru dan memiliki banyak jenis dan bentuknya. Asuransi masih menjadi bahan perdebatan diantara para ahli hukum Islam dan sebagian ahli hukum Islam menyatakan bahwa asuransi itu diperbolehkan selama kontraknya tidak berdasarkan bunga dan obyek asuransinya merupakan sesuatu yang diperbolehkan.
Atas pertanyaan anda, Dr. Monzer Kahf, seorang ekonom Islam dan penasihat, menjelaskan,
Saudariku, jangan kecewakan Ibu anda dengan memintanya untuk mencoret nama anda sebagai ahli waris dan juga jangan diam saja ketika anda mendapat bagian dari keuntungan asuransi ketika saatnya telah tiba, karena jika anda bersikap seperti itu maka anda akan kehilangan uang yang halal.
Keuntungan asuransi yang anda peroleh dari kebijakan pembelian dan dibayarkan oleh seorang non-muslim diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut:
Asuransi sendiri tidak diharamkan oleh semua ulama Islam. Ada beberapa ulama Syariat yang bijak dan memiliki pengetahuan yang berpendapat bahwa asuransi itu boleh hukumnya. Menurut pendapat ulama tersebut, diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk menerima uang hasil asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi.
Beberapa ulama berpendapat bahwa kontrak asuransi adalah gharar sehingga tidak diperbolehkan dalam Islam. Namun seorang muslim berhak mendapatkan uang dari asuransi: karena anda tidak termasuk dalam pihak yang mengadakan kontrak maka anda tidak termasuk yang mendapatkan dosa karenanya. Namun yang menjadi masalah disini bukanlah kontrak asuransi, tapi keuntungan yang anda dapatkan dari kontrak tersebut (meskipun anda bukan pihak yang ikut kontrak) dan hal itu berlaku sah sesuai aturan yang berlaku di suatu negara.
Sebenarnya masalahnya sederhana saja: Ada sebuah perusahaan yang telah berjanji jika Ibu anda meninggal maka mereka akan memberikan anda sejumlah uang. Apakah ada yang salah dengan menerima uang tersebut? Dapatkah anda menemukan alasan untuk menolaknya? Coba pikirkan seperti itu dan tunjukkan kepada saya apakah ada yang salah menerima sejumlah uang jika seseorang mengatakan, "Karena Ibu anda telah tiada, maka kehadiran saya disini bermaksud untk memberikan anda sejumlah uang." Tentu saja hal tersebut halal bahkan jika anda percaya bahwa asuransi adalah diharamkan (sebuah pendapat yang saya secara pribadi bukan termasuk didalamnya).
Anda tidak terlibat dalam jenis asuransi apapun bukan?
Posting Komentar
Posting Komentar