|      
 
 Sukseskan Sya’ban Menuju Kemenangan Ramadhan 
 
 Bulan      Sya’ban termasuk bulan paling     istimewa, karena mendekati Ramadhan. Menyambut kedatangan Ramadhan,     Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, melakukan persiapan baik fisik,     amal, maupun spiritual pada bulan Sya’ban. 
 
 Mengapa     harus perlu melatih mental dan fisik di bulan Sya’ban?  Karena Sya’ban adalah media untuk memulai     memasuki Ramadhan.  Pada bulan     tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam lebih banyak berpuasa     dan beribadah. 
 
 Amalan Sunnah di Bulan Sya’ban 
 
 Keistimewaan     bulan ini yakni seluruh amalan manusia diangkat untuk dihadapkan kepada     Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi     Wassallam: 
 
 “Bulan itu (Sya‘ban) yang berada di antara Rajab dan Ramadhan adalah     bulan yang dilupakan manusia dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal     ibadah kepada Rabb seru sekalian alam, maka aku suka supaya amal ibadahku     diangkat ketika aku berpuasa.” (Riwayat Nasa’i) 
 
 Agar     hanya amalan baik yang tercatat, maka sepanjang bulan ini digalakkan amal     ibadah dan kebajikan. Di antara amalan-amalah di bulan Sya’ban, antara     lain: 
 
 Memperbanyak Puasa Sunnah 
 
 Nabi     lebih banyak melakukan ibadah puasa sunnah dalam bulan Sya‘ban, dibanding     dengan bulan-bulan yang lain. “…maka aku suka supaya amal ibadah ku     diangkat ketika aku berpuasa,” (Riwayat Nasa’i) 
 
 Bertaubat dan Beristighfar 
 
 Bertaubat     dan beristighfar dapat dilakukan kapan saja, akan tetapi menyambut bulan     Ramadhan hendaknya ditingkatkan lagi kesungguhannya. Taubatlah dengan     taubatan nashuha. 
 
 Taubat     nashuha akan berhasil dilakukan bila kita menepati syarat-syaratnya. Jika     dosa itu antara manusia dengan Allah, maka yang harus dilakukan adalah: 
 
            |        1.  |              Hendaknya       meninggalkan dosa atau maksiat, sebagaimana dia meninggalkan apa yang       sangat dibenci.  |             |        2.  |              Hendaklah       benar-benar menyesali dan merasa sedih dengan perbuatan maksiatnya itu.  |             |        3.  |              Berjanji       untuk tidak akan melakukannya lagi.  |        
 
 Manakala     dosa itu berkaitan dengan orang lain,      hendaklah memohon maaf kepada orang yang bersangkutan. 
 
 Memperbanyak Zikir dan Doa 
 
 Allah     berfirman; 
 
 “Orang-0rang     yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah.     Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (Ar-Arad: 28) 
 
 Shalat Sunnah,  Terutama di     Waktu Malam 
 
 Jika     di bulan lain telah terbiasa melakukan qiyamullail,  maka di bulan Sya’ban intensitas ibadah     sunnah ini perlu ditingkatkan. Ini mengingat ada janji istimewa yang     disediakan di bulan Ramadhan. 
 
 Rasulullah     bersabda, ”Allah Azza wa Jalla mewajibkan puasa Ramadhan dan aku     mensunnahkan shalat malam harinya. Barangsiapa berpuasa dan shalat malam     dengan mengharap pahala (keridhaan) Allah, maka dia keluar dari dosanya     seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya,” (Riwayat Ahmad) 
 
 Memperbanyak Bersedekah 
 
 Satu kebajikan di bulan Ramadhan diganjari dengan 10 hingga 700     pahala. Maka agar terkondisikan dan siap diri, bersedekahlah sejak Sya’ban,     walau dengan uang Rp 100 rupiah. Rasulullah bersabda, ”Jauhkanlah dirimu     dari api neraka walaupun hanya dengan (sedekah) sebutir kurma,”     (Muttafaq’alaih) 
 
 Tentang Malam Nisfu Sya’ban 
 
 Kelebihan     malam nisfu Sya‘ban telah disebutkan di dalam hadits dari Mu‘az bin Jabal. 
 
 “Allah     datang menemui semua makhluk-Nya di malam nisfu Sya‘ban, maka diampunkan     dosa sekalian makhluk-Nya, kecuali orang yang menyekutukan Allah atau orang     yang bermusuhan,”  (HR. Ibnu Majah,     Thabrani dan Ibnu Hibban) 
 
 Malam     nisfu Sya‘ban juga termasuk malam-malam yang dikabulkan doa.  Imam asy-Syafi‘i dalam kitabnya al-Umm     berkata, “Telah sampai pada kami bahwa dikatakan: Sesungguhnya doa dikabulkan     pada lima malam yaitu; pada malam Jumat, malam Hari Raya Adha, malam Hari     Raya ‘Idul Fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam nisfu Sya‘ban.” 
 
 Kita     dianjurkan menghidupkan malam nisfu Sya‘ban dengan memperbanyak  beribadah seperti  shalat sunat dan berdoa, berzikir     dan  membaca Al-Qur’an. 
 
 Beberapa     langkah di atas, jika dilakukan dengan penuh kesungguhan dan kesinambungan     sejak Sya’ban, insya Allah akan mengantar kita menjadi lebih siap menyambut     Ramadhan dengan hati yang bersih dan jiwa yang suci.*/Ali Athwa 
 
 
 
 Persiapan Menyambut     Ramadlan Oleh: Muhammad Yusran     Hadi, Lc, MA 
 
 Tak terasa kita telah memasuki     bulan Sya’ban. Sebentar lagi kita akan kedatangan bulan Ramadhan. Setelah     sekian lama berpisah, kini Ramadhan kembali akan hadir di tengah-tengah     kita. Bagi seorang muslim, tentu kedatangan bulan Ramadhan akan disambut     dengan rasa gembira dan penuh syukur, karena Ramadhan merupakan bulan     maghfirah, rahmat dan menuai pahala serta sarana menjadi orang yang     muttaqin. 
 
 Oleh karena itu, sudah sepatutnya     kita melakukan persiapan diri untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan,     agar Ramadhan kali ini benar-benar memiliki nilai yang tinggi dan dapat     mengantarkan kita menjadi orang yang bertaqwa. 
 
 Tentu saja persiapan diri yang     dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan     minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika     berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara televisi     yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah     Subhanahu Wata’ala dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada     manfaatnya. Bukan pula pergi ke pantai menjelang Ramadhan untuk rekreasi,     makan-makan dan bermain-main. 
 
 Jadi, bagaimana sebenarnya cara     kita menyambut Ramadhan? Apa yang mesti kita persiapkan dalam hal ini? Maka     tulisan ini mencoba memberi jawaban dari pertanyaan tersebut. Menurut     penulis, banyak hal yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan     menyambut  kedatangan Ramadhan,     yaitu: 
 
 Pertama, berdoa kepada Allah     Subhanahu Wata’ala, sebagaimana yang dicontohkan para ulama salafusshalih.     Mereka berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan sungguh-sungguh agar     dipertemukan dengan bulan Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya dan selama     enam bulan berikutnya mereka berdoa agar puasanya diterima Allah Subhanahu     Wata’ala, karena berjumpa dengan bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi     orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah Subhanahu Wata’ala, Mu’alla     bin al-Fadhl berkata, “Dulunya para salaf berdoa kepada Allah Ta’ala     (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan,     kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan berikutnya agar Dia     menerima (amal-amal shaleh) yang mereka kerjakan” (Lathaif Al-Ma’aarif:     174) 
 
 Di antara doa mereka itu adalah:     ”Ya Allah, serahkanlah aku kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepadaku     dan Engkau menerimanya kepadaku dengan kerelaan”.  Dan doa yang populer: ”Ya Allah,     berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada     bulan Ramadhan”. 
 
 Kedua, menuntaskan puasa tahun     lalu. Sudah seharusnya kita mengqadha puasa sesegera mungkin sebelum datang     Ramadhan berikutnya. Namun kalau seseorang mempunyai kesibukan atau halangan     tertentu untuk mengqadhanya seperti seorang ibu yang sibuk menyusui     anaknya, maka hendaklah ia menuntaskan hutang puasa tahun lalu pada bulan     Sya’ban. 
 
 Sebagaimana Aisyah r.a  tidak bisa mengqadha puasanya kecuali     pada bulan Sya’ban. Menunda qadha puasa dengan sengaja tanpa ada uzur     syar’i  sampai masuk Ramadhan     berikutnya adalah dosa, maka kewajibannya adalah tetap mengqadha, dan     ditambah kewajiban membayar fidyah menurut sebagian ulama. 
 
 Ketiga, persiapan keilmuan     (memahami fikih puasa). Mu’adz bin Jabal r.a berkata: ”Hendaklah kalian     memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”. Imam     Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengomentari atsar diatas, ”Orang yang berilmu     mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal     yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya”. 
 
 Oleh karena itu, suatu amal     perbuatan tanpa dilandasi ilmu, maka kerusakannya lebih banyak daripada     kebaikannya. Maka dalam hal ini, hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui     cara berpuasa yang benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shalallahu     ‘alaihi Wassallam. Begitu juga ilmu sangat diperlukan dalam     melaksanakan  ibadah lainnya seperti     wudhu, shalat, haji dan sebagainya. Maka, menjelang Ramadhan ini sudah sepatutnya     kita untuk membaca buku fiqhus shiyam (fikih puasa) dan ibadah lain yang     berkaitan dengan Ramadhan seperti shalat tarawih, i’tikaf dan membaca     al-Quran. 
 
 Kempat, persiapan jiwa dan     spiritual. Persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir     dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya     di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas     dan praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah     Shalallahu ‘alaihi Wassallam. 
 
 Persiapan jiwa dan spiritual     merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam upaya untuk memetik     manfaat sepenuhnya dari ibadah puasa. Penyucian jiwa (Tazkiayatun nafs)     dengan berbagai amal ibadah dapat melahirkan keikhlasan, kesabaran,     ketawakkalan, dan amalan-amalan hati lainnya yang akan menuntun seseorang     kepada jenjang ibadah yang berkualitas. Salah satu cara untuk mempersiapkan     jiwa dan spritual untuk menyambut Ramadhan adalah dengan jalan melatih dan     memperbanyak ibadah di bulan sebelumnya, minimal di bulan Sya’ban ini     seperti memperbanyak puasa Sunnat. 
 
 Memperbanyak puasa pada bulan     Sya’ban merupakan sunnah Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Aisyah ra, ia     berkata, “Aku belum pernah melihat Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam     berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat     Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam berpuasa sebanyak yang ia lakukan di     bulan Sya’ban." (HR. Bukhari dan Muslim). 
 
 Dalam     riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia berkata, aku bertanya, “Wahai     Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada bulan-bulan lain yang     sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda, “Itu adalah bulan yang     diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Ra’jab dengan Ramadhan.     Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan kepada Rabb     semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.”     (HR. Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah). 
 
 Adapun pengkhususan puasa dan     shalat sunat seperti shalat tasbih pada malam nisfu sya’ban (pertengahan     Sya’ban) dengan menyangka bahwa ia memiliki keutamaan, maka hal itu tidak     ada dalil shahih yang mensyariatkannya. Menurut para ulama besar, dalil     yang dijadikan sandaran mengenai keutamaan nisfu sya’ban adalah hadits     dhaif (lemah) yang tidak bisa dijadikan hujjah dalam persoalan ibadah,     bahkan maudhu’ (palsu). Oleh Sebab itu, Imam Ibnu Al-Jauzi memasukkan     hadits-hadits mengenai keutamaan nishfu Sya’ban ke dalam kitabnya     Al-Maudhu’at (hadits-hadits palsu). 
 
 Al-Mubarakfuri     berkata, “Saya tidak mendapatkan hadits marfu’ yang shahih tentang puasa     pada pertengahan bulan Sya’ban. Adapun hadits keutamaan nisfu Sya’ban yang     diriwayatkan oleh Ibnu Majah saya telah mengetahui bahwa hadits ini adalah     hadits sangat lemah” (Tuhfah Al-Ahwazi: 3/444). 
 
 Syaikh Shalih bin Fauzan berkata,     “Adapun hadits-hadits yang terdapat dalam masalah ini, semuanya adalah     hadits palsu sebagaimana dikemukakan oleh para ulama. Akan tetapi bagi     orang yang memiliki kebiasaan berpuasa pada ayyamul bidh (tanggal 14, 15,     16), maka ia boleh melakukan puasa pada bulan Sya’ban seperti bulan-bulan     lainnya tanpa mengkhususkan hari itu saja.” 
 
 Syaikh     Sayyid Sabiq berkata, “Mengkhususkan puasa pada hari nisfu Sya’ban dengan     menyangka bahwa hari-hari tersbut memiliki keutamaan dari pada hari     lainnya, tidak memiliki dalil yang shahih” (Fiqh As-Sunnah: 1/416). 
 
 Kelima, persiapan dana     (finansial). Sebaiknya aktivitas ibadah di bulan Ramadhan harus lebih mewarnai     hari-hari ketimbang aktivitas mencari nafkah atau yang lainnya. Pada bulan     ini setiap muslim dianjurkan memperbanyak amal shalih seperti infaq,     shadaqah dan ifthar (memberi bukaan). Karena itu, sebaiknya dibuat sebuah     agenda maliah (keuangan) yang mengalokasikan dana untuk shadaqah, infaq     serta memberi ifhtar selama bulan ini. Moment Ramadhan merupakan moment     yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliah kita. Ibnu     Abbas r.a berkata, ”Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam adalah orang yang paling     dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.” (H.R Bukhari dan     Muslim). Termasuk dalam persiapan maliah adalah mempersiapkan dana agar     dapat beri’tikaf dengan tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga. 
 
 Keenam, persiapan fisik yaitu menjaga kesehatan.     Persiapan fisik agar tetap sehat dan kuat di bulan Ramadhan sangat penting.     Kesehatan merupakan modal utama dalam beribadah. Orang yang sehat dapat     melakukan ibadah dengan baik. Namun sebaliknya bila seseorang sakit, maka     ibadahnya terganggu. Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda,     “Pergunakanlah kesempatan yang lima sebelum datang yang lima; masa mudamu     sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum     masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum     datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim) 
 
 Maka, untuk meyambut Ramadhan kita     harus menjaga kesehatan dan stamina dengan cara menjaga pola makan yang     sehat dan bergizi, dan istirahat cukup. 
 
 Ketujuh, menyelenggarakan tarhib     Ramadhan. Disamping persiapan secara individual, kita juga hendaknya     melakukan persiapan secara kolektif, seperti melakukan tarhib Ramadhan     yaitu mengumpulkan kaum muslimin di masjid atau di tempat lain untuk diberi     pengarahan mengenai puasa Ramadhan, adab-adab, syarat dan rukunnya, hal-hal     yang membatalkannya atau amal ibadah lainnya. 
 
 Menjelang bulan Ramadhan tiba,     Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam memberikan pengarahan mengenai puasa     kepada para shahabat. Beliau juga memberi kabar gembira akan kedatangan     bulan Ramadhan dengan menjelaskan berbagai keutamaannya. Abu Hurairah ra     berkata, “menjelang kedatangan bulan Ramadhan, Rasulullah Shalallahu     ‘alaihi Wassallam bersabda, “Telah datang kepada kamu syahrun mubarak     (bulan yang diberkahi). Diwajibkan kamu berpuasa padanya. Pada bulan     tersebut pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup,     syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga terdapat suatu malam yang lebih     baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang kebaikan pada malam itu,     maka ia telah terhalang dari kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan     Al-Baihaqi). Selain itu, banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang     keutamaan Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi     Wassallam untuk memberi motivasi dan semangat kepada para sahabat dan umat     Islam setelah mereka dalam beribadah di bulan Ramadhan. 
 
 Akhirnya, penulis mengajak seluruh     umat Islam khususnya di Aceh untuk menyambut bulan Ramadhan yang sudah di     ambang pintu ini dengan gembira dan      mempersiapkan diri untuk beribadah dengan optimal. Selain itu kita     berharap kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar ibadah kita diterima, tentu     dengan ikhlas dan sesuai Sunnah Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Semoga     kita dipertemukan dengan Ramadhan dan dapat meraih berbagai keutamaannya.* 
 
 Penulis     adalah ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh     & kandidat Doktor Ushul Fiqh, International Islamic University Malaysia     (IIUM) 
 
  |    
Posting Komentar
Posting Komentar