Berwisata ke Kota Ciamis Mampir di Astana Gede Kawali
Di pintu gerbang Astana Gede Kawali ada loket retribusi. Di situ kita dapat memberli buku penjelasan sejarah Astana Gede Kawali yang disusun H Djadja Sukardja (Alm), pensiunan Kepala Seksi Kebudayaan Kandepdikbud Kabupaten Ciamis. Kita tinggal menjelajah menyaksikan sendiri bukti bukti sejarah yang ditulis di buku tersebut.
Pertama kali masuk kita menemukan makam Adipati Singacala dan Eyang Sancang. Ini memang makam Islam karena Singacala adalah adalah keturuan Sultan Cirebon yang sudah menganut agama Islam. Namun belok ke kanan terdapat prasasti I dan II.
Prasasti I bertuliskan huruf Sunda kuno yang terjemahannya berbunyi “Inilah tanda bekas beliau yang mulia Prabu Raja Wastu yang memerintah di Kota Kawali yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit sekeliling kota yang mamakmurkan seluruh desa. Semoga ada penerus yang melaksanakan berbuat kebajikan agar lama jaya di dunia.”
Prasasti di Kawali semula hanya 5. Namun terakhir ditemukan lagi secara tak sengaja oleh pengurus situs, pada tahun 1990-an atau setelah 200 tahun kemudian. Kini batu bertulis aksara Sunda kuno itu disebut Prasasti VI yang lokasinya hanya beberapa langkah dari Prasasti I dan II.
Situs ini pertamakali ditemukan pada zaman Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles pada tahun 1817 Masehi yang dilanjutnya penerusnya, akhirnya dipugar olah Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1984-1985. Hawa di sini cukup sejuk dan segar karena ketinggian dari permukaan air laut sekitar 365 meter di samping dikelilingi saluran air dan sungai serta banyak tumbuh pohon pohon tua yang rindang.
Yang unik dari situs sejarah ini ragam peninggalannya bervariasi dari zaman prasejarah dengan adanya menhir (batu tegak), klasik, zaman Hindu, dengan adanya lingga dan yoni serta prasasti sampai zaman kerajaan Islam dengan makam yang membujur utara -selatan.
Pengunjung situs Kawali sehari ratusan sampai ribuan orang. Tempat parkir meskipun tidak seberapa luas dapat untuk memarkir beberapa bus. Drs H Dirman Surachmat, seorang arkeolog alumnus UI bulan lalu kembali meneliti peninggalan kerajaan Sunda kuno di Kawali tersebut.
“Saya kemari tahun 1967. Batu prasasti VI itu belum ada. Bisa jadi kalau dilakukan penggalian masih ada lagi prasasti atau peninggalan yang lain,” ujarnya.
Posting Komentar
Posting Komentar