|      
 
 I. Prolog 
 
 Ibarat sebuah pohon, itikad (keyakinan) yang     mendalam merupakan akar pondasi yang menjadi dasar, sedangkan akidah     merupakan satu batang penopang yang tegak tidak boleh menyimpang. Salah     dalam Itikad-akidah menyebabkan seseorang tersesat dan keluar dari Islam     menjadi kafir. 
 
 Sedangkan Fiqih merupakan dahan, ranting dan     cabangnya. Dalam masalah Fiqih-amaliah yang ijtihadi sering terjadi     perbedaan pendapat (khilafiah) diantara para imam mujtahid dan para ulama.     Salah dalam ijtihad fiqih amaliah, tidak menyebabkan seorang muslim menjadi     kafir, melainkan yang benar dapat dua pahala yang salah dapat satu pahala. 
 
 Hadits Nabi yang menginformasikan akan adanya     firqoh-firqoh Islam yang sesat dalam masalah Akidah (bukan masalah     fiqih-amaliah Khilafiah) : 
 
 Umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan,     diantara golongan-golongan itu yang selamat hanya satu golongan saja,     sedangkan lainnya adalah binasa. Para sahabat bertanya : Siapakah golongan     yang selamat itu ? Nabi menjawab : golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah, para     sahabat bertanya lagi, Apakah golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah itu ? Nabi     menjawab : Yaitu yang mengikuti apa-apa yang sekarang ini dipraktekkan     (manhaj) saya dan para sahabatku 
 
 Maka bahwasanya siapa yang hidup (lama) diantara     kamu niscaya akan melihat perselisihan (faham) yang banyak. Ketika itu     pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi hidayah.     (HR. Abu Dawud). 
 
 Ada dua firqah dari umatku yang pada hakikatnya     mereka tidak ada sangkut pautnya dengan Islam, yaitu kaum Murjiah dan kaum     Qadariyah. (HR Tumrmudzi). 
 
 Bagi tiap-tiap umat ada Majusinya. Dan Majusi     umatku ini ialah mereka yang mengatakan bahwa tidak ada takdir. Barangsiapa     diantara mereka itu mati, maka janganlah kalian menshalati jenazahnya. Dan     barangsiapa diantara mereka itu sakit, maka janganlah kalian menjenguknya.     Mereka adalah golongan Dajjal dan memang ada hak bagi Allah untuk     mengkaitkan mereka itu dengan Dajjal itu. (HR Abu Dawud). 
 
 Akan keluar suatu kaum di akhir jaman,     orang-orang muda berfaham jelek. Mereka banyak mengucapkan perkataan     Khairil Bariyah (ayat-ayat Allah). Iman mereka tidak melampaui kerongkongan     mereka. Mereka keluar dari agama bagai meluncurnya anak panah dari     busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa dengan kamu, lawanlah mereka. (HR     Bukhari). 
 
 Yang dimaksud oleh Hadits ini adalah firqoh     Khawarij. 
 
 II. Pengertian Ilmu Ushuludin 
 
 Ilmu Ushuludin adalah ilmu yang membahas     pokok-pokok (dasar) agama, yaitu akidah, tauhid dan Itikad (keyakinan)     tentang rukun Iman yang enam : 1) beriman kepada Allah, 2) Al-Quran dan     kitab-kitab suci samawi, 3) Nabi Muhammad dan para Rasul, 4) para Malaikat,     5) perkara ghaib (alam kubur, alam akhirat, mashar, mizan, sirot,     surga-neraka), 6 ) Takdir baik dan buruk. 
 
 Sebutan lain bagi Ilmu Ushuludin adalah ilmu     Theologi (ketuhanan), karena membahas tentang ke tauhid-an (ke-Esa an)     Allah, sifat dan asma (nama) Allah. 
 
 Sebutan lain yang lebih populer adalah Ilmu     Kalam, karena bahasan yang sedang ramai dibahas pada saat lahirnya ilmu     kalam adalah masalah kalam (firman Allah) disamping itu pembahasan ilmu ini     menggunakan metode ilmu mantiq (logika) sedangkan kata mantiq secara     etimologi bahasa sinonim dengan kalam. 
 
 III. Bahasan Ilmu Kalam 
 
 Pokok-pokok bahasan dalam Ilmu Kalam adalah : 
 
 1. Masalah ketuhanan : 
 
 a. Wujud Allah b. Sifat-sifat Allah c. Perbuatan Allah 
 
 2. Al-Quran 
 
 a. Apakah Al-Quran itu makhluk atau bukan 
 
 3. Akhirat 
 
 a. Apakah kebangkitan itu dengan jasad apa ruh     saja. b. Apakah dapat melihat Allah di akhirat nanti. 
 
 4. Iman 5. Dosa besar 6. Takdir dan keadilan Allah 7. Khilafah dan imamah 8. Filsafat 9. Ayat-ayat mutasyabih a. Tentang tajsim b. Tentang tasybih c. Tentang dimana Allah 
 
 IV. Theologi yang sudah ada sebelum penaklukan     Islam 
 
 Pada abad ke-3 SM (sebelum Masehi, lahirnya Nabi     Isa) Alexander Agung dari Macedonia (Yunani) mengalahkan Darius (Raja     Persia kuno) pada pertempuran di Arbela (Iraq). Alexander datang dengan     tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan Persia, tetapi sebaliknya ia     berusaha untuk menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Ia sendiri mulai     berpakaian secara Persia dan orang-orang Persia banyak yang diangkatnya     menjadi pengiring-pengiringnya. Ia kawin dengan Statira, anak Darius dan     pada waktu itu juga 24 dari jenderal-jenderalnya dan 10.000 prajurit kawin     atas anjurannya dengan wanita-wanita Persia di Susa. 
 
 Alexander Agung juga menaklukkan Pharao kerajaan     Mesir kuno dan membangun kota pelabuhan Alexandria (Iskandariah) sebagai     ibukota Propinsinya di Mesir. 
 
 Alexander Agung dengan tentaranya dari bangsa     Persia juga berhasil menaklukkan anak benua India. Kaum penakluk inilah     yang dikenal sebagai ras Arya yang berkasta paling tinggi (brahmana) dalam     agama Hindu di India. 
 
 Pada setiap daerah yang ditaklukkan Alexander     Agung tidak serta merta menghancurkan budaya asli bangsa yang ditaklukkan     dan memaksakan budaya dan alam pikiran Yunani kepada penduduk taklukan.     Alexander Agung lebih berusaha mencampur unsur budaya Yunani dengan unsur     asli bangsa yang ditaklukkan. Pencampuran budaya Yunani dengan budaya lokal     itu melahirkan budaya baru yang dikenal sebagai Hellanisme. Inti Hellanisme     adalah filsafat Yunani Kuno (Ajaran Plato, Aristoteles) yang disesuaikan     dengan filsafat lokal (Persia, Mesir, India). 
 
 Ketika muncul agama Nasrani, pada abad pertama     Masehi mulanya agama Nasrani belum begitu berkembang dan mendapat banyak     pengikut. Ketika Kaisar Konstantin dari Romawi Timur memeluk Agama Nasrani     pada abad ke-3 Masehi barulah agama Nasrani berkembang dengan pesat ke     seluruh negeri dalam wilayah kekuasaan Imperium Romawi termasuk kota-kota     pusat study hellanisme seperti Iskandariah (Mesir), Antioch (Syria),     Jundisapur (Iraq). Maka filsafat Yunani pun mempengaruhi faham theologi     agama Kristen yang mengkristal menjadi faham Trinitas yang merupakan buah pikiran     Paulus, yang sebenarnya bukan salah seorang Hawari (murid setia pengikut     Yesus). 
 
 Pada masa khalifah Abu Bakar, Panglima Khalid     bin Walid berhasil menaklukkan Irak. Pada masa Khalifah Umar, Panglima Abu     Ubaidah berhasil menaklukkan Syria, Panglima Saad bin Abi Waqash berhasil     menaklukkan Persia, Panglima Amr bin Ash berhasil menaklukkan Mesir. Pada     masa Khalifah Usman bin Affan, Panglima Utbah bin Nafi berhasil menaklukkan     Maghribi (Maroko, Aljazair, Tunisia). Pada masa Khalifah Abdul Malik bin     Marwan dari Dinasti Umayyah, Panglima Muhammad Al-Qasim berhasil     menaklukkan Afghanistan, Pakistan dan sebagian anak benua India. 
 
 Pada negeri-negeri taklukkan itu penduduknya     telah mempunyai peradaban dan kebudayaan yang cukup maju peninggalan     peradaban Hellanisme Alexander Agung. Mau tidak mau kaum Muslimin terlibat     interaksi langsung dengan peradaban-peradaban tersebut, maka sebagian     peradaban dan pemikiran Yunani, Yahudi, Nasrani, Persia, India tersebut     sedikit banyak mempengaruhi pola pemikiran dan akidah kaum muslimin.     Apalagi sebagian besar penduduk negeri-negeri taklukan tersebut kemudian     menjadi pemeluk agama Islam. 
 
 A. Filsafat Yunani 
 
 Ciri khas filsafat Yunani adalah pemikiran bebas     yang tidak terikat oleh agama. Jiwa filsafat Yunani adalah mengamati, memikirkan     dan merenungkan segala sesuatu berdasarkan rasio (akal). 
 
 Neo Platonisme 
 
 Plato adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang     utama, guru dari Aristoteles. Ajaran dan pemikiran Plato dibahas dan     dihidupkan kembali oleh tokoh-tokoh Neo-Platonisme seperti Plotinus     (204-270 M), Malchus ( 232-304 M), Proclus (412-485 M) dan lain-lain. 
 
 Faham ajaran Plotinus yang terpenting adalah     membahas Trinitas yaitu : The one, spirit dan soul. Menurut Bertrand     Russell, ketiga oknum itu sebagai satu kesatuan. The One (yang Esa) itu     kadang disebut sebagai God (tuhan) kadang disebut sebagai Good (Yang Maha     Baik) yang sulit diberikan definisi, batasan dan predikat padanya, tetapi     dinyatakan bahwa Dia ada. 
 
 Yang Esa adalah mutlak, spirit datang kemudian     dan soul yang terakhir. Tuhan tidak bisa dikatakan sebagai segala-galanya     karena Tuhan mengatasi segala-galanya. Yang Esa dapat hadir melalui segala     sesuatu tanpa usaha untuk datang. Tuhan tidak berhajat kepada hasil     ciptaanNya dan mengabaikan dunia. 
 
 Oknum yang kedua adalah Spirit (akal) yang     merupakan gambaran dari Tuhan, dia diciptakan dari sebab Yang Esa dalam     mencari diriNya, mempunyai penglihatan dan pengliahatan itulah yang disebut     spirit. Dalam hal ini yang melihat dan yang dilihat adalah sama sebagaimana     yang diajarkan oleh Plato. Diumpamakan dengan matahari maka pemberi sinar     dan yang disinari adalah sama. Jadi spirit adalah sebagai sinar yang     dipakai oleh Yang Esa untuk melihat diriNya. 
 
 Oknum ketiga adalah soul, menduduki peringkat     terendah. Soul walaupun berada dibawah spirit tetapi ia perencana dari     segala sesuatu yang hidup, melimpahkan matahari, planet-planet dan seluruh     alam semesta. Soul mempunyai dua aspek, yang pertama berupa roh batin yang     menujuku kepada spirit dan yang kedua roh yang menuju hal-hal yang diluar,     dalam mana turun berjenjang sampai kepada alam inderawi sebagai gambaran     dari padanya. 
 
 Plotinus berkeyakinan bahwa benda-benda langit     adalah wujud-wujud percikan (emanasi) Tuhan. Dalam hal bagaimana soul dapat     ber emanasi menjadi alam semesta tidak lain adalah karena rindu (eros)     kepada spirit. 
 
 Soul mempunyai keinginan yang kuat terhadap     susunan yang indah yang pernah ia lihat dalam intelektual spirit (akal     intelek). Menurut Plotinus tubuh adalah tidak kekal, sedangkan roh itulah     yang kekal dan ia bukan merupakan bentuk tetapi esensi yang abadi. 
 Bagi roh yang didatangi Tuhan menjadikan roh itu     bercahaya, yang dengan cahayanya itu pula dapat sampai menuju kepada Tuhan.     Bagaimana caranya untuk bisa terjadi demikian ? Plotinus menyatakan supaya     kita putuskan hubungan dengan segala sesuatu kecuali kepada-Nya. Dengan     berbagai usaha agar dapat roh keluar dari badan terutama melalui ekstasi,     akhirnya Plotinus mengalami keberadaan roh diluar tubuh sebagaimana     dituturkan dalam bukunya Enneads. 
 
 The One disamakan dengan Allah, Spirit disamakan     dengan Yesus yang mengandung segala form (bentuk-bentuk) dan kemudian soul     yang merupakan hubungan antara spirit dan alam semesta. Ketiga unsur itu     masing-masing suci dan disebut Trinitas. 
 
 Faham Neo-Platonis itu mewarnai seluruh karya     Theologia Aristoteles, karangan yang terdiri kutipan-kutipan yang     disandarkan kepada Aristoteles, tanpa diketahui siapa pengarang yang     sebenarnya dan sampai ketangan kaum Muslimin pada abad ke-9 Masehi. 
 
 Gnosticisme 
 
 Berasal dari kata yunani Gnosis yang artinya     pengetahuan rahasia yang dalam bahasa Arab disebut ghunusiyah yang bermakna     al-marifah al-ilahiyah atau ilmul asrar. Lahirnya gnosticisme tidak dapat     dipastikan waktunya, tapi Philo Judaeus (30-5- M) telah mengembangkannya dengan     agama Yahudi. Dapat dikatakan kelahiran gnosticisme sebagai gerakan     filsafat ketika akhir zaman Yunani kuno dan permulaan zaman Masehi. 
 
 Menurut faham gnosticisme, Tuhan berada pada     tingkat tertinggi, wujud terpisah (transedent) dengan alam materi. Adanya     wujud materi bersumber dari Tuhan. Dari Tuhan pertama kali terbit aeon     positip dan aeon negatip. Dari kedua aeon yang berlawanan itu lahirlah     aeon-aeon lainnya hingga sampai kepada 30 aeon-aeon (pleroma) yang     selanjutnya menjadi dasar alam (spirit) dan melahirkan sophia (hikmah).     Dari perkembangan yang berjenjang turun akhirnya sampai kepada alam materi. 
 
 Dari aeon-aeon pertama dan seterusnya, ketika     terpisah dengan Tuhan, timbul rindu dan ingin kembali kepada Tuhan.     Aeon-aeon itu dapat kembali kepada Tuhan kalau suci dan bersih dari segala     bentuk noda dan dosa. Dari aeon-aeon positip yang bersih dan suci itu     melahirkan alam spirit dan aeon-aeon negatip yang kotor dan penuh dosa itu     tidak dapat kembali kepada Tuhan dan daripadanya timbul alam materi. 
 
 Para pengikut gnosticisme memiliki ajaran atau     doktrin bersifat rahasia. Diantaranya ajaran-ajarannya antara lain : 
 
            |        a.  |              Tuhan adalah akal (God is intelect).  |             |        
 
  |              Hubungan dengan Tuhan cukup dengan akal       melalui marifah ilahiyah tanpa perlu dengan ritual ibadah.  |             |        b.  |              Keselamatan dan kebajikan lebih baik diperoleh       dengan marifah ilahiyah daripada melalui agama itu sendiri.  |             |        c.  |              Marifah ilahiyah itu didapat oleh orang-orang       yang tertentu saja.  |             |        d.  |              Manusia dapat bersatu dengan Tuhan  |        
 
 Perkembangan dan intergrasi gnoticisme memuncak     dalam pemikiran filsuf Kristen yang dikenal dengan Marcion (144 M). Menurut     pandangan mereka, diri Yesus sendiri dilambangkan sebagai pusat gnosis,     diri yang mempersatukan antara yang mengetahui dan yang diketahui, antara     material dan spiritual dan hanya Yesus sendiri saja yang bersatu dengan     Tuhan. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya gnosis dapat pula dilimpahkan     Tuhan kepada orang-orang tertentu disetiap waktu dan jaman. 
 
 B. Majusi / Zoroaster 
 
 Merupakan ajaran Zarathustra yang lahir 258     tahun sebelum Iskandar Agung atau sekitar abad ke-6 SM. Pokok ajarannya     terkandung dalam kitab suci Zean Avesta (zean = penjelasan, avesta =     hukum). Zarathustra mengajarkan adanya dewa-dewa yang terbagi dua bagian,     yang tertinggi Ahura Mazda (Ormudz) adalah Tuhan Terang (Lord of Light)     memancarkan Vaho Manah (pikiran baik), Asha Vahista (keadilan tertinggi),     Khashathra Vairya (kerajaan Tuhan), Spenta Aramaiti (kebaktian saleh),     Haurvatat (keselamatan) dan Ahriman (Agramanyu) adalah tuhan gelap (spirit of     evil) memancarkan berbagai sifat kejahatan dan keburukan. Peperangan antara     kedua golongan dewa tersebut menimbulkan konsepsi tentang kejadian alam     (kosmogini) dan eschatologi. 
 
 Salah satu aliran yang besar pengaruhanya adalah     aliran Manes (Manichanism school) yang dikalangan theologi Islam dikenal     dengan sebutan kaum zindik. Manes hidup sekitar pertengahan abad ke-3 SM.     yang kemudian mengaku dirinya sebagai Nabi pembaharu agama Zoroaster.     Didalam ajaran-ajarannya tampak pengaruh Budhisme dan Gnoticisme dengan     bertitik tolak dari dualisme zoroaster. Yang terpenting dari ajarannya     adalah pemberian arti kerohanian dari pergulatan antara terang dan gelap     dalam ajaran zoroaster tersebut. 
 
 Dalam rangka pengertian kerohanian itulah     pengikutnya diwajibkan untuk bertapa dan berlaku zuhud, tidak boleh kawin,     berpuasa terus-menerus paling tidak 7 hari dalam sebulan, bersembahyang     terus menerus dan sekurangnya 12 kali sujud kepada matahari terbit sebagai     lambang dari dewa Ahura Mazda, tidak menyembelih binatang dan meninggalkan     dunia ramai. Pertarungan antara yang baik (terang) dengan yang buruk     (gelap) dalam diri seseorang mengharuskan semua ketentuan ini dilaksanakan     dan akhirnya jiwa harus dapat mengalahkan keburukan (kegelapan). 
 
 C. Filsafat India 
 
 Anak benua India ditaklukkan oleh Jendral     Muhammad Al-Qasim atas perintah Hajjaj bin Yusuf, panglima Khalifah Abdul     Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Penduduk India sudah menganut agama     Hindu dan Budha. Bangsa India juga sudah terpengaruh budaya Hellanisme     ketika seelumnya pernah ditaklukkan oleh Alexander Agung. 
 
 Hinduisme 
 
 Menurut ajaran Hindu, konsepsi tentang diri     (self) merupaka sesuatu yang menarik. Diri itu adalah sesuatu yang abadi,     tidak dilahirkan dan tidak pernah mati, merupakan konsepsi yang jelas     tampak dalam Weda dan Bhagawat Gita. Setiap diri (self) selalu identik dan     bersifat tetap. Disamping diri, dimiliki macam ragam hal dan keadaan yang     tidak tetap dan selalu berubah, dan ini bersumber dari pengalaman. Dalam     hubungannya dengan jagad raya, ia bersumber dari yang tidak berubah, mutlak     dan universal dalam bentuk kenyataan yang dijumpai dalam kekhususan yang     mempunyai banyak ragam bentuk dan sifatnya yang selalu berbah dan saling     bertentangan. Diantara diri dan dan pengalaman alamiah itu manusia meski     mendirikan kehidupan. Dalam hal ini, masih banyak yang belum diketahuinya     dan filsafat India mengangkat masalah ini dalam filsafat maya. Filsafat     India menyatakan bahwa dalam memecahkan masalah maya, hendaknya jangan     melalui kemampuan rasio, tapi menggunakan batin. Sebagaimana Plato dan Kant     di dunia Barat, maka Nagarjuna dan Samsara dari India menyatakan bahwa     pikiran (rasio) kita hanya bersangkut paut dengaan hal-hal yang relatif dan     tidak berkaitan dengan hal yang mutlak. 
 
 Meskipun ada wujud yang mutlak itu tidak     diketahui melalui ratio namun masih bias dirasakan dan kemudian dipecahkan     melalui perasaan. Ada (wujud) dan diri (self) adalah kesatuan kenyataan     dari yang paling rahasia dan paling mendalam dan tidak ada yang     mengetahuinya kecuali diri itu sendiri. 
 
 Inilah pokok-pokok pikiran wihdatul wujud dalam     alam pikiran Advaita yang dianut oleh Gaudapada dan Samkara. Dari pokok     pikiran itu berkembang lebih lanjut bahwa dunia adalah kesamaan yang telah     menjadi perbedaan. Yang satu tidak terasing dari yang lainnya, sedang Tuhan     adalah tempat yang paling dalam, pangkal kebersamaan semesta. Dunia adalah     bentuk lahir daripadanya. 
 
 Kitab-kitab Upanisad, Veda, Baghawat Gita penuh     dengan pikiran-pikiran Wahdatul Wujud, Inkarnasi dan Reinkarnasi roh dan     sebagainya. Dari pikiran-pikiran itu menunjukkan bahwa alam semesta itu     bukan dijadikan dari tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo) tetapi ia     berasal dari sesuatu yang sudah ada hanya mengalami perubahan bentuk. Ia     menggambarkan bahwa alam semesta ini tidak ubahnya seperti sebuah besi yang     amat pijar membara dalam api yang begejolak mengeluarkan cahaya dan     lentingan-lentingan bara. Dunia ini adalah sebiji lentingan bara dari besi     pijar tersebut, maka alam semesta ini bukanlah dijadikan dari tidak ada     menjadi ada tetapi merupakan limpahan daripadaNya. Pemikiran itu     diungkapkan oleh filsuf Muslim yaitu Al-Biruni (440 H/1048 M) dalam alam     pikiran Islam dalam bukunya Tahqiq ma lil hindi min Maqulah dan Al-Itsarul     Baqiyah. 
 
 Disamping itu diterjemahkan juga Siddarta dari     Brahmagupta, suatu risalah tentang Astronomi yang dilakukan oleh Fazari     yang kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Astronomi dalam     Islam. Sejak Abu Jafar Al-Mansyur berkuasa, telah dilakukan penerjemahan     berbagai buku tentang medis India dan lain-lain bidang ilmu, terutama pada     masa menteri Yahya Al-Barmaki. 
 
 Budhisme 
 
 Filsafat Budhisme menitik beratkan ajarannya     untuk selalu berperilaku baik, berpikiran dan berniat baik, melakukan     meditasi, mengekang keinginan hawa nafsu agar jiwa manusia lepas dari     samsara (keinginan-keinginan rendah) untuk mencapai nirwana yaitu suasana     batin yang damai, lepas dari pengaruh semua keinginan-keinginan. 
 
 V. Lahirnya Ilmu Kalam 
 
 Dalam Al-Quran kita temui ayat-ayat yang     berhubungan dengan usaha bebas manusia dan ada pula yang menggambarkan akan     adanya jabr (pemkasaan kehendak) Allah dan masalah takdir. Disamping itu     Al-Quran juga menuturkan tentang adanya sifat-sifat Tuhan yang membawa     kepada tanzih mutlaq, juga terdapat ayat-ayat tentang penyerupaan Tuhan     dengan mahkluk (tasybih) dan penyebutan anggota tubuh Tuhan (tajsim). 
 
 Menurut Ibnu Khaldun, terhadap berbagai ayat     sifat, tasybih dan tajsim para sahabat dan ulama-ulama salaf tidak     berselisih dan semuanya menerima dan meng imani tanpa menafsirkannya.     Mereka tidak mau menggunakan rasio untuk membahas dan mentawilkan ayat-ayat     mutasyabih tersebut. 
 
 Perkembangan selanjutnya muncul pembahasan dan     pendapat mengenai takdir, usaha bebas manusia, pelaku dosa besar, membahas     sifat-sifat Tuhan, ayat-ayat tasybih dan tajsim dan masalah theologi     lainnya. Maka mulai muncul aliran Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa     besar, Aliran Syiah Sabaiyah yang dipengaruhi filsafat inkarnasi tuhan,     Aliran Jabariyah yang menafikan ikhtiar bebas manusia, Aliran Qadariah yang     menolak takdir Allah, Aliran murjiah yang menyatakan iman cukup dengan     keyakinan hati. 
 
 Pada tahun 148 H Khalifah Abu Jafar Al Manshur     dari Bani Abbas menderita sakit, semua dokter pribadinya tidak ada yang     mampu menyembuhkan sakitnya. Atas saran menterinya kemudian didatangkan     dokter yang terkenal dari perguruan Jundishapur George Bakhtishu dan     berhasil menyembuhkan penyakit Khalifah, kemudian Khalifah memintanya untuk     menjadi dokter pribadi di Istana Khalifah. 
 
 Goerge Bakhtishu adalah seorang dokter dan     ilmuwan yang luas pengetahuannya dan banyak menulis buku tentang ilmu     kedokteran. Dari George Buktishu inilah pihak istana mengenal perguruan     Jundishapur dan Khalifah tertarik untuk mendatangkan para ahli ilmu     filsafat dari Jundishapur ke Baghdad dan menterjemahkan beberapa buku ilmu     pengetahuan Yunani. 
 
 Usaha penterjemahan buku-buku Yunani ini terus     berlangsung pada pemerintahan Khalifah Al-Mahdi. Pada era Khalifah Harun     Al-Rasyid, dikirim delegasi ke Bizantium untuk membeli manuskrip-manuskrip     ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu pengetahuan filsafat Yunani yang lainnya.     Usaha penterjemahan buku-buku kedokteran dan filsafat tersebut mencapai     puncaknya pada masa Khalifah Al-Mamun. 
 
 Pada tahun 217 H, Khalifah Al-Mamun mendirikan     Baitul Hikmah yang merupakan perpustakaan, pusat penterjemahan, pusat study     dan pembahasan ilmu filsafat (meliputi astronomi, fisika, kimia,     matematika, ilmu alam, logika) dan kedokteran yang paling up date pada     jaman itu. 
 
 Usaha penerjemahan dilakukan oleh para     penterjemah yang termasyhur pada saat itu antara lain : 
 
            |        1.  |              Hunain bin Ishaq (809-873 M), pemimpin Darul       Hikmah, seorang Kristen yang menguasai Bahasa Arab, Suryani (Syria) dan       Yunani. Ia menterjemahkan 20 buku karya Galen kedalam bahasa Syria dan 14       buku lain kedalam bahasa Arab. Menurut riwayat Hunain mempunyai 90       asisten dan murid dalam kegiatan penerjemahan tersebut. 
 
  |             |        2.  |              Karya-karya yang diterjemahkan antara lain,       filsafat Galen tentang Risalah tentang Pembuktian (Treatise on       Demonstration), Sillogisme Hipotesis (Hypothetical syllogism), Etika (Ethics)       dan beberapa komentar Galen terhadap karya-karya Plato seperti Sophist,       Parmindes, Cryatylus, Euthydenus, Timaeus, Statesman, Republic, Laws. 
 
  |             |        
 
  |              Hunain juga menulis beberapa Risalah seperti :       Gramatika Bahasa Yunani (Greek Grammar), Risalah Air Pasang (A Treatise       on the Salinity of Sea Water), Risalah tentang warna (A Treatise on       Colors), Risalah tentang Pelangi (A Treatise on Rainbow). 
 
 Ishaq bin Hunain (Wafat tahun 910 M) dibantu       Hubays keponakan Huain menterjemahkan karya Plato dan Aristoteles seperti       Categories, Hermeneutica, Sophist, bagian-bagian dari Timaeus.  |             |        3.  |              Sabit bin Qurra (825-901 M), seorang Shabiin,       penyembah bintang. Menterjemahkan Physica Aristoteles, Uraian tentang       Bintang-Bintang dan pengaruhnya (The Nature of the Stars and Their       Influences), Uraian tentang Azas-Azas Etika dan Musik (Principles of       Ethics and Music), Almageste karya Euclidus tentang Astronomi. 
 
  |             |        4.  |              Qusta bin Luqa, seorang Kristen menterjemahkan       Ungkapan-ungapan para filosof (The Saying of Philosophers), Perbedaan Roh       dan Jiwa (The difference between Soul and Spirit), Risalah tentang atom       (A Treatise on the Atom), Pengatar Logika (Introduction to Logic). 
 
  |             |        5.  |              Abu Bisyr Mata bin Yunus (wafat tahun 939 M),       seorang Kristen menterjemahkan karya Aristoteles yaitu : Etegories,       Hermeneutica, Analitica Priora dan Analitica Postriora.  |        
 
 Semua Ilmu-ilmu pasti alam terjemahan dari     buku-buku Ilmu pengetahuan Yunani itu pada waktu itu semuanya disebut ilmu     filsafat dan merupakan ilmu yang dianggap elit. Metode ilmiah dan logika berpikir     rasional menurut ilmu filsafat Yunani itu disebut dengan metode scholastic     yang dianggap lebih superior dan bergengsi pada jaman itu. 
 
 Sebagian ulama kaum muslimin yang telah     mempelajari metode scholastic ala filsafat Yunani akhirnya terpengaruh dalam     pola pikir yang rasional, terstruktur, logic dan mengedepankan akal     (rasio). Metode scholastik itu banyak digunakan oleh para ahli ilmu kalam     untuk menjelaskan dan mempertahankan argumen mereka tentang bahasan-bahasan     ilmu kalam yang berseberangan pendapat dengan mereka. 
 
 Firman Allah dalam QS An-Nahl : 125 : 
 
 Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan secara     bijaksana dan perkataan yang baik dan bantahlah mereka itu dengan jalan     yang lebih baik. 
 
            |        a.  |              Terhadap orang musyrik yang menuhankan benda       langit (bintang, bulan, matahari), maka ditolak dengan ayat :  |             |        
 
  |              Ketika malam telah menjadi gelap, Ibrahim       melihat bintang, lalu dia berkata : Inilah Tuhanku. Tetapi tatkala       bintang itu tenggelam, dia berkata : Aku tidak suka kepada sesuatu yang       tenggelam. Kemudian tatkala dia melihat bulan itu terbit, dia berkata :       Inilah Tuhanku. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata :       Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku       termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari       terbit, dia berkata : Inilah Tuhanku, inilah yang lebih besar. Tetapi       setelah matahari itu terbenam, dia berkata : Hai kaumku, sesungguhnya aku       berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (QS Al-Anam 76-78). 
 
  |             |        b.  |              Terhadap yang menuhankan Nabi Isa, maka       ditolak dengan ayat :  |             |        
 
  |              Dan ingatlah ketika Allah berfirman : Hai Isa       putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia : Jadikanlah aku dan       ibuku sebagai Tuhan selain Allah ? Isa menjawab : Maha suci Engkau,       tidaklah patut bagiku apa yang bukan hakku mengatakannya (QS Al-Maidah :       116). 
 
  |             |        c.  |              Terhadap orang yang menyembah patung-berhala,       maka ditolak dengan ayat :  |             |        
 
  |              Dan ingatlah diwaktu Ibrahim berkata kepada       bapaknya Azar : Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan ?       Sesungguhnya aku melihat kaummu dalam kesesatan yang nyata. (QS Al-Anam :       74). 
 
 
 
  |             |        d.  |              Terhadap yang tidak percaya kepada hari kiamat       dan kehidupan akhirat, maka dibantah dengan ayat :  |             |        
 
  |              Yaitu pada hari Kami gulung langit bagai       menggulung lembaran-lembaran kertas, sebagaimana Kami telah memulai       penciptaan pertama. Begitulah Kami mengulanginya. Itulah suatu janji yang       pasti Kami tepati, bahwasanya Kami benar-benar akan melaksanakannya.       (Al-Anbiya : 104). 
 
  |             |        e.  |              Terhadap orang yang menolak adanya takdir,       maka mereka termasuk orang munafik berdasarkan ayat :  |             |        
 
  |              Mereka (orang Munafik) berkata : Apakah bagi       kita barang sesuatu hak campur tangan dalam urusan ini ? Katakanlah :       Sesungguhnya urusan itu seluruhnya ditangan Allah. Mereka menyembunyikan       dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka       berkata : Sekiranya bagi kita ada barang sesuatu atau hak campur tangan       dalam urusan ini niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) disini.       Katakanlah : Sekiranya kamu ada dirumahmu, niscaya orang-orang yang telah       ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar juga ke tempat mereka terbunuh.       Dan Allah berbuat demikian untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu.       Dan Allah Mengetahui apa yang didalam hati. (QS Ali-Imran :154). 
 
  |        
 
 Pada perkembangan selanjutnya metode scholastik     yang rasional itu diterapkan juga dalam pemahaman dalam agama Islam yaitu     dalam membahas sifat-sifat Tuhan, dosa besar, takdir, ayat-ayat mutasyabih,     tasybih, tajsim dan masalah kemakhlukan Al-Quran. Kelompok tersebut dikenal     sebagai aliran Mutazilah. 
 
 Mereka banyak mempelajari buku-buku terjemahan     filsafat Yunani, lebih mengedepankan rasio, menguasai ilmu mantiq (logika)     dan metode perdebatan versi Aristoteles. Aliran Mutazilah ini dikenal suka     berdebat dan didukung penuh oleh Khalifah Al Mamun. 
 
 Sebagian ulama Islam yang mendapat hidayah     Allah, lurus hatinya dan benar akidahnya tergugah untuk menghadapi segala     pemikiran akidah yang menyimpang (terutama dari kalangan ahli filsafat kaum     Mutazilah) dan berusaha membela sunnah dan akidah Islam yang benar menurut     manhaj salafus saleh menggunakan metode scholastik ahli ilmu kalam dengan     keterangan, argumen dan alasan yang terstruktur rapi hingga dapat     menjelaskan kepalsuan pemikiran yang menyimpang tersebut. Dengan demikian     lahirlah ilmu kalam dan para ulama ahli ilmu kalam. 
 
 VI. Aliran Khawarij 
 
 Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti     keluar (seperti keluar melesatnya anak pakah dari busurnya). Setelah     terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, seluruh kaum muslimin membaiat Ali     bin Abi Thalib sebagai khalifah, namun gubernur Syam yaitu Muawiyyah bin     Abu Sofyan tidak mau membaiatnya, bahkan memberontak dan berusaha merebut     kekhalifahan. Maka terjadilah perang Shiffin antara Ali melawan Muawiyyah. 
 
 Tentara Syam sudah tersudut dan hampir kalah,     untuk menunda kekalahan Amr bin Ash, salah seorang panglima Muawiyah     mengusulkan agar Al-Quran diikat pada ujung tombak dan menawarkan     perundingan damai dengan pihak Ali. Siasat tersebut kemudian dilaksanakan     dan berhasil membuat para Qurra (penghafal Al-Quran) dari kalangan tentara     Ali bin Abi Thalib menghentikan peperangan dan didukung oleh sebagian     anggota tentara Ali bin Abi Thalib. 
 
 Akhirnya antara pihak Ali dan Muawiyah     masing-masing mengirimkan seorang wakil untuk melakukan perundingan     arbitrase mencari solusi damai atas pertikaian perebutan kekhalifahan yang     sedang terjadi. Khalifah Ali mula-mula menunjuk Abdullah bin Abbas sebagai     wakilnya, namun penunjukan Ali tersebut ditolak dan ditentang oleh sebagian     tentaranya. Akhirnya pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asyari, sedangkan     pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash. 
 
 Kedua juru runding itu sebelumnya sepakat     menurunkan Ali dan Muawiyah dari kekhalifahan untuk kemudian mencari orang     ke tiga yang akan diangkat sebagai khalifah yang baru. Mula-mula yang     pertama naik ke mimbar adalah Abu Musa Al-Asyari wakil dari kelompok Ali     menyatakan menurunkan Ali dari kekhalifahan. Giliran kedua Amr bin Ash naik     ke mimbar, tetapi Amr bin Ash tidak menepati kesepakatan sebelumnya yang     telah dibuat. Saat diatas mimbar Amr bin Ash menetapkan Muawiyah sebagai     khalifah yang syah. Menyadari kelicikan siasat Amr bin Ash maka hasil     arbitrase tersebut tidak diakui oleh pihak Ali. 
 
 Sebagian pengikut Ali tiba-tiba menolak dan     mengecam arbitrase tersebut dan menyalahkan Ali karena mau melakukan tahkim     atau arbitrase tersebut. Mereka keluar dari barisan pengikut Ali dan     membentuk kelompok sendiri yang dikenal sebagai kelompok khawarij. 
 Mereka berjumlah sekitar 12.000 orang dan     memusatkan gerakannya di Harurah, sehingga kelompok ini dikenal juga dengan     istilah kelompok Haruriah. Mereka berpendapat bahwa Ali telah menjadi kafir     karena mau melakukan tahkim arbritase dan menuntut Ali agar melakukan     tobat. Demikian juga mereka mengkafirkan Muawiyah yang dianggap salah satu     penyebab pertumpahan darah sesama kaum muslimin. 
 
 Kaum khawarij dikenal banyak membaca Al-Quran,     rajin puasa dan tahajud namun suka berbuat anarkis, merampok baitul mal     gubernur Basrah, mengkafirkan dan membunuh orang-orang yang tidak sefaham     dengan mereka. Suatu ketika ada khafilah yang berpapasan dengan mereka, kemudian     khafilah itu ditanya pendapatnya tentang Ali dan peristiwa arbitrase,     khalifah itu memberi penilaian yang baik kepada Ali, maka merekapun     membunuhnya dan semua anggota rombongan khalifah termasuk seorang wanita     yang sedang hamil. 
 
 (Uraian yang lebih rinci dan detail tentang     perang Shiffin, awal mula munculnya kelompok Khawarij, dialog dan diskusi     Ibnu Abbas dengan mereka sebagai usaha untuk menarik kembali mereka     kebarisan Khalifah Ali, penumpasan kelompok Khawarij oleh Khalifah Ali     dalam perang Nahawan, dsb bisa dibaca pada buku Bidayah wa Nihayah karya     Ibnu Katsir atau Tharikh (sejarah) Khulafaur Rasyidin atau buku Nahjul     Balagah atau buku-buku tentang biografi Imam Ali bin Abi Thalib) 
 
 Kelompok Khawarij awal mulanya hanya kelompok     politik, tapi kemudian berkembang menjadi aliran ilmu kalam. Mereka telah     keluar dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin. 
 
 Adapun pokok-pokok pikiran mereka dalam ilmu     kalam adalah  
 
            |        a.  |              Menolak tahkim / arbitrase.  |             |        b.  |              Membolehkan Khalifah bukan dari suku Quraisy, bahkan       dari kalangan mana saja.  |             |        c.  |              Mengharuskan seorang khalifah berbuat adil dan       menetapi syariat Islam.  |             |        d.  |              Khalifah yang dianggap telah menyimpang dari       syariat Islam wajib diturunkan, bila perlu secara paksa dan dibunuh.  |             |        e.  |              Melakukan pemberontakan kepada Khalifah yang       mereka anggap dzalim dan tidak adil.  |             |        f.  |              Menganggap pelaku dosa besar adalah kafir.  |        
 
 Aliran Khawarij dalam perkembangan selanjutnya     pecah lagi menjadi beberapa sekte dari yang paling keras adalah sekte     Azariqah dibawah pimpinan Nafi Ibnu Azraq. Golongan ini berpendapat bahwa     orang-orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka adalah kafir dan akan     kekal selama-lamanya dalam neraka, walaupun ia meninggal ketika masih     anak-anak. Termasuk dalam sekte ini adalah Abdurrahman bin Muljam yang membunuh     Khalifah Ali ketika sedang sholat Subuh di Kufah. 
 
 Ada juga sekte yang lebih lunak seperti kelompok     Najdah Ibnu Amir Al-Hanafi dari Yamamah, kelompok Ziad Ibnu Asfar.     Sedangkan yang paling lunak adalah sekte Ibadiah pimpinan Abdullah bin Ibad     yang tidak sampai mengkafirkan dan masih menganggap Islam kelompok diluar     mereka. 
 
 VII. Aliran Syiah 
 
 Syiah artinya pendukung, maksudnya pendukung Ali     bin Abi Thalib. Pada akhir masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan,     seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba menyatakan diri masuk Islam.     Sewaktu masih menganut agama Yahudi ia pernah mengatakan bahwa Yusya bin     Nun adalah seorang yang diberi wasiat oleh Nabi Musa untuk melanjutkan     memimpin Bani Israil. Setelah masuk Islam, dia menghembuskan doktrin bahwa     Ali telah menerima wasiat dari Nabi Muhammad sebagai khalifah sepeninggal     beliau. Lebih dari itu Abdullah bin Saba mengajarkan bahwa pada diri Ali     itu mengandung unsur ketuhanan. 
 
 Abdullah bin Saba mengembara ke kota-kota Islam     seperti Mesir, Basrah dan Kufah menyebarkan ajarannya itu. Pada tahun ke     enam masa kekhalifahan Usman bin Affan, kerabat Usman dari kalangan Bani     Umayyah banyak yang menduduki jabatan penting, seperti gubernur,     sekretaris, bendahara baitul mal. Tindakan para pejabat yang terdiri atas Bani     Umayah kerabat Khalifah Usman banyak yang menyengsarakan rakyat dan dikenal     korup. Pada tahun ke dua belas datanglah delegasi rakyat Mesir, Basrah dan     Kufah mengadukan kezaliman para Gubernur mereka. Mereka menuntut agar Usman     memecat dan mengganti mereka. Khalifah Usman menyanggupi tuntutan mereka     dan mengeluarkan surat pemecatan Abdullah bin Abu Sarah, Gubernur Mesir.     Sebagai penggantinya Khalifah Usman mengangkat Muhammad bin Abu Bakar.     Delegasi penduduk Mesir pun pulang disertai Muhammad bin Abu Bakar, calon     gubernur yang baru dengan membawa surat pemecatan dari Khalifah Usman. 
 
 Pada saat perjalanan kembali ke Mesir, ditengah     jalan rombongan penduduk Mesir disalip oleh seorang penunggang kuda yang     berkuda cepat menuju ke arah Mesir pula. Merasa curiga rombongan penduduk     Mesir mengejar dan menangkap penunggang kuda itu. Setelah diinterogasi,     pada kantung minumannya ditemukan surat perintah berstempel resmi Khalifah     Usman yang isinya perintah untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar dan     beberapa tokoh penduduk Mesir yang sebelumnya ikut datang ke Madinah. 
 
 Mengetahui hal itu penduduk Mesir dan Muhammad     bin Abu Bakar tidak jadi meneruskan perjalanan pulang ke Mesir, melainkan     kembali lagi ke Madinah. Khabar perintah pembunuhan dari Khalifah Usman itu     pun cepat menyebar dan sampai pula pada rombongan penduduk Basrah dan     Kufah. Mereka semua pun datang kembali ke Madinah. 
 
 Dengan suasana emosional mereka mengepung rumah     Khalifah Usman dan meminta penjelasan atas perintah pembunuhan tersebut.     Khalifah Usman bersumpah tidak menuliskan dan tidak pernah menyuruh     seseorang untuk membuat surat perintah tersebut. Kecurigaan mengarah kepada     Marwan bin Hakam, keponakan sekaligus menantu Khalifah Usman yang merupakan     pemegang stempel ke khalifahan. Namun Khalifah Usman enggan untuk     menyerahkan Marwan bin Hakam kepada pihak pengepung. 
 
 Ketegangan terus terjadi dan semakin memuncak     dan berakhir dengan terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan oleh orang-orang     yang mengepung rumahnya. Mayoritas kaum Muslimin akhirnya membaiat Ali bin     Abi Thalib menjadi khalifah namun Muawiyah bin Abi Sofyan tidak mau     mengakuinya dan bahkan menyatakan dirinya sebagai khalifah. 
 
 Talhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam     mulanya turut membaiat Ali sebagai khalifah, kemudian mereka berdua     menuntut jabatan sebagai gubernur Basrah dan Kufah, namun tuntutan mereka     tidak dikabulkan oleh Khalifah Ali, dengan alasan tidak mau memberikan     jabatan kepada orang yang berambisi dan menuntutnya. 
 
 Akhirnya Talhah dan Zubair memberontak kepada     Ali dengan alasan menuntut bela atas terbunuhnya Usman bin Affan. Keduanya     berhasil membujuk Aisyah Ummul Mukminin untuk turut bergabung dalam perang     Jamal. Khalifah Ali pun mengirim tentara untuk memadamkan pemberontakan itu     dan terjadilah pertempuran di kota Basrah. Pada perang Jamal pihak Khalifah     Ali berhasil memenangkan pertempuran. Talhah dan Zubair terbunuh, sedangkan     Aisyah Ummul Mukiminin dikembalikan dengan hormat ke Madinah. 
 
 Dalam perang Jamal, Khalifah Ali melihat     tentaranya yang berasal dari penduduk Kufah paling loyal terhadap dirinya.     Setelah perang Jamal Khalifah Ali memutuskan memindahkan ibukota     pemerintahannya ke Kufah. Pada saat di Kufah sebagian orang Kufah yang     telah terpengaruh oleh ajaran Abdullah bin Saba ada yang mendatanginya dan     berlebihan dalam mendukung dan mencintainya dan bahkan ada yang mengatakan     bahwa engkau Ali adalah tuhan. Ketika khalifah Ali bertanya kepada mereka,     Siapa kalian ? mereka menjawab, Kami adalah syiah (pendukung) Ali. Sejak     itu kelompok yang dikenal sangat fanatik kepada Ali bin Abi Thalib disebut     sebagai Syiah 
 
 Kaum Syiah pengikut Abdullah bin Saba dikenal     sebagai Syiah Sabaiyah. Syiah Sabaiyah ini termasuk dalam kelompok Syiah     Ghulat (ekstrim) yang sampai pada taraf menuhankan Ali bin Abi Thalib.     Syiah Ghulat mempercayai adanya reinkarnasi (hulul) unsur ketuhanan pada     Ali dan keturunannya. 
 
 Syiah Bayaniah, pengikut Bayan bin Saman     menyatakan bahwa Tuhan tercipta dari cahaya yang berbentuk tubuh     sebagaimana manusia dan semuanya akan hancur terkecuali wajah nya saja. 
 
 Syiah Mughiyitah pimpinan Al-Mughirah bin Said     mengatakan Tuhan itu laki-laki, berjisim (bertubuh) dari cahaya, diatas     kepalanya ada mahkota yang juga dari cahaya, memiliki jantung yang     memancarkan ilmu-ilmu hikmah. 
 
 Mereka mengambil dari makna literal ayat-ayat     Al-Quran yang menggambarkan tentang Tuhan dan menjadi penganut     anthropomorpisme (menyerupakan Tuhan seperti manusia). Mereka jatuh pada     tasybih (penyerupaan Tuhan dengan makhluk), faham yang demikian dinamakan     Musyabbihah. Mereka juga jatuh pada tajsim (menetapkan Tuhan ber jism /     bertubuh), faham yang demikian disebut Mujasimah. 
 
 Syiah Imamiah berpendapat bahwa yang berhak     menjadi Khalifah adalah Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Mereka     menganggap Abu Bakar, Umar dan Usman telah menyerobot hak khilafah Ali bin     Abi Thalib sehingga syiah imamiah sangat membenci dan suka mencaci-maki     para Sahabat Nabi tersebut. 
 
 Syiah Itsna Asyariyyah (dua belas imam)     menetapkan dua belas imam Syiah yang dianggap maksum, yaitu : 
 
 1. Ali bin Abi Thalib 2. Hasan bin Ali 3. Husein bin Ali 4. Ali Zainal Abidin bin Husein 5. Muhammad Al-Baqir 6. Jafar Shodiq 
 
 7. Musa Al-Kazhim 8. Ali Al-Ridha 9. Muhammad Al-Jawad 10. Ali an Naqi 11. Hasan Al-Asykari 12. Muhammad bin Hasan Al-Asykari, Al-Mahdi     Al-Mukthadhar, imam yang kedua belas ini dipercaya ghaib (menghilang) di     Samarah dan dipercaya akan muncul kembali sebagai Imam Mahdi Al-Muktadhar     (yang ditunggu) menjelang akhir jaman. 
 
 Namun kaum syiah berbeda pendapat mengenai siapa     imam-imam syiah keturunan Ali yang diakui sebagai imam, Syiah Ismailiyyah     menetapkan Ismail bin Jafar Shadiq sebagai imam yang syah. Dalam     perkembangan selanjutnya Syiah Ismailiyyah ini pecah lagi menjadi beberapa     sekte yaitu Syiah Bathiniyyah, Karmatiyyah, Qaramithah dan Talimiyyah.     Disebut Bathiniyyah karena keyakinan mereka bahwa imam-imam mereka yang     maksum mengetahui tawil ayat-ayat Al-Quran secara isoterik atau imam mereka     memahami makna batin dari Al-Quran. Kelompok Syiah Ismailiyyah-Batiniyyah     inilah yang dikemudian hari berhasil mendirikan pemerintahan Syiah     Buwaitih-Fatimiyyah di Mesir, lepas dari kekuasaan Bani Abbas di Baghdad. 
 
 Kelompok Syiah yang lebih moderat dan dekat     dengan faham suni adalah Syiah Zaidiyah, pengikut Zaid bin Ali Zainal     Abidin. Imam Zaid dikenal sebagai ahli fiqih dari kalangan syiah yang     fahamnya dekat dengan faham suni. Imam Zaid berpendapat bahwa walaupun Ali     lebih berhak menjadi khalifah, namun kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman     tetap syah. Jadi Imam Zaid membolehkan mengangkat imam yang utama walaupun     bukan yang paling utama. 
 
 Kelompok Syiah yang tidak setuju dengan     pandangan Imam Zaid ini dikenal sebagai Syiah Rafidah (menolak) yaitu     menolak pendapat imam Zaid dalam masalah imamah. Kelompok Syiah Rafidah ini     dikenal paling suka mencaci maki Sahabat Nabi (terutama Abu Bakar dan umar)     yang dianggap telah menyerobot hak kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dan     dikenal banyak memalsukan hadits untuk memperkuat pendapat kelompoknya. 
 
 Kaum Syiah memperbolehkan taqiyyah yaitu     menyembunyikan mazhab Syiah mereka, apabila keadaan tidak memungkinkan dan     mengancam keselamatan dan eksistensi mereka. Pada masa kekhalifahan     Al-Mustashim (609-659 H), salah seorang menteri kepercayaannya adalah     Muayyidin Al-Alqami, seorang penganut Syiah Rafidah yang ber taqiyyah     menyembunyikan faham Syiah Rafidahnya. Menteri ini selalu berhubungan     secara rahasia dengan orang-orang Mongol dan mengatur siasat agar     orang-orang Mongol dapat memasuki Baghdad. Tujuannya agar kekuasaan Bani     Abbas yang sunni runtuh dan dia menginginkan agar kekuasaan beralih ke     tangan orang-orang alawiyin (keturunan Ali). Konspirasi itu berhasil dengan     baik, pada tanggal 10 Muharram 656 H akhirnya Baghdad jatuh ketangan     orang-orang Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan. 
 
 (Uraian yang lebih rinci dan detail tentang     jatuhnya kota Baghdad ketangan Mongol dapat dibaca pada buku Tarikh Khulafa     Sejarah Para Khalifah- karangan Imam Jallludin As Suyuthi, pada Bab     Khalifah Al-Mustashim) 
 
 Kaum Syiah yang sekarang banyak terdapat di Iran     adalah Syiah Itsna Asyariyyah yang mempercayai bahwa imam imam mereka     adalah wakil dan mendapat legitimasi dari Imam Syiah kedua belas yang     sedang ghaib. Fiqih mereka mengikuti Imam Jafar Shadiq dan Imam Zaid bin     Ali Zainal Abidin. Kaum Syiah hanya mau menerima hadits dari riwayat ahlul     bait atau dari sahabat Nabi yang dikenal setia mendukung Ali seperti Salman     Al-Farisi, Ammar bin Yasir dan Abdullah bin Abbas. 
 
 VIII. Aliran Murjiah 
 
 Murjiah berasal dari kata arjaa yang berarti     penundaan atau penagguhan. Kaum Murjiah berendapat bahwa seorang muslim     yang melakukan dosa besar status ke-Islaman ditangguhkan, apakah masih     termasuk muslim atau sudah menjadi kafir. Keputusannya diserahkan kelak     kepada Allah di hari perhitungan di akhirat. 
 
 Setelah Terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan,     timbul kemelut politik yang berlanjut dengan perang Nahrawan dan perang     Shiffin dan munculnya firqoh Syiah dan Khawarij. Setelah Khalifah Ali     terbunuh oleh kaum Khawarij, Bani Umayyah menduduki singgasana kekhalifahan     dengan cara paksa dan bertindak represif. 
 
 Antara Syiah, Khawarij dan Bani Umayyah satu     sama lain saling bermusuhan dan saling menumpahkan darah. Ditengah kondisi     yang demikian muncullah firqoh Murjiah yang bersikap netral tidak memihak     ke salah satu pihak yang saling bertikai tersebut dan tidak mau terlibat     dalam pertikaian politik yang sedang terjadi. 
 
 Mereka menegaskan posisi politiknya dengan     menyatakan bahwa mereka mengakui pemerintahan Bani Umayyah karena     kenyataannya Bani Umayyah adalah Khalifah yang sedang berkuasa. 
 
 Mereka tidak memberi penilain terhadap semua     kelompok yang bertikai. Mereka juga mengatakan bahwa kaum muslimin yang     tidak kuasa melawan kekuasaan Bani Umayah yang telah merebut kekhalifahan     dengan kekerasan dan banyak berbuat dzalim tidaklah mengurangi nilai     keiimanannya. 
 
 Pokok pikirannya ini kemudian berkembang menjadi     theologi Murjiah yang berpendapat bahwa iman itu cukup dengan keyakinan     yang mantap didalam hati, adapun perkataan dan perbuatan tidak termasuk     dalam iman. Sebagaimana amal kebaikan tidaklah membawa manfaat bagi orang     yang kafir, mereka juga berpendapat bahwa dosa-kemaksiatan tidaklah     mempengaruhi keimanan seorang muslim yang hatinya tetap mantap pada Islam. 
 
 Firqoh Murjiah terbagi dalam beberapa sekte,     diantaranya : 
 
            |        a.  |              Yunusiah, pengikut Yunus bin Ain An Numairi,       berpendapat bahwa iman itu marifat kepada Allah, tunduk dan cinta dalam       hati secara yakin. Seseorang yang berbuat maksiat tidaklah merusak       keimanannya.  |             |        b.  |              Ghassaniah, pengikut Ghassan Al-Murji,       berpendapat iman itu adalah ikrar atau mencintai dan membersihkan. Iman       itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Masalah-masalah diluar iman,       tidaklah mempengaruhi kepada iman. Seperti tuhan mewajibkan naik haji,       tapi ada orang yang tidak tahu apakah Kabah itu di India atau di negara       lain, maka orang tersebut tetap sebagai mukmin bukan kafir.  |             |        c.  |              Tsaubaniah, pengikut Abi Tsauban Al-Murji,       berpendapat bahwa iman adalah marifah atas dasar ikrar atas Allah dan       Rasul-Nya. Masalah amal bagi sekte ini merupakan soal kedua saja. Abi       Muaz at-Tumany dengan pengikut-pengikutnya yang dikenal dengan at-Tumaniah       berpendapat, iman berintikan marifah, membenarkan, mahabbah, ikhlas dan       iqrar atas segala yang dibawa oleh Rasulullah. Inilah inti dari iman,       selain itu tidak akan membawa kepada kekufuran. Seseorang yang menyembah       kepada matahari atau bulan pada dasarnya bukan kafir tetapi mengandung       benih kekafiran.  |             |        d.  |              Al-Marisah, pengikut Bisyr Al-Murisy tidak       begitu berbeda dengan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya       diatas. Mereka mengatakan, iman itu adalah membenarkan dengan hati dan       ikrar dengan lisan. Kekafiran terjadi kalau menentang dan ingkar. Tapi       kalau seseorang sujud kepada berhala atau matahari, dia tidak kafir       tetapi menyandang tanda-tanda saja dari kekafiran.  |             |        e.  |              As-Shalihiah, pengikut Abdul Hasan As-Salehi,       berpendapat iman itu mengetahui Tuhan dan kalau kufur adalah tidak       mengetahui Tuhan. Mereka berpendirian bahwa iman adalah ibadat dalam arti       marifah kepada Tuhan. Sedang amal saleh seperti shalat, zakat, puasa,       haji semuanya hanyalah gambaran dari kepatuhan tidak termasuk ibadah kepada       Allah. Sedang ibadahnya sendiri itu adalah iman.  |        
 
 IX. Aliran Qadariyah 
 
 Qadariah pertama kali muncul sekitar tahun 70 H     / 689 M, dipimpin oleh Mabad Al Juhni Al Bisri dan Jaad bin Dirham pada     masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (687-705 M). Tetapi ada     juga pendapat yang mengatakan bahwa yang pertama kali mengajarkan faham     Jabariyah adalah seorang Kristen bernama Abu Yunus Sansaweh di Iraq. 
 
 Latar belakang timbulnya firqoh Qadariyah ini     sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggap     kejam dan dzalim. Apabila firqoh Jabariyah berpendapat bahwa khalifah Bani     Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini     berarti merupakan legitimasi kekejaman Bani Umayyah, maka firqoh Qadariyah     mau membatasi masalah takdir tersebut. 
 
 Mereka mengatakan bahwa kalau Allah itu adil,     maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada     orang yang berbuat kebajikan. Manusia harus bebas memilih dalam menentukan     nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik atau yang buruk. Jika     Allah telah menentukan takdir manusia dan memaksakan berlakunya, maka Allah     itu zalim. Mengapa Allah menyiksa manusia karena sesuatu yang telah     ditadirkan dan dipaksakan terjadi oleh Nya ? Karena itu manusia harus     merdeka memilih atau ikhtiar bebas atas perbuatannya. 
 
 Orang-orang yang berpendapat bahwa amal     perbuatan dan nasib manusia hanyalah tergantung pada takdir Allah saja,     selamat atau celaka sudah ditentukan oleh takdir Allah sebelumnya, pendapat     tersebut adalah sesat. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan     Allah dan berarti menganggapNya pula yang menjadi sebab terjadinya     kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah melakukan kejahatan. Jadi firqoh     Qadariyah menolak adanya takdir Allah dan berpendapat bahwa manusia bebas     merdeka menentukan perbuatannya. 
 
 Firqoh Qadariyah mendasarkan ajarannya kepada     beberapa ayat Al-Quran : 
 
 Katakanlah, kebenaran itu datang dari Tuhanmu.     Siapa yang mau beriman maka berimanlah dan siapa yang mau kafir maka     kafirlah ia. (QS Al-Kahfi :29). 
 
 Berbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya     Dia melihat apa yang kamu perbuat. (QS Fushilat : 40). 
 
 Bagaimana apabila bencana menimpa diri kamu     sedang kamu telah menimpakan bencana yang berlipat ganda, sedang kamu     bertanya : Dari mana datangnya (kekalahan) ini ? katakanlah dari kamu     sendiri. (QS Al-Imran : 164). 
 
 Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu     kaum, sehingga mereka sendiri yang merubahnya. (QS Ar-Rad : 11) 
 
 Faham Qadariyah segera mendapat pengikut yang     cukup banyak. Karena ajarannya dianggap membahayakan kekuasaan Bani Umayah,     dengan alasan ajaran Qadariyah dianggap menyimpang dari syariat dan     membahayakan ketertiban umum. Penguasa Bani Umayah, melalui Panglima Hajjaj     bin Yusuf menangkap Mabad Al Juhni dan beberapa pengikutnya kemudian     dihukum mati di Damaskus pada tahun 80 H/690 M. 
 
 Gailan Ad Dimsyaqi adalah salah satu tokoh     Qadariyah, penduduk kota Damaskus. Ayahnya pernah bekerja pada Khalifah     Usman bin Affan. Ia datang ke Damaskus pada masa pemerintahan Khalifah     Hisyam bin Abdul Malik (102-125 H). Gailan juga dihukum mati karena faham     Qadariyahnya. 
 
 Sehubungan pendapat-pendapat Qadariyah tersebut,     sebelumnya ada Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut : 
 
 Dari Hudzaifah ra. berkata : Rasulullah bersabda     : Bagi tiap-tiap umat ada Majusinya. Dan Majusi umatku ini ialah mereka     yang mengatakan bahwa tidak ada takdir. Barangsiapa diantara mereka itu     mati, maka janganlah kalian menshalati jenazahnya. Dan barangsiapa diantara     mereka itu sakit, maka janganlah kalian menjenguknya. Mereka adalah     golongan Dajjal dan memang ada hak bagi Allah untuk mengkaitkan mereka itu     dengan Dajjal itu. (HR Abu Dawud). 
 
 Mereka dikatakan Majusi karena berpendapat ada     dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan keburukan. Hal ini sama persis     dengan ajaran agama Majusi (Zoroaster) yang mengatakan ada Tuhan Terang     (Ahura Mazda) dan ada Tuhan Gelap (Ahriman). 
 
 X. Aliran Jabariyah 
 
 Firqoh Jabariyah timbulnya hampir bersamaan     dengan timbulnya Qadariyah dan tampaknya merupakan reaksi daripadanya.     Daerah tempat timbulnya juga tidak berjauhan. Qadariyah muncul di Iraq,     sedangkan Jabariyah muncul di Khurasan (Iran). 
 
 Pemimpinnya yang pertama adalah Jahm bin Sofyan,     oleh sebab itu kadang firqoh ini disebut Jahmiyah. Ajaran-ajarannya banyak     persamaannya dengal aliran Qurro agama Yahudi dan aliran Yacobiyah agama     Nasrani. 
 
 Pada mulanya Jahm bin Sofyan adalah juru tulis     dari seorang pemimpin bernama Suraih bin Harits Ali Nashar bin Sayyar yang     memberontak di daerah Khurasan terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Dia     terkenal orang yang tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik     adalah bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan     tidak ada kasab. Segala perbuatan manusia itu terpaksa (majbur) diluar     kemauannya, sebagaimana keadaan bulu ayam terbang kemana arah angin bertiup     atau sepotong kayu ditengah lautan mengikuti arah hempasan ombak.     Singkatnya bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat manusia itu tidak     mempunyai daya ikhtiar, semuanya sudah ditakdirkan, segala gerak perbuatan     manusia dipaksa oleh adanya kehendak Allah, jadi merupakan kebalikan dari     faham Qadariyah. 
 
 Jabariyah berpendapat bahwa hanya Allah sajalah     yang menentukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua     perbuatan manusia itu sejak semula sudah diketahui Allah dan semua amal     perbuatan itu adalah berlaku dengan kodrat dan iradat-Nya. Manusia tidak     mencampurinya sama sekali. Usaha manusia sama sekali bukan ditentukan oleh     manusia sendiri. Kodrat dan Iradat Allah adalah mencabut kekuasaan manusia     sama sekali. Pada hakikatnya segala perbuatan dan gerak-gerik manusia     semuanya merupakan paksaan (majbur) oleh Allah semata-mata. Kebaikan dan     kejahatan itupun semata-mata paksaan pula, sekalipun nantinya manusia     memperoleh balasan surga atau neraka. 
 
 Pembalasan berupa surga atau neraka itu bukan     sebagai ganjaran atas kebaikan dan kejahatan yang diperbuat manusia semasa     hidupnya. Surga dan neraka itu semata-mat abukti kebesaran Allah dalam     Kodrat dan Iradat-Nya. 
 
 Kalau manusia itu diserahi kodrat dan iradat     sendiri dalam mewujudkan usahanya dan Allah saja yang menanggung kodrat dan     iradat yang menentukan perbuatan manusia tersebut, hal itu sulit diterima.     Ibaratnya orang yang diikat lalu dilemparkan kelaut, seraya diserukan     kepadanya Jagalah dirimu, jangan sampai tenggelam. 
 
 Akan tetapi faham Jabariyah ini melampaui     batasm, sehingga berkeyakinan bahwa tidak berdosa kalau berbuat kejahatan,     karena yang berbuat itu pada hakekatnya Allah juga. Sesatnya lagi, mereka     berpendapat bahwa bila seseorang mencuri maka pada hakekatnya Allah juga     yang melakukan pencurian. Bila seseorang mengerjakan shalat maka Tuhan pula     yang melakukan shalat. Jadi kalau orang yang berbuat buruk atau jahat lalu     dimasukkan kedalam neraka, maka Tuhan itu tidak adil, karena apapun yang     diperbuat manusia kebaikan atau keburukan tidak satupun lepas dari kodrat     dan iradat Nya. 
 
 Sebagian pengikut Jabariyah beranggapan telah     bersatu dengan Tuhan. Disini menimbulkan faham wihdatul wujud, yaitu     manunggaling kawulo gusti, bersatunya manusia dengan Tuhan. 
 
 Jabariyah dalam fahamnya, mendasarkan pada     beberapa ayat Al-Quran : 
 
 Tidak dapat kamu berbuat adil diantara     perempuan-perempuan itu (QS An-Nisa : 129). 
 
 Perhatikanlah pada hari kiamat yang amat susah     itu, alalu mereka diseru supaya sujud (Al-Qalam : 24). 
 
 Mereka sebenarnya tidak akan percaya, sekirannya     Allah tidak menghendaki (QS Al-Anam : 112). 
 
 Allah menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu     perbuat (QS As-Shaffat : 96). 
 
 Bukanlah engkau yang melempar ketika engkau     melempar (musuh) tetapi Allah lah yang melempar (mereka) (QS Al-Hadid :     22). 
 
 Tidak ada bencana yang menimpa di bumi dan diri     kamu, kecuali telah (ditentukan) didalam kitab sebelum ia kamu ciptakan.     (QS Al-Insan : 30). 
 
 Faham jabariyah dalam dalam theologi Islam mirip     dengan faham fatalisme dalam filsafat, yaitu beranggapan secara determinis     bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan dan kebebasan, sebab segala-galanya     telah ditentukan sebelumnya. Bagi mereka yang berfaham Deteminis Theologi     maka ketentuan itu datang dari alam makrokosmos dan mikrokosmos sebagaimana     tampak dalam filasafat Tiongkok kuno, filsafat Mesir kuno dan filsafat     Parmenides dari Yunani. Aliran Determinis Theologi berpendapat     segala-galanya telah ditentukan oleh Tuhan, sehingga manusia tidak dapat     berbuat apa-apa selain menjalani takdirnya yang dipaksakan kepadanya.     Mereka rela tunduk kepada ketentuan takdir (fatalist) yang telah ditetapkan     sebelumnya (predestination) tanpa ada ikhtiar bebas dan mereka menolak     adanya kehendak bebas (libre ar bitre). 
 
 XI. Aliran Mutazilah 
 
 Kata Mutazilah berasal dari kata itazala,     artinya menyisihkan diri. Imam Hasan Al Basri (wafat 110 H) adalah seorang     tabiin besar di Basrah yang mempunyai perguruan di Masjid Raya kota Basrah.     Diantara murid-muridnya yang tergolong pandai adalah Washil bin Atho (wafat     131 H). Suatu hari Imam Hasan Al Basri menerangkan bahwa seorang muslim     yang melakukan dosa besar, lalu ia meninggal sebelum bertaubat, menurut     Imam Hasan Al Basri orang itu tetap muslim, hanya saja muslim yang durhakan     dan nanti kelak di akhirat akan dimasukkan neraka sebagai hukum atas     perbuatan dosanya sampai batas waktu tertentu. Setelah itu ia akan     dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. 
 
 Washil bin Ato menyanggah pendapat gurunya     tersebut dan mengemukakan pendapat yang berbeda. Ia berpendapat bahwa     seorang muslim yang melakukan dosa besar dan meninggal sebelum ber-taubat     termasuk fasik, tidak muslim dan tidak kafir. Di ahirat nanti akan berada     pada suatu tempat antara surga dan neraka. Karena itu Washil memisahkan     diri dari majelis gurunya dan membentuk halaqoh pengajian sendiri disalah     satu sudut masjid Basrah. Washil bin Atho diikuti oleh salah seorang     temannya yang setia yaitu Amr bin Ubaid (wafat 144 H). Terjadinya peristiwa     tersebut merupakan awal timbulnya firqoh Mutazilah. Saat itu Khalifah Bani     Umayyah yang sedang berkuasa adalah Hisyam bin Abdul Malik (101 125 H). 
 
 Pusat pergerakan Aliran Mutazilah : 
 
 
 
 1. Basrah, pada permulaan abad ke-2 Hijriah,     dipimpin Washil bin Atho dan Amr bin Ubaid. Pada permulaan abad ke-3     Hijriah dipimpin oleh Abu Hudzail Al Allaf (w. 221 H), Ibrahim bin Sayyar     An Naddham (w 221 H), Abu Basyar Al Marisi (w 218 H), Utsman Al Jahiz (w     255 H), Ibnu Al Muammar (w 210 H) dan Abu Ali Al Jubai (w 303 H). 
 
 2. Baghdad, dipimpin oleh Basyar bin Al Mutamar     dibantu oleh Abu Musa Al Murdan, Ahmad bin Abi Dawud (w 240 H), Jafar bin     Mubasysyar ( w 234 H) dan Jafar bin Harib Al Hamdani (w 235 H). 
 
 Ajaran-ajaran Mutazilah mendapat dukungan dari     penguasa Bani Umayyah yaitu Khalifah Yazid bin Walid (125-126 H), sedangkan     dari Bani Abbasyah : Al Mamun (198-218 H), Al-Mutashim (218-227 H),     Al-Watsiq (227-232 H). Karena didukung penguasa faham-faham Mutazilah     menjadi tersebar luas. Ulama-ulama Mutazilah yang terkenal, diantaranya : 
 
            |        1.  |              Utsman Al Jahiz (w. 255 H) mengarang kitab Al       Hiwan.  |             |        2.  |              Syarif Radli (w. 406 H) mengarang kitab       Majazul Quran.  |             |        3.  |              Abdul Jabbar bin Ahmad, lebih dikenal dengan       Qadli Qudlot, mengarang kitab Syarah Ushulil Khamsah.  |             |        4.  |              Zamakhsyari (w. 528 H) mengarang kitab tafsir       Al-Kasysyaf.  |             |        5.  |              Ibnu Abil Haddad (w. 655 H) mengarang kitab       Syarah Nahjul Balaghah.  |        
 
 Aliran Mutazilah banyak terpengaruh oleh     unsur-unsur dari luar Islam. Mereka dikenal giat mempelajari kitab-kitab     filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya, terutama filasaf     Platodan Aristoteles. Ilmu logika sangat menarik perhatian mereka, karena     menunjang berfikir logis dan sistematis. Aliran Mutazilah dikenal lebih     mengedepankan akal pikiran (rasio) dan liberal, baru sesudah itu merujuk     pada nash-nash Al-Quran atau hadits. 
 
 Ciri khas lainnya dari kelompok Mutazilah adalah     suka berdebat, terutama dihadapan umum. Mereka yakin dengan kemapuan logika     dan akal pikiran mereka, kerena itu mereka suka berdebat dengan siapa saja     yang berbeda pendapat dengan mereka. 
 
 Meskipun firqoh Mutazilah terpecah lagi menjadi     22 sekte, namun semuanya masih mempunyai lima prinsip ajaran yang mereka     sepakati yaitu ushulil khamsah, yaitu : 
 
            |        1.  |              Tauhid, bahwa Allah itu Esa. Mereka menolak       sifat-sifat Allah, menetapkan sifat-sifat bagi Allah dianggap menodai ke       Esa an Allah.  |             |        2.  |              Keadilan Tuhan, menetapkan bahwa Allah itu       adil memberi pahala bagi yang berbuat baik dan menyiksa yang berbuat       dosa, mendukung faham kehendak bebas (Qadariah) dan menolak paham       Jabariyah.  |             |        3.  |              Janji dan Ancaman, Mereka berpendapat karena       Allah itu Maha Adil, maka mereka mewajibkan bagi Allah memberi pahala dan       surga bagi yang berbuat baik dan menyiksa dalam neraka bagi yang berbuat       jahat. Kalau hal itu tidak dipenuhi maka Allah dinilai tidak adil.  |             |        4.  |              Manzilah baina Manzilatain (tempat diantara       dua tempat), seorang muslim yang melakukan dosa besar maka menjadi fasik       yaitu diantara muslim dan kafir. Bila sampai meninggal belum bertaubat,       mereka berpendapat orang tersebut akan berada pada suatu tempat diantara       surga dan neraka.  |             |        5.  |              Amar maruh nahi munkar, mereka dikenal gigih       memberantas pemikiran-pemikiran sesat aliran kebatinan dan yang tidak       rasional. Bahkan sampai kepada hal-hal yang melampaui batas yaitu ketika       mereka dengan dukungan penguasa Bani Abbas mempropagandakan kemahklukan       Al-Quran.  |        
 
 Peristiwa Mihnah 
 
 Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid,     salah seorang ulama Mutazilah bernama Basyar Al Marisy melontarkan pendapat     bahwa Al-Quran adalah makhluk. Pada waktu itu Khalifah Harun Al-Rasyid     mengancam orang-orang yang berpendapat seperti itu dengan hukuman yang     berat. Bahkah Khalifah Harun Al-Rasyid pernah berkata : Jika Allah SWT     memberiku umur panjang, bila aku berjumpa dengan Basyar, niscaya akan aku     bunuh dia dengan pembunuhan yang belum pernah aku jatuhkan kepada orang     lain. 
 
 Maka Basyar Al Marisy pun ketakutan dan     menyembunyikan diri dalam waktu sekitar 20 tahun, hingga Khalifah Harun     Al-Rasyid meninggal. Sepeninggal Khalifah Harun Al-Rasyid, barulah Basyar     keluar menampakkan diri dan menyebarkan fahamnya ditengah masyarakat ramai.     Maka ajaran ini menjadi buah bibir dan pembicaraan yang ramai ditengah     masarakat, namun Khalifah Al-Amin pengganti ayahnya Harun Al-Rasyid masih     bisa mengatasinya dan memberikan ancaman dan hukuman berat kepada     orang-orang yang mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk. 
 
 Ketika pemerintahan berada pada Khalifah     Al-Mamun (saudara Al-Amin), orang-orang Mutazilah mendapat hati disisi     Khalifah dan mereka berhasil mempengaruhi Khalifah Al-Mamun dan mendukung     faham bahwa Al-Quran adalah makhluk. 
 
 Khalifah Al-Mamun (198-218 H) dikenal penganut     dan pendukung utama aliran rasionalis Mutazilah. Atas usulan menterinya     yang menjabat sebagai Qadhi Qudhat bernama Ahmad bin Abi Daud yang juga     pentolah aliran Mutazilah. Pada tahun 215 H Khalifah Al-Mamun yang sedang     berada di Tharsus memerintahkan pejabatnya di Baghdad yang bernama Ishaq     bin Ibrahim yang juga seorang penganut Mutazilah untuk memprogandakan     ajaran Al-Quran adalah Makhluk dan memaksakan faham itu kepada seluruh     rakyat dan para ulama. 
 
 Menurut kitab Tarikh At-Thabari, dalam suratnya     kepada Ishaq bin Ibrahim, Al-Mamun menuliskan : 
 
 Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam     bahasa Arab supaya kamu memahaminya. (QS Az-Zukhruf : 3) 
 
 Semua orang tahu bahwa apa pun yang Allah     jadikan adalah merupakan coptaan-Nya dengan demikian dia (Al-Quran) adalah     makhluk. Sedangkan Allah berfirman : 
 
 Dan Dia jadikan kegelapan dan cahaya. (QS Thaha     : 99) 
 
 dan firman-Nya : 
 
 Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad)     sebagian kisah umat yang telah lalu. (QS Thaha : 99). 
 
 Dalam dua ayat ini Allah memberitahukan bahwa     Dia mengisahkan beberapa kisah yang terjadi setelah Dia ciptakan. Allah jug     berfirman : 
 
 (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun     dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci. (QS Hud : 1) 
 
 Allah telah menyusun kitab-Nya dengan rapi dan     menjelaskannya. Dengan demikian jelas Dia adalah pencipta Al-Quran, maka     yang diciptakan berarti makhluk. 
 
 (perhatikan betapa rasionalnya cara pemikiran     kaum Mutazilah) 
 
 Hampir semua ulama besar dipanggil ke Baghdad     untuk diuji apakah mereka sependapat dengan faham mereka. Bila tidak     sependapat para ulama itu dipaksa bahkan disiksa. Akhirnya sebagian besar     ulama banyak yang dengan terpaksa pura pura mengikuti pendapat mereka     karena takut dibunuh. 
 
 Salah satu ulama yang diinterogasi adalah Imam Ahmad     bin Hanbal, beliau satu-satunya yang tidak mau mengatakan bahwa Al-Quran     adalah makhluk. Berikut ini tanya jawab antara Ishaq bin Ibrahim dengan     Imam Ahmad bin Hanbal : 
 
 Ishaq bin Ibrahim : Bagaimana pendapatmu tentang     Al-Quran ? Ahmad bin Hanbal : Al-Quran adalah Kalamullah. Ishaq bin Ibrahim : Apakah ia makhluk ? Ahmad bin Hanbal : Ia Kalamullah aku tidak     menambahi yang lebih dari itu. Ishaq bin Ibrahim : Apakah arti bahwa Allah itu     Maha Mendengar dan Maha Melihat ? Ahmad bin Hanbal : Itu seperti apa yang Dia     sifatkan kepada diri-Nya. Ishaq bin Ibrahim : Apa maksudnya ? Ahmad bin Hanbal : Aku tidak tahu, Dia seperti     apa yang Dia sifatkan bagi diri-Nya. 
 
 Karena pendiriannya itu Imam Ahmad bin Hanbal     dipenjara dan dihukum cambuk dan aneka perlakuan kasar lainnya. Salah     seorang sahabatnya yang bernama Abu Bakar Al Mawarzi, ketika menjenguknya     berusaha membujuk dan menasehati beliau : Ahmad, mereka memukuli anda,     padahal Allah telah berfirman : Janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam     kebinasaan. Maka Imam Ahmad bin Hanbal berkata, Silahkan nada keluar dari     sini, dan lihatlah yang diluar sana. Maka Abu Bakar Al Mawarzi pun melihat     keluar dilihatnya banyak orang berkerumun diserambi istana Khalifah membawa     kertas dan pena. Abu Bakar Al Mawarzi pun bertanya, Untuk apa kalian     membawa kertas dan pena ? Orang-orang itu menjawab, Kami menunggu dan akan     menuliskan apa yang diucapkan Imam Ahmad bin Hanbal. Abu Bakar Al Mawarzi     kembali lagi dan menceritakan hal itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal,     kemudian Imam Ahmad berkata : Wahai Mawarzi apakah aku akan menyesatkan     mereka semua ?, aku yakin tidak. Biarlah aku mati, asalkan aku tidak     menyesatkan orang-orang itu. Abu Bakar Al Mawarzi lalu berguman : Ia     mengorbankan dirinya karena Allah. 
 
 Nyaris saja Imam Ahmad bin Hanbal akan dibunuh,     kalau saja tidak datang khabar dari Tharsus bahwa Khalifah Al-Mamun telah     meninggal secara mendadak. 
 
 Sepeninggal Al-Mamun faham Al-Quran adalah     makhluk masih dilanjutkan oleh Khalifah penggantinya yaitu Al-Mutashim dan     Al-Watsiq. Propaganda itu baru berhenti setelah ada peristiwa Al-Watsiq     menginterogasi seorang ulama bernama Abu Abdurrahman Abdullah bin Muhammad     Adzrami (guru Imam Abu Dawud dan Imam An-Nasai) yang juga dihadiri oleh     tokok-tokoh ulama Mutazilah 
 
 Al-Watsiq bertanya kepada para tokoh Mutazilah :     Beritahukan kepada saya tentang seruan kalian kepada manusia itu maksudnya     tentang kemakhlukan Al-Quran- apakah Rasulullah mengetahuinya, namun dia     tidak menyerukannya kepada manusia, atau beliau sama sekali tidak     mengetahuinya ? 
 
 Seorang ulama Mutazilah, berkata : Rasulullah     pasti tahu tentang itu. 
 
 Abu Abdurrahman Abdullah bin Muhammad Adzrami     yang dalam keadaan diborgol, berkata : Rasulullah mampu bersabar tidak     menyeru manusia kepada apa yang diketahuinya, sedangkan kalian tidak mampu. 
 
 Mendengar jawaban yang diplomatis dan cerdik itu     Al-Watsiq kagum bercampur geli dan akhirnya menghentikan propaganda tentang     kemakhlukan Al-Quran. 
 
 Disamping lima prinsip dasar (ushulil khomsah)     dan Al-Quran adalah makhluk, ada beberapa ajaran-ajaran mereka yang lain,     diantaranya : 
 
            |        a.  |              Menolak memberikan sifat kepada Allah (Maha       Mendengar, Maha Melihat, dsb) karena hal itu dianggap menodai ke Esa-an       Allah.  |             |        b.  |              Baik dan buruk itu berdasarkan akal.  |             |        c.  |              Orang yang berdosa besar akan kekal dalam       neraka  |             |        d.  |              Perbuatan manusia itu usaha bebas sendiri.  |             |        e.  |              Allah tidak bisa dilihat walaupun di Akhirat       kelak.  |             |        f.  |              Surga dan neraka tidak kekal.  |             |        g.  |              Alam semesta itu qadim.  |        
 
 XII. Aliran Shifatiyyah 
 
 Aliran Shifatiyyah adalah faham yang menerima     adanya sifat-sifat Allah yang dikhabarkan dalam nash Al-Quran dan Hadits     (sifat khabariyah). Aliran ini bertentangan dengan faham Mutazilah yang     menolak memberikan sifat khabariah bagi Allah. Aliran Shifatiyyah dibagi     menjadi empat sekte, yaitu : 
 
 1. Musyabbihah / Mujasimah (Anthropomorpisme),     yaitu memegangi sifat khabariyah tentang tasybih dan tajsim berdasarkan     makna literalnya. Syiah Bayaniah, pengikut Bayan bin Saman menyatakan bahwa     Tuhan tercipta dari cahaya yang berbentuk tubuh sebagaimana manusia dan     semuanya akan hancur terkecuali wajah nya saja. Syiah Mughiyitah pimpinan     Al-Mughirah bin Said mengatakan Tuhan itu laki-laki, berjisim (bertubuh)     dari cahaya, diatas kepalanya ada mahkota yang juga dari cahaya, memiliki     jantung yang memancarkan ilmu-ilmu hikmah 
 
 2. Ahlus Sunnah Wal Jamaah. 
 
            |        a.  |              Asyariyah, pengikut Imam Abu Hasan Al-Asyari.  |             |        b.  |              Maturidiyah, pengikut Imam Abu Manshur       Al-Maturidi. 
 
 Imam Muhammad As Zabidi dalam kitab Ittikaf       Sadatul Muttaqin, Juz II halaman 6 menyatakan : 
 
 Bila dinyatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka       maksudnya adalah aliran Asyariyah dan Maturidiyah 
 
  |        
 
 3. Aliran Khalaf (mutakallimin), yaitu sebagian     ulama setelah abad ke-3 Hijriah yang mentawilkan ayat-ayat tasybih dan     tajsim yang ada qarinah itu lafazh majazi yang masih memungkinkan untuk di     tawilkan dari makna hakikatnya, guna menghindari penyerupaan Allah dengan     makhluknya. 
 
 Contohnya : 
 
            |        a.  |              Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia       kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah,       tangan Allah diatas tangan mereka. (QS Al-Fath : 10) 
 
 Ulama khalaf menafsirkan kata tangan Allah       dengan kekuatan, kekuasaan dan keridloan Allah.  |             |        b.  |              Dan buatlah perahu dengan mata Kami dan wahyu       kami. (QS Hud : 37). 
 
 Kata mata Kami ditafsirkan dengan pengawasan       Kami.  |             |        c.  |              Tuhan yang Rahman bersemayam diatas Arsy. (Q       Thaha : 5) 
 
 Kata bersemayam ditafsirkan dengan berkuasa. 
 
  |             |        d.  |              Dan datanglah Tuhanmu, sedang para Malaikat       berbaris-baris (QS Al Fajr : 22). 
 
 Kata datang Tuhanmu ditafsirkan datang       perintah Tuhanmu. 
 
  |             |        e.  |              Aduhai, sesalanku atas kelalaianku dalam       mengurus sisi rusuk Tuhanku. (QS Az Zumar : 56) 
 
 Kata sisi rusuk Tuhanku ditafsirkan dengan       menunaikan kewajiban tuhan. 
 
  |             |        f.  |              Segala yang didunia akan lenyap binasa, dan       yang akan kekal hanyalah wajah Tuhanmu. (QS Ar Rahman : 26) 
 
 Kata wajah ditafsirkan dengan dzat Tuhan. 
 
  |             |        
 
  |              Dan Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu       berada. (QS AL-Hadid : 4) 
 
 Kata bersama kamu ditafsirkan dengan melihat,       mengetahui, mendengar dan memantau 
 
  |             |        h.  |              Adakah kamu merasa ama terhadap (Tuhan) yang       dilangit itu, bahwa kamu akan ditenggelamkan kedalam bumi, yang ketika       itu berguncang keras ? (QS Al Mulk : 16) 
 
 Kata di langit ditafsirkan diketinggian       (kemulyaan) dzatNya dan langit kekuasaannya. 
 
 
 
  |             |        i.  |              Hadits Riwayat Bukhari : 
 
 Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :       Tuhan kita, tiap-tiap malam turun kelangit dunia pada ketika tinggal       sepertiga malam yang terakhir, lalu Dia berkata : Siapakah yang akan       berdoa maka Aku kabulkan, siapakah yang meminta maka akan Aku beri,       siapakah yang mohon ampunan, maka Aku ampuni. 
 
 Kata turun ditafsirkan dilimpahkan Rahmat       Allah. 
 
  |             |        j.  |              Hadits riwayat Bukhari dan Muslim : 
 
 Kepada neraka jahanam selalu dilemparkan       sesuatu, dan ia selalu bertanya : Adakah tambahannya ? sampai tuhan       meletakkan tumit-Nya dalam neraka jahanam itu, sehingga berhimpit isi       neraka itu yang satu dengan yang lainnya, lalu jahanam berkata :       Cukuplah, cukup. 
 
 Kata qadamahu tidak ditafsirkan tumit Allah       tapi semua orang-orang penghuni neraka. 
 
  |             |        k.  |              Hadits riwayat Muslim : 
 
 Bahwasanya hati anak Adam seluruhnya terletak       diantara dua anak jari Tuhan yang Rahman. 
 
 Kata diantara anak jari ditafsirkan anatara       sifat Qudrat dan Iradat Allah. 
 
  |             |        l.  |              Hadits riwayat Muslim: 
 
 Tuhan menjadikan Adam atas rupa (citra) Nya. 
 
 Kata rupa ditafsirkan dengan kehendak Nya. 
 
  |             |        m.  |              Hadits riwayat Bukhari dan Muslim 
 
 Barangsiapa bersedekah setimbang kurma hasil       pencarian yang halal niscaya Tuhan menerima sedekah itu dengan tangan       kanan-Nya. 
 
 Kata tangan kanan-Nya ditafsirkan dengan       keridloan-Nya. 
 
  |        
 
 4. Aliran Salaf, yaitu mengimani semua nash     Al-Quran dan Hadits yang mengandung tasybih, tajsim dan sifat khabariyah     Allah tetapi tanpa mau membahas mendetail dan tidak mau memberikan     tawilnya. Ulama-ulama yang beraliran seperti ini antara lain : Imam Malik     bin Anas, Muqatil bin Sulaiman, Sufyan Tsauri, Dawud bin Ali Al-Ashafani,     Harits bin Asad Al Muhasibi. Diantara perkataan aliran salaf : 
 
 Kami beriman dengan segala apa yang diberitakan     didalam Kitab dan Sunnah, dan kami tidak mencoba menafsirkannya, mengetahui     dengan yakin bahwa Allah tidak seupa dengan makhluk apa pun dan bahwa semua     pencitraan yang kami katakan mengenai Dia, berdasarkan yang diciptakan     sendiri oleh-Nya dan berasal dari diri-Nya. 
 
 XIII. Aliran Ahlussunnah wal Jamaah 
 
 A. Asyariyah 
 
 Aliran ini disandarkan kepada perumusnya yaitu     Imam Abu Hasan Al-Asyari (260-324 H). Mula-mula beliau berguru kepada tokoh     Mutazilah bernama Abu Ali Al Jubai yang juga merupakan bapak tirinya.     Beliau pun juga dikenal sebagai penganut faham Mutazilah yang utama. Imam     Abu Hasan Al-Asyari juga sering diminta menggantikan mengajar di majelis     pengajian gurunya Al-jubai. Namun seiring perjalanan waktu, dikemudian hari     beliau merasa ketidakcocokan dengan aliran Mutazilah. Hal itu mencapai     puncaknya setelah terjadi diskusi-perdebatan antara Imam Asyari dengan gurunya     Al-Jubai ; 
 
 Asyari : Bagaimana menurut pendapat anda tentang     tiga orang yang meninggal dalam keadaan berlainan : mukmin, kafir dan anak     kecil. 
 
 Al Jubai : Orang mukmin masuk surga, orang kafir     masuk neraka dan anak kecil selamat dari neraka. 
 
 Asyari : Apabila anak kecil itu ingin masuk     surga, apakah mungkin ? 
 
 Al Jubai : Tidak mungkin, bahkan dikatakan     kepadanya bahwa surga itu dapat dicapai dengan taat kepada Allah, sedangkan     engkau (anak kecil) belum beramal seperti itu. 
 
 Asyari : Seandainya anak kecil itu berkata :     memang aku belum beramal. Seandainya aku dihidupkan sampai dewasa, tentu     aku akan beramal seperti amalnya orang mukmin. 
 
 Al Jubai : Allah akan menjawab : Aku mengetahui     bahwa seandainya engkau sampai umur dewasa niscaya engkau bermaksiat dan     engkau akan masuk neraka. Karena itu Aku sengaja mematikanmu sebelum engkau     dewasa. 
 
 Asyari : Seandainya orang kafir itu bertanya     kepada Allah : Engkau telah mengetahui keadaanku sebagaimana mengetahui     keadaan si anak kecil, mengapa Engkau tidak menjaga kemaslahatanku dan     mematikan aku selagi masih kecil ? 
 
 (maka Al Jubai terdiam, tidak mampu menjawab) 
 
 Beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan     mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mutazilah dan faham ahli     fiqih-Hadits. Ketika mencapai umur 40 tahun, Imam Abu Hasan Al-Asyari     mengurung diri dirumahnya selama 15 hari untuk memikirkan hal tersebut.     Pada hari jumat, dia naik mimbar Masjid Basrah, menyatakan secara resmi     keluar dari aliran Mutazilah dengan berpidato : 
 
 Wahai sekalian manusia, barang siapa mengenalku     sungguh dia telah mengenalku. Barangsiapa belum mengenalku, maka aku     mengenalnya sendiri. Aku adalah fulan bin fulan, dahulu aku berpendapat     bahwa Al-Quran adalah makhluk; bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat     dengan mata; bahwa perbuatan-perbuatan jelek aku sendiri yang     memperbuatnya. Aku bertaubat dan menolak faham-faham Mutazilah dan keluar     daripadanya. 
 
 Imam Abu Hasan Al Asyari setelah keluar dari     Mutazilah beliau merumuskan ajaran-ajarannya kembali berdasarkan manhaj     salafus saleh, beliau mengikuti pendapat imam Malik bin Anas dan Imam Ahmad     bin Hanbal. Beliau merumuskan ajarannya berada ditengah-tengah antara kaum     Mutazilah yang rasionalis-liberalis dengan kaum Anthropomorpis-literalis. 
 
 Beliau kembali ke manhaj salaf dengan     mendasarkan kepada nash Al-Quran dan Hadits, tetapi menerangkannya dengan     menggunakan metode scholastis yang rasional sebatas memperkuat dan     menjelaskan pemahaman nash. Ternyata perumusan ajaran-ajaran beliau     diterima oleh mayoritas umat Islam. 
 
 Imam Abu Hasan Asyari pernah mengatakan : 
 
 Sesungguhnya banyak pengikut aliran Mutazilah     dan Qadariyah yang menuruti hawa nafsu mereka untuk bertaqlid pada     pimpinan-pimpinan mereka dan orang-orang yang mendahului mereka, sehingga     mereka mentakwilkan Al-Quran menurut pendapat mereka sendiri, degan suatu     tawilan dimana Allah tidak menurunkan padanya suatu kekuasaan dan tidak     menjelaskan padanya suatu bukti dan merekapun tidak menukilkan dari Rasul,     begitu pula tidak dari orang-orang salaf terdahulu. 
 
 Seorang Ulama dan peneliti asal Mesir, Dr.     Muhammad Abu Zahrah menuliskan metodologi dan pemikiran Imam Hasan Asyari     sebagai berikut : 
 
            |        1.  |              Menempatkan Al-Quran dan hadits sebagai sumber       inspirasi akidah dan sebagai bahan argumentasi atas segala macam bantahan       yang datang. Maka dapat diartikan, bahwa AL-Quran maupun Hadits sebagai       dasar metodologi berhujjah Ahlus Sunnah wal Jamaah (Asyariyah). 
 
  |             |        2.  |              Meletakkan tekstual nash (Dhawahur An Nushus)       yang masih mungkin membutuhkan interpretasi dan masuk dalam kategori       tasybih, tanpa harus dipaksakan masuk dalam tasybih secara murni. Dalam       hal ini mempunyai dampak atau konsekuensi logis, bahwa ia tidak bisa       lepas dari sebuah pemahaman kalau Allah mempunyai wajah, akan tetapi       sangat berbeda dengan wajah semua mahkluk-Nya. Demikian pula mempunyai       tangan yang tidak sama dengan tangan makhluk-nya. 
 
  |             |        3  |              Memperbolehkan berhujjah dalam hal akidah,       meskipun bersumber dari hadits-hadits ahad. Sebagai bukti, bahwa       sebenarnya hadits ahad pun sah-sah saja sebagai pedoman. Secara tegas ia       menjelaskan, betapa banyak hadits-hadits ahad yang dijadikan rujuan       akidah (tentunya hadits ahad yang sahih).  |        
 
 Imam Abu Hasan Asyari telah menulis sekitar 300     judul kitab dalam berbagai bidang ilmu. Diantara kitabnya yang terkenal     adalah Al Ibanah An Ushul Ad Dinayah, sebuah kitab besar tentang Ushuludin,     akidah Ahlus Sunnah wal Jamaa, Maqalatul Islamiyyin dan Al-Luma. . 
 
 Orang-orang yang mengaku pengikut Imam Ahmad bin     Hanbal (kaum Hanbaliyin) yang juga kadang disebut kaum salaf tetap     mencurigai beliau, karena beliau sebelumnya dikenal sebagai penganut     Mutazilah disamping karena Imam Asyari menggunakan metode scholastik yang     dianggap masih berbau Mutazilah dan bermazhab Syafii. Akibatnya orang-orang     Hanbaliyin-Salafiyin menentangnya dan mengkafirkannya bahkan menghalalkan     darah orang-orang yang mendukung ajarannya. 
 
 Penentangan orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin     terhadap faham Asyariyah, bisa diruntut sebagai berikut : 
 
            |        a.  |              Sepeninggal Khalifah Al-Watsiq, tampuk       kekuasaan ada ditangan Khalifah Al-Mutawakkil (205-247 H). Khalifah       Al-Mutawakkil tidak mendukung faham Mutazilah, beliau kembali melarang       ajaran tentang kemakhlukan Al-Quran bahkan beliau melakukan pembersihan       terhadap ulama-ulama Mutazilah yang dulu mempropagandakan bahwa Al-Quran       adalah makhluk. Beliau sangat menghoramati dan mendukung ajaran-ajaran       Imam Ahmad bin Hanbal. 
 
  |             |        b.  |              Sejak masa pemerintahan Khalifah       Al-Mutawakkil, banyak menteri yang diangkat dari kalangan Hanbaliyin,       pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi lingkungan istana didominasi oleh       ulama-ulama Hanbaliyin. 
 
  |             |        c.  |              Ajaran-ajaran Imam Abu Hasan Asyari yang eks       Mutazilah dan bermazhab Syafii yang merumuskan kembali manhaj       salafus-saleh berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits tetapi dengan metode       scholastik, kenyataannya menarik perhatian dan diterima oleh banyak       orang. Hal ini tidak disukai dan dicurigai oleh kaum Hanbaliyin-Salafiyin       yang merasa lebih salaf dari dulunya. Popularitas ajaran Asyariyah yang       bermazhab Syafiiyah dikhawatirkan mengurangi pengaruh kaum       Hanbaliyin-Salafiyin dilingkungan istana Khalifah. 
 
  |             |        d.  |              Salah seorang menteri pada masa Khalifah       Al-Qaim Biamrillah (391-467 H) yang bernama Amid al Mulk sampai-sampai       mengeluarkan praturan-peraturan yang mendiskreditkan orang-orang penganut       Asyariyah.  |        
 
 Disatu pihak orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin     yang menentang ajaran Asyariyah, di pihak lain banyak ulama-ulama besar     Syafiiyah yang mendukung ajaran-ajaran Imam Abu Hasan Asyari, diantaranya : 
 
            |        1.  |              Abu Bakar bin Tayyib Al Baqillany (wafat 403       H). Beliau lahir dikota Basrah. Kitab karangannya yang terkenal adalah At       Tahmid, artinya pendahuluan, Kitab At Tahmid ini perlu dipelajari sebelum       seseorang memasuki Ilmu Kalam, berisi antara lain tentang atom (jauhar       fard), sifat (ardl) dan cara pembuktian. 
 
  |             |        2.  |              Abu Maaly bin Abdillah Al Juwainy (419-478 H),       lahir di Nisabur kemudian berpindah ke Baghdad, Beliau mengikuti ajaran       Imam Asyari dan Al Baqillany. Imam Al juwainy sempat menjadi sasaran       amarah orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin karena mengikuti ajaran Asyariyah       yang dianggap terlalu memberi porsi kepada akal. Karena peristiwa itu,       terpaksa beliau meninggalkan Baghdad dan bermukim di Mekkah dan Madinah       untuk memberi pelajaran. Karena itu beliau digelari Imam Haramain (imam       dua tanah suci). Beliau mengarang beberapa kitab, diantaranya kitab       Qowaidlu Aqaidu Ahli Sunnah wal Jamaah yaitu Prinsip-Prinsip Akidah Ahlus       Sunnah wal Jamaah berdasarkan perumusan Imam Abu Hasan Asyari. Dari       sinilah selanjutnya aliran Asyariyah menjadi populer, diterima oleh       mayoritas umat Islam dan disebut dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah       sampai sekarang. 
 
  |             |        3.  |              Imam Syarastani (479-574 H) lahir di Khurasan,       pengarang kitab Al Milal wa An Nihal kitab terbaik tentang firqoh-firqoh       dalam theologi Islam yang sangat terkenal. 
 
  |             |        4.  |              Imam Abu Hamid Al Ghazali (450-505 H), murid       Imam Al-Juwainy. Menguasai hampir semua ilmu keislaman temasuk filsafat,       digelari Hujjatul Islam pengarang kitab IHYA ULUMIDDIN yang sangat       terkenal. Kitab Ihya ini berisi uraian yang panjang lebar tentang fiqih,       akhlak dan penyucian jiwa (tasawuf) tanpa memasuki area ittihad dan       hulul. Kitab Ihya ini berhasil mengkompromikan dan meredam polemik       perselisihan antara ahli tasawuf dan ahli syariat. 
 
  |             |        5.  |              Imam Fahruddin Ar Razi (lahir 543 H) di       Persia. Banyak menulis kitab-kitab tentang ilmu kalam, Fiqih, Tafsir dan       lain-lain. 
 
  |             |        6.  |              Imam As Sanusi (833-895 H), lahir di Tilimsan       Aljazair. Mengarang kitab Aqidah Ahli Tauhid tentang pandangan tauhid       Ahlus Sunnah wal Jamaah dan kitab Ummul Barahin berisi sifat-sifat wajib,       mustahil dan jaiz bagi Allah dan RasulNya, isinya praktis sangat populer       di pesantren-pesantren di Indonesia. 
 
  |        
 
 6. B. Maturidiyah 
 
 Aliran ini disandarkan kepada perumusnya yaitu     Imam Abu Manshur Al-Maturidy (wafat 333 H). Lahir di kota Maturid     Samarkand. Hidup hampir sejaman dengan Imam Abu Hasan Asyari, hanya saja     kota tempat tinggalnya berbeda. Imam Maturidy bermazhab Hanafy, maka tidak     heran kebanyakan pengikutnya adalah orang-orang pengikut mazhab Abu     Hanifah, sedangkan Imam Asyari bermazhab Syafii. 
 
 Secara umum pemikiran dan ajarannya tidak jauh     berbeda dengan Imam Abu Hasan Asyari. Banyak segi persamaannya, hanya     sekitar 10 masalah saja yang berbeda, antara lain : masalah takdir. Asyari     lebih dekat kepada Jabariyah, sedangkan Maturidy lebih dekat kepada     Qadariyah. Persamaannya keduanya sama-sama menentang Mutazilah dan membela     faham salafus saleh berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits. 
 
 Perbedaan lain, Asyari berpendapat bahwa marifat     kepada Allah berdasarkan tuntutan syara, sedangkan Maturidy berpendapat hal     itu diwajibkan oleh akal. Menurut Asyari sesuatu itu baik atau buruk     menurut syara, sedangkan menurut Maturidy sesuatu itu sendiri mempunyai     sifat baik dan buruk. 
 
 Al Maturidy menaruh porsi akal lebih banyak     dalam hal marifat kepada Allah dan penentuan apakah sesuatu itu baik dan     buruk. Tetapi juga disadari bahwa akal semata-mata belum cukup untuk     mengetahui hukum-hukum takifiah. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Abu     Hanifah. 
 
 Berbeda halnya dengan Asyari yang kitab-kitab     karangannya mudah didapatkan sampai sekarang, seperti Maqalatul Islamiyyin,     Al Ibanah dan Al Luma, maka kita kesulitan mendapatkan kitab Maturidiyah.     Yang jelas beliau bermazhab Hanafi. Pandangan-pandangan tauhidnya berasal     dari pendapat Imam Abu Hanifah. 
 
 Jadi Asyariyah dan Maturidiyah, keduanya     sama-sama kembali ke manhaj Salafus Saleh, (mengikuti faham Imam Malik dan     Imam Ahmad bin Hanbal) mendasarkan pada nash Al-Quran dan Hadits, beriman     kepada semua ayat-ayat mutasyabih dan sifat khabariyah tanpa terlalu jauh     mentawilkannya. Keduanya sama-sama menentang aliran Mutazilah yang ultra     rasionalis-liberalis dan keduanya juga menentang aliran     Musyabbihah-Mujasimah yang ultra tekstualis-literalis sehingga jatuh pada     anthropomorpisme (menyerupakan Allah dengan keadaan makhluk, seperti     mempunyai anggota tubuh (jism), duduk, datang, melempar dsb). 
 
 XIV. Aliran Salaf (Hanbaliyah) 
 
 Kalau yang dimaksud aliran salaf dalam masalah     akidah dan theologi adalah mengikuti manhaj salafus saleh (faham Imam     Malik, Ahmad bin Hanbal), maka sebenarnya aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah     (Aysariyah dan Maturidiyah) juga mengikuti manhaj salaf tersebut. Maka bisa     dikatakan dalam theologi : aliran Salafiyah-Asyariyah dan     Salafiyah-Maturidiyah. 
 
 Namun pada kenyataannya, karena sebagian     orang-orang penganut mazhab fiqih Hanbali masih mencurigai aliran Asyariyah     (bermazhab Syafii dalam fiqih) dan Maturidiyah (bermazhab Hanafi dalam     fiqih) mereka tetap menentang kedua aliran tersebut. Jadi yang dimaksud     aliran salaf dalam pembahasan sekarang ini adalah aliran salaf pengikut     mazhab Hanbali dalam fikih atau aliran Salafiyah-Hanbaliyah. 
 
 Istilah aliran Salaf, sering dinisbatkan kepada     para pengikut Ibnu Taimiyah (661-728 H) yang juga bermazhab Hanbali dalam     fiqih. Disamping itu dimasa sekarang ini telah marak gerakan (harokah)     dakwah yang menamakan diri SALAFI sehingga seakan-akan aliran Salafi ini     aliran tersendiri yang berbeda dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah,     padahal kalau dalam theologi sebenarnya alirannya sama dengan aliran Ahlus     Sunnah wal Jamaah (Asyariyah / Maturudiyah). Selanjutnya yang dimaksud     istilah aliran / kaum salaf dalam pembahasan disini adalah kaum Salafi     Hanbaliyah. 
 
 Aliran salaf ini mengalami perkembangan,     pergeseran dan metamorfosa dalam 9 periode waktu yang diwakili oleh     pemikiran tokoh-tokoh utamanya pada masing-masing periode, yaitu : 
 
 1. Periode Generasi Sahabat Nabi. 
 
 Pada periode ini belum muncul yang namanya     Aliran Salaf karena secara umum tiga generasi awal ini memiliki manhaj dan     karakteristik yang masih original sesuai dengan masa kenabian, terutama     dalam bidang akidah dan teologi (ilmu kalam). 
 
 2. Periode Imam Malik Bin Anas (91 H 167 H) 
 
 Pada periode ini mulai muncul orang-orang yang     menanyakan tentang ayat Al-Quran yang tasybih, yaitu perbuatan Allah yang     mirip dengan perbuatan mahkluk. 
 
 Suatu hari ada orang yang menanyakan kepada Imam     Malik : Bagaimana Allah ber-Istiwa (bersemayam) diatas Arsy ? 
 
 Imam Malik menjawab : maksud istiwa(bersemayam)     telah kita ketahui, namun mengenai bagaimana caranya kita tidak     mengetahuinya. Iman kepadanya adalah wajib dan menanyakan bagaimana caranya     adalah bidah. 
 
 Sikap Imam Malik yang mengimani ayat-ayat     mutasyabih tanpa mau menakwilkannya itulah ciri Aliran Salaf pada saat itu. 
 
 3. Periode Imam Ahmad bin Hanbal ( 164 H 261 H) 
 
 Beliau salah satu darin empat imam mazhab fiqih     yang muktabar (terkenal dan diakui). Ciri fiqihnya adalah mengutamakan     hadits dan atsar daripada dengan qiyas. Imam Ahmad bin Hanbal lebih suka     ber hujjah dengan hadits dhaif dari pada berijtihad dengan qiyas atau ihtihsan. 
 
 Pada masa itu Aliran Muktazilah sedang mencapai     puncak kejayaannya, karena didukung penuh oleh Khalifah Al-Mamun dari Bani     Abbas. Aliran Muktazilah yang didukung penguasa mengkampanyekan pemikiran     bahwa Al-Quran adalah makhluk. 
 
 Semua ulama dan rakyat dipaksa mengikuti     pemikiran tersebut, semuanya tidak ada yang berani menentang kecuali Imam     Ahmad bin Hanbal, yang berpendapat bahwa Al-Quran adalah kalamullah 
 
 4. Periode Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi (384     H-456) 
 
 Beliau seorang ulama kelahiran Cordova Andalusia,     mula-mula ber mazhab Maliki, kemudian berpindah ber mazhab Syafiii kemudian     berpindah lagi ke mazhab zahiri, yaitu berpegang pada makna zahir ayat     (literalis). 
 
 Pada periode sebelumnya muncul teologi Imam Abu     Hasan Asyari (260 H-330 H), yang pada mulanya seorang pengikut Mutazilah     yang kemudian menyatakan keluar dari Aliran Muktazilah. 
 
 Imam Abu Hasan Asyari (ber mazhab Syafii dalam     fikih) merumuskan teologi yang ber pihak kepada pemikiran ulama salaf     sebelumnya yaitu (Imam Malik dan Imam Hanbali) tapi dengan metode     pembahasan yang menggunakan metode scholastik, ilmu mantiq (logika) kaum     Mutazilah. 
 
 Imam Ibnu Hazm telah mempelajari filsafat     Yunani, filsafat Islam, teologi muktazilah, teologi Hanbaliyah dan teologi     Asyariyah. Imam Ibnu Hazm merumuskan teologi Hanbali-Literalis, yang lebih     memegangi makna literalis nash dan tidak membolehkan memberi sifat kepada     Allah. 
 
 Menurutnya Allah Maha Melihat, Maha Mendengar,     dsb itu adalah asma bukan sifat karena memberi sifat kepada Allah dianggap     menyerupakan Allah dengan makhluk. Ibnu Hazm mengakui mujizat yang ada pada     diri Nabi dan Rasul, namun beliau menolak adanya karomah pada diri Wali     atau orang-orang saleh. 
 
 Sikap Literalis-Hanbalis inilah yang menjadi     ciri Aliran salaf pada periode Imam Ibnu Hazm. 
 
 5. Periode Kaum Hanbaliyin (469 H) 
 
 Teologi Asyariyah yang telah disebut sebelumnya,     walaupun berpihak kepada Aliran Salaf tetapi masih tetap dicurigai dan     tidak diterima oleh ahlul hadits/ahlul atsar dan orang-orang yang mengaku     mengikuti teologi Imam Ahmad bin Hanbal 
 
 Dengan alasan teologi Asyariyah memberikan porsi     yang besar kepada akal disamping itu krn Imam Asyari ber mazhab Syafii.     Tampaknya pada masa itu fanatisme mazhab telah menjalar ke tubuh umat     Islam. 
 
 Sejak masa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil     (205-247 H), banyak menteri yang diangkat dari kalangan Hanbaliyin,     pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi lingkungan istana didominasi oleh     ulama-ulama Hanbaliyin. 
 
 Keadaan seperti itu berlangsung terus sampai     pada masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim Biamrillah (391-467 H). Salah     seorang menterinya yang bernama Amid al Mulk sampai-sampai mengeluarkan     praturan-peraturan yang mendiskreditkan orang-orang penganut Asyariyah. 
 
 Setelah masa Khalifah Al-Mutawakkil, pengaruh     orang-orang Turki mulai besar pada pemerintahan dan militer. Banyak orang     Turki yang menduduki kursi menteri dan komandan tentara. Orang-orang turki     sangat setia kepada pemimpin kaum mereka. Demikian besarnya Kekuasaan     mereka, hingga mereka bisa dengan sesuka hati menunjuk dan mencopot Khalifah.     Jadi mereka mengakui Khalifah sebagai Amirul Mukminin sekedar dijadikan     simbol dan icon, kekuasaan secara militer yang sebenarnya ada ditangan para     Sultan. 
 
 Pada masa pemerintahan Khalifah Al Qaim Billah     yang menjadi Sultan adalah Alp Arselan (wafat 465 H) dari Turki Seljuk,     beliau mempunyai seorang wazir (perdana menteri) yang sangat cakap bernama     Nizamul Mulk (wafat 485 H). 
 
 Perdana Menteri Nizamul Mulk dengan dukungan     Sultan Alp Arselan mendirikan Universitas NIZAMIYAH, pusat ilmu dan study     Islam pada jaman itu. Yang menjadi pemimpin (rektor) Universitas Nizamiyah     adalah ulama besar Imam Al Juwainy, penganut Asyariyah dan bermazhab     Syafii. Nizamul Mulk dengan Universitas Nizamiyahnya menjadikan Theologi     Asyariyah sebagai theologi resmi dan menjadikan ajaran Asyariyah     satu-satunya theologi yang diajarkan. Kebijaksanaan Pedana Menteri Nizamul     Mulk yang lain adalah menghapuskan semua peraturan-peraturan yang     mendiskreditkan orang-orang Asyariyah yang pernah diberlakukan oleh menteri     Amid al Mulk. 
 
 Kebijaksanaan itu tentu saja tidak disukai oleh     orang-orang Salafiah-Hanbaliyah. Pada tahun 469 H datang ke Universitas     Nizamiyah seorang ulama bernama Abu Nashr bin Abu Qasim Al Qusyairi     memberikan pengajian umum yang memberi penjelasan yang mendetail mengenai     theologi Asyariah. 
 
 Hal itu menjadi pemicu kemarahan orang-orang     Hanbaliyah, maka pada tahun 469 H terjadilah huru-hara dan keonaran besar     di kota Baghdad, yang berupa tindakan anarkis orang-orang Hanbaliyin     terhadap para pendukung teologi Asyariyah khususnya dan para penganut     mazhab Imam Syafii pada umumnya. 
 
 Kaum Hanbaliyah merusak kedai yang dijumpai     menjual khamr, mematahkan papan catur, menyerang rumah tokoh-tokoh     Syafiiyah dan perbuatan anarkis lainnya, tercatat sampai menimbulkan korban     jiwa yang tentu saja dilawan oleh para pengikut Asyariyah-Syafiiyah.     Peristiwa huru-hara Kaum Hanbaliyyin di Kota Baghdad ini sangat terkenal     dalam sejarah. 
 
 Tindakan keras dan agresif kaum     Salafiah-Hanbaliyah inilah yang menjadi ciri Aliran Salaf pada abad IV     Hijriah. 
 
 6. Periode Ibnu Taimiyah (661 H 728 H) 
 
 Seorang ulama besar abad 7 H, nama lengkapnya     Ahmad Taqiyuddin bin Syihabuddin Ibnu Taimiyah. Kelahiran Haran Palestina,     bermazhab Hanbali dalam fikih, menguasai hampir semua ilmu ke Islaman dan     banyak mengarang kitab dalam berbagai bidang ilmu. 
 
 Beliau mengkritik gejala taqlid dan kemunduran     ijtihad yang berjangkit pada umat, menyerukan agar umat kembali meneladani     manhaj dan perilaku para generasi salafus-saleh. Beliau juga mengkritik     pengaruh filasat Yunani, dalam pemikiran Islam, filsafat Persia dalam     konsep Imamah Syiah, penakwilan ayat-ayat mutasyabih berdasarkan akal, dan     filsafat India dalam Tasawuf (ittihad, hulul). 
 
 Kritik dan Fatwa Ibnu Taimiyah yang keras, tajam     dan vulgar tentunya membuat merah telinga ulama-ulama bahkan yang sama-sama     ber mazhab Hanbali dan pihak lain yang tidak sependapat dengan fatwanya,     termasuk para penguasa. Apalagi penguasa Bani Buwaihi dikenal mendukung     tarekat-tarekat Tasawuf. Jadi banyak pihak yang tersinggung dan tidak     senang dengan ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah yang disampaikan secara terbuka     pada majelis-majelis pengajiannya. 
 
 . Dalam buku Rihlah Ibnu Batutah (catatan     perjalanan Ibnu Batutah), salah satu sumber sejarah yang sangat terkenal     dan telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, Inggris, Perancis dan     Jerman, Ibnu Batutah telah melakukan perjalanan pengembaraan selama 29     tahun kebanyak negeri-negeri mulai dari Mesir, Syria, Palestina, Hijaz     (Arab Saudi), Irak, Persia, Turki, Bukhara, Afghanistan, India, Bangladesh,     Cina, Sumatera, Indonesia dan terus ke Afrika. 
 
 Catatan perjalanannya oleh sebagian besar ahli     sejarah, dianggap cukup teliti dan dijadikan salah satu sumber sejarah.     Dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah diterangkan bahwa dia singgah di     Damaskus Syiria dan kebetulan mendengarkan Ibnu Taimiyah memberikan     pengajian di mimbar Masjid Umayyah, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Tuhan     Allah itu duduk diatas Arsy dan dudukNya itu serupa dengan duduknya Ibnu     Taimiyah diatas mimbar. Tuhan Allah itu turun tiap-tiap akhir malam kelangit     dunia dan turunnya itu sepeti turunnya Ibnu Taimiyah dari atas mimbar ke     bawah. 
 
 Mendengar uraian itu, pendengar jamaah pengajian     menjadi ribut, kacau balau, sehingga ada yang melempari Ibnu Taimiyah     dengan sandalnya. Akhirnya perkataan Ibnu Taimiyah sampai kepada penguasa.     Ibnu Batutah memberi komentar bahwa Ibnu Taimiyah dikenal sebagai ulama     besar tetapi fi aqlihi syaiun (pikirannya guncang), demikian keterangan     Ibnu Batutah. 
 
 Namun keterangan tersebut masih perlu diteliti     lagi, bisa jadi ada kesalah pahaman dalam menafsirkan ajaran Ibnu Taimiyah     atau bisa jadi peristiwa kekacauan Majelis pengajian beliau sudah     direkayasa lawan-lawan nya untuk memfitnahnya. 
 
 Ajaran dan fatwa-fatwanya yang dianggap terlalu     keras, tidak sopan dan melawan arus menyebabkan banyak ulama dan penguasa     Bani Buwaihi tersinggung dan tidak suka kepada beliau, disamping itu ajaran     theologinya dianggap cenderung kepada anthropomorpist akhirnya menyebabkan     beliau ditangkap oleh pihak penguasa dan keluar masuk penjara, bahkan beliau     meninggal dalam penjara. Pemakamannya diiringi oleh ratusan ribu orang yang     menaruh simpati kepada beliau. 
 
 Jadi seruan kembali kepada manhaj salafus-saleh,     kritik yang keras kepada taqlid dan kemandekan ijtihad, penyimpangan akidah     (ziarah dan berdoa di kuburan orang suci), superioritas akal dalam     pemahaman agama, konsep imamah kaum Syiah dan penyimpangan ajaran ittihad,     hulul dalam tasawuf itulah ciri khas ajaran Ibnu Taimiyah. 
 
 7. Periode Muhammad bin Abdul Wahab (1115 H 1206     H) 
 
 Terkenal dengan gerakan Wahabi, yang didukung     oleh Pangeran Muhammad bin Saud seorang war lord (kepala suku, komandan     lapangan). Duet serasi ulama-penguasa ini mengantarkan keduanya menduduki     tahta kerajaan Arab Saudi. 
 
 Muhammad bin Abdul Wahab dikenal sebagai ulama     bermazhab Hanbali dan seorang penganut dan pendukung fanatik pemikiran Ibnu     Taimiyah. Setelah berkuasa, mazhab Wahabi ini dijadikan mazhab resmi     pemerintah kerajaan Arab Saudi sampai sekarang. Gerakan wahabi berciri khas     pada pemurnian akidah, tauhid dan menempuh kekerasan. 
 
 Dari semua periode-periode yang telah diuraikan     diatas sampai pada periode Muhammad bin Abdul Wahab dan gerakan Wahabinya,     kaum Salafiyin-Hanbaliyin kalau dapat dikatakan berbeda dan hanya keras     dalam masalah akidah dan theologi saja, tidak sampai pada masalah     fikih-amaliah, apalagi sampai pada masalah furuiyah (cabang) yang     khilafiah. 
 
 8. Periode Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani 
 
 Beliau seorang ulama ahli hadits abad 20 M,     sangat dihormati di Kerajaan Arab Saudi. Beliau menyerukan agar umat     mempelajari Al-Quran dan Hadits serta mencela kebiasaan taqlid, yaitu hanya     mengikuti saja pendapat seorang imam tanpa mengetahui dalil dan argumennya. 
 
 Sepeninggal beliau timbul fenomena baru, yaitu     ketika para pengikutnya mengikuti semua perkataan Syeikh Albani, sehingga     yang terjadi bukannya bebas mazhab melainkan menjadikan beliau sebagai     mazhab kelima disamping empat mazhab fikih yang sudah ada. 
 
 Fanatik pada ahli hadits inilah yang menjadi     ciri Aliran Salaf periode Syeikh Albani. 
 
 9. Periode Salafi Kotemporer 
 
 Pada masa kotemporer sekarang ini muncullah     kelompok yang menamakan diri salafi. Kelompok inilah yang mewarisi dan     meneruskan Aliran Salaf seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tentunya     dengan karakteristik yang sedikit banyak juga mewarisi Aliran salaf     periode-periode sebelumnya dengan beberapa fenomena baru pula. 
 
 Salafi kotemporer tidak mempunyai institusi     formal, sebab mereka lebih bersifat aliran pemikiran umum (aliran theologi     sekaligus mazhab fiqih). Kadang terdiri atas beberapa kelompok yang     masing-masing mengaku sebagai salafiyin, diantaranya : 
 
            |        a.  |              Jamaah Anshar As Sunnah di Mesir dan Sudan.  |             |        b.  |              Jamiyyah Ihya At-Turats (menghidupkan Quran       & Hadits) di Kuwait. 
 
  |             |        Tapi ada juga yang tidak berupa organisasi,       melainkan pengikut tokoh ulama salafiyin tertentu, seperti : 
 
  |             |        a.  |              Salafiyun Albaniyun, seperti telah disebut       sebelumnya diatas (periode 8), yaitu para pengikut Syeikh Albani.  |             |        b.  |              Salafiyah Politik, adalah salafiyin yang       terpengaruh pemikiran Ihwanul Muslimin dalam mengkritisi pemerintahan       yang dianggap kurang berpihak pada ajaran Islam.  |        
 
 Kelompok ini menentang kebijaksanaan Kerajaan     Arab Saudi menempatkan tentara Amerika di Dahran, mengkritik dukungan     Kerajaan Arab Saudi kepada Sekutu pada perang Teluk II. 
 
 Tokoh-tokohnya diantaranya : Dr. Aidh Al Qarni,     Salman Audah, Safat Al Hawali, mereka pernah ditangkap dan dipenjara oleh     penguasa Kerajaan Arab Saudi. 
 
 Dr. Aidh Al Qarni setelah dibebaskan dari     penjara, lebih banyak menulis buku tentang personality empowerment. Bukunya     yang sedang Best Seller adalah La Tahzan. 
 
 c. Salafiyun Al-Jamiyun (Salafi beringas) 
 
 Tokohnya adalah Syeikh Rabi Al-Madkhali,     kelompok ini tidak punya kreasi lain kecuali menyalahkan dan menyerang     orang lain, termasuk ulama ulama yang tidak sehaluan dengan mereka. 
 
 Tidak ada figur yang selamat dari serangan     kelompok ini, baik ulama klasik maupun modern. Termasuk Imam Ghazali, Imam     Nawawi dan Ibnu Hajar Atsqolani hanya karena mereka penganut teologi     asyariah. 
 
 Ulama kotemporer pun tidak segan-segan diserang,     seperti : Hasan Al Bana, Syeikh Muhammad Al-Ghazali, DR. Yusuf Qaradhawi,     Muhammad Imarah, Fahmi Huwaidi, Ali Athj Thantawi, dll. 
 
 Kelompok Salafi Beringas juga menulis buku yang     menyerang dan membeberkan kejelekan-kejelekan mereka, melemparkan tuduhan     terhadap pemikiran dan tingkah-laku ulama-ulama yang diluar kalangan     mereka. 
 
 Disamping itu ada juga kelompok salafiyin     pengikut Syeikh Abdul Azis bin Baz dan Syeikh Muhammad bin Salih     Al-Utsaimin. 
 
 Sudah menjadi opini umum bahwa salafi kotemporer     yang sekarang ini sedikit banyak mewarisi ciri Aliran salaf periode     sebelumya, yaitu : 
 
 1. Hanbalis-Literalis dalam fiqih. 2. Keras dalam masalah akidah dan tauhid 3. Agresif tidak toleran. 
 
 Disamping itu, pada Salafi kotemporer muncul     fenomena ciri baru, yang belum muncul pada periode sebelumnya, yaitu : 
 
 Memperluas (extend) konsep bidah sampai pada     masalah furuiyah-khilafiah. 
 
 Memperluas sikap keras-tidak toleran pada     masalah furuiyah-khilafiah. 
 
 Meng-generalisir seluruh tasawuf adalah sesat.     (Bandingkan dengan Ibnu Taimiyah yang hanya mengkritik konsep ittihad dan     hulul dalam tasawuf). 
 
 XV. Akidah Salafiah-Ahlus Sunnah wal Jamaah 
 
 1. Masalah ketuhanan : 
 
            |        a.  |              Tidak ada Tuhan selain Allah.  |             |        b.  |              Allah itu Esa tidak ada sekutu bagiNya.  |             |        c.  |              Allah itu laisa kamislihi syaiun tidak ada       sesuatupun yang menyerupaiNya.  |             |        d.  |              Mengimani sifat-sifat Khabariah (yang       dikhabarkan Allah tentang diriNya), yaitu :  |             |        
 
  |              1. Wujud (Ada). 2. Qidam (Maha Dahulu). 3. Baqa (Kekal Abadi) 4. Mukholafatul lil Hawaditsi (berbeda dengan       semua makhluk yang baru). 5. Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendiri). 6. Wahdaniyah (Maha Esa) 7. Qudrat (Maha Kuasa). 8. Iradat (Maha Berkehendak). 9. Ilmu (Maha Mengetahui) 10. Hayat (Maha Hidup) 11. Sama (Maha Mendengar) 12. Bashar (Maha Melihat) 13. Kalam (Maha Berfirman) 14. Qodiron (Maha Berkuasa) 
 
 15. Muridan 16. Aliman 17. Hayyan 18. Samian 19. Bashiran 20. Mutakalliman 
 
  |        
 
 Disamping mengimani sifat-sifat Allah juga     mengimani 99 Asmaul Husna (nama-nama baik yang juga menunjukkan sifat) bagi     Allah, yaitu : Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Qudus, As Salam, Al     Mukmin, Al Muhaimin, Al Azis, Al Jabbar, Al Mutakabir, Al Khaliq, Al Bari,     Al Musawwir, Al Ghofar, Al Qohar, Al Wahab, Al Fatah, Ar Rozaq, dst ada 99. 
 
 2. Akidah Tauhid : 
 
            |        a.  |              Tauhid Rububiyah, meyakini bahwa Allah satu-satunya       Rabb, pencipta seluruh alam semesta.  |             |        b.  |              Tauhid Uluhiyah, meyakini bahwa Allah       satu-satunya Ilah, sesembahan yang boleh diibadahi.  |             |        c.  |              Tauhid Mulkiyah, meyakini bahwa Allah       satu-satunya Mulk, penguasa, pengatur seluruh alam semesta, pemberi rejeki       seluruh makhluk-Nya.  |        
 
 3. Al-Quran 
 
            |        a.  |              Al-Quran merupakan Kalamullah (firman Allah)       bukan makhluk.  |             |        b.  |              Meyakini semua ayat Al-Quran benar dari sisi       Allah, tidak ada kesalahan, kebatilan dan pertentangan dalam semua       ayat-ayatnya.  |             |        c.  |              Mengimani kitab suci sebelum Al-Quran pernah       berlaku pada masanya masing-masing seperti : Injil nabi Isa, Zabur nabi       Daud, Taurat nabi Musa, Suhuf-suhuf (lembaran suci) nabi Ibrahim.  |        
 
 4. Rasul            |        a.  |              Mengimani 25 Nabi dan Rasul yang disebutkan       dalam Al-Quran. Diluar 25 Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al-Quran       ada Nabi dan Rasul yang tidak disebutkan dalam Al-Quran.  |             |        b.  |              Mengimani bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul       terakhir yang membawa syariat agama Islam yang telah sempurna untuk       seluruh umat manusia dimuka bumi dan untuk golongan jin.  |             |        c.  |              Mengimani tidak ada Nabi dan Rasul baru yang       menerima wahyu dan membawa syariat baru sesudah Nabi Muhammad SAW.  |             |        
 
  |              Mengimani bahwa Nabi Muhammad SAW makshum       (terpelihara dari dosa dan kesalahan).  |        
 
 4. Malaikat 
 
 a. Mengimani adanya para Malaikat yang selalu     taat dan patuh kepada Allah : 
 
 
 
 1. Malaikat Jibril, pemimpin para Malaikat yang menyampaikan     wahyu kepada Nabi. 2. Malaikat Mikail, pembagi rezeki, pengatur     hujan, berhembusnya angin. 3. Malaikat Isrofil, peniup sangkakala saat hari     kiamat. 4. Malaikat Izrail, pencabut nyawa. 5. Malaikat Munkar, penanya dalam alam kubur. 6. Malaikat Nakir, penanya dalam alam kubur. 7. Malaikat Rokib, pencatat amal baik. 8. Malaikat Atid, pencatatat amal buruk. 9. Malaikat Ridwan, pemimpin penjaga surga. 10. Malaikat Malik, pemimpin penjaga neraka. 11. Malaikat Hafadah, mengiringi setiap manusia. 12. Malaikat Zabaniah, petugas menjaga neraka. 13. Malaikat Muqorrobin, pemikul Arsy 
 
            |        a.  |              Mengimani bahwa para malaikat selalu taat,       patuh, beribadah, berdzikir dan memuji Allah.  |             |        b.  |              Mengimani adanya Iblis, syaiton dan Jin.  |        
 
 6. Akhirat 
 
            |        a.  |              Mengimani adanya alam kubur.  |             |        b.  |              Mengimani adanya Masyar.  |             |        c.   |              Mengimani adanya Mizan (timbangan).  |             |        d.  |              Mengimani adanya hisab (perhitungan amal).  |             |        e.  |              Mengimani adanya Shirat (jembatan).  |             |        f.  |              Mengimani adanya telaga Kautsar.  |             |        g.  |              Mengimani adanya syafaat Nabi Muhammad dan       orang-orang yang diijinkan oleh Allah untuk memberi syafaat.  |             |        h.  |              Mengimani adanya surga dan neraka.  |             |        
 
  |              
 
  |        
 
 7. Iman 
 
            |        a.  |              Iman itu keyakinan dalam hati, diikrarkan       dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan.  |             |        b.  |              Iman dapat bertambah karena ilmu dan amal       saleh, iman juga dapat berkurang karena kelalaian dan dosa-kemaksiatan.  |        
 
 8. Dosa besar 
 
            |        a.  |              Pelaku dosa besar menjadi fasik.  |             |        b.  |              Pelaku dosa besar yang akidahnya masih       sempurna, tidak keluar dari Islam.  |             |        c.  
 
  |              Dosa besar selain Syirik masih bisa diampuni       oleh Allah bila mau taubat dengan sungguh-sungguh.  |             |        d.  |              Pelaku dosa besar kelak akan masuk neraka       sampai waktu tertentu sebagai hukuman atas dosa-dosanya kemudian akan       dimasukkan kedalam surga.  |             |        
 
  |              
 
  |        
 
 9. Takdir dan keadilan Allah 
 
            |        a.  |              Mengimani adanya takdir Allah pada induk kitab       Lauhful Mahfudz.  |             |        b.  |              Manusia diberi kebebasan ber ikhtiar.  |             |        c.  |              Allah bersifat adil dalam memberi pahala-surga       bagi mukmin yang taat dan memberi dosa-neraka bagi yang durhaka.  |        
 
 10. Khilafah dan imamah 
 
            |        a.  |              Wajib adanya khilafah (pemerintahan)  |             |        b.  |              Tidak boleh memberontak selama Khalifah masih       mendirikan shalat.  |             |        C.  |              Prinsip pemerintahan : Quraisy (memiliki       keutamaan seperti orang Quraisy), baiat, syuro (musyawarah) dan keadilan.  |             |        
 
  |              Rasulullah tidak mewasiatkan seseorang       tertentu (Ali dan keturunannya) sebagai satu-satunya yang berhak atas       kekhalifahan.  |        
 
 11. Filsafat 
 
            |        a.  |              Dalam urusan akidah tidak boleh mengutamakan       dominasi rasio (apalagi liberal seenaknya) dalam menafsirkan nash.  |             |        b.  |              Dalam urusan dunia (kedokteran, matematika,       kimia, astronomi, dsb), hadits Nabi : kamu lebih tahu urusan duniamu.  |        
 
 12. Sahabat Nabi 
 
            |        a.  |              Semua sahabat Nabi adalah adil, artinya       diterima kesaksian dan periwayatan haditsnya.  |             |        b.  |              Generasi Islam terbaik adalah generasi sahabat       Nabi, generasi Tabiin dan generasi Tabiit Tabiin.  |             |        c.  |              Tidak boleh mencaci, mencelah dan mengatakan       tentang keburukan para sahabat Nabi. 
 
  |             |        d.  |              . Sahabat Nabi yang terlibat pertikaian pada       perang Jamal dan Shiffin, walaupun ada yang bersalah, namun mereka telah       taubat dan jasa mereka terhadap Islam masih lebih besar dari       kesalahannya.  |             |        e.  |              Sahabat Nabi yang utama adalah :  |        
 
            |        1.  |              Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan       Ali).  |             |        2.  |              Sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.  |             |        3.  |              Orang-orang Muhajirin dan Anshar yang paling       dahulu masuk Islam.  |             |        4.  |              Para peserta perang Badar.  |             |        5.  |              Para peserta Baiat dibawah pohon (Baitur       Ridwan).  |             |        6.  |              Para veteran perang-perang lain dimasa Nabi.  |             |        
 
  |              
 
  |        
 
 13. Nash-nash Tasybih dan Tajsim. 
 
            |        a.  |              Tasybih, yaitu nash yang mengabarkan       penyerupaan Allah dengan makhluk, seperti : 
 
  |             |        
 
  |              Tuhan yang Rahman bersemayam diatas Arsy. (Q       Thaha : 5) 
 
  |             |        
 
  |              Dan datanglah Tuhanmu, sedang para Malaikat berbaris-baris       (QS Al Fajr : 22). 
 
  |             |        
 
  |              Dan Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu       berada. (QS AL-Hadid : 4) 
 
  |             |        
 
  |              Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan       manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih       dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS Qaaf : 16) 
 
  |             |        
 
  |              Bukanlah engkau yang melempar ketika engkau       melempar (musuh) tetapi Allah lah yang melempar (mereka) (QS Al-Hadid :       22). 
 
  |             |        
 
  |              Hadits Riwayat Bukhari : 
 
 Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :       Tuhan kita, tiap-tiap malam turun kelangit dunia pada ketika tinggal       sepertiga malam yang terakhir, lalu Dia berkata : Siapakah yang akan       berdoa maka Aku kabulkan, siapakah yang meminta maka akan Aku beri,       siapakah yang mohon ampunan, maka Aku ampuni. 
 
  |        
 
 b. Tajsim, yaitu nash yang mengkhabarkan anggota     tubuh Allah 
 
            |        1.  |              Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia       kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah,       tangan Allah diatas tangan mereka. (QS Al-Fath : 10)  |             |        2.  |              Hai Iblis, apa yang menghalangimu untuk sujud kepada       apa yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku (QS Ash Shaf : 7).  |             |        3.  |              Dan Langit kami bangun dengan tangan Kami. (QS       Az Zariat : 47)  |             |        4.  |              Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya       pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. (QS Az       Zumar : 67).  |             |        5.  |              Hadits Bahwasanya hati anak Adam seluruhnya       terletak diantara dua anak jari Tuhan yang Rahman. Riwayat Muslim :  |             |        6.  |              Dan buatlah perahu dengan mata Kami dan wahyu       kami. (QS Hud : 37).  |             |        7.  |              Aduhai, sesalanku atas kelalaianku dalam mengurus       sisi rusuk Tuhanku. (QS Az Zumar : 56)  |             |        8.  |              Segala yang didunia akan lenyap binasa, dan       yang akan kekal hanyalah wajah Tuhanmu. (QS Ar Rahman : 26)  |             |        9.  |              Kemana saja kamu menghadap disitulah wajah       Allah. (Al Baqarah : 115)  |             |        10.  |              Allah cahaya langit dan bumi (QS An Nur : 35).  |             |        
 
  |              Hadits riwayat Muslim: Tuhan menjadikan Adam atas rupa (citra) Nya. 
 
  |             |        11  |              Hadits riwayat Bukhari dan Muslim : Kepada neraka jahanam selalu dilemparkan       sesuatu, dan ia selalu bertanya : Adakah tambahannya ? sampai tuhan       meletakkan tumit-Nya dalam neraka jahanam itu, sehingga berhimpit isi       neraka itu yang satu dengan yang lainnya, lalu jahanam berkata :       Cukuplah, cukup. 
 
  |        
 
 Terhadap nash-nash Al-Quran dan Hadits yang     mengkhabarkan tasybih, tajsim, sifat-sifat Allah, maka yang demikian itu     termasuk ayat-ayat mutasyabih maka kita wajib mengimani semua ayat-ayat     mutasyabih tersebut berasal dari sisi Allah. Tidak ada yang tahu tawilnya     kecuali Allah, dan kita tidak diwajibkan mengetahui tawilnya, maka tidak     perlu menanyakan, atau membahasnya secara mendetail berdasarkan akal     pikiran. 
 
 Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. (QS     Asy Syura : 11). 
 
 Dialah yang telah menurunkan Al-Quran kepadamu,     diantaranya ada ayat-ayat muhkam yang merupakan induk (agama) dan lainnya     mutasyabih. Adapun orang-orang yang dalam harinya condong kepada kesesatan,     maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih untuk menimbulkan fitnah     dan mencari-cari tawilnya, padahal tidak ada yang mengetahui tawilnya     kecuali Allah. Dan orang yang mendalam ilmunya berkata : Kami beriman     kepada ayat-ayat yang mutasyabih, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. (QS     Ali Imran : 7).                                                                  |    
Posting Komentar
Posting Komentar