-->

Perjalanan Trah Panji Sakti - Babad Buleleng 3

Perjalanan Trah Panji Sakti - Babad Buleleng 3

SUKSESI PUNGGAWA BULELENG.

I Gusti Putu Geria yang dicalonkan sebagai raja Buleleng, namun di tugaskan ke Lombok, jabatan Punggawa Buleleng beralih kepada adik beliau yaitu I Gusti Nyoman Raka yang sebelumnya menjabat punggawa Sukasada. Selain sebagai punggawa Buleleng juga menjabat Kanca pada kantor Raad van Kerta. Nasib tragis menimpa beliau. Pada tahun 1898 beliau terkena ledakan mesiu di kantor yang mengakibatkan beliau wafat karena luka bakar. I Gusti Ketut Jlantik adik I Gusti Nyoman Raka (Dewata Geseng), diangkat sebagai Punggawa Buleleng. Pada waktu itu pemerintah kolonial Belanda dalam menjalankan politik pemerintahannya di Hindia Belanda makin lunak dan pembangunan sarana umum di Buleleng meningkat.


I Gusti Ketut Jiantik yang waktu itu kebetulan sebagai punggawa Buleleng memanfaatkan situasi yang lebih kondusif iyu untuk membangun kota Singaraja. Beliau mulai 1900 membuat jalan baru dari Banyumala terus sampai di Kalibukbuk dengan melibatkan seluruh perbekel serta masyarakat. Jalan itu panjangnya sekitar 10 kilometer dari kota Singaraja ke arah Barat. Jalan itu disebut Margi Anyar atau Rurung Anyar. Nama ini diberikan untuk membedakan dengan jalan yang sudah lebih dulu ada yaitu jalan desa dari desa Bangkang, Pemaron, Tukadmungga, Anturan dan Kalibukbuk yang dinamai Marga Purwa atau Rurung Buwuk. Hasil karya beliau baik yang di kota sampai ke desa-desa cukup banyak yang sekarang masih kita bisa lihat.

I Gusti Ketut Jlantik menjabat punggawa Buleleng cukup lama, sejak 1898 - 1915 sehingga diberikan julukan Ratu Punggawa Lingsir. Beliau wafat karena sakit pada tanggal 14 Mei 1916 dalam umur 62 tahun.Yang cukup mengherankan, sehari kemudian, pada tanggal 15 Mei 1916, I Gusti Putu Geria, saudara tua beliau wafat. Kedua kakak beradik seperti telah berjanji agar jenazah bersama-sama bertemu dalam satu Acara Pelebon.Upacara Pelebon diselenggarakan 24 Agustus 1917 berpusat di Puri Kanginan. Dua Wadah yang besar berjumlah dua buah, diletakkan di alun-alun, di areal Gedung Sasana Budaya - Gedong Kertya sekarang.
Pengganti sebagai punggawa Buleleng selanjutnya adalah I Gusti Bagus Surya, putra I Gusti Nyoman Raka, dewata geseng. Sebelumnya, I Gusti Bagus Surya menjabat punggawa di distrik Tejakula.
I Gusti Bagus Surya wafat tahun 23 September 1921 dan pelebon dilaksanakan pada 4 Agustus 1924. Acara pelebon di Puri Kanginan diselenggarakan oleh "pengajeng karya" I Gusti Putu Jlantik. Acara pelebon saat itu adalah yang sangat megah dan meriah. Para turis berdatangan dengan beberapa kapal KPM sampai kapal Angkayan Laut Belanda berlabuh di pelabuhan Buleleng.

I Gusti Putu Jlantik ( putra I Gusti Putu Geria yang pernah jadi Patih di Cakranegara Lombok) 1900 menjabat juru tulis di Raad van Kerta, kemudian menjadi "punggawa keliling" sejak 1903, sering bertugas di Klungkung. Tugasnya adalah membuat laporan keadaan di seluruh wilayah di Bali kepada asisten residen di Singaraja. Beliau sangat menekuni sastra dan fasih berbahasa Belanda, makanya beliau menjadi penerjemah untuk para pejabat Belanda. Pada sekitar tahun 1918 beliau memangku jabatan punggawa distrik Sukasada - Buleleng. Selama menjabat sebagai punggawa di distrik Sukasada banyak pengalaman pahit dan manis sempat dialami oleh I Gusti Putu Jalntik. Hal itu membuat I Gusti Putu Jlantik makin matang dan bijaksana, bisa memilih diantara baik dan buruk.

Anekdot: Pada waktu itu di wilayah Sukasada dan sekitarnya sering terjadi pencurian, bahkan sering ada perampokan. Polisi jaman Belanda sempat dibuat pusing. Banyak orang tahu, perbuatan tercela itu dilakukan oleh I Jablah, perampok kawakan yang sangat ditakuti penduduk. Ppada suatu hari I Jablah dipanggil oleh I Gusti Putu Jlantik, punggawa yang baru, supaya segera menghadap di kantor beliau.
I Jablah datang tapi hanya mau berhadapan dengan Ratu Punggawa saja sendirian tanpa ada orang lain. Mereka berdua berjam-jam dalam satu ruangan. Orang-orang pada khawatir akan keselamatan Ratu Punggawa. Bisa-bisa beliau jadi korban penganiayaan. Setelah beberapa hari kemudian tiba-tiba saja I Jablah sudah menjadi opas polisi distrik Sukasada yang langsung dibawah Ratu punggawa I Gusti Putu Jlantik sebagai atasannya. Setelah itu wilayah Sukasada dan sekitanya aman tenteram tidak ada yang berani mencuri apalagi merampok. Penjahat mana berani menghadapi I Jablah?
I Gusti Putu Jlantik beberapa tahun kemudian menjadi anggota Lid van Kerta, dengan menyerahkan jabatan Punggawa Sukasada kepada I Gusti Bagus Cakratanaya dari Puri Sukasada.

HASIL KERAJINAN DESA BERATAN - BULELENG

Desa Beratan Buleleng telah lama dikenal dengan hasil kerajinan emas dan peraknya. Mereka kebanyakan berasal dari keluarga Pande. Selain kerajina emas dan perak, juga dikenal dengan hasil tenun kain songket yang mempunyai corak khas. Hasil kerajinan dari Beratan dalam bentuk alat-alat upacara saat ini masih tetap digemari oleh masyarakat. Juga hasil kerajinan sebagai perhiasan dan cendramata tetap digemari para pelancong atau wisatawan dari jaman dahulu sampai sekarang Beberapa hasil kerajinan dari Beratan ini ada tersimpan dimuseum kerajaan di negeri Belanda. Selain cendramata dari Buleleng, hasil kerajinan dari pelbagai wilayah nusantara juga tersimpan disana. Itu terjadi tahun 1923 ketika ada pernikahan di keluarga raja Belanda.

IKATAN KELUARGA

Gagasan yang patut dipuji pernah disepakati dan dilaksanakan oleh pihak Puri Buleleng (Puri Kanginan- Bangkang-Tukadmungga) dengan pihak Puri Anyar Sukasada. Gagasan itu adalah untuk memperbaiki atap ":pemereman" leluhur di Pamerajan Panji. Atap yang asalnya ilalang (alang-alang) akan diganti dengan seng. Disepakati bahwa untuk beaya akan ditanggung bersama-sama, yaitu sama-sama separo. Tetapi dalam waktu itu pihak Puri Buleleng mendapat halangan dengan wafatnya punggawa I Gusti Bagus Surya. Dengan demikian pihak Puri Buleleng tidak bisa ikut ambil bagian dalam kegiatan itu. Namun tetap disepakati untuk membeayai bersama. Setelah I Gusti Bagus Surya selesai di pelebon, kedua pihak berebug kembali untuk membicarakan pembeayaan tersebut. Pihak Puri Anyar Sukasada mengatakan tidak perlu lagi beaya dari puri Buleleng, karena bangunan sudah selesai dan semua beaya sudah dibayarkan.

Testamen Puri Kanginan

Para Panglingsir atau para tokoh Puri Buleleng, seperti I Gusti Putu Geria, I Gusti Nyoman Raka dan I Gusti Ketut Jlantik, semuanya sudah wafat dan sudah selesai di dipelebon. Yang masih hidup adalah para janda yang semuanya sudah berusia tua atau wreda.
I Gusti Putu Geria meninggalkan janda I Gusti Ayu Kompyang Ayu dengan putra-putri.
I Gusti Nyom. Raka meninggalkan janda I Gusti Ayu Nyoman Ayu dengan putra-putri.
I Gusti Kt. Jlantik meninggalkan janda I Gusti Ayu Made Geria dengan putra-putrinya.
Sedangkan keluarga yang lain yang juga berasal dari Puri Kanginan seperti I Gusti Made Singaraja beserta adiknya I Gusti Ketut Putu sudah menetap di Puri Cakranegara Lombok.
Melihat situasi dan kondisi Puri Kanginan sedemikian rupa, maka I Gusti Putu Jlantik, putra I Gusti Putu Geria yang kala itu menjadi anggota Lid van Kerta mengambil kebijaksanaan untuk membuat Surat Testamen yang nama aslinya tertulis dengan nama "Surat Taterangan". Surat itu sebagai pegangan untuk mereka yang mempunyai kewajiban atas puri tersebut. Dilengkapi dengan gambar denah dan aturan dalam keluarga bersangkutan. Selanjutnya ke tiga janda membubuhkan cap jempol mereka masing-masing di atas surat tersebut.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter