-->

sekilas perjalanan Trah Ki Tambyak - Babad Ki Tambyak

Trah Ki Tambyak

berikut ini akan tyang coba mengutip dan merangkai beberapa tulisan tentang perjalanan dari keluarga Ki Tabyak. tulisan ini tyang persembahkan untuk trah ki tambyak dimanapun berada, mudah - mudahan dapat menambah pengetahuan semeton sareng sami. bila ada kekurangan mohon diberikan masukan agar tulisan ini menjadi lebih lengkap. suksma

Semoga tiada halangan dengan memuja Ongkara Bali (memuja Tuhan dalam wujud Aksara Suci), dengan anugerah Hyang Prajapati, segala bencana terhindari. Sujud hamba kehadapan leluhur, kehadapan Sang Hyang Bumipati, izinkanlah hamba mengutarakan kisah ki Tambyak pada masa lampau. Semoga hamba tidak terkena kutukan leluhur, tidak durhaka, tidak tertimpa mala petaka, dan semoga berhasil dengan sempurna, menemukan keselamatan, panjang umur dan seluruh sanak keluarga hamba menemukan kebahagiaan.

Ada seorang brahmana sakti, datang ke Bali, menyertai Paduka Batara Putra Jaya yang bersemayam di pura Besakih, dan Sang Hyang Genijaya yang bersemayam di Gunung Lempuyang. Beliau adalah Begawan Maya Cakru yang gemar bertapa dan berasrama di Silayukti. Entah berapa hari lamanya baginda pendeta tinggal di Bali, beliau pun berkunjung ke Desa Panarajon di tepi Danau Batur. Tiba-tiba sang istri menyusul datang di Desa Panarajon. Betapa terkejutnya beliau melihat isterinya menyusul perjalanannya. 

Baginda pendeta berkata: "Wahai Adinda, apa sebabnya Adinda datang, menyusul perjalanan Kakanda, tanpa mempedulikan rasa lelah". 
Isterinya menjawab: "Sujud hamba kehadapan Paduka Pendeta, hamba berhasrat menyusul perjalanan Paduka". 
Begawan Maya Cakru menjawab: "Wahai istriku, Kakanda bermaksud menghadap Paduka Bhatari di Ulun Danu. Oleh karena Adinda sedang hamil, janganlah Adinda mengikuti Kakanda". 
Ketika sang pendeta berkata demikian, tampak isterinya masih tetap bersikeras menyertai suaminya, agar dapat menghadap Paduka Bhatari. Mereka berjalan amat cepat.

Tiba-tiba mereka sudah sampai di tepi Danau Batur, di sana ada sebuah batu datar terletak di bawah pohon kayu mas (kayu sena). Di sana lah isterinya duduk, oleh karena terlalu lelah dalam perjalanan. Tidak lama kemudian bayinya pun lahir dan jatuh di atas batu. Batu itu pecah. 

Baginda pendeta berkata: "Wahai anakku yang baru lahir, aku terpesona menyaksikan kelahiranmu, jatuh di atas batu, namun engkau tidak cedera dan tetap hidup. Karena itu, aku memberikan nama I Tambyak. Sekarang aku akan kembali ke alam dewa (moksa), semoga engkau selaku keturunanku tetap bahagia, panjang umur, sampai kelak tetap dikasihi oleh raja-raja Bali". Demikianlah kata-kata Begawan Maya Cakru, lalu beliau menggaib.

Tidak dikisahkan lagi baginda pendeta, sekarang dikisahkan bayi itu sedang menangis menjerit-jerit di atas batu.

Tidak panjang lebar dikisahkan, tersebutlah seorang Kabayan dari Desa Panarajon sedang bermain-main di tepi danau. Bayi itu dijumpai sedang menangis di bawah pohon kayu mas, lalu diambilnya. Bayi itu berhenti menangis. Kabayan Panarajon memungut bayi tersebut dan dijadikan anak angkat. Entah berapa hari lamanya, bayi itu dipelihara oleh orang-orang Bali Aga, ia tumbuh dengan sehat. Alangkah besarnya kasih sayang sekalian orang-orang Panarajon kepada si bayi. Ketika dia sudah bisa membalas budi baik penduduk desa-desa di sekitarnya, lalu ia bergelar Pangeran Tambyak.

Demikianlah diceritakan bahwa ada seorang rakyat di Desa Panarajon Batur amat pandai dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan bertabiat mulia. Oleh karena baginda raja ingin mengetahui kehebatan Ki Tambyak, maka Ki Jro Kabayan Panarajon beserta anak angkatnya itu dipanggil agar menghadap ke istana. Demikian pula para menteri istana, antara lain:
  • Baginda Kebo Waruga yang memerintah di Blahbatuh, diikuti oleh prajurit pilihan. 
  • Baginda Arya Tunjung Tutur memerintah di Tenganan Pagringsingan juga diikuti oleh prajurit terpilihnya. 
  • Si Arya Kalungsingkal yang bertahta di Taro diikuti pula oleh para prajurit andalannya. 
  • Ki Pasung Grigis yang menguasai Desa Tengkulak.
  • Pasar Tubuh Bedahulu seorang prajurit terkemuka dampingi para patih tersebut, 
semuanya siap-siaga sama-sama memegang senjata, mereka nampak sama-sama tegar, siaga dengan bekal keahlian dan kesaktian, akan bertanding mengadu kekuatan dengan I Tambyak.

Tidak diceritakan lebih jauh, mereka sudah tiba di kerajaan Batanyar, menghadap Sri Haji Tapohulung. Selanjutnya, para prajurit itu disuruh membuat benteng pertahanan oleh baginda raja, 
  • di sebelah timur Desa Pejeng. 
  • di utara Orang- orang Panarajon berada. 
  • di timur Orang-orang Tenganan,
  • di barat Taro, 
  • di selatan Blahbatuh, Tengkulak. 
Lalu baginda raja muncul dikawal oleh Baginda Kebo Taruna, Kalungsingkal, Tunjung Tutur, dan Pasung Grigis. Itulah para menteri baginda raja Sri Haji Tapohulung. Dari kursi singasana emas, baginda raja memanggil seluruh prajuritnya untuk bersama-sama berperang melawan I Tambyak.

Majulah seorang prajurit Si Arya Pasung Grigis yang bernama I Kabayan Batu Sepih yang sudah siap siaga dengan senjatanya, yaitu keris Si Pedang Lembu yang bersinar bagaikan pancaran sinar mercu. Orang-orang Bali selatan bersorak-sorai, silih berganti, oleh karena kemenangan baginda I Kabayan Batu Sepih, oleh karena beliau sudah termashur jaya dalam peperangan. Pada saat itu, orang-orang Panarajon nampak ketakutan. Si Kabayan Panarajon niscaya mampu menghadapi serangan musuh, karena itu Ki Tambyak disuruh bersiap siaga. Baginda raja menyuruh I Tambyak agar siap berlaga. Dia pun datang ke tengah medan laga, sama-sama menghunus keris. Suara kentongan bertalu-talu, tawa-tawa, kendang besar dan bunyi-bunyian mengalun, diiringi dengan suara gamelan, serta suara kendang dan gong beri yang berbarung gemuruh, suara gong itu menggema dibarengi sorak- sorai yang tiada putus-putusnya, sungguh bagaikan gelombang lautan.

Mereka berdua nampak siaga dan mulai mematukkan kerisnya, saling mengintai, saling tangkis, saling sodok, saling tendang, mereka sama-sama pandai memainkan pedang. Mereka bergulat saling tusuk, tubuhnya sama-sama melemas. Debu-debu pun tertidur karena diinjak-injak oleh orang yang sedang berlaga itu, sungguh-sungguh bagaikan peperangan Bima melawan Suyudana ketika mengadu kesaktian. Namun tiba-tiba dalam sekejap saja, Kabayan Batu Sepih terkena tusukan Ki Tambyak sehingga gugur terkapar di tanah. Karena Ki Pangeran Batu Sepih gugur maka seluruh prajuritnya perang. melawan Ki Tambyak. dan terlihatlah keberanian beliau yang disebut:
  • Abitah artinya dia tidak takut kepada orang banyak,
  • pregitah artinya dia tidak takut menandingi musuh yang banyak,
  • asayah artinya dia tidak takut mati di tangan musuh.
Demikianlah dia tetap berlaga melawan musuh-musuhnya, bagaikan roda pemintalan, I Tambyak berputar-putar. Banyak prajurit yang gugur, tidak ada yang tidak patah lengannya, ada pula ususnya keluar, mayat bertumpuk-tumpuk bagaikan gunung di medan laga, oleh karena telah terbukti kehebatan I Tambyak. I Tambyak disuruh berhenti berperang dan dipersilakan duduk oleh baginda raja. Dengan disaksikan oleh seluruh rakyat dan para menteri. Dia pun diberi pakaian kebesaran seorang patih serta perlengkapan lain yang utama. Oleh karena itu, dia lalu bergelar Ki Patih Tambyak. Entah berapa lama sudah Ki Tambyak menjabat patih, keadaan negeri sangat tenteram di bawah pemerintahan baginda raja Sri Haji Bedhamurdi yang sudah termashur di seluruh negeri. Tidak diceritakan lebih lanjut kejayaan baginda raja dalam memerintah Bali.

Sekarang dikisahkan baginda Patih Tambyak menjadi teladan semua rakyat, dengan sentosa seluruh sanak keluarganya ikut serta menjaga negeri, turun-temurun menjadi patih. Diturunkan dari sifat ayahnya, maka segala bentuk upacara korban selalu dilaksanakan, adat-istiadat berlangsung sebagaimana tercantum dalam purana. Demikianlah keadaan negeri pada masa pemerintahan Patih Tambyak. Setelah berselang beberapa lama, Sri Haji Gajah Wahana dinobatkan menjadi raja Bali Aga dengan gelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten. 

Bhatara Asta Asura Ratna Bumi Banten, Baginda mashur berwibawa sampai ke Pulau Jawa, karena Baginda Raja yang sangat sakti tiada bandingnya, lagi pula Baginda mempunyai Perdana Mentri maupun Papatih yang sakti, diantaranya ada yang kebal dengan senjata. Adapun para Senapati yang sudah diandalkan yakni:
  • Si Pangeran Tambyak yang bertempat tinggal di Jimbaran,
  • Si Pangeran Kalung Singkal bertempat tinggal di Taro,
  • Si Pangeran Tunjung Tutur bertempat tinggal di Tenganan,
  • Si Pangeran Tunjung Biru bertempat tinggal di Tianyar,
  • Si Pangeran Kopang bertempat tinggal di Seraya,
  • Si Pangeran Bwahan bertempat tinggal di Batur,
  • Si Pangeran Girimana bertempat tinggal di Ularan Kalopaksa, 
  • Si Pangeran Tangkas dan Pangeran Mas yang merupakan Senapati,
  • Pasung Gerigis yang bertempat tinggal di Tengkulak yang merupakan Patih Agung
  • Ki Patih Kebo Waruya bertempat tinggal di Blahbatuh,
Namun tampak kejanggalan - kejanggalan pada masa pemerintahannya pertanda masa Kali sudah tiba. Sekarang dikisahkan kehancuran kerajaan Bedahulu yang disebabkan oleh serangan Majapahit di bawah pimpinan Patih Gajah Mada, yang membuat tipu muslihat dan menjalankan ajaran aji sukma kajanardanan.

Demikian misalnya terdengar berita wafatnya Mahapatih Kebo Iwa (Kebo Taruna) karena terkena pangindra jala (perangkap) oleh Mahapatih Gajah Mada, akhirnya pada tahun 1343 para Arya Majapahit menyerang pulau Bali.

Dalam perang yang sengit ini masing-masing Panglima telah di hadang oleh Panglima Bali, maka tersebut si Arya Kanuruhan yang memimpin pasukan dari Selatan disambut dengan gegap gempita oleh tentara Bali dengan sorak gemuruh beserta gagah perkasa sehingga terjadi pertempuran yang sangat mengerikan, banyak para tentara yang gugur di medan perang. 
 
Pasukan Majapahit di wilayah Selatan dibawah pimpinan Arya Kenceng menggempur habis habisan, tiada henti hentinya mengurung pasukan musuh dari segala arah. Pasukan Ki Gudug Basur dan Ki Tambyak mulai terdesak dan banyak yang mati terluka. 

Ki Tambyak mengamuk dalam pertempuran sehingga membuat pasukan Majapahit tercerai berai. Dalam pertempuran tersebut Arya Pasuruhan tewas di tangan ki Tambyak dan di injak injak dengan kuda sedangkan kyai Banyuwangi lari dikejar oleh pasukan Ki Kalambang. Melihat pasukan Majapahit terus terdesak Arya Kenceng kemudian turun langsung ke medan pertempuran.

Dalam keadaan terdesak Ki Tambyak berhasil mengalahkan Kyai Lurah Belambangan. Tubuhnya dilemparkan oleh Ki Tambyak sehingga terpelanting ke tempat yang agak jauh. Kyai Lurah Belambangan menghembuskan napasnya yang terakhir, gugur sebagai prawira yuda yang gagah berani.

Melihat kawan seperjuangannya gugur, Arya Balancang, Arya Sentong, Arya Wangbang dan Kyai Banyuwangi maju bersamaan untuk mengimbangi kekuatan musuh.

Ki Tambyak adalah seorang patih kerajaan Bali yang sangat teguh dan sakti sehingga sulit untuk dikalahkan, kalau hal tersebut terus dibiarkan maka makin banyak korban yang berjatuhan dari pihak Majapahit. Untuk menghindari hal tersebut maka pimpinan pasukan Majapahit di wilayah selatan yaitu Arya Kenceng memutuskan menghadapi langsung Ki Tabyak. 

Dalam pertempuran satu lawan satu tersebut masing masing pihak berusaha saling mengalahkan. Karena hebatnya perang tanding tersebut prajurit dari kedua belah pihak sampai menghentikan pertempuran untuk menyaksikan kedua tokoh sakti tersebut saling mengalahkan.

Namun demikian ternyata Arya Kenceng dapat memanfaatkan kelengahan Ki Tambyak sehingga dapat terus menekannya. Ki Tambyak akhirnya gugur dalam pertempuran sampai kepalanya terpisah dari badannya.

Dengan gugurnya Ki Tambyak pertahanan Bali di wilayah selatan menjadi lemah karena hanya menyisakan Ki Gudug Basur. Dalam Pertempuran tersebut Ki Gudug basur diserang dari segala arah oleh para Arya dari Majapahit.

KI Gudug basur ternyata mempunyai ilmu yang sangat tinggi yaitu teguh, kebal oleh senjata apapun sehingga para Arya mengalami kesulitan untuk mengalahkannya. Perang yang dasyat antara Si Arya Kanuruhan dengan Ki Gudug Basur, sama-sama kuat dan sama sama kebal. Oleh karena Ki Gudug Basur hanya sendirian, menghadapi Panglima Majapahit silih berganti, walaupun tubuhnya tidak dapat terluka apabila terus menerus digempur dari segala arah lama kelamaan Ki Gudug Basur kehabisan tenaga dan sehingga dapat dikalahkan oleh pasukan dari Majapahit.

Dengan Gugurnya Ki Gudug Basur dan Ki Tambyak maka daerah Seseh, Tralangu, Padang Sambian, Kedonganan, Benua, jimbaran, Kuta, Mimba, Suwung, Sesetan, Tuban, Renon, Batankendal, Sanur, Tanjungbungkah, Kaba Kaba, Kapal, Tanah barak, Camagi, Munggu, Parerenan, Dukuh, Kemoning, Pandak, Kelahan, Pancoran, Babahan, Keliting, Cengkik dan Kerambitan dapat dikuasai oleh Prajurit Majapahit dibawah pimpinan Arya Kenceng.

Gugurnya para Patih Kerajaan Bedahulu dan moksanya Paduka Bhatara Asta Asura Ratna Bumi Banten serta tertangkapnya Pasung Grigis di daerah Tengkulak menyebabkan hancurnya kerajaan Bedahulu.

Ada pun sanak keluargan Ki Patih Tambyak,  ada yang mati, ada yang masih hidup, ada yang mengungsi terpencar ke sana-sini, ada yang menyusup ke desa-desa, ada yang ke sebelah utara gunung yaitu ke Desa Bungkulan, ada yang ke Jembrana, ada yang ke Tabanan, ada yang ke timur, ke selatan. Mereka tidak berani mengakui wangsanya. Di setiap desa yang disusupinya, mereka senantiasa mengaku keturunan Arya Bandesa.

alkisah setelah Arya Notor Waringin mendirikan sebuah candi. Tiba-tiba dia minggat dari istana, berjalan menyusup ke tengah hutan, sambil memuji kebesaran Tuhan guna mendapatkan kekosongan, mengembara untuk memperoleh wahyu. Tidak dikisahkan dalam perjalanannya, tiba-tiba dia telah sampai di pinggir sebuah danau dekat Desa Panarajon. Di sana dia bertemu dengan keturunan Pangeran Bandesa Tambyak. Mereka berdua saling memperkenalkan diri. Alangkah bahagianya Pangeran Bandesa Tambyak dapat bertemu dengan seseorang yang berbudi luhur.

Entah berapa lamanya Kyayi Notor Waringin berada di Desa Panarajon, bermain-main di tepi danau. Tiba-tiba Paduka Batara muncul di tengah danau. Mereka berdua segera menyembah, tidak berselang lama, akhirnya mereka berdua dipanggil untuk datang dan duduk di hadapan Paduka Batara. Mereka menyembah dengan hati yang suci bersih. Setelah selesai memuja, mereka disuruh naik ke puncak bukit. Mereka tidak menolak perintah Paduka Batara. Pada saat mereka berdua tiba di puncak bukit, mendampingi Paduka Batara, Kyayi Notor Waringin dianugerahi sebuah sumpit. Dia dipersilakan melihat daerah-daerah melalui lubang sumpit itu. Adapun daerah yang berhak dikuasainya, dari timur, barat, utara, dan selatan. Daerah-daerah itu nampak terang. Tetapi di arah barat laut terlihat sebuah desa yang gelap. ia memperoleh wahyu dari Bhatari Danu, agar segera menghadap Anglurah Tegeh Kori di Badung sebagai awal untuk memperoleh kewibawaan, Entah berapa lama berselang, Arya Ketut Notor Waringin pun pergi ke Badung bersama anak istri dan Ki Tambyak. Mereka diterima dengan baik oleh Pangeran Tegeh Kori. Dan Arya Ketut Pucangan (Notor Waringin) dipersaudarakan dengan kedua orang putranya, diganti namanya dengan Kyayi Nyoman Tegeh. 

Pangeran Tegeh Kori akhirnya lebih cinta dengan Kyayi Nyoman Tegeh dari pada anak-anak kandungnya sendiri yang selalu mengingkari nasehat dan perintah orang tuanya. Akhirnya segala urusan ke hadapan Dalem Gelgel juga diwakili oleh Kyayi Nyoman Tegeh, sehingga Dalem pun sangat cinta dan percaya kepadanya. Rakyatnya bertambah- tambah pula. Kyayi Nyoman Tegeh atas bantuan Ki Tambyak berhasil menguasai daerah Sumreta, Ki Tambyak diberi nama Ki Handagala karena ia sebagai andalan tuannya. Karena Pangeran Tegeh Kori sangat cinta dan percaya kepada Kyayi Nyoman Tegeh maka ia diangkat menjadi Raja Badung.

Demikian anugerah Batara kepadanya. Beliau Arya Notor Waringin kemudian menguasai daerah Badung, didampingi oleh teman dekatnya yang bernama Bandesa Tambyak. Setelah itu, Pangeran Bendesa Tambyak di anugerahi oleh temannya:

"Wahai Bandesa Tambyak, betapa besarnya cinta kasihmu terhadap diriku, baik pada saat suka maupun duka, sejak dulu sampai sekarang. Saat ini engkau dan aku berada di daerah Badung atas restu Paduka sejak dulu sampai kelak, tidak dapat dipisahkan, kita sehidup semati, demikian sampai kelak seluruh sanak keluarga dan keturunan Bandesa Tambyak tidak dikenai hukuman. Tidak dijatuhi hukuman mati, jika engkau mendapat hukuman mati, hal itu dapat dibayar dengan uang. Jika engkau didenda dengan uang, itu dapat diampuni. Harta milikmu tidak dapat dirampas. Jika engkau bersalah, engkau akan diusir dan terampuni".

Demikian anugerah raja Badung kepada Pangeran Tambyak. Entah berapa lamanya, Sri Anglurah Notor Waringin menjadi raja Badung, didampingi oleh abdi setianya yaitu Pangeran Tambyak, betapa sejahteranya negeri Badung. Tidak ada musuh yang berani menandingi baginda. Semakin hari semakin besar restu dan anugerah Batara kepada baginda. Beliau berhasil membunuh burung gagak siluman, sehingga dia diangkat sebagai menteri oleh Dalem, memimpin para menteri. Entah berapa lamanya Kyayi Notor Waringin memerintah negeri Badung, timbullah niat buruk Ki Bandesa Tambyak, dengan mengadakan huru-hara di istana. Karena itu dia disuruh menguasai desa-desa berikut penduduknya di daerah Bukit Pecatu. Ada pula yang diusir ke Sumerta, dan ada yang ke Desa Pahang. Semua keturunannya hidup tenteram. Tidak akan dikisahkan lebih jauh perihal Sri Anglurah Notor Waringin yang berkuasa di negeri Badung. Putra-putranya silih berganti, turun-temurun menjadi raja. Ada yang bertahta di Puri Tambangan, ada yang bertahta di Puri Denpasar, dan ada bertahta di Puri Kesiman.

Adapun Pangeran Bandesa Tambyak yang berada di Desa Pahang, kemudian mengungsi ke Desa Timbul Sukawati beserta istri, anak-anaknya dan Gusti Grenceng serta I Gusti Brasan. Entah berapa lamanya mereka berada di Sukawati, lalu mereka berpindah lagi, karena kekalahannya melawan Cokorda Karang. Gusti Brasan sudah lebih dulu kembali ke Badung bersama-sama Gusti Grenceng. Adapun Ki Bandesa Tambyak yang masih tertinggal di Sukawati menyamar menjadi Pangeran Pahang. Dia pun masih dikejar-kejar oleh I Dewa Nataran, karena itu ia lari untuk bersembunyi ke pinggir sungai Wos.

Setelah itu dia lari ke arah barat menuju Desa Mantring. Hujan dan angin ribut menyelimuti daerah di sekitar desa itu. Karenanya orang-orang yang mengejarnya kembali pulang. Di sana Pangeran Pahang menangis tersedu-sedu, katanya:
"Oh Tuhanku, Dewa dari semua Dewa, beserta Paduka Batara Sang Hyang Siwa Raditya, dan leluhurku yang berada di Desa Panarajon, dan Paduka Batara Dalem di Desa Pahang, lindungilah hamba dari kematian dan kejaran musuh".

Tiga empat kali, ia memuja Paduka Batara, Tiba-tiba dari pohon beringin itu muncul sinar, dan I Buta Panji Landung menampakkan diri, amat kasihan melihat Ki Bandesa Tambyak menangis di sisi tempat tidurnya: " Wahai Bandesa Tambyak, aku menganugerahimu, agar engkau menemukan keselamatan". 
Ki Tambyak menjawab: " Oh Tuhanku, siapa gerangan yang masih menaruh belas kasihan terhadapku?
"Wahai Tambyak, aku adalah Buta Panji Landung, Dewa dari semua Dewa di pohon beringin ini. Wahai Tambyak, semoga engkau menemukan keselamatan, panjang umur, sanak keluarga dan keturunanmu mendapatkan kesejahteraan, dicintai oleh masyarakat, oleh semua mahluk, tidak tertimpa mara bahaya".
"Sujud hamba kehadapan Batara abdi Paduka Batara tidak akan meninggalkan desa ini, supaya ada yang menyembah Paduka Batara di sini, sanak keluarga dan keturunan hamba turun-temurun tidak akan lupa menyembah Paduka Batara
"Wahai Bandesa Tambyak, janganlah engkau lupa akan janjimu".

Demikianlah anugerah Setelah itu beliau menggaib lagi. Karena itulah jalan itu dinamakan Rurung Panji. Tidak dikisahkan lagi keadaan Ki Tambyak

sekarang akan diceritakan Sri Agung Karang bertahta di daerah Tapesan. Negerinya amat Sejahtera, tidak jauh berbeda dengan kakaknya yang bertahta di Peliatan. Tidak diceritakan lagi Ida Dewa Agung Karang.

kini akan diceritakan Ki Bandesa Tambyak yang menetap di Desa Celuk Mantring, sama-sama memiliki tempat tinggal. Setelah itu beliau memindahkan leluhurnya dari Desa Pahang, diwujudkan dalam bentuk Area Batara Siwa Raditya, dijadikan tempat persemayaman Batara Panji Landung yang berada di Madyasari. Demikian cerita Ki Bandesa Tambyak yang berada di Celuk Mantring.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter