12
Meninggalnya beberapa orang sakit yang tidak mendapatkan kamar di rumah sakit Jakarta, menjadi salah satu topik diskusi dies natalis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia awal bulan ini.
Sejak diberlakukannya Kartu Jakarta Sehat (KJS), jumlah orang yang datang ke rumah sakit memang meningkat tiga kali lipat. "Ibaratnya, digigit nyamuk pun sekarang masuk rumah sakit," ujar seorang dokter di forum itu. "Akibatnya, yang sakit sungguhan tidak kebagian tempat," tambahnya.
Saya mencatat seluruh pemikiran para dokter hari itu. Ini karena PT Askes (Persero) yang sekarang masih di bawah Kementerian BUMN harus bisa menyiapkan diri untuk menyambut era baru: mulai 1 Januari 2014 nanti 86 juta orang miskin harus dilayani keperluan kesehatannya secara gratis. Pertanyaan besarnya: siapkah Askes?
Dirut PT Askes yang baru, Dr dr Fachmi Idris, beserta seluruh jajarannya, hari-hari ini konsentrasi penuh untuk mempersiapkan semua itu. Waktu tidak banyak lagi. Internal masih banyak masalah yang harus diselesaikan: bagaimana status pegawai Askes nanti setelah Askes bukan lagi BUMN, bagaimana jenjang karirnya, dan seterusnya.
Sambil memikirkan nasib diri sendiri itu Askes harus memikirkan wujud pelayanannya nanti: bagaimana agar semua pemilik kartu sehat bisa terlayani, bagaimana agar rumah sakit bisa dibayar tepat waktu, bagaimana para dokter bisa tenang dalam bekerja.
Kesimpulan hari itu jelas: kalau semua orang sakit diperbolehkan langsung masuk rumah sakit, akan banyak kasus orang meninggal dunia karena tidak kebagian kamar. Dan lagi, kata para dokter hari itu, tidak semua penyakit harus diatasi di rumah sakit. Banyak penyakit yang sudah bisa ditangani di tingkat Puskesmas.
Bahkan, para dokter punya cita-cita yang besar: banyak orang yang sebenarnya tidak perlu sakit kalau ada dokter yang khusus mencegah terjadinya penyakit di masyarakat.
Kalau pengaturan itu tidak jalan, bisa-bisa judul berita di sebuah surat kabar pekan lalu benar-benar akan terjadi: KJS membuat politisi dapat nama, membuat dokter kehilangan nama.
Untuk mencegah agar tidak semua orang sakit langsung datang ke rumah sakit, tidak ada jalan lain kecuali dikeluarkan aturan ini: semua orang sakit harus ke Puskesmas. Kecuali yang gawat darurat. Puskesmaslah yang akan menilai pasien tersebut cukup diobati di situ atau harus dirujuk ke rumah sakit.
Demikian pula sebaliknya. Rumah sakit hanya mau menerima pasien yang membawa surat pengantar dari Puskesmas. Kecuali yang gawat darurat.
Direksi Askes sudah sepakat dengan Gubernur DKI, Pak Jokowi, untuk melakukan uji coba sistem tersebut. Bulan depan sudah dimulai. Jakarta akan jadi pelopornya. Apalagi Puskesmas-puskesmas di Jakarta sudah cukup memadai.
Di Jakarta, Puskesmas tidak hanya di tingkat kecamatan. Di satu kecamatan bisa ada lima Puskesmas.
Setelah diskusi di FK UI itu saya bersama Dr Fachmi Idris mengunjungi beberapa Puskesmas di Jakarta. Juga melihat apa yang terjadi di salah satu rumah sakit di Jakarta yang sangat padat. Askes akan membangun sistem link online yang menghubungkan Puskesmas dengan seluruh rumah sakit di Jakarta.
Pasien yang datang ke Puskesmas dan harus dirujuk ke rumah sakit akan dirujuk secara online. Bahkan di sistem itu sudah bisa dilacak di rumah sakit mana pasien tersebut harus ditangani. Di Puskesmas itu bisa dilihat rumah sakit mana saja yang masih memiliki kamar yang kosong.
Dengan demikian tidak terjadi pasien keliling dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain yang semuanya penuh.
Ada waktu sembilan bulan untuk mencoba sistem tersebut. Kesalahan dan kekeliruan bisa dikoreksi segera. Kalau pun sistem ini gagal sudah harus diketahui sebelum 1 Januari 2014. Kita juga masih belum tahu seberapa masyarakat bisa menerima kalau diharuskan ke Puskesmas dulu.
"Dalam praktik ada pemegang KJS yang tidak dapat kamar. Lalu bertanya apakah ada kamar VIP. Setelah diberitahu betapa mahal kamar itu dan akan di luar pertanggungan KJS, pasien tersebut minta VIP dan mengatakan mampu membayarnya," ujar seorang dokter di diskusi tersebut.
Salah satu Puskesmas yang saya kunjungi hari itu, Puskesmas Gambir, sebenarnya sudah bukan seperti Puskesmas yang saya kenal dulu. Besar dan lengkap. Hanya tidak ada kamar untuk opname rawat inap.
Saya melongok toilet-toiletnya juga cukup bersih. Lab untuk memeriksa darah pun ada. Merekam jantung juga ada. Klinik gigi juga lengkap. Bahkan sampai mampu merehabilitasi mantan pecandu narkoba. Lebih 100 mantan pecandu narkoba tiap hari datang ke situ untuk minum obat antikecanduan.
Dokter Deuis Nurhayati, Kepala Puskesmas Gambir, mengatakan siap menerima sistem online dengan rumah sakit. Juga siap bila ada aturan baru bahwa semua pasien di kawasan itu harus ke Puskesmas dulu.
Coba kita monitor bersama bagaimana jalannya ujicoba sistem baru di Jakarta ini. Kalau bisa jalan, sungguh keteraturan mulai bisa dilaksanakan di negara kita. Tentu masih harus dicari jalan lain untuk daerah yang Puskesmasnya belum sebaik dan sebanyak di Jakarta. Tapi Direksi Askes juga akan melakukan ujicoba yang sama di beberapa daerah.
Yang kelihatannya masih sulit adalah pelaksanaan cita-cita besar para dokter tadi: mencegah orang sakit. Dana negara kelihatannya belum cukup. Jatah anggaran dari negara untuk meng-Askes-kan 86 juta orang tersebut baru sekitar Rp 15.000 per orang per bulan. Ini pun sudah menghabiskan anggaran negara sebesar Rp1,29 triliun setahun.
Kalau anggaran itu bisa dinaikkan menjadi Rp 25.000 per orang per bulan, maka sudah bisa dirancang akan ada sejumlah dokter yang tugasnya terus-menerus mengunjungi 86 juta orang tersebut justru sebelum mereka sakit.
Dengan demikian Puskesmas tidak akan kelebihan beban dan rumah sakit juga tidak penuh dengan pasien. Uang yang harus dikeluarkan negara memang lebih besar. Tapi karena sakit bisa dicegah, pemborosan nasionalnya justru bisa dikurangi.
Meskipun mungkin negara masih belum bisa memenuhi keinginan itu tahun ini, tapi ide tersebut tidak boleh dikubur. Suatu saat nanti pasti bisa dilaksanakan.
Bagi politisi, tahun ini adalah tahun politik. Banyak politisi yang dag-dig-dug bisa masuk daftar caleg atau tidak. Bagi dokter tahun ini adalah tahun mempersiapkan era baru sistem pelayanan kesehatan. Juga dag-dig-dug.
Dan bagi PT Askes tahun ini adalah tahun kerja keras menyiapkan sistem baru. Tidak kalah dag-dig-dugnya.
Ada perekam jantung di Puskesmas Gambir untuk tiga-tiganya.
*Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Sejak diberlakukannya Kartu Jakarta Sehat (KJS), jumlah orang yang datang ke rumah sakit memang meningkat tiga kali lipat. "Ibaratnya, digigit nyamuk pun sekarang masuk rumah sakit," ujar seorang dokter di forum itu. "Akibatnya, yang sakit sungguhan tidak kebagian tempat," tambahnya.
Saya mencatat seluruh pemikiran para dokter hari itu. Ini karena PT Askes (Persero) yang sekarang masih di bawah Kementerian BUMN harus bisa menyiapkan diri untuk menyambut era baru: mulai 1 Januari 2014 nanti 86 juta orang miskin harus dilayani keperluan kesehatannya secara gratis. Pertanyaan besarnya: siapkah Askes?
Dirut PT Askes yang baru, Dr dr Fachmi Idris, beserta seluruh jajarannya, hari-hari ini konsentrasi penuh untuk mempersiapkan semua itu. Waktu tidak banyak lagi. Internal masih banyak masalah yang harus diselesaikan: bagaimana status pegawai Askes nanti setelah Askes bukan lagi BUMN, bagaimana jenjang karirnya, dan seterusnya.
Sambil memikirkan nasib diri sendiri itu Askes harus memikirkan wujud pelayanannya nanti: bagaimana agar semua pemilik kartu sehat bisa terlayani, bagaimana agar rumah sakit bisa dibayar tepat waktu, bagaimana para dokter bisa tenang dalam bekerja.
Kesimpulan hari itu jelas: kalau semua orang sakit diperbolehkan langsung masuk rumah sakit, akan banyak kasus orang meninggal dunia karena tidak kebagian kamar. Dan lagi, kata para dokter hari itu, tidak semua penyakit harus diatasi di rumah sakit. Banyak penyakit yang sudah bisa ditangani di tingkat Puskesmas.
Bahkan, para dokter punya cita-cita yang besar: banyak orang yang sebenarnya tidak perlu sakit kalau ada dokter yang khusus mencegah terjadinya penyakit di masyarakat.
Kalau pengaturan itu tidak jalan, bisa-bisa judul berita di sebuah surat kabar pekan lalu benar-benar akan terjadi: KJS membuat politisi dapat nama, membuat dokter kehilangan nama.
Untuk mencegah agar tidak semua orang sakit langsung datang ke rumah sakit, tidak ada jalan lain kecuali dikeluarkan aturan ini: semua orang sakit harus ke Puskesmas. Kecuali yang gawat darurat. Puskesmaslah yang akan menilai pasien tersebut cukup diobati di situ atau harus dirujuk ke rumah sakit.
Demikian pula sebaliknya. Rumah sakit hanya mau menerima pasien yang membawa surat pengantar dari Puskesmas. Kecuali yang gawat darurat.
Direksi Askes sudah sepakat dengan Gubernur DKI, Pak Jokowi, untuk melakukan uji coba sistem tersebut. Bulan depan sudah dimulai. Jakarta akan jadi pelopornya. Apalagi Puskesmas-puskesmas di Jakarta sudah cukup memadai.
Di Jakarta, Puskesmas tidak hanya di tingkat kecamatan. Di satu kecamatan bisa ada lima Puskesmas.
Setelah diskusi di FK UI itu saya bersama Dr Fachmi Idris mengunjungi beberapa Puskesmas di Jakarta. Juga melihat apa yang terjadi di salah satu rumah sakit di Jakarta yang sangat padat. Askes akan membangun sistem link online yang menghubungkan Puskesmas dengan seluruh rumah sakit di Jakarta.
Pasien yang datang ke Puskesmas dan harus dirujuk ke rumah sakit akan dirujuk secara online. Bahkan di sistem itu sudah bisa dilacak di rumah sakit mana pasien tersebut harus ditangani. Di Puskesmas itu bisa dilihat rumah sakit mana saja yang masih memiliki kamar yang kosong.
Dengan demikian tidak terjadi pasien keliling dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain yang semuanya penuh.
Ada waktu sembilan bulan untuk mencoba sistem tersebut. Kesalahan dan kekeliruan bisa dikoreksi segera. Kalau pun sistem ini gagal sudah harus diketahui sebelum 1 Januari 2014. Kita juga masih belum tahu seberapa masyarakat bisa menerima kalau diharuskan ke Puskesmas dulu.
"Dalam praktik ada pemegang KJS yang tidak dapat kamar. Lalu bertanya apakah ada kamar VIP. Setelah diberitahu betapa mahal kamar itu dan akan di luar pertanggungan KJS, pasien tersebut minta VIP dan mengatakan mampu membayarnya," ujar seorang dokter di diskusi tersebut.
Salah satu Puskesmas yang saya kunjungi hari itu, Puskesmas Gambir, sebenarnya sudah bukan seperti Puskesmas yang saya kenal dulu. Besar dan lengkap. Hanya tidak ada kamar untuk opname rawat inap.
Saya melongok toilet-toiletnya juga cukup bersih. Lab untuk memeriksa darah pun ada. Merekam jantung juga ada. Klinik gigi juga lengkap. Bahkan sampai mampu merehabilitasi mantan pecandu narkoba. Lebih 100 mantan pecandu narkoba tiap hari datang ke situ untuk minum obat antikecanduan.
Dokter Deuis Nurhayati, Kepala Puskesmas Gambir, mengatakan siap menerima sistem online dengan rumah sakit. Juga siap bila ada aturan baru bahwa semua pasien di kawasan itu harus ke Puskesmas dulu.
Coba kita monitor bersama bagaimana jalannya ujicoba sistem baru di Jakarta ini. Kalau bisa jalan, sungguh keteraturan mulai bisa dilaksanakan di negara kita. Tentu masih harus dicari jalan lain untuk daerah yang Puskesmasnya belum sebaik dan sebanyak di Jakarta. Tapi Direksi Askes juga akan melakukan ujicoba yang sama di beberapa daerah.
Yang kelihatannya masih sulit adalah pelaksanaan cita-cita besar para dokter tadi: mencegah orang sakit. Dana negara kelihatannya belum cukup. Jatah anggaran dari negara untuk meng-Askes-kan 86 juta orang tersebut baru sekitar Rp 15.000 per orang per bulan. Ini pun sudah menghabiskan anggaran negara sebesar Rp1,29 triliun setahun.
Kalau anggaran itu bisa dinaikkan menjadi Rp 25.000 per orang per bulan, maka sudah bisa dirancang akan ada sejumlah dokter yang tugasnya terus-menerus mengunjungi 86 juta orang tersebut justru sebelum mereka sakit.
Dengan demikian Puskesmas tidak akan kelebihan beban dan rumah sakit juga tidak penuh dengan pasien. Uang yang harus dikeluarkan negara memang lebih besar. Tapi karena sakit bisa dicegah, pemborosan nasionalnya justru bisa dikurangi.
Meskipun mungkin negara masih belum bisa memenuhi keinginan itu tahun ini, tapi ide tersebut tidak boleh dikubur. Suatu saat nanti pasti bisa dilaksanakan.
Bagi politisi, tahun ini adalah tahun politik. Banyak politisi yang dag-dig-dug bisa masuk daftar caleg atau tidak. Bagi dokter tahun ini adalah tahun mempersiapkan era baru sistem pelayanan kesehatan. Juga dag-dig-dug.
Dan bagi PT Askes tahun ini adalah tahun kerja keras menyiapkan sistem baru. Tidak kalah dag-dig-dugnya.
Ada perekam jantung di Puskesmas Gambir untuk tiga-tiganya.
*Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Posting Komentar
Posting Komentar