Logam atau Dathu dalam Usadha - Sebagai Bahan Ramuan OBAT
kandungan logam untuk obat |
Sebagai telah diketahui bahan ramuan obat selain berasal dari makhluk hidup seperti tumbuhan dan binatang, ada juga yang berasal dari makhluk yang tidak hidup. Di dalam kitab Ayurweda sebagai kitab kedokteran Hindu tertua di dunia, diuraikan tentang bagaimana cara memanfaatkan dhatu (logam) dan upadhatu (mineral) untuk dipergunakan sebagai bahan obat-obatan. Benda mati yang paling sering dipergunakan sebagai bahan ramuan obat terdiri atas logam, non-logam, mineral serta air yang diambil dari bumi atau perthivi.
Kita tidaklah dengan mudah dan seenaknya mengambil logam besi, perak, mas kuningan, untuk dicampur dalam ramuan obat. Logam atau mineral yang belum diolah jika diminum akan berefek sebagai racun. Oleh sebab itu setiap logam atau mineral sebelum dipergunakan sebagai bahan ramuan obat harus melalui suatu proses pengolahan khusus, sehingga menjadi bentuk bhasma. Bhasma ini merupakan bentuk dari logam dan mineral yang telah terbebas sari racun, dan bhasma inilah yang siap dipergunakan sebagai bahan ramuan obat. Dalam Ayurweda cara untuk menetralkan efek racun dari logam dan mineral ini disebut sodhana (pemurnian) dan marana (pembasmian, pembunuhan). Proses Sodhana dan Marana dilakukan dengan cara merebus dalam air yang telah dibubuhi ramuan dan tanaman tertentu tergantung jenis logam atau mineral yang akan dihilangkan efek racunnya. Melalui proses perebusan ini efek racunnya akan hilang serta mudah diserap di dalam alat pencernaan dan amat efektif sebagai obat.
Bahan ramuan obat yang berasal dan logam dan non-logam ini dalam Ayurweda dibagi atas 4 kelompok besar, yakni dhatu, rasa, ratna dan visa. Tiap kelompok ini dibagi bagi dua sub-kelompok, yakni dhatu dan upadhatu, rasa dan uparasa, ratna dan uparatna dan visa dan upavisa. Pada kesempatan ini hanya dibahas bahan ramuan obat yang berasal dari logam atau dhatu.
Dhatu
Dhatu berarti elemen kehidupan. Oleh sebab itu segala sesuatu yang dapat memberikan “hidup” bagi manusia disebut dhatu. Termasuk 7 kelompok jaringan tubuh yang merupakan bagian hidup dari manusia, sehingga disebut sapta dhatu (rasa, rakta, mamsa, meda, majja, asthi dan sukra). Ada beberapa logam tertentu yang dapat dipergunakan sebagai bahan untuk ramuan obat, agar manusia tetap hidup sehat dan panjang umurnya. Logam yang memiliki khasiat “menghidupkan” tersebut disebut dhatu. Logam dhatu yang dapat dimanfaatkan untuk ramuan obat tersebut, ada sebanyak 8 jenis, sehingga disebut astadhatu. Kedelepan logam ini terdiri atas :
- Svarna (emas);
- Tara (perak)
- Tamtra (tembaga);
- Vanga (timah);
- Naga (timah hitam);
- Ritika (logam genta);
- Kamaya (kuningan);
- Loha (besi);
Semua jenis logam ini disebut dhatu oleh karena logam ini memiliki khasiat dan kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidup (dadhati) tubuh manusia. Mekanisme kerja dari logam ini adalah dengan cara mencegah terjadinya:
- Vali, kulit terlalu cepat mengeriput akibat peroses menua
- Palita, tumbuh uban pada rambut yang terlalu dini
- Khalitya, kepala menjadi botak akibat kerontokan rambut
- Kasya, badan makin lama semakin kurus
- Abalya, badan selalu merasa lemah
- Jara, penampilan seperti orang yang lebih tua dari urnur sebenarnya.
- Amaya, mudah terserang penyakit.
Di masyarakat Hindu di Bali telah lama dikenal istilah dhatu yang dikaitkan dengan elemen kehidupan. Dhatu tersebut ada yang bemama Panca Dhatu dan Tri Dhatu. Yang dimaksud dengan panca dhatu ini terdiri atas empat macam logam ditambah satu permata. Keempat jenis logam ini dikaitkan dengan pancaran kekuatan dari para Dewa, terutama kekuatan dari panca dewata. Demikianlah juga dengan permata tersebut. Logam tembaga atau tamra sebagai lambang dihubungkan dengan kekuatan dari Dewa Brahma, karena berwarna merah bersthana di Selatan. Logam emas atau svarna yang berwarna kuning dikaitkan dengan kekuatan Dewa Mahadewa bersthana di Barat. Logam besi atau loha yang berwarna hitam dikaitkan kekuatan dewa Wisnu yang bersthana di Utara. Logam perak atau tara dihubungkan dengan kekuatan Dewa Iswarya yang bersthana di Timur. Sedangkan permata (biasanya dipergunakan permata mirah) yang dianggap memiliki lima macam warna, panca warna dikaitkan dengan kekuatan Dewa Siwa, sebagai Dewa yang paling dimuliakan oleh umat Hindu di Bali yang menganut ajaran Siwa Sidhanta, bersthana di tengah-tengah, pusat arah. Sewaktu membangun sebuah tempat atau bangunan suci di Bali, agar hidup dan terbebas dari gangguan negatif, maka dilakukan upacara pamendeman pedagingan, berupa penanaman panca dhatu. Dengan penanaman panca dhatu ini pada dasar bangunan, sebagai suatu simbolisme, diharapkan akan memberikaan kekuatan magis kehidupan bagi tempat atau bangunan yang didirikan di atasnya. kekuatan berupa pedagingan atau isi (daging) ini merupakan pengejawantahan kekuatan dari para Dewa yang bersthana di keempat penjuru angin. Dengan demikian Keselamatan dan keamanan karang, tempat atau bangunan yang ada di sana akan terjamin. Keadaan ini akan memberikan imbas psikologis, ketenangan, kenyamanan serta kedamaian dan kebahagiaan hidup bagi para pemakai atau penghuninya.
Selain panca dhatu dikenal tri dhatu. Berlainan dengan panca dhatu yang terdiri atas logam dan pemata, maka tri dhatu terdiri atas untaian benang yang dijalin dari 3 utas benang. Masing-masing benang yang dijalin dari 3 utas benang. Masing-masing benang ini berwarna merah, putih dan hitam. Ketiganya melambangkan pancaran kekuatan dari Dewa Brahma, Siwa dan Wisnu, Ketiga Dewa ini merupakan Dewa Trimurti, lambang kelahiran (utpatti), pertumbuhan (stithi) dan pengembali (pralina), Juga melambangkan kekuatan api, air, dan angin. Lahir-hidup-mati semua berada dalam kekuasaan Tuhan. Dengan melilitkan benang tri dhatu ini pada pergelangan tangan untuk menjaga kehidupan manusia dapat juga dipasang pada tempat-tempat tertentu di rumah, sebagai penjaga rumah dan pekarangan terhadap kekuatan jahat atau negatif yang ingin mengganggu kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan manusia penghuninya.
Jadi, pengertian dhatu di Bali, baik dalam hal Panca Dhatu maupun benang Tri Dhatu, tidak berbeda dengan pengertian yang terkadung dalam Ayurveda. Keduanya memandang dhatu tersebut sebagai elemen yang dapat memberikan kehidupan kepada umat manusia.
Untuk mengenal lebih jauh tentang logam astha dhatu ini mempunyai khasiat pengobatan akan diuraikan secara sepintas mengenai riwayat terjadinya dan manfaatnya bagi kesehatan tubuh manusia.
Dathu Svarna (Emas)
Terjadinya emas atau svarna di bumi ini, ada sebuah cerita mitos yang agak unik berkembang di masyarakat, Konon, pada suatu hari di swargaloka Dewa Api Jatavedas amat tergiur nafsunya ketika menyaksikan kecantikan istrinya. Nafsu birahinya tidak dapat dikekang, sehingga air maninya memancar ke luar dan jatuh ke bumi. Air mani yang jatuh ini kemudian berubah menjadi logam emas. Air mani merupakan sukra, salah satu dari sapta dhatu atau jaringan tubuh. Sukra merupakan sumber kekuatan hidup pada semua makhluk hidup, sebagai amrtha. Apalagi sukra dan para Dewa. Oleh sebab itu hampir semua logam dan juga non-logam, menurut mitos berasal dari sukra para Dewa, sehingga benda tersebut layak disebut dhatu.
Untuk mengetahui mana emas yang baik yang jelek untuk dipergunakan sebagai bahan ramuan obat ada caranya. Ciri emas yang baik dipergunakan sebagai ramuan obat adalah svarna yang berwarna merah kalau dibakar, tampak berwarna putih bila dipotong dan berwarna kuning jingga jika digosok dengan nikasa, yakni batu khusus untuk mengetes kemurnian logam emas. Svarna ini memiliki guna snigdha (lembut) dan guna picchila (berlendir) yang dominan, serta potensi virya guru (berat).
Emas yang kualitasnya jelek sebagai bahan ramuan obat ialah svarna yang agak putih, keras, kasar dan tidak berwarna. Semua ini menunjukkan ketidakmurnian emas tersebut. Menjadi hitam bila dibakar atau dipotong tidak menghasilkan warna cerah kalau digosokkan pada nikasa.
Emas atau svarna memiliki rasa svadu (manis) dalam vipaka dan rasa tikta (pahit). Oleh sebab itu logam emas ini berkhasiat saumya (mendinginkan). Sering logam ini dipergunakan sebagai pencampur ramuan aprodisiaka atau untuk meningkatkan nafsu seksual (vrsya), meningkatkan kekuatan (bala) serta untuk membuat awet muda (rasayana). Dapat pula dimanfaatkan sebagai penguat jantung (abisyandi), sebagai apetiser atau meningkatkan nafsu makan (brahmana), meningkatkan ketajaman penglihatan (caksurya), memurnikan intelek dan ingatan (cinamaya) serta dapat memperpanjang hidup (ayusya).
Sering juga dipergunakan untuk mengobati orang yang terkena racun atau visa, menyembuhkan unmada (gila), bersifat sodhana atau menurunkan ketiga unsur tri dosha, obat jvara (demam) dan sebagai ksaya (konsumsi) serta sosa (kurus kering).
Efek yang berlawanan akan muncul jika svarna ini dipergunakan secara salah. Emas yang dipergunakan secara salah atau berlebihan dapat mengakibatkan tubuh menjadi lemas, karena kehilangan kekuatan dan energi atau bala. Akibat lebih lanjut akan memudahkan munculnya berbagai penyakit dan menyebabkan rasa tidak nyaman. Selain itu emas ini dapat juga menjadi racun yang mematikan.
Dathu Tara (Perak)
Munculnya perak atau tara di bumi mempunyai cerita atau legenda tersendiri. Ketika Dewa Siwa sedang marah kepada raksasa Tripura di kahyangan, dan mata kanannya keluar ulka, cahaya seperti kilat atau meteor. Sedangkan dari mata kirinya keluar asra atau air mata. Ulka ini kemudian menjelma menjadi Dewa Rudra, sehingga, dari tubuhnya selalu memancar cahaya yang amat menyilaukan. Air mata atau asra berwarna putih mengkilat yang jatuh ke bumi berubah menjadi logam yang disebut tara atau perak.
Perak atau tara yang kurang baik dipergunakan sebagai ramuan obat. Logam perak ini memiliki potensi virya guru (berat) dan guna snigdha (lembut) berwarna putih, penampilan seperti bulan, tidak hancur tatkala dibakar, dipotong atau ditekan.
Perak, atau tara yang kurang baik dipergunakan sebagai ramuan obat adalah tara yang memiliki guna kathina (keras, didominasi bhuta perthivi) dan potensi virya laghu (ringan), berwarna agak merah, kuning serta rapuh (dala). Perak ini akan hancur jika dibakar, dipotong atau ditekan (ghana).
Perak atau tara mempunyai kekuatan saumya atau mendinginkan. Selain itu mengandung pula rasa kasaya (sepet) yang didominasi oleh unsur bhuta vayu dan perthivi, rasa amla (masam) yang didominasi oleh unsur bhuta apah dan teja, rasa svadu (manis) dan vipaka svadu. Perak ini dapat dipergunakan sebagai obat pencahar atau urus-urus (virecham), menahan proses menua (rasayana), menurunkan unsur vatta dan pitta, serta sebagai obat penyakit para meha (gangguan kencing).
Efek sampingan akan timbul bila salah dalam proses pembuatan dan penentuan takarannya sehingga menimbulkan tapa (panas) dalam tubuh, menghancurkan sperma (sukra), menurunkan efesiensi energi dan kekuatan.
Dathu Tamra (Tembaga)
Sama seperti logam perak, tamra inipun memiliki kisah tersendiri tentang kejadian. Menurut mitologi, pada suatu hari Dewa Kartikenya memuncak nafsu birahinya, sehingga tidak tertahankan maka terpecahlah sukra atau air maninya. Air mani ini juga jatuh ke bumi. Maka muncullah logam tembaga atau tamra.
Tembaga mengandung rasa kasaya (sepet), rasa svadu (manis), dan rasa tikta (pahit). Logam ini berkhasiat saumnya atau menyejukkan. Tamra dapat dipergunakan untuk mengobati penyakit ropana (ulkus), Udara (gangguan perut, termasuk asites), krmi (cacingan, infeksi parasit), Kustha (penyakit kulit, termasuk kusta), pinasa (pilek kronik), meningkatkan unsur pitta, meningkatkan unsur kapha, sebagai ksaya (konsumsi), brahmana (bergizi) jvara (demam) dan sula (sakit menusuk-nusuk di rongga perut, kolik).
Tamra yang baik untuk dipergunakan sebagai bahan ramuan obat adalah logam tembaga yang berwarna kemerah-merahan, mampu menahan tekanan, dan tidak tercampur dengan logam lainnya.
Tembaga yang kurang baik untuk ramuan obat adalah yang warnanya hitam dengan guna sandra (padat, kompak) didominasi Buta pertiwi atau yang berwarna putih tidak mampu menahan tekanan (ghana) tercampur besi atau timah.
Jika sewaktu meramu obat tembaga ini tidak diproses dengan benar, dapat menimbulkan efek yang berlawanan dari yang dikehendaki. Bahkan dapat menjadi racun, walaupun tamra ini sebenarnya bukan racun. Efek tersebut dapat berupa brahma (pusing, mabuk), murccha (pingsan, tidak sadarkan diri), vidaha (rasa terbakar), sveda (berkeringat berlebihan), utkledana (menimbulkan kelengketan dalam tubuh), vanti (muntah), aruci (tak ada nafsu makan), dan citta santapa (tidak nyaman dalam pikiran).
Dathu Vanga (Timab Putih)
Timah putih atau Vanga tidak diceritakan bagaimana terjadinya di bumi ini. Menurut Ayurweda di dunia ini ada dua macam vanga yakni khuraka dan misraka vanga. Dari kedua macam vanga ini yang terbaik dipergunakan sebagai bahan ramuan obat adalah jenis khuraka vanga.
Timah putih ini memiliki guna laghu (ringa) yang didominasi oleh unsur bhuta teja, vayu dan akasa, serta virya usna (panas). Vanga ini dapat dipergunakan sebagai obat virecham (pencahar, urus-urus agar diare), meha (gangguan kencing), kremi (cacingan, infeksi parasit), panduta (anemia pucat kurang darah), svasa (sesak napas) gangguan pada unsur kapha, amat baik untuk mempertahankan ketajaman penglihatan (caksurya), menaikkan sedikit unsur pitta, meningkatkan kerja alat pengindera dan menimbulkan rasa bahagia.
Dathu Naga (Timah Hitam)
Timah hitam atau naga ini menurut mitos terjadi dari sukra Dewa Vasuki ini terangsang birahinya tatkala menyaksikan adik perempuannya Dewa Bhogi telanjang. Air maninya tumpah dan jatuh ke bumi. Maka sukra inilah yang berubah menjadi timah hitam atau naga.
Naga mempunyai kekuatan yang sama dengan vanga atau timah putih. Timah hitam ini dapat memberikan kekuatan sebanyak 100 kali kekuatan ular naga atau ular kobra. Naga ini dapat dipergunakan untuk mengobati berbagai penyakit, memperpanjang umur (ayusya), merangsang pencernaan (pacana), meningkatkan gairah seksual (vrsya) dan menunda kematian jika dipergunakan secara tetap.
Bila dipergunakan tidak sesuai dengan aturan, maka logam naga dan vanga akan menyebabkan terjadi efek terbalik. Dapat menimbulkan kustha (penyakit kulit, termasuk kusta), gulma (tumor), pandu (anemia, kurang darah), prameha (gangguan kencing), sopha (oedema yang disebabkan oleh unsur vatta), bagandara (fistula, lubang luka di anus), Svitra (bercak putih di kulit leukordema), sula (kolik, sakit menusuk-nusuk di perut) meningkatkan unsur kapha, menimbulkan jvara (demam), asmari (batu di saluran kencing), vidradi (abses), makharoga (luka di rongga mulut), arti (sakit seluruh tubuh) dan nitya abalaka (kelemahan yang cepat).
Dathu Ritika (Logam Genta)
Logam genta, logam lonceng, logam bel atau ritika merupakan logam yang cocok dipergunakan sebagai bahan pembuat genta, oleh karena menyebabkan genta tersebut bunyinya amat nyaring bila dipukul. Logam genta terdiri atas 2 macam yakni ritika dan kakatundi. Jika logam ini dipanaskan dan kemudian dicelupkan ke dalam cuka (kanji) warnanya akan berubah menjadi merah tembaga, disebut ritika. Bila warnanya berubah menjadi hitam disebut kakatundi.
Ritika yang berwarna kuning memiliki potensi virya guru (berat) dan virya snigdha (lembut), guna snigdha (lembut) dan guna slaksha (licin). Selain itu logam ini menyilaukan atau spharangi, sukar dipecah atau trotanaksama, merupakan bahan yang baik untuk ramuan obat.
Logam ritika yang merupakan ramuan obat yang jelek, yang bersifat stabdha (kompak padat), kasar berwarna putih, amat merah, ghanasana (tak tahan tekanan), putaga (memiliki lapisan) dan mala (tidak murni).
Kedua jenis logam ini memiliki guna suksma (halus), rasa tikta (pahit) dan rasa lavana (asin). Logam ini dapat dimanfaatkan untuk pembersih, menyembuhkan penyakit pandu (anemia, kurang - darah) kremi (cacingan, infeksi parasit).
Dathu Kamsya (Kuningan)
Kuningan atau kamsya memiliki rasa kasaya (sepet), rasa tikta (pahit), guna ruksha (kenyal) yang didominasi oleh bhuta perthivi, teja dan vayu, guna guru (berat) yang didominasi oleh bhuta perthivi dan apah, serta mempunyai potensi virya usna (panas), bersifat lekhana (mengikis) dan visada (racun).
Logam ini dapat dipergunakan sebagai bahan ramuan obat untuk pencahar (virecham), mempertajam penglihatan (caksurya) dan menurunkan unsur kapha dan pitta.
Dathu Loha (Besi)
Tentang terjadinya besi atau lobha memiliki kisah tersendiri pula. Menurut cerita, besi ini keluar dari mayat tubuh Lomilia Daitya, salah seorang dari kelompok Deitya atau Raksasa, yang terbunuh ketika berperang melawan Dewa.
Dalam lobha terkandung rasa tikta (pahit), rasa kasaya (sepet) dan rasa svadu (manis), serta guna guru (berat, kental), guna snigdha (lembut). Besi mempunyai sifat saumnya yakni mendinginkan. Dapat dimanfaatkan sebagai pencahar (virecham), untuk memperpanjang umur (ayusua, vavasya), mempertajam penglihatan (caksurya), meningkatkan unsur vatta menurunkan unsur kapha serta pitta, menyembuhkan gara (keracunan), sula (kolik, sopha (oedema), arsa (benjolan di anus ambeien), plihan (gangguan pada pada limpa lien), panduta (anemia), meda (kelebihan lemak), meha (gangguan kencing), kremi (cacingan, infeksi parasit) dan kustha (gangguan pada kulit).
Loba yang guruta (berat), drdhata (kokoh) utkleda (menebal), asmala (kotor), dahakarita (menghasilkan rasa terbakar), sudurgandha (bau busuk) tidak baik dipergunakan sebagai bahan ramuan obat.
Bila dilakukan cara pengobatan yang salah dengan bahan lobha ini akan menyebabkan sandata (impotan) kustha (penyakit kulit), hrdroga (sakit jantung), sula (kolik) asmari (batu dalam saluran kencing), meningkatkan sakit dan hrllasa (mual, mau muntah), malahan dapat menyebabkan mati (mrtyu).
Orang yang sedang melakukan pengobatan dengan mempergunakan bahan ramuan lobha, dilarang minum alkohol (madya) dan makan makanan yang rasanya masam (amla).
Menurut Ayurveda ada beberapa macam atau jenis logam besi yang dapat dipergunakan sebagai bahan obat, yakni:
Sara Loha
Logam besi jenis ini merupakan logam besi terbaik untuk dipergunakan sebagai bahan ramuan obat. Sara Loha ini memiliki ksamabhrt (tahan tekanan) dan berbentuk sikharakara (bentuk lonjong). Jika logam ini dicampur dengan cairan yang rasanya masam, akan menimbulkan partikel kecil seperti debu.
Sara loha berkhasiat segera menyembuhkan grahani (gejala stomatitis, sariawan, jampi), ati sara (mencret), meningkatkan setengah unsur vatta tubuh parina maja sula (kolik atau sakit perut menusuk-nusuk tatkala sedang terjadi proses pencernaan), chardi (muntah), pinasa (pilek atau rintis kronik), meningkatkan unsur pitta dan svasa (sesak nafas).
Kanta Loha
Jika yang berada di dalam panci yang terbuat dari kanta loha ditetesi dengan minyak, minyak tersebut akan menyebar, Hingu (asafoetida) akan kehilangan bau busuknya dan pasta dari nimba akan kehilangan rasa pahitnya bila ditaruh dalam panci ini, setelah itu susu ini dibuat bentuknya seperti tumpeng, tidak akan jatuh. Canakamla akan menjadi hitam kalau ditaruh dalam panci yang bahannya terbuat dan kanta loha.
Besi jenis kanta loha ini dapat dipergunakan untuk menyembuhkan penyakit gulma (benjolan), udara (gangguan pada perut, asites), arsa (ambeien), sula (kolik), amavata (reumatik), bhagandara (fistula pada anus luka di dubur), kamala (sakit kuning), sopha (oedema), kustha (penyakit kulit), ksaya (bergizi), ruk (sakit). Dapat pula logam jenis ini dimanfaatkan sebagai ahara atau untuk konsumsi bagi tubuh, meningkatkan kekuatan (bala) dan stabilitas tubuh. Selain itu logam ini menambah darah (rakta) mengobati pliha (sakit di lien, limpa) amla pitta (keasaman lambung) dan siroruk (sirahruk = sakit lepala).
Loha Kitta
Loha kitta adalah karat besi yang umurnya seratus tahun lebih. Karat besi yang demikian ini merupakan bahan ramuan obat yang paling baik. Bila umur karat besi ini kurang dari 80 tahun akan menjadi racun.
Loha kitta amat berkhasiat bila digunakan sebagai obat panduta (anemia, kurang darah). Itulah sekelumit cuplikan dari kitab Ayurweda tentang mitos terjadinya dhatu atau logam di dunia ini, serta cara mengolah, kandungan dan khasiatnya untuk dapat dipergunakan sebagai bahan ramuan obat.
Posting Komentar
Posting Komentar