Satu-satunya kerajaan bangsa Jawa yang cukup eksis hingga awal milenium ketiga dalam negara kesatuan Republik Indonesia ialah Kerajaan Ngayogyokarto Hadiningrat atau Kasultanan Yogyakarta. Hal itu sudah diprediksi oleh Sang nujum masyhur Joyoboyo dengan syairnya sebagai berikut:
Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit
Negarane ambane saprawolon
Tukang mangan suap saya ndadra
Wong jahat ditampa
Wong suci dibenci
Timah dianggep perak
Emas diarani tembaga
Negarane ambane saprawolon
Tukang mangan suap saya ndadra
Wong jahat ditampa
Wong suci dibenci
Timah dianggep perak
Emas diarani tembaga
Suatu masa kelak ada seorang raja yang berkharisma dan memiliki prajurit akan tetapi wilayahnya cuma seperdelapan bagian saja. Gambaran jaman di masa itu terjadi suap-menyuap besar-besaran dalam segala bidang. Orang yang berwatak jahat diterima di mana-mana dan orang yang jujur malah dibenci semua orang. Timah yang putih mengkilap dianggap perak, sebaliknya emas yang berkilauan dan berharga tampak cuma dinilai sebatas tembaga.
Kasultanan Yogyakarta yang sekarang ini dalam hal luas wilayahnya sudah demikian persis sama sejak masa kolonial Belanda yakni pada 1755, saat itu ditandatangi perjanjian Gianti oleh pihak kolonial dan pihak keraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Dan luas wilayah provinsi Yogyakarta itu dibandingkan luas Pulau Jawa secara keseluruhan maka didapatkan angka satu banding delapan atau luas Yogyakarta saprowolon Pulau Jawa, dengan demikian ramalan Joyoboyo sudah terbukti untuk kesekian kalinya.
Jasa keraton Yogyakarta di masa proklamasi kemerdekaan dan pada masa mempertahankan kemerdekaan tidak perlu diragukan lagi mendukung penuh Republik Indonesia yang masih bayi merah.
Kembali pada toleransi bangsa Jawa yang sangat luarbiasa, hal demikian juga dilakukan oleh Kasultanan Yogyakarta dalam mendukung Republik Indonesia sampai hari ini. Bahkan demi toleransi yang itu juga prajurit Kasultanan Yogyakarta yang bersenjata tua dan juga personilnya sudah pada berusia lanjut dan tidak dilakukan regenerasi lagi. Itulah lambang budaya wujud kesetiaan Kasultanan terhadap NKRI, dan untuk itu bangsa Jawa tidak pernah merasa perlu minta dihargai oleh bangsa lain di Nusantara.
*****
Posting Komentar
Posting Komentar