-->

Imam Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal

Imam Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal adalah pendiri Madzhab Hambali yang merupakan satu di antara tokoh utama yang amat mempengaruhi baik perkembangan sejarah maupun kebangkitan kembali agama Islam.

Ahmad ibn Hambal adalah orang Arab keturunan Bani Syayban dari Rabia, yang memegang peranan penting menaklukan Irak dan khorasan. Ia lahir di Baghdad pada 1 Rabiulawal 164 H (Desember 780 M). Kakeknya Hambal ibn Hilal, Gubernur Saraks, berdiam di Merv di bawah Umayyah. Ayahnya, Muhammad ibn Hambal, pegawai tentara kerajaan, kemudian pindah ke Khorasan, dan wafat di situ tiga tahun kemudian. Ahmad menjadi piatu dalam usia yang masih muda sekali, dan mewarisi perkebunan keluaraga dengan penghasilan yang lumayan. Ia mempelajari fiqh hadits dan leksikografi di Baghdad, juga mengikuti kuliah Qadhi Abu Yusuf. Guru utamanya ialah Sufyan bin Uyayna, tokoh ahli Madzhab Hejaz. Kemudian ia amat dipengaruhi, dan menjadi murid Imam Syafi'i. Sejak 795 M, ia mencurahkan perhatiannya pada pelajaran hadits, dan beberapa kali mengunjungi Iran, Khorasan, Hejaz, Yaman, Suriah, Irak, sampai ke Maghrib mencari Hadits Sahih Nabi. Ia lima kali menziarahi kota-kota suci.

Imam Syafi'i, guru fiqh Ahmad ibn Hambal, menilai muridnya ini sebagai seorang paling cendekia yang pernah ia jumpai di Baghdad.

Sikap dan wataknya yang agung terlihat ketika beliau dihadapkan kepada khalifah Abbasiyah, Ma'mun ar-Rasyid di Tarsus. Khalifah menanyakan kepadanya, menerima doktrin Mu'tazilah. "Tidak," jawab Ahmad, "Qur'an adalah Kalam Ilahi. Bagaimana dapat memperlakukannya sebagai sebuah ciptaan ?" Khalifah lalu mendebatnya dibantu beberapa ulama, tetapi Imam itu tak bergeming, dan menolak mengubah pandangannya yang sesuai dengan keyakinan Nabi dan para sahabat. Ia akhirnya dipenjarakan dan menanggung tekanan khalifah Abbasiyah selama 15 tahun.

Khalifah Abbasiyah, Ma'mun ar-Rasyid, pada hari-hari terakhirnya amat terpengaruh dan resmi menyokong doktrin rasionalis Mu'tazilah, termasuk tentang penciptaan Qur'an. Pemimpin agama yang terkenal dan hebat satu per satu tunduk pada pendapat sang khalifah. Sudah nasib Imam Ahmad ibn Hambal untuk menentang keras dan menderita karena doktrin itu, tetapi karena itu pulalah ia bertambah masyur, dan namanya abadi sebagai seorang eksponen terbesar kepercayaan yang benar.

Khalifah Abbasiyah, Ma'mun ar-Rasyid wafat tak lama setelah Imam Ahmad dipenjarakan. Al-Mu'tasim sebagai khalifah baru memanggil kembali Imam itu, dan mengajukan pertanyaan yang sama tentang penciptaan Qur'an. Karena masih tetap keras menolak tentang doktrin itu, ia dicambuk habis-habisan, dan dijebloskan kedalam penjara. Pada masa khalifah berikutnya, Wasiq, ia dilarang mengajarkan keyakinannya, dan dipaksa hidup pensiun. Semua kekerasan ini gagal menyimpangkannya dari jalan yang lurus.

Penderitaan Imam baru berakhir ketika al-Mutawakkil menjadi khalifah yang kembali kepada kepercayaan asal. Imam itu diundang dengan ramah, dan diterima khalifah yang memintanya menjadi guru hadits putra mahkota, al-Mutaz. Permintaan khalifah itu ditolak oleh Imam Ahmad karena umur dan kesehatannya tidak lagi mengizinkan. Ia pulang ke Baghdad tanpa pamit dari khalifah itu, dan wafat dalam usia 75 tahun, Rabiulawal 241 H (Juli 855 M). Ia dimakamkan di pemakaman Marryr dekat gerbang Harb di Baghdad. Berjuta orang berkabung pada waktu pemakamannya, dan makam itu mencerminkan kesayangan yang tulus sehingga terpaksa dijaga oleh pemerintah dan sering menjadi tempat berkunjung para peziarah di Baghdad (Encyclopaedy of Islam).

Imam Ahmad ibn Hambal amat mementingkan hadits. Karya besarnya ialah Musnad, sebuah ensiklopedi yang memuat 2.800 sampai 2.900 Hadits Nabi. Hadits ini tidak dibagi menurut subyek seperti Sahih Bukhori dan Muslim, tetapi menurut nama perawi pertama. Karyanya yang lain ialah Kitab Us-Salah (buku tentang shalat), Ar-radd-alal-Zindika (sebuah risalah sangkalan terhadap aliran Mu'tazilah yang ditulisnya di penjara) dan kitab Us-Sunah, sebuah kitab yang merinci syahadatnya.

Walaupun tujuan utama ajaran Imam itu dapat dilihat sebagai reaksi terhadap kodifikasi fiqh, muridnya menghimpun dan mensistematisasikan jawaban Imam itu mengeenai berbagai persoalan sehingga lahirlah fiqh Hambali, Madzhab fiqh yang keempat.

Madzhab Hanbali, yang menurut sejarah banyak ditentang oleh lawan yang kuat, menonjol karena ajaran eksponennya yang terbesar, Imam ibn Taimiyah, yang mencela pemujaan orang suci dan kuburan. Kemudian ajaran ini diperbaharui dan dimasyarakatkan oleh pembaru Arab Saudi, Abdul Wahab.

Sumber: SERATUS MUSLIM TERKEMUKA, Jamil Ahmad

Oleh :
Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter