babad Bali
Semoga tidak ada halangan dan berhasil
Pranamyam sira dewam, bhuktimukti itarttaya, prawaksyatwa wijneyah, brahmanam ksatriyadih, patayeswarah.
Sembah sujud hamba ke hadapan Ida Sang Hyang Parama Wisesa, yang melimpahkan segala sifat baik-buruk (ala-ayuning) kehidupan manusia di dunia ini. Semoga tidak ada halangan dalam penulisan babad (sastra sejarah) ini. Bebas hamba dari segala kesalahan dan kekeliruan, karena kurang paham terhadap Purana Tatwa,serta dengan hati yang tulus dan suci bermaksud menyusun cerita sejarah, sebagai usaha untuk mengingatkan para keluarga dan anak cucu. Semogalah berhasil dan mencapai kesempurnaan
Ketika Alam Masih Kosong
Kosong , itulah awal dari kisah ini . Dahulu kala, ketika belum ada matahari, bulan, bintang, dan planet-planet, termasuk planet bumi ini . Hanya ada Sang Hyang Embang yang Maha Tunggal. Beliau maha besar, memenuhi alam raya yang luasnya tak terbatas namun juga maha kecil. Hingga bisa longgar di lubang yang paling kecil. Ketika itu segalanya bersifat sempurna, suci karena tidak ada yang lain selain Hyang Widhi yang maha sempurna . Yaitu tercipta Sang Hyang Licin yang juga disebut Sang Hyang Eka Aksara yakni Ongkara.
Selanjutnya Sang Hyang Eka Aksara melakukan Yoga Samadi. Lahirlah Sang Hyang Purusa Pradana. Keduanya itu juga disebut
- Sang Hyang Aksara dan
- Sang HyangPratiwi.
Keduanya disebut pula Rwa Bhineda, dalam aksara keduanya disebut Sang Hyang Dwi aksara yaitu Ang, Ah. Kemudian Sang Hyang Purusa Pradana melakukan Yoga Samadi . Maka Lahirlah Sang Hyang Tri Purusa, yakni
- Sang Hyang Siwa,
- Sang Hyang Sada Siwa, dan
- Sang Hyang Parama Siwa.
Dalam wujud Aksara Sang Hyang Tri Purusa, Tri Purusa itu adalah, Ang Ung Mang yang sering disebut Tri Aksara . Tri Akasara suci itu adalah lambang dari
- Sang Hyang Brahma,
- Sang Hyang Wisnu dan
- Sang Hyang Siwa.
Ketiga nama Tuhan itulah yang kemudian mencipta alam beserta isinya, memelihara dan melebur atau mempralina kembali ke asalnya .
Sesudah itu, Yang maha Pencipta, mencipta sepasang benih manusia. Laki Perempuan atau Ardhanareswari. Setelah dibersihkan keduanya dimasukan ke buah kelapa, setelah diberi mantram sehingga menjadi suci, mereka diwujudkan seperti seorang pertapa di pertengahan gunung agung. Disana mereka, melakukan tapa dengan memuja Batara Hyang Pasupati, agar segera turun dari pulau Bali. Untuk menjadi junjungan dan pujaan di pulau ini.
Bali dalam keadaan labil
Dahulu kala Bali dan Lombok sunyi senyap. Dua pulau ini, seolah-olah mengambang di tengah laut ibarat perahu tanpa pengemudi, dua pulau ini keadaannya sangat labil , oleng kesana kemari tidak menentu arahnya. Keduanya selalu bergoyang dan kadang-kadang rapat menjadi satu .
Keadaan ini mendapat perhatian yang sangat serius dari Bhatara Hyang Pasupati. Beliau merasa kasihan melihat Pulau Bali dan Lombok yang terus bergoyang .
Tatkala itu, di Bali baru ada empat gunung , yaitu
- di sebelah timur gunung Lempuyang,
- di sebelah selatan gunung Andakasa,
- di sebelah barat gunung Batukaru dan
- di sebelah utara gunung Beratan.
Untuk menstabilkan Bali dan Lombok, Bhatara Hyang Pasupati memotong puncak gunung Semeru di Jawa Timur. Potongan Gunung kemudian ditancapkan di Bali dan Lombok agar tidak oleng lagi .
Potongan Gunung Semeru itu dibawa ke Bali pada Hari Wraspati, Umanis Wara Merakaih Panglong Ping 15, sasih Karo tenggek 1, Rah Candra Sengakala Ekan Tanbumi Tahun Icaka .
Ketika membawa potongan gunung itu ada bagian-bagian yang tececer . Bagian kecil menjadi gunung lebah . Sedang bagian yang lebih besar menjadi Gunung Tohlangkir yang sekarang dikenal sebagai Gunung Agung di Karangasem . Dengan adanya tambahan dua gunung , maka sejak itu di Pulau Bali terdapat zat Pralinggagiri .
Setelah itu menyusul pula putra Hyang Pasupati yang lain yakni
- Bhatara Hyang Tumuwuh,
- Bhatara Hyang Manik Gumawang,
- Bahatara Hyang Manik Galang, berprahyangan di Pejeng, dan
- Hyang Tugu berprahyangan di Gunung Andakasa.
Ketujuh bhatara, putra putri Hyang Pasupati tersebut kemudian disebut Sapta Bhatara.
Beerapa lama kemudian, yakni pada hari Selasa Kliwon Wara Julungwangi, Sasih Karo, penanggal ping 1, rah 8, tenggek, Tahun Caka 118. Bhatara Hyang Mahadewa dan Bhatara Hyang Gni Jaya, keluar banjar api. Tempat aliran api itu disebut sungai api;
- dari kekuatan batin dan panca bayu Bhatara Mpu Withadharma alias Sri Mahadewa
- yang kedua Sang Hyang Sidimantra sakti
- yang ketiga sang kulputih dan
- yang bungsu pindah ke Madura, selanjutnya dinobatkan sebagai raja disana.
Sebagaimana tersirat dalam lontar kutarakanda dewapurana bangsul, Sang Hyang Parameswara nama lain Bhatara Sang Hyang Pasupati mengeluarkan perintah kepada putra–putranya terutama pada Sang Hyang Gni Jaya Sakti atau Bhatara Hyang Gni Jaya.
Posting Komentar
Posting Komentar