Saat itulah ia bisa menikmati lezatnya hidup, ia juga akan bisa menyadari bahwa kebahagiaan telah menyelimutinya. Bagaimana tidak demikian, Rabbnya telah ridha kepadanya, suaminya puas dengannya karena ia menjalankan semua yang menjadi kewajibannya. Kebahagiaan mana lagi yang lebih besar bagi seorang perempuan dari pada keridhaan Rabbnya dan kepuasan suaminya.
Hal ini sangat berbeda dengan perempuan yang suka keluar dan pergi dari rumahnya, perempuan yang tidak betah tinggal di rumahnya walau sesaat. Bahkan sukanya pergi kesana kemari baik malam maupun siang hari. Berkumpul dan berbaur dengan semua orang tanpa melihat apakah itu mahram atau bukan, halal atau haram. Bila pulang ke rumahnya maka kepalanya sudah penuh berbagai macam tuntutan dan permintaan karena pengaruh apa yang dilihat dan disaksikannya. Lalu ia meminta uang kepada suaminya dan kadang keadaan suaminya tidak mampu memenuhi permintaannya maka mulailah menyala api perselisihan di antara keduanya. Lantas ia pun tidak peduli dengan urusan rumahnya, pendidikan anak-anaknya, tidak menjalankan kewajiban terhadap Rabbnya juga terhadap suaminya. Ia pun melecehkan buku-buku agama dan adab jika ia bisa membaca dan menulis, bahkan ia konsentrasi untuk membaca buku murahan dan buku-buku vulgar, bila dinasihati oleh suaminya maka ia berbangga dengan dosa yang dilakukannya malah ia akan menyerang balik dengan mencaci dan mencelanya.
Andi Abu Hudzaifah Najwa
Posting Komentar
Posting Komentar