-->

Dupa Harum dan wewangian dalam Agama Islam

Dupa Harum dan wewangian dalam Agama Islam

"MAN THIBA ZAADA AQLUHU" (alhadits) artinya : barang siapa yang berwangi-wangian maka tambah akalnya.
Dupa adalah suatu bahan aromatik yang terbuat dari getah pepohonan tertentu. Apabila dibakar di atas arang, dupa menghasilkan aroma yang harum. Guna menghasilkan asap yang lebih tebal dan guna menambah harumnya, terkadang wangi-wangian lain dicampurkan ke dalam dupa.

Fungsi dupa adalah sebagai alat upacara keagamaan umat Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lain.

Bentuk Dupa ada berbagai macam seperti: Bentuk Batang dari ukuran 11cm s/d 42cm, magic stick, bentuk kerucut, spiral, bentuk hewan, dan lain-lain. Biasanya orang menamakannya dengan Hio, Yoshua, Dupa.


Asal muasal Dupa diperkirakan dari kebiasaan umat Hindu/Budha di India/China. Seiring dengan imigrasi ke Asia Tenggara, terutama ke Indonesia, berpengaruh pada Agama sebagian besar penduduk di Indonesia. Kerajaan Hindu Majapahit yang berkuasa mempunyai pengaruh besar di daerah Jawa – Bali.

Konon, Dupa di Bali berasal dari sabut kelapa yang dipilin-pilin menjadi tali lalu ditusuk dengan kayu/bambu seperti Sate/Cilok. Mungkin karena sering mati dan asapnya terlau banyak, lambat laun bahan dupa diganti serbuk kayu seperti saat ini.

Dupa dalam berbagai ritual keagamaan ada yang mengatakan suatu keharusan, karena bila tidak maka nilai kesakralan suatu ritual akan dipertanyakan. Paradigma semacam itu sepertinya sudah terkonstruk begitu lekatnya dalam benak setiap individu pemeluk agama dan kepercayaan, khususnya di Indonesia. Paradigma ini tidak hanya terdapat dalam ritual agama-agama ardli, dalam agama samawi pun itu merupakan suatu keniscayaan.

Dalam praktiknya, dupa tidak hanya diterapkan dalam ritual-ritual agama Hindu, Budha atau kepercayaan-kepercayaan seperti yang ada di China. Dalam agama Kristen pun dupa juga merupakan pelengkap ritual, dupa dipakai dalam upacara misa. Hal tersebut merupakan warisan dari tradisi orang Yahudi yang sudah melakukannya sejak dahulu kala.

Begitu juga dalam Islam, dalam ritual-ritual keagamaan seperti tahlilan, ziarah kubur, atau ritual-ritual lainnya merupakan perlengkapan yang harus selalu disediakan. Utamanya di Pulau Jawa, masyarakatnya sangat fanatik sekali dengan tradisi ini. Hal tersebut merupakan warisan leluhur mereka yang mereka anggap sebagai suatu keniscayaan yang harus selalu dipertahankan dan dilaksanakan.

Hal yang seperti ini tidak dianggap sebagai suatu yang musyrik selama niat dalam penggunaannya tidak bertentangan dengan ajaran agama. Penggunaan dupa dalam bermacam acara-acara keagamaan Islam tidak bisa dinafikan karena masyarakat mempercayainya bahwa dengan membakar dupa maka doa-doa yang mereka panjatkan akan lebih cepat sampai pada hal yang dituju.

Percaya atau tidak, ada beberapa kasus yang menegaskan bukti keyakinan masyarakat tersebut. Ketika seorang imigran gelap asal Madura buron di Negara Malaysia, karena tidak ada kabar berita maka keluarganya mengira dia sudah meninggal dunia disana. Mereka lalu mengadakan tahlilan untuknya. Beberapa minggu kemudian orang tersebut pulang dengan selamat ke kampung halamannya. Dan ketika dia ditaya tentang bagaimana dia bisa selamat, dia menjawab bahwa dia merasa kuat sekalipun dia tidak makan selama beberapa hari. Anehnya, dia selalu mencium aroma dupa setiap habis maghrib. Maka masyarakat percaya bahwa doa tahlil yang mereka baca untuknya benar-benar sampai, begitu juga dupa yang dibakar menyertai tahlil.

Hukum bakar dupa atau kemenyan seperti yang biasa terjadi ketika acara pengajian akbar, perayaan maulid, misalnya, hukum adalah sunah. Karena tujuannya adalah untuk membuat wangi ruangan. Dupa mempunyai aroma harum. Dan pemakaian dupa kalau digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan Islam maka hukumnya berubah haram.

Artinya hukum membakar kemenyan/dupa tergantung niatnya. Kalau niatnya, untuk mensukseskan proyek yang sedang digarap atau supaya tanamannya subur atau mendatangkan roh, jin dan hal-hal yang bertentangan dengan Islam, maka hukumnya haram. Dalam al-Baqarah ayat 186 ditegaskan bahwa yang bisa mengabulkan permintaan sebuah doa dan harapan adalah Allah SWT.

Terkadang rumah tangga kacau dan berantakan, pertengkaran sering terjadi. Penyakit selalu datang menyerang penghuni rumah, rumah ibarat neraka, tidak betah tinggal dirumah, dsb.

Mungkin saja rumah anda dipenuhi oleh energi negatif atau mahluk halus yang mengganggu...Jangan biarkan hal ini berlarut-larut.

Salah satu tips sederhana untuk menetralkan atau menghalau energi negatif dalam rumah yaitu ;
  • Bakarlah dupa pengharum ruangan, atau tebarlah aroma minyak wangi non alkohol pada setiap sudut ruangan dalam rumah.
  • pada waktu menjelang magrib (malam jumat) energi jahat keluar dan bertebaran dimana2. Bila kita membakar dupa disertai doa2 pujian kepada Allah / Tuhan, maka energi negatif tidak akan masuk kerumah anda, Tuhan akan membrkati rumah anda dg mahluk energi positif misalnya malaikat.

Bau Harum disukai Nabi

Dalam ajaran islam, Rasulullah SAW sangat menyenagi membakar dupa dalam rumahnya, menurut beliau Jibril dan para malaikat senang dengan aroma wangi dupa (wallahu a'lam), Sebagai bukti, di tanah suci mekkah banyak sekali aroma dupa bertebaran dimana2, Bahkan disana juga banyak penjual dupa. Tradisi membakar dupa dalam islam adalah sunat (tidak wajib) namun alangkah baiknya dilestarikan. Karena Rasullullah SAW sendiri melakukan hal tsb.

Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustiki, setinggi kayu gaharu yang mampu membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal ini itba’ dengan Rasulullah saw. beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa. Hal ini turun temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat dan tabi’in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
Beberapa hadits menerangkan tindakan sahabat yang menunjukkan kegemaran mereka terhadap wangi-wangian hal ini ditunjukkan dengan hadits: 
اذا جمرتم الميت فأوتروا
Artinya: ” Apabila kamu mengukup mayyit, maka ganjilkanlah ” (HR. Ibnu Hibban dan Alhakim)

Addailami juga menerangkan
جمروا كفن الميت
Artinya: “Ukuplah olehmu kafan maayit”

Dan Ahmad juga meriwayatkan:
اذا اجمرتم الميت فاجمرواه ثلاثا
Artinya: “Apabila kamu mengukup mayyit, maka ukuplah tiga kali”

Bahkan beberapa sahabat berwasiat agar kain kafan mereka diukup:
أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود
Artinya:” Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu”

Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda:
جنبوا مساجدكم صبيانكم وخصومتكم وحدودكم وشراءكم وبيعكم جمروها يوم جمعكم واجعلوا على ابوابها مطاهركم (رواه الطبرانى)
Artinya; “Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci”. (HR. Al-Thabrani).

Pada suatu ketika, para wali berkumpul setelah empat puluh hari meninggalnya Sunan Ampel. Sunan Kalijaga tiba-tiba membakar kemenyan. Para wali yang lain menganggap tindakan Sunan Kalijaga tersebut berlebihan karena membakar kemenyan adalah kebiasaan orang-orang Jawa yang tidak Islami.

Sunan Kudus berkata, “Membakar kemenyan ini biasanya dilakukan oleh orang Jawa untuk memanggil arwah orang mati. Ini tidak ada di dalam ajaran Islam.”

Sunan Kalijaga berkata, “Kita ini hendak mengajak orang-orang Jawa masuk Islam, hendaknya kita dapat mengatakan pendekatan pada mereka. Kita membakar kemenyan bukan untuk memanggil arwa orang mati, melainkan sekedar mengharumkan ruangan. Karena kebanyak orang-orang Jawa ini hanya mengenal kemenyan sebagai pengharum, bukan wangi-wangian lainnya. Bukankah wangi-wangian itu disunahkan Nabi?”

“Tapi tidak harus membakar kemenyan!” Kata Sunan Kudus.

”Adakah di dalam hadits disebutkan larangan membakar kemenyan sebagai pengharum ruangan?” tukas Sunan Kalijaga.

Sumber : MB. Rahimsyah, Kisah Walisongo, Hal. 121-122

Hadits-hadits di atas sebenarnya menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah mentradisi di zaman Rasulullah saw dan juga para sahabat. Hanya saja media wangi-wangian itu bergeser bersamaan dengan perkembangan zaman dan teknlogi. Sehingga saat ini kita merasa aneh dengan wangi kemenyan dan dupa. Padahal keduanya merupakan pengharum ruangan andalan pada masanya.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter