-->

SYED HABIBUL HAQ NADVI



PENDIDIKAN dan KEBUDAYAAN
DALAM PEMIKIRAN SYED HABIBUL HAQ NADVI




 Latar Belakang  

     Pendidikan berhubungan dengan sistem sosial, diselenggarakan di dalam sistem sosial, dan demi sistem sosial. Hanya dalam sistem sosial tertentulah  arti sebuah sistem pendidikan dapat dirasakan. Sebelum membahas bagaimana cara mendidik, ada baiknya kita jelaskan dulu secara singkat bagaimana hasil yang ingin dicapai. Pendidikan modern tengah kehilangan pandangannya terhadap tujuan pendidikan Illahi, karena kita mengaburkan gagasan-gagasan mengenai jenis masyarakat yang bagaimana yang sebenarnya dikehendaki Tuhan bagi kita.

     Jika kita telah memiliki gagasan yang jelas mengenai suatu masyarakat, maka kita berhak mengembangkan apa yang bermafaat dalam pengembangan dan mempertahankan masyarakat tersebut serta menghancurkan hal yang buruk dan berbahaya. Misalnya orang tua yang telah berideologi komunisme, maka yang pertama dilakukan adalah akan mendidik anak-anaknya dengan kerangka ideologi mereka, memprogandakan sistem sosialnya melalui pranata-pranata pendidikan mereka. Kesimpulannya kebijakan pendidikan yang ditempuh adalah bertujuan memperkenalkan kehidupan dan budaya komunis.

     Bertrand Russel berpendapat bahwa pendidikan yang kita inginkan bagi anak-anak kita haruslah bergantung pada cita-cita kita mengenai karakter manusia, dan harapan kita mengenai bagian yang harus kita perankan dalam masyarakat. Seorang pasif tidak akan pernah menginginkan jenis pendidikan yang agaknya baikbagi militeris. Sudut pandang pendidikan seorang seorang komunis tidak akan sama dengan sudut pandangan seorang individualis. Tiba pada perbedaan yang mendasar tidak mungkin ada kesepakatan antara pihak-pihak yang menganggap pendidikan sebagai suatu alat untuk menanamkan keyakinan-keyakinan tertentu dan pihak-pihak yang berpendapat bahwa pendidikan harus menghasilkan daya pertimbangan yang independen.

     Tak pelak lagi bahwa, pendidikan merupakan proses yang dijadikan sarana oleh suatu masyarakat untuk memasyarakatkan budayanya pada para anggotanya, yang terbentuk dari berbagai unsur. Kebudayaan berlangsung dari pengetahuan dasar hingga penafsiran alam semesta. Pengabdian pada kemanusiaan, rasa disiplin moral, toleransi dan cinta leluhur, keadilan perlakuan dan kesempatan, perlindungan ilmu, kebebasan berfikir dan berkehendak, persaudaraan dunia dan semua manfaat agama yang membentuk suatu kebudayaan baik dan sehat.

Agama Dan Kebudayaan

     Budaya terdiri dari gagasan dan cita-cita. Budaya di dasarkan pada sikap kelompok atau kelas masyarakat terhadap falsafah kehidupan, yang bisa saja sekuler atau relijius. Semua budaya historis mempunyai hubungan dan keakraban yang mendalam dengan agama. Tidak ada satu pun budaya besar yang berkembang tanpa agama.

     Tradisi kebudayaan utama Eropa adalah greja Romawi. Tradisi Barat diambil dari Latin yang merupakan bahasa Romawi. Oleh karenanya pelestarian budaya Inggris sangat tergantung pada keadaan kultural dari Eropa Latin. Demikian pula halnya dengan budaya-budaya dunia lainnya yang terbilang besar seperti budhisme, Judaisme dan Islam. Mereka memberikan budaya-budayanya masing-masing yang khas. Keadaan budaya-budaya ini juga bergantung pada keadaan dari agama-agama.

Definisi Kebudayaan

     Banyak sekali definisi mengenai kebudayaan ini. Pada bulan Agustus 1955, diterbitkan naskah rancangan Piagam UNESCO ( organisasi pendidikan, ilmu dan kebudayaan ). Tujuan organisasi ini dinyatakan dalam ayat 1 berbunyi : “ ... Untuk mengembangkan dan memelihara pengertian timbal balik dan pemahaman kehidupan dan kebudayaan, seni, kemanusiaan, dan ilmu-ilmu bangsa-bangsa di dunia, sebagai landasan bagi organisasi internasional kolektif dan perdamaian dunia ...”

     Di sini, kata-kata “ Pemahaman Kehidupan dan Kebudayaan “ sangat penting. Pemahaman ini tentu saja bisa beraneka ragam sesuai dengan beraneka ragamnya filsafat atau penafsiran tentang kehidupan. Hanya ada dua hipotesis mengenai kehidupan : relijius dan sekuler. Menurut agama, tidak ada satu bidang kehidupan pun yang berada di luar jangkauan pengendalian nilai-nilai moral. Kehidupan dan kebudayaan, seni, humanika dan ilmu semuanya dipahami dalam suatu masyarakat etis, dalam arti mereka memenuhi kehendak Allah. Teori pendidikan juga diatur oleh hukum yang sama. Jadi masalahnya menjadi masalah relijius. Akan tetapi tidaklah ini berarti bahwa pendidikan harus terbatas pada kependetaan atau strata masyarakat yang lebih tinggi. Ini berarti bahwa keseluruhan sistem pendidikan harus diselaraskan dengan kesanggupan kebudayaan tertentu, karena pendidikan diselenggarakan di dalam dan demi budaya itu sendiri.

     Budaya Islam memiliki kesanggupan yang past dan kecenderungan tertentu. Karenanya sistem pendidikan masyarakat Islam juga harus selaras dengan sifat-sifatnya sendiri. Dalam satu pesannya pada “ Konferensi Pendidikan Seluruh Pakistan “, yang diselenggarakan di Karachi 27 November 1947, Qaidz Azam Muhammad Ali Jinnah menyatakan :

“ ...Kita harus menangani maslah pendidikan ini dengan jujur, menjadikan kebijaksanaan dan program pendidikan kita selaras dengan kemampuan masyarakat Muslim kita serta sesuai dengan sejarah kebudayaan kita ... “

     Pada amanatnya pada Akademia Islamia untuk kaum wanita, sekali lagi beliau menyatakan :

“ ...Banyak pemikir yang kotor dan tidak Islami telah menyusup ke dalam masyarakat Islam kita. Adalah kewajiban dari pranata-pranata pendidikan Muslim untuk mendidik anak-anaknya pada jalur yang benar, meungkinkan mereka menghidupkan kehidupan Islami ... “

     Pernyataan-pernyataan tersebut cukup menampilkan keseluruhan kebijaksanaan pendidikan dari suatu masyarakat Muslim. Akan tetapi apakah sebenarnya masyarakat Islam, memerlukan uraian lebih lanjut.

Budaya Islam

     Sebagaimana telah tertulis di muka pemikiran, kebudayaan menembus kehidupan individu maupun masyarakat. Di satu pihak, kebudayaan meliputi seluruh peradaban materi manusia dan di lain pihak juga meliputi seluruh aspek ruhaniyahnya. Dengan pengertian ini kebudayaan tidak hanya meliputi pangan, sandang, papan, mesin dan sarana komunikasi dan perhubungan tapi juga agama, moralitas, hukum, filsafat, seni ilmu, pemerintahan dan pendidikan.

     Beberapa kritik telah mempertanyakan keberadaan budaya Islam, atau menganggapnya sebagai penegejawentahan dari budaya Romawi dan Yunani, atau renovasinya. Tak pelak lagi kebudayaan Islam telah dipengaruhi oleh budaya-budaya lain. akan tetapi ini tidak berarti bahwa budaya Islam tidak memiliki landasan yang membedakan. Jika budaya meliputi gagasan dan cita-cita, seperti yang telah disinggung di atas, maka budaya Islam adalah murni dan keberadaannya bukan disebabkan oleh tradisi-tradisi Yunani-Romawi, bukan pula disebabkan warisan budaya Iran atau India. Bangun budaya Islam ditegakkan pada konsep Tauhid. Tauhid menekankan pada kenyataan bahwa manusia memiliki jasad maupun ruh yang memerlukan pemeliharaan dan tuntunan tepat bagi pembangunannya. Oleh karenanya, tugas budaya Islam menyelaraskan gagsan-gagasan material dan spiritual manusia. Penekanannya tidak hanya pada satu aspek dengan mengorbankan aspek yang lain, seperti yang tengah terjadi pada budaya di setiap generasi dan zaman.

“ ...Budaya Islam, ujar Marmaduke Pickthal, tidak bertujuan memperindah dan menghaluskan perhiasan kehidupan manusia. Budaya ini bertujuan memperindah dan menyempurnakan kehidupan manusia itu sendiri ... “

Dalam pendapat lain Gibb harus mengakui :

“ ...Islam benar-benar lebih dari sekedar sistem theologi. Islam merupakan satu peradaban yang lengkap. Islam meliputi keseluruhan yang kompleks.  ... “
Suatu budaya dengan cerminan-cerminannya yang khas, dalam struktur politik, sosial dan ekonomi, dalam konsepsinya mengenai hukum, dalam pandangan etisnya, kecenderungan-kecenderungan intelektualnya, kebiasaan bertindak dan berfikirnya ... “

     Oleh karenanya semangat budaya Islam berbeda dari budaya-budaya lainnya di dunia. Dan perbedaan ini menimbulkan perbedaan sistem pendidikan dan suatu masyarakat atau republik Islam.

Tujuan dan Definisi Pendidikan

     Sejak Plato hingga zaman kini, pendidikan telah ditafsirkan dan didefinisikan secara beraneka ragam. Tak pelak lagi bahwa keseluruhan masyarakat bergantung pada jenis pendidikan yang kita berikan kepada generasi muda kita. Pendidikan bukanlahlah satu sarana untuk merekam indormasi atau mendapatkan pekerjaan-pekerjaan dengan gaji tinggi, akan tetapi meningkatkan dan mengangkat kesejahteraan intelektual, estetika dan moral umat manusia. Jika pendidikan merupakan pemupukan intelektual, estetika dan moral dari jasad dan ruh maka pendidikan haruslah merupakan proses sepanjang hidup. Keluarga, alam sekitar, karya kerja dan kegemaran kita, buku, majalah, surat kabar, tekhnologi dan semua yang kita lihat dan dengar, segala yang kita rasa dan alami, mendidik kita terus menerus. Hal ini menjadi unsur kebudayaan yang sangat penting, yang harus diarahkan ke tujuan-tujuan yang membangun, bertujuan untuk mengembangkan kepribadian yang utuh secara selaras dan seimbang. Pengembangan suatu kepribadian yang utuh mustahil terjadi tanpa adanya pembinaan ruh. Konsep moralitas ini harus di dasarkan pada cahaya Illahi. Saat ini kita tidak begitu banyak menderita karena kebodohan massal seimbang dengan ketiadaan iman dan naluri akan nilai-nilai yang tepat, yang tidak bisa dipenuhi hanya oleh pendidikan akademis dan tekhnis saja.

Dengan memberi batasan pada pendidikan, Plato berkata dalam “ Republic – nya :

“ ...Tujuan terakhir dari semua pendidikan, adalah terbentuknya wawasan ke arah tatanan harmonis ( kosmos ) dari seluruh dunia. Tahap-tahap pertama ini berakhir di sini dalam persepsi bayangan-bayangan kesempurnaan moral spiritual yang apabila dihubungkan dengan keindahan lahiriah yang ada dalam diri seseorang yang hidup, merupakan obyek kasih sayang yang tepat ... “

Dr. ECM. Joads mengatakan pendidikan adalah :

1.
Untuk memungkinkan anak-anak menikmati kehidupannya
2.
Melengkapinya agar dapat memainkan peranannya sebagai warga negara
3.
Untuk memungkinkannya mengembangkan semua kekuatan laten dan anggota badan sesuai tirahnya  yang dengan demikian akan memungkinkan dia menikmati kehidupan sosial.

Atau pendidikan dalam konsep modern dinyatakan :

1.
Pendidikan membuat orang lebih bahagia
2.
Pendidikan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap orang, dan
3.
Pendidikan harus diselenggarakan untuk memberikan kesempatan yang sama.

     Akan tetapi semua definisi pendidikan di atas, berdasarkan pada pemikiran sekuler dan tidak memiliki aspek pendidikan yang paling penting, yaitu aspek ruhaniah yang menerangi jiwa.

     Sekularisasi pendidikan selalu menyebabkan anarkhi moral, kericuhan sosial. Sekularisasi pendidikan mengembangkan perilaku mementingkan diri sendiri. “ Menyebarnya pendidikan, ujar Bernard Shaw, “ adalah meneyebarnya ketidakpuasan “.  Budayawan ini merasa bahwa tekhnokrasi atau hukum kedaulatan tekhnik saja tidak dapat memuaskan keinginan-keinginan sejati kehidupan insani. Pendidikan yang melulu bersifat mekanis ilmiah, menurut pendapatnya, tidak mampu mengobati penyakit dunia.

Kebudayaan Dan Sains

     Kemajuan Sains telah mengubah pola kebudayaan. Dia membangkitkan masyarakat untuk menentang keberadaan Tuhan. Dan juga meletakkan landasan  peradaban zaman kini pada jalur-jalur sekuler. Sebaliknya penemuan-penemuan ilmiah harus memperkuat, dan bukan memperlemah, iman kepada Tuhan. Keduanya merupakan indikasi kekayaan dan keajaiban makhluk Tuhan yang tiada taranya.

     Kebuadayaan yang kita ketahui merupakan kombinasi serasi antara peradaban ruhaniah dan material suatu bangsa. Budaya saat ini jauh dari kualitas budaya yang sempurna dan matang. Keseluruhan tekanan dititikberatkan pada Pendidikan ilmiah dan tekhnis semata dan tidak menoleh pada ilmu etika. Sedangkan tanpa ilmu etika ini mustahil ada kehidupan yang bahagia. Krisis kesadaran dan krisis keyakinan akan selalu tampak pada setiap peradaban. Akibat dari keadaan tersebut maka bisa jadi bahwa, kemanusiaan akan terus menghadapi titik jenuh, fragmentasi dalam mengelola urusan-urusannya atau bahkan fragmentasi di kalangan organisasi-organisasi bisnis yang hanya bersaing untuk mendapatkan hasila dan keuntungan yang melimpah.


Name
: Syed Habibul Haq Nadvi
Lahir
: Barh, Bihar, India
Meninggal
: Durban, Afrika Selatan Setelah Operasi Jantung

  Utama
Biografi sebagai seorang Sarjana terkemuka, Guru Besar juga seorang Da’iyah

Syed Habibul Haq nadvi berimigrasi ke Pakistan pada tahun 1956 dari India. Pada tahun 1964 ia memenangkan beasiswa Fullbright-Hays untuk studi yang lebih tinggi di Harvard di mana ia juga mengambil gelar Master dengan perbedaan pada Departemen Bahasa dan Sastera Timur Dekat.

Semangat Habib pelayanan terhadap Islam melalui karya akademis menuntutnya untuk menerima undangan untuk menngajar di Universitas Durban. Dia mengambil bagian dalam kegiatan tersebut lebih dari empat puluh konferensi Internasional di seluruh dunia.

Habib menulis banyak buku. Diantara buku yang terkenal adalah :

1.       The Holy Prophet Of Islam and The Orientalist.
2.       The Dimension of Islamic Education




ARSIP TUGAS AKADEMIK
Menengok Kembali Pemikir Masa Lampau

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter