-->

Arya Ngurah Langwang - Babad Tabanan

Arya Nangun Graha / Sirarya Ngurah Tabanan II, Raja III

sebagai putera sulung  Beliau menggantikan Ayahnya ( Sri Megada Nata ) menjadi Raja Tabanan, setelah dinobatkan bergelar Sirarya Ngurah Tabanan, sama seperti gelar ayahnya. Beliau didampingi oleh adiknya Kyai Ketut Bendesa.

Kyai Ketut Bendesa rupanya memiliki aura tubuh yang lebih dari pada manusia biasa. Dari kejauhan tubuhnya sering memancarkan sinar, setelah didekati ternyata tidak lain adalah Kyai Ketut Bendesa.


Suatu saat Kyai Ketut Bendesa diuji oleh kakaknya Kyai Ngurah Tabanan untuk memangkas pohon Beringin yang tumbuh di depan istana (sabha). Pohon Beringin ini tumbuh besar dan melebar, cabang-cabangnya dikuatirkan mengganggu kenyamanan. Pohon ini dipandang angker, tidak ada yang berani memangkas. Kyai Ketut Bendesa tidak membantah perintah kakaknya. Segera beliau naik, memotong cabang-cabang Beringin dengan kapak di tangan. Semenjak itu Kyai Ketut Bendesa atau Kyai Ketut Pucangan diberi gelar Arya Notor Wandira (Waringin).

Setelah Arya Notor Wandira melakukan yoga di Gunung Batukaru dan Gunung Batur dan mendapat ilham agar pergi merantau ke negara Badung berjumpa dengan pamannya Kyai Anglurah Tegeh Kori. Arya Notor Wandira kemudian diangkat sebagai anak (kedharma putera) oleh Kyai Anglurah Tegeh Kori, diberi nama Kyai Nyoman Tegeh. Pengangkatan anak ini dilakukan oleh karena Kyai Tegeh Kori kecewa terhadap anak kandungnya Kyai Gede Tegeh dan Kyai Made Tegeh, yang mempunyai prilaku tidak sesuai dengan putera raja, hanya memenuhi indriya saja, mereka tidak mengetahui darma seorang Raja.

Diceritakan adik-adik Arya Ngurah Langwang dipisahkan tempat tinggalnya oleh Dalem, yang kemudian mendapat perintah Dalem agar memindahkan Purinya ( Kerajaannya ) di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam kegiatan inspeksi.
Pada waktu beliau pindah dari Pucangan ke Tabanan diiringi oleh saudara-saudaranya yaitu :
  1. Ki Gusti Made Utara
  2. Ki Gusti Nyoman Pascima
  3. Ki Gusti Wetaning Pangkung.
Sedangkan saudaranya tiga orang lagi yaitu :
  1. Ki Gusti Nengah Samping Boni
  2. Ki Gusti Nyoman Batan Ancak
  3. Ki Gusti Ketut Lebah
disuruh pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping Ki Gusti Ketut Pucangan / Sirarya Notor Wandira yang telah menetap di Bandana ( Badung ). 

Selanjutnya cucu dari Ki Gusti Samping Boni bernama Ki Gusti Putu Samping, beserta adik-adiknya yaitu : Kiayi Titih, Kiayi Ersani, Kiayi Nengah dan Kiayi Den Ayung mereka kembali ke Tabanan, karena tidak memproleh kedudukan di Badung, diperkirakan sebagai pengiring I Gusti Ayu Pemedetan ( putri dari Sirarya Notor Wandira ).

Semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya ( Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan ( Puri Agung Tabanan ) Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, selanjutnya diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.

Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, “dimana ada asap mengepul, agar disanalah membangun Puri”. Setelah melakukan pengamatan dari Kebon Tingguh terlihat di daerah selatan asap mengepul keatas, kemudian beliau menuju ke tempat asap mengepul tersebut, ternyata keluar dari sebuah sumur yang terletak di dalam areal Pedukuhan yaitu Dukuh Sakti, yang sekarang lokasi sumur tersebut berada di dalam Pura Puser Tasik Tabanan. Kemudian disitulah beliau membangun Puri, setelah selesai dipindahlah Puri / Kerajaannya beserta Pura Batur Kawitan Betara Arya Kenceng 

Oleh karena asap terus mengepul dari sumur tersebut seperti tabunan, sehingga puri beliau diberi nama Puri Agung Tabunan, yang kemudian pengucapannya berubah menjadi Puri Agung Tabanan, sedangkan kerajaannya disebut Puri Singasana dan beliau disebut Sang Nateng Singasana. Dari saat itulah beliau bergelar Sirarya Ngurah Tabanan atau juga Ida Betara Nangun Graha. 

Istana Tabanan dibangun mula-mula di sebelah Utara Pura Puseh Tabanan, kemudian di sebelah Selatan Pura Puseh, dengan gapura menghadap ke Timur, berpintu kembar diapit Candi Bentar berbentuk Supit Urang. Istana dengan 4 halaman depan (wijil ping 4). Halaman pertama bernama Tandakan, halaman ke dua Bale Kembar, ketiga Tandeg, dan ke empat Ancaksaji. Istana raja bernama Puri Agung Tabanan. Disebelah Timur Puri, dibangun pesanggrahan Raja Sukasada (Gelgel) khusus untuk Dalem, apabila melakukan inspeksi ke Tabanan dan disebut Puri Dalem.

Pada waktu itu juga, Raja Tabanan juga memohon kepada Dalem seorang Bhagawanta, hingga ada keluarga Brahmana Keniten dari Kamasan Gelgel, diberikan tempat di Pesamuan, hingga saat ini berada di Pasekan( Griya Pasekan sekarang ).


Arya Ngurah Langwang setelah tua wafat, meninggalkan 4 orang putera:
  1. Arya Ngurah Pemayun, dinobatkan bergelar Arya Ngurah Tabanan atau Sang Nateng Singasana.
  2. Ki Gusti Lod Carik (menurunkan Para Gusti Lod Carik)
  3. Ki Gusti Dangin Pasar ( Menurunkan Pragusti Suna, Munang, Batur )
  4. Ki Gusti Dangin Margi ( Menurunkan Ki Gusti Blambangan, Ki Gusti Jong, Ki Gusti Mangrawos di Kesiut Kawan, Gusti Mangpagla di Timpag. Semuanya itu disebut Gusti Dangin )

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter