Arya Kenceng Pendiri Kerajaan Pucangan/Buwahan
adalah seorang kesatria dari Majapahit yang turut serta dalam ekspedisi penaklukan Bali bersama Mahapatih Gajah Mada. Banyak versi mengenai keberadaan Arya Kenceng, dalam beberapa babad, misalnya Babad Arya Tabanan, dinyatakan bahwa Arya Kenceng adalah adik dari Arya Damar, yang lain mencatat Arya Kenceng identik dengan Arya Damar, dan beberapa naskah lontar menyatakan beliau adalah anak dari Arya Damar.
Adwaya Brahman Shri Tinuheng Pura ( Beliau yang di hormati di Singasari & Majapahit ) beristrikan Dar Jingga ( Sira Alaki Dewa / beliau yang bersuami seorang Dewa ), berputra :
- Raden Cakradara (suami Tribhuwana Tungga Dewi)
- Arya Damar / Adityawarman Raja Palembang
- Arya Kenceng
- Arya Kuta Wandira
- Arya Sentong
- Arya Belog (arya tan wikan)
Kembali diceritakan lagi, tentang para ksatria enam bersaudara itu, bagaimana keadaannya ?.
- Yang sulung bernama Raden Cakradara, alangkah tampan dan sempurna wajahnya, tinggi ilmunya, cerdas dan bijaksana, bajik prilakunya, banyak pengetahuannya, pemberani dan mahir dalam pertempuran. Di dalam sayembara beliau terpilih untuk dijadikan suami oleh sang raja putri Bra Wilwatikta ( raja Majapahit ) yang ketiga. Setelah menikah beliau bergelar Sri Kerta Wardana.
- Adapun yang kedua banyak nama beliau, Sirarya Damar, Arya Teja, Raden Dilah, Kyayi Nala. Demikian jumlah namanya. Jabatannya 'Dyaksa', perintahnya selalu ditaati, bagaikan singa keberanian beliau.
- Yang ketiga bernama Sirarya Kenceng, terkenal tentang keganasannya, keberaniannya ibarat harimau.
- Yang keempat Sirarya Kuta Waringin.
- Yang kelima Sirarya Sentong,
- Serta yang keenam Sirarya Belog,
semuanya itu pandai bersilat lidah, bagaikan kelompok gandara prilaku mereka. Kelima para arya itu menjadi pejabat penting ( bahudanda ) mengabdikan diri dibawah Sri Maha Rajadewi Wilatikta ( Majapahit )
Setelah Kerajaan Bedulu ditaklukan, oleh raja Kerajaan Majapahit Ratu Tribhuwana Tungga Dewi, Selanjutnya Gajah Mada membagi daerah kekuasaan kepada beberapa Arya, salah satunya Arya Kenceng diberikan memimpin daerah Tabanan yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan Tabanan, dengan rakyat sebanyak 40.000 orang dengan batas wilayah sebagai berikut:
- Batas Timur: Sungai Panahan
- Batas Barat: Sungai Sapwan
- Batas Utara: Gunung Batukaru
- Batas Selatan: Daerah Sanda, Kerambitan, Blumbang, Tanggun Titi dan Bajra
Pada tahun 1343 M beliau membuat istana disebuah desa yang bernama Desa Pucangan atau Buwahan, lengkap dengan Taman Sari di sebelah Tenggara Istana. Beliau memerintah dengan bijaksana sehingga keadaan daerah Tabanan menjadi aman sentosa.
Arya Kenceng mengambil istri putri keturunan brahmana yang bertempat tinggal di Ketepeng Reges yaitu suatu daerah di Pasuruan yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. brahmana tersebut memiliki tiga putri,
- putri yang sulung diperistri oleh DalemKetut Sri Kresna Kepakisan dari Puri Samprangan
- putri ke dua diperistri oleh Arya Kenceng
- putri yang bungsu diperistri oleh Arya Sentong.
Arya Kenceng sebagai kepala pemerintahan di daerah Tabanan bergelar Nararya Anglurah Tabanan, sangat pandai membawa diri sehingga sangat disayang oleh kakak iparnya Dalem Samprangan. Dalam mengatur pemerintahan beliau sangat bijaksana sehingga oleh Dalem Samprangan beliau diangkat menjadi Menteri Utama. Karena posisi beliau sebagai Menteri Utama, maka hampir setiap waktu beliau selalu berada disamping Dalem Samprangan. Arya Kenceng sangat diandalkan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh Dalem Samprangan.
Mengingat jasa Arya Kenceng tersebut maka Dalem Samprangan bermaksud mengadakan pertemuan dengan semua Arya di Bali. Dalam pertemuan tersebut DalemSamprangan menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan tersebut tiada lain untuk memberikan penghargaan kepada Arya Kenceng atas pengabdiannya selama ini.
"Wahai dinda Arya Kenceng, demikian besar kepercayaanku kepadamu, aku sangat yakin akan pengabdianmu yang tulus dan ikhlas dan sebagai tanda terima kasihku, kini aku sampaikan wasiat utama kepada dinda dari sekarang sampai seterusnya dari anak cucu sampai buyut dinda supaya tetap saling cinta mencintai dengan keturunanku juga sampai anak cucu dan buyut. Dinda saya berikan hak untuk mengatur tinggi rendahnya kedudukan derajat kebangsawanan (catur jadma), berat ringannya denda dan hukuman yang harus diberikan pada para durjana. Dinda juga saya berikan hak untuk mengatur para Arya di Bali, siapapun tidak boleh menentang perintah dinda dan para Arya harus tunduk pada perintah dinda. Dalam tatacara pengabenan atau pembakaran jenasah (atiwatiwa) ada 3 upacara yang utama yaitu Bandhusa, Nagabanda dan wadah atau Bade bertingkat sebelas. Dinda saya ijinkan menggunakan Bade bertingkat sebelas. Selain dari pada itu sebanyak banyaknya upacara adinda berhak memakainya sebab dinda adalah keturunan kesatriya, bagaikan para dewata dibawah pengaturan Hyang Pramesti Guru. Demikianlah penghargaan yang kanda berikan kepada adinda karena pengadian dinda yang tulus sebagai Mentri utama."
Arya Kenceng, Raja Tabanan I Berputra:
- Dewa Raka/Magada Prabu.
- Dewa Made/Megada Nata
- Kiayi Tegeh Kori Asal Wangsa Tegeh Kori.
- Nyai Tegeh Kori/Sri Menawa
Dewa Raka/Magada Prabu.
Beliau tidak berminat menjadi raja, melaksanakan kehidupan kepanditaan dan mengangkat 5 orang anak asuh (putra upon-upon):
- Ki Bendesa Beng
- Ki Guliang di Rejasa
- Ki Telabah di Tuakilang
- Ki Bendesa di Tajen
- Ki Tegehan di Buahan
Kiayi Tegeh Kori Asal Wangsa Tegeh Kori.
Merupakan Putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di Tabanan bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, Beliau membangun Kerajaan di Badung, diselatan kuburan Badung (Tegal) dengan nama Puri Tegeh Kori (sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal), karena ada konflik di intern keluarga maka beliau meninggalkan puri di Tegal dan pindah ke Kapal. Di Kapal sempat membuat mrajan dengan nama "Mrajan Mayun” yang sama dengan nama mrajan sewaktu di Tegal, dan odalannya sama yaitu pada saat "Pagerwesi".
Dari sana para putra berpencar mencari tempat. Kini pretisentananya (keturunannya) berada di Puri Agung Tegal Tamu, Batubulan, Gianyar dan Jero Gelgel di Mengwitani(Badung), Jro Tegeh di Malkangin Tabanan, Jero Batubelig di Batubelig. Dan dalam babad perjalanan Kiyai Tegeh (Arya Kenceng Tegeh Kori) tidak pernah membuat istana ataupun pertapaan di Benculuk atau sekarang di sebut Tonja. Di Puri Tegeh Kori beliau berkuasa sampai generasi ke empat. Adapun putra -putra dari Arya Kenceng Tegeh Kori IV Adalah:
- Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori. setelah dari Kapal kemudian membangun puri di Tegal Tamu, Gianyar, dengan nama Puri Agung Tegal Tamu ( Tamu dari Tegal )
- Kyai Anglurah Made Tegeh
- Nyai Ayu Mimba/Nyai Ayu Tegeh (Beliau yang menikah Ke Kawya Pura /Puri Mengwi)
Versi babad lainnya, Kyai Tegeh Kori adalah putera Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng untuk dipersaudarakan dengan putera kandungnya. Oleh karena pada saat Dalem berbusana kebesaran dihadap oleh para Menteri, puteranya ini merangkak, menaiki punggung sampai ke bahu Dalem. Menurut Lontar Raja Niti Sang Pandita, putera ini melakukan kesalahan dan harus dipisahkan. Di dalam prasasti Dalem Bali tersirat: ‘Tegehkuri Arya Kenceng Pwasira’.
Arya Kenceng karena telah lanjut usia, akhirnya beliau wafat dan dibuatkan upacara pengabenan (palebon) susuai dengan anugrah DalemSamprangan yaitu boleh menggunakan bade bertingkat sebelas yang diwariskan hingga saat ini. Adapun roh sucinya (Sang Hyang Dewa Pitara) dibuatkan tugu penghormatan (Peliggih) yang disebut "Batur/Batur Kawitan” dan disungsung oleh keturunan beliau hingga saat ini dan selanjutnya. selanjutnya Raja Tabanan I (Arya kenceng) digantikan oleh putra kedua beliau Dewa Made/Megada Nata.
Posting Komentar
Posting Komentar