Jatuhnya Pesawat Sukhoi Superjet100 di Gunung Salak ternyata tak hanya menyeruakkan kisah mistis seputar gunung Salak dan banyaknya pesawat yang jatuh di daerah ini. Bahkan rumor terakhir menyebutkan bahwa terdapat "Segitiga Bermuda" di kawasan Gunung Salak ini ( Baca Artikel Segitiga Bermuda Di Gunung Salak DISINI ).
Kali ini, Kisah Mistis juga dialami oleh Tim Evakuasi Pesawat Sukhoi Di Gunung Salak. Jatuhnya Pesawat Sukhoi yang menggegerkan dunia ini ternyata tak hanya menyisakan kisah haru dan sendu pada keluarga korban pesawat Sukhoi. Namun, tim evakuasi pun mempunyai kisah mistis saat tengah akan mengevakuasi korban pesawat Sukhoi ini.
Puncak Manik di Gunung Salak merupakan puncak tertinggi diantara tiga puncak lainnya di Gunung Salak. Curamnya medan merupakan hal yang paling berat bagi tim Evakuasi ini. Puncak Manik pun juga terkenal dengan keangkerannya. Hal ini telah menjadi rahasia umum di kalangan para pendaki gunung.
Gunung Salak juga merupakan salah satu hutan hujan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan lebatnya hutan Gunung Salak. Angkernya Gunung Salak juga sempat diperbincangkan oleh warga sekitar. Warga sekitar pun mengakui bahwa Gunung Salak memang menyimpan seribu misteri dan Kisah Mistis.
Pengalaman Mistis pun juga dialami oleh salah satu petugas perbekalan angkutan TNI Angkatan Darat Purnahadi saat akan menyuplai pasokan logistik untuk tim evakuasi yang berangkat dari Posko Evakuasi Embrio. Purnahadi bersama anggota perbekalan angkutan lainnya harus melewati jalan yang terjal dan medan yang sangat sulit sambil membawa pasokan logistik bagi tim evakuasi di atas.
Selama perjalanan mengirim bahan logistik itulah Purnahadi mengaku tidak jarang melihat "sesuatu" di jalur evakuasi. "Sering saya melihat. Misalnya melihat perempuan di pinggir jalur yang saya lewati sambil menangis," katanya, Sabtu malam, 12 Mei 2012. Bukan hanya itu, tak jarang pula ia berpapasan dengan sosok "aneh" dari "Dunia Lain" ketika melintasi jalur evakuasi. Rata-rata yang dilihat adalah berupa sosok manusia. Namun, Purnahadi enggan memberitahu rekannya bila ia melihat sesuatu yang ganjil. Hal ini ia lakukan agar rekannya tidak panik dan tetap fokus melanjutkan perjalanan.
"Sebenarnya saya sendiri merinding. Apalagi kalau saya kasih tahu ke teman saya, panik yang ada," kata dia. "Tapi kan kita enggak ganggu mereka, dan mereka sebenarnya juga enggak ganngu kita. Berpapasan ya sudah begitu saja."
Purnahadi pun selalu memperingati rekan-rekan atau relawan lainnya jika hendak naik ke atas. "Kalau yang cowok, saya bilang jangan membawa benda-benda seperti jimat. Kalau ada relawan cewek yang ikut bantu, saya selalu tanya, apakah sedang datang bulan? Kalau iya, saya larang naik ke atas," ujarnya.
Lain lagi cerita yang dimiliki oleh petugas tim Badan SAR Nasional yang menjadi bagian dari tim evakuasi. Operator Radio Komunikasi Basarnas di Posko Embrio, Agustamin bercerita, ada empat anggota Basarnas yang ikut menjadi personel evakuasi bertahan di atas tebing yang ditabrak pesawat Sukhoi Superjet-100. Mereka bertahan di atas untuk memantau anggota evakuasi lainnya menuruni tebing guna mencapai dasar lembah, tempat di mana diduga para jenazah korban berada.
Saat malam tiba, keempatnya pun terpaksa bermalam di atas tebing yang berada di Puncak Manik itu. Namun, salah satu petugasnya mendengar beberapa kali teriakan minta tolong dari dasar lembah. Anak buahnya yang bernama Firdaus itu pun melaporkan apa yang didengarnya itu melalui alat komunikasi handy talkie.
"Saya tanya teriakannya seperti apa. Dia jawab, seperti ada suara perempuan berteriak meminta tolong dengan suara yang sangat miris, kata Agus. Tak hanya itu, ada juga suara laki-laki berteriak, sakit-sakit."
Mengetahui hal itu, Agus meminta agar anak buahnya berusaha konsentrasi dan menghiraukan suara-suara teriakan itu. "Saya tidak tahu apakah itu halusinasinya dia atau benaran. Karena tiga anak buah saya yang lain tidak mendengar," kata Agus. Dia juga meminta kepada anak buahnya itu, agar tidak berspekulasi bahwa masih ada korban yang hidup di dasar lembah.
Haris sendiri adalah salah satu komandan regu di Tim Charlie. Tim yang terdiri atas 255 personil gabungan TNI, Polri, Basarnas, Tagana, PMI, dan lainnya itu menjadi tim ketiga yang diberangkatkan untuk mengevakuasi para korban.
Haris mengatakan, lokasi jatuhnya pesawat setelah menabrak tebing adalah sebuah lembah dengan kedalaman lebih dari 500 meter. Karenanya tim evakuasi pun harus menyusuri tebing dengan kemiringan 85 derajat itu dengan menggunakan tali sling guna mencapai dasar lembah, tempat di mana jenazah para korban ditemukan bersama serpihan puing pesawat.
"Yang turun ke bawah itu anggota Tim Kopassus bersama Tim Garuda. Tapi Tim Garuda itu naik lagi ke atas karena medan yang sangat sulit," katanya.
Saat menyusuri tebing yang masih lebat dengan tanaman dan pohon-pohon kecil itu dia bersama anggota lainnya mengalami kesulitan. Karena ternyata tali sling yang memang cuma sepanjang 250 meter itu tak mampu menjangkau ke dasar lembah. "Akhirnya kita sambung lagi dengan tali sling lainnya," ujar Haris.
Kesulitan yang dialami tim Kopassus itu rupanya memakan waktu yang lama mengatasinya. "Kita sampai atas tebing itu jam empat sore. Makanya pas raffling itu, sudah gelap," kata Haris.
Karena tak mau mengambil risiko memaksakan terus turun, sementara naik ke atas secara fisik sudah tak kuat, maka Haris pun bermalam di tebing itu dengan cara bergelantungan pada seutas tali sling. "Sudah kaya kera, kita tidur bergelantungan," ujar Haris.
Posting Komentar
Posting Komentar