Guna Sakti dan Guna Dosa
Manusia memiliki aspek dualitas dalam dirinya;
- Pertama, ia memiliki potensi yang memungkinkannya mengembangkan bakat-bakat positif yang terpendam pada dirinya.
- Kedua, manusia juga memiliki potensi yang sama besarnya di dalam membuat kegiatan-kegiatan negative.
Potensi kebaikan yang mengarah pada hal-hal positif dan produktif ini disebut Guna Sakti, sedangkan potensi ketidakbaikan (kejahatan) yang mengarah pada hal-hal yang negative dan destruktif disebut Guna Dosa. Karena dosa itu tak berguna selanjutnya tidak disebut Guna Dosa, tetapi disebut “dosa” saja.
Kita mendapati di dunia ini, ada orang yang didominasi sifat-sifat kebaikan padanya, sementara pada yang lain kita menemukan orang-orang yang didominasi unsur jahat dalam dirinya.
Apakah penyebab dua kualitas manusia itu?
Sebelum menjawab hal tersebut, maka pertama-tama kita haruslah menyadari, bahwasanya Guna Sakti dan dosa selamanya bersifat laten pada dirinya. Kedua-duanya adalah modal bagi setiap individu untuk menentukan pilihannya, apakah memanfaatkan Guna Sakti untuk menyebarangi hidupnya atau menggunakan dosa untuk menjalani kehidupan ini. Sifat baik dan buruk atau Guna Sakti dan dosa yang melekat pada manusia disebabkan oleh kemampuan intelektualnya dalam menganalisa fenomena dunia ini.
Ada 4 komponen intelek atau mental yang bertanggung jawab atas reaksinya terhadap fenomena dunia (hidup). Empat komponen itu adalah:
- Citta (bersifat mengetahui atau ingat),
- Budi (intelek yang membedakan baik dan buruk atau intelek yang melakukan analisa),
- Manah (fungsi intelek untuk ingin),
- Ahamkara (ego, intelek yang mengikat sesuatu objek, baik objek real atau abstrak).
Manusia sebagai suatu makhluk hidup yang dilengkapi 4 komponen mental ini memiliki peluang untuk melakukan banyak pilihan dalam hidupnya. Kecenderungan-kecendrungan baik bisa dibangkitkan dan dipupuk dengan memberi makanan yang sehat terhadap sifat-sifat tersebut, sehingga Guna Sakti kian membesar volumenya.
Mengingat hal-hal baik, mendengar kabar baik, mengucapkan hal-hal baik, melihat hal-hal baik dan merasakan hal-hal baik adalah makanan sehat bagi mental. Sebaliknya, dengan mengingat hal-hal buruk, mengingat kesusahan atau kecemasan, menonton atau melihat kejadian buruk, mendengar kabar atau hal-hal kurang sehat serta mengucapkan sesuatu yang tidak baik adalah racun bagi Guna Sakti, tetapi rabuk subur bagi tumbuhnya dosa.
Selain makanan mental yang masuk lewat Panca Indra tadi, kepada Guna Sakti dan dosa juga ditambahkan energi kosmis kepadanya. Bagi siapa saja yang biasa mengembangkan pikiran-pikiran baik dalam kesehariannya, maka pikiran tersebut bagai magnet akan menarik jutaan partikel kebaikan di alam semesta ini. Di sini ada kecenderungan, orang yang mengembangkan pikiran-pikiran luhur akan semakin berkembang menjadi pribadi mulia (Guna Sakti). Sebaliknya, seseorang yang mengembangkan pola-pola jahat dalam pikirannya, maka partikel-partikel jahat yang jumlahnya milyaran di alam semesta ini juga akan memperhebat sifat jahatnya (dosa). Ada yang mengatakan, apa yang disebut partikel itu adalah energi yang berjiwa, sejenis makhluk-makhluk alam supra.
Dari guyuran hujan energi alam semesta itu pula kemudian muncul istilah, bahwa seseorang mendapat bisikan iblis atau yang lain mendapat ilham malaikat atau dewa. Maksudnya tiada lain, akumulasi sifat energi pikiran yang menarik hal serupa di alam semesta ini telah menjadikan pikiran itu mengembangkan daya-daya hebat, sesuai sifat yang dipupuknya. Entah itu kebaikan atau kejahatan.
Selain itu masih ada bahan bakar lain yang bisa memperkuat Guna Sakti mapun dosa. Yang terakhir ini adalah faktor makanan dalam arti harafiah. Kita tidak perlu membuat ulasan lebih panjang, sifat apakah yang disuburkan dengan banyak mengonsumsi alkohol dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi susu misalnya. Ada makanan-makanan yang secara langsung mengganggu perasaan, menimbulkan rasa panas atau dingin yang mengganggu, serta ada pula makanan yang membuat kita menjadi malas. Di lain pihak ada makanan yang membuat kita terangsang berlebihan. Karena itu, untuk memperkuat Guna Sakti dalam diri dan demi menidurkan kekuatan Guna Dosa, kita pun perlu bijak dalam menyantap makanan.
Nah, disinilah fungsi energi Ghanta Cakra Guna Sakti dalam memperkuat aspek Guna Sakti kita. Supaya menjadi manusia yang utama dan berguna, kita mohonkan kepada Dia yang mencipta kita supaya diberi aliran energi aktif untuk menolong kita menjadi manusia suguna (orang yang Guna Saktinya bermanfaat di masyarakat).
Energi Ghanta Cakra Guna Sakti adalah makanan paling halus dari Guna Sakti. Energi ini akan langsung memperkuat komponen Guna Sakti dalam diri, bagai vitamin yang mengembalikan vitalitas yang loyo. Hanya saja, seperti kita makan sehari-hari, tentulah harus ada syaratnya, yaitu memiliki pencernaan yang baik, supaya zat-zat makanan yang dicerna dapat diserap oleh tubuh. Demikian pula halnya dengan energi Ghanta Cakra yang kita serap, memerlukan pikiran dan tubuh yang bersih supaya energi ini dapat terserap sempurna. Vibrasi pikiran ibarat saluran pencernaan bagi energi yang masuk, karena itu perlu dirawat kesehatannya. Caranya adalah dengan menjaga kesucian diri. Praktisi Ghanta Cakra sangat dianjurkan untuk menaati ajaran agamanya masing-masing: Rajin sembahyang, bersedekah, melukat, melakukan kebaikan-kebaikan, dengan maksud energi Ghanta Cakra yang kita serap dapat berguna dengan baik.
Sumber: ghantayoga.com
Posting Komentar
Posting Komentar