-->

makna Sad Wara dalam Wariga

Sad wara - Wewaran

sad wara wewaran
Siklus enam harian dari wewaran. Ditinjau dari petunjuk harinya, siklus ini rupanya menelaah sifat-sifat buruk yang sedang dominan karena dipengaruhi oleh hawa wewaran ini.

Maksud dari petunjuk ini, agar tindakan kita disesuaikan dengan apa yang sedang terjadi. Agar kita dapat mencegah hal-hal yang dapat merugikan kita, dan kalau bisa memanfaatkannya untuk kemajuan kita. Unsur-unsurnya adalah: Tungleh, Aryang, Urukung, Paniron, Was, Maulu.

adapun arti dari sadwara tersebut antara lain:
  1. Tungleh (Tungle) = tidak kekal. Hari penuh kebohongan, ingkar janji. Waspadalah terhadap kebohongan, hari ini banyak hal-hal yang tidak jujur karena mahalnya keterusterangan. Hati-hati terhadap fitnah. Jangan paksa orang lain jujur tetapi buatlah dia menyesali akibat kebohongan. Jangan ikut-ikutan berbohong dan jangan sampai tertipu.
  2. Aryang = kurus. Harinya orang lupa. Waspadalah terhadap kelupaan dan kepikunan. Buatlah catatan pribadi agar tidak terlalu mengandalkan ingatan. Tuliskan pada secarik kertas jika ingin menyampaikan pesan, dengan demikian kita menolong orang bebas dari kelupaan. Verba volant, scripta manent. Yang dikatakan akan terlupakan, tetapi yang dituliskan akan abadi.
  3. Urukung (Wurukung) = punah. Hari kecerobohan. Waspadalah terhadap kecerobohan, kealpaan akibat berkurangnya kesadaran terhadap keadaan sekitar. Kesalahan-kesalahan akan sering terjadi hari ini, kebanyakan karena ketidak sengajaan. Kecelakaan biasanya dapat merugikan kedua pihak. Semuanya hanya bisa dikurangi dengan kehati-hatian, tidak bisa dicegah karena karma akan selalu menentukan. Kurangi sedikit bermain dengan keberanian dan hindarilah tindakan yang menyerempet bahaya. Hati-hati di jalan.
  4. Paniron = gemuk. Hari kepura-puraan - fatamorgana. Waspadalah terhadap kepalsuan, mungkin bukan kebohongan, tetapi segala sesuatu bisa kelihatan seperti berbeda dari yang sebenarnya. Teliti lebih seksama segala sesuatunya sebelum berbuat dan mengambil tindakan. Pertimbangkan sebab akibat karena hal-hal yang nampaknya baik mungkin tidak baik, hal yang nampaknya kecil namun akibatnya besar.
  5. Was (Uwas) = kuat. Hari gembira. Bukan sifat buruk, tetapi tetap harus waspada. Tidak baik mengumbar kegembiraan sampai lupa bersyukur dan merenungkan keberuntungan. Pakailah hari ini untuk membahagiakan orang lain. Menjabat tangan musuh karena ia sedang berbahagia. Mungkin ia akan melupakan permusuhan selamanya. Berdermalah!
  6. Maulu (Mawulu) = membiak. Hari pitam. Waspadalah kepada kemarahan. Kemurkaan ada di mana-mana. Sebaiknya menahan diri dari tindakan yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Pilihlah kata-kata yang teduh dan mendinginkan hati. Kalau terpaksa berhadapan dengan kemarahan, ingatlah bahwa dalam keadaan demikian, diam berarti emas. Kemarahan tidak selalu bisa memperbaiki keadaan.

Untuk menentukan SADWARA apa bertepatan dengan Saptawara (hari) apa, dapat dihitung sebagai berikut:
Sadwara = (nomor urut) wuku X 7 + (nomor urut) Saptawàra (hari) yang dikehendaki,
hasilnya lalu dibagi dengan 6 (enam) kemudian lihat sisanya sebagai berikut:
  • Sisa 1 sama dengan Tungleh
  • Sisa 2 sama dengan Aryang
  • Sisa 3 sama dengan Urukung
  • Sisa 4 sama dengan Paniron
  • Sisa 5 sama dengan Was
  • Sisa 6/0 sama dengan Maulu
Bilangan (nomor urut) wuku dihitung mulai wuku Sinta = 1 sampai dengan Watugunung = 30.
Dan bilangan (nomor urut) saptawàra dimulai dari hari
  • Radite (Minggu) = 0;
  • Soma (Senin) = 1;
  • Anggara (Selasa) = 2;
  • Budha (Rabu) = 3;
  • Wraspati (Kamis) = 4;
  • Sukra (Jumat) = 5;
  • Saniscara (Sabtu) = 6.
Contoh : Wuku Watugunung, Saptawàra Radite, Sadwara apa?
Perhitungannya yaitu: 30 X 7 = 210 + 0 = 210 : 6 = 35 sisa 0 atau = sisa 6.
Jadi Sadwara adalah Maulu.

Pengaruh Sad Wara terhadap Watak Kelahiran

( Prewatekan manut Sad Wara )

Mitos yang dikenal masyarakat pada umumnya seperti yang akan diceriterakan berikut ini. 
Dikatakan bahwa,
  • Tungleh terbunuh 7 kali, dan hidup 7 kali, maka Tungleh dikatakan mempunyai urip 7 ;
  • Aryang terbunuh 6 kali, dan hidup 6 kali pula, urip-nya 6 ;
  • Urukung terbunuh 5 kali, dan hidup 5 kali, urip-nya 5 ;
  • Paniron terbunuh 8 kali, dan hidup 8 kali, urip-nya 8 ;
  • Was terbunuh 9 kali, dan hidup 9 kali, urip-nya 9 ;
  • Mahulu terbunuh 3 kali, dan hidup 3 kali, urip-nya 3.
Sad Wara disebut juga Sad Rthu, yang berarti perubahan musim atau umur.
Kata Sad sama artinya dengan Zat, dan Rthu berarti musim. 
Maksudnya, bisa terjadi musim yang sesuai sehingga keadaan menjadi lebih baik. Atau sebaliknya, di mana musim kurang mendukung, akibatnya menjadi lebih buruk. Esensi daripada Sad wara sesungguhnya mengenai kebijakan Bhuwana dengan amretha yang melimpah ruah (sering disebut Amretha Bhuwana) yang bermafaat bagi seluruh kehidupan.
Intinya, secara kodrati terjadi perubahan di Bhuwana yang dikendalikan oleh para Dewa yang mengayomi Sad wara. Perubahan alam ini selaras dengan luasnya dunia, dan perubahan ini menyebabkan terjadi perbedaan musim di berbagai belahan bumi serta mempengaruhi kehidupan, terutama pada pembentukan sifat/watak manusia. Pada daerah katulistiwa (tropis) terjadi dua musim, yakni musim panas (kemarau) dan hujan. Di daerah subtropis selain musim panas dan hujan, juga ada musim semi, musim gugur, dan musim dingin (dengan atau tanpa disertai salju). Sedangkan di daerah kutub (Utara dan Selatan) sepanjang tahun selalu diliputi musim dingin disertai salju. Peralihan musim pada daerah subtropis sering terjadi secara ekstrem dan berdampak pada daerah tropis. Perubahan ini disebut dengan masa (musim) pancaroba.

Gambaran alam yang ditemukan oleh para Rsi Agung pada masa Bali Kuna tersebut dipersonifikasikan dengan penandaan (signans), seperti berikut ini :
  1. Tungleh, dikatakan sebagai dominasi pancaran sinar matahari mau pun Bulan kepada yang berwujud, khususnya kepada tumbuh-tumbuhan.
  2. Aryang, dominasi vibrasinya berada di Ambara (lapisan pengolahan kehidupan), pada peredaran mendung.
  3. Urukung, dominasi vibrasinya berada pada lapisan Apah, di bawah lapisan Ambara.
  4. Paniron, dominasi vibrasinya memenuhi alam yang berada di bawah langit dan di atas Bumi, atau sering disebut kolong langit.
  5. Was, dominasi vibrasinya pada air di laut, danau, maupun di sungai.
  6. Mahulu, dominasi vibrasinya bersenyawa dengan unsur api (medan magnet) pada semua wujud makhluk hidup.
Setelah Sad Wara memasuki dan berada di Bhuwana Alit akan lebih mengarah kepada segala sesuatu yang terkait dengan kenikmatan (rasa). Berikut penjabarannya :
  1. Tungleh, ada pada Lidah, sebagai pengecap rasa, selalu ingin menikmati yang enak dan sedap (terkait dengan selera),
  2. Aryang, ada pada Aksi untuk mengungkap rasa dan perasaan (kurang enak, tekanan perasaan),
  3. Urukung ada pada Gerak tubuh. Melakoni perintah pikiran karena adanya interaksi dengan keadaan yang di luar,
  4. Paniron ada pada Mata, merupakan wadah dari esensi pandangan mata (seperti menikmati suatu keindahan),
  5. Was ada pada Otak, merupakan wadah dari esensi pikiran ; pikiran yang khusus sebagai penikmat segala,
  6. Maulu ada pada idep, sebagai penyerap dari pengetahuan, atau menyerap kenikmatan.
kemudian dilanjutkan menjadi:
  1. Tungleh (Ikal, Sanghyang Indra) adalah Anta Bhuta (tenaga yang ada di rambut),
  2. Aryang (Kurus, Sanghyang Baruna) adalah Pada Bhuta (tenaga yang ada di kaki) sinar pantulan,
  3. Urukung (Puhan identik dengan Peka, Sanghyang Kwera) adalah Angga Bhuta (tenaga yang ada di badan),
  4. Paniron (Gemuk, Sanghyang Bayu) adalah Maleca Bhuta (tenaga yang ada pada Insting dan Rasa),
  5. Was (Kuat, Sanghyang Bajra) adalah Asta Bhuta (tenaga yang ada pada tangan)
  6. Mahulu (membiak, Sanghyang Erawan) adalah Mastaka Bhuta (tenaga yang ada pada kepala, pikiran).
Bagaimana pengaruh Sad Wara terhadap Watak Kelahiran manusia, berikut ini akan dicoba untuk penjabarannya :

Tungleh, urip 7

berada di bawah naungan Sanghyang Indra – terangnya Alam Langit yang dikendalikan oleh Sanghyang Indra dan tervibrasi kepada manusia. Dan di dalam diri manusia Sanghyang Indra adanya di jeroan (otak) yang berfungsi mengendalikan Panca Indera. Bedakan Indra dengan Indera. Kalau indera tersebut berfungsi sebagai alat penghubung ke dunia luar (jaba sisi) seperti : mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit terluar. Bila seseorang terlahir pada dina tungleh, menandakan bahwa dia salah dalam mengapresiasi peran Sanghyang Indra pada kehidupan terdahulu. Tegasnya, apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dinikmati, semuanya dikondisikan terlalu berlebihan pada panca indera, sehingga terbebani dan terikat dengan semua keberadaan duniawi tersebut. Pembawaan orang-orang yang lahir tepat pada Tungleh suka berperilaku aneh, sebab peningkatan hidupnya di malam hari atau bersifat rahasia (ke dalam diri). Tidak suka meniru karya orang lain, dan lebih bangga pada ciptanya sendiri. Sering menjadi autis, karena asyik dengan kesibukannya sendiri. Di sisi lain, mempunyai sifat tulus, suka menolong sesama, dan lebih mengutamakan kepentingan orang lain, bahkan dia rela mengorbankan dirinya. Kelemahannya, mudah dimanfaatkan oleh teman-teman dekatnya.

Aryang, urip 6

berada dalam naungan Sanghyang Baruna, di mana Baruna akar katanya adalah Aruna (Bali Kuna), artinya sinar matahari yang dapat menguapkan air laut, lalu menjadi hujan. Dalam konteks ini Baruna merupakan dewa kesuburan (bagian dari kekuatan sinar matahari – power matahari) yang dianugerahkan kepada kehidupan di mayapada, khususnya umat manusia. Jika seseorang lahir pada dina aryang, menandakan bahwa ia dulu menyalahgunakan kemewahannya, dan cenderung arogan. Orang-orang yang terlahir pada waktu Aryang, suka memutar balikkan perkara, sulit dibelokkan niatnya. Kelemahannya, mudah patah arang, dan cepat putus asa, sering mengakhiri hidupnya dengan jalan pintas.

Urukung, urip 5

diayomi oleh Sanghyang Kwera, sebagai Adhi kuasa dari kekayaan Bhuwana (embang) yang berpengaruh kepada manusia. Karena sifat loba dan serakah terhadap kekayaan di masa lalunya, maka seseorang terlahir pada dina urukung. Pembawaan bayi yang lahir tepat pada waktu Urukung adalah kurang terampil, ceroboh, boros.

Paniron, urip 8

diayomi oleh Sanghyang Bajra ; Bajra yang dimaksud adalah bajra geni, artinya petir. Munculnya petir karena adanya gesekan arus, konotasinya dengan Dewa Kematian yaitu Kala Mertyu. Ketika petir menggelegar, kilauannya berfungsi sebagai penetralisir kekeruhan udara, dan pembasmi virus penyakit. Bagi seseorang yang dilahirkan dina paniron, menandakan di masa lalunya ia menyalahgunakan ketajaman insting/firasatnya untuk menilai kesalahan orang lain. Terlahir pada dina Paniron mempunyai insting/firasat yang tajam, dan kalau ditekuni dengan baik maka kebesaran jiwanya akan tercapai.

Was, urip 9

di bawah naungan Sanghyang Bayu, di mana Bayu dalam konteks ini artinya siklus peredaran air, api, dan angin, yang menyebabkan timbulnya ambek (gaya hidup). Kelahiran pada dina was, menandakan bahwa perilaku di masa lalunya kurang santun. Seseorang yang terlahir tepat pada waktu Was, wataknya suka menutup-nutupi kesalahan/kelemahan, gengsinya tinggi.

Mahulu, urip 3

diayomi oleh Sanghyang Erawan. Maksudnya, keberadaan Sanghyang Erawan di alam semesta adanya di tengah-tengah Bhuwana (embang), berupa rasa yang ada pada hawa (udara), dan berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Di Bhuwana alit (manusia) Sanghyang Erawan berada di tengah-tengah rongga dada – ulu hati. Seseorang terlahir pada dina maulu, berarti dulunya ia mengabaikan kejujuran kata hatinya. Kelahiran maulu berwatak labil, peka perasaannya, mudah tersulut emosinya dan meledak-ledak. Menjadi stabil bila ia mempercayai dan bertindak sesuai dengan kata hatinya. Bila seseorang berbicara, dengarkan terlebih dahulu, lalu renungkan, dan dihayati, kemudian baru diungkapkan dengan jujur.

Uku Pahang dikatakan yang mengadakan Sad Wara.
Kata Pahang merupakan Bahasa Bali Kuna yang artinya hawa (api) yang berasal dari Bumi, dan Pahang disebut juga Pegat Wakan. Arti kata pegat adalah putus, dan wak bermakna peleburan (perombakan total atau perubahan secara menyeluruh).
Jelasnya, lewatilah Kayika, Wakcika mau pun Manacika yang tidak mempunyai misi dan visi yang baik dan benar. Sad Wara yang disertai dengan Ingkel (kekurangan atau mati/pati) dijadikan sebagai metoda pengenalan pati dan urip (perubahan segala yang hidup akan mati).
Selain hal itu juga menyatakan dualitas tujuan hidup agar dapat sejalan dengan sang waktu, serta tidak terlepas dari hidup dan mati. Makanya makna padewasan itu ada dua, yakni urusan Pati dan Urip, yang biasa disebut Ala Ayuning dewasa.
Contohnya, kurang tepat memilih dewasa untuk mulai menanam tanaman ketika sang waktu menunjukkan dina Pati, yang berarti basah atau eep

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter