-->

Cokorda Putu Celuki - Raja VII Tegallalang (1890 M)

Pada tahun 1890 diadakan perundingan penting di Pemerajan Agung Puri Peliatan, yang dihadiri tokoh – tokoh dari Puri Ubud, Mengwi, dan Kendran, untuk memanggil Dewa Made Rai Sana, dan menempatkan Cokorda Putu Celuki putera sulung Dewa Agung Gde Agung Peliatan (Raja Peliatan IV) sebagai Pacek di Puri Agung Tegallalang. Karena dikuatirkan nantinya akan ada serangan balasan dari Cokorda Anom Rambang. Sementara itu putera – putera  Dewa Made Rai Sana, yakni: Dewa Gde Ngurah dan Dewa Rai Perit jauh sebelumnya sudah ditempatkan di Puri Sukawati.


Pada suatu hari, Cokorda Putu Celuki memberi ijin rakyat Taro dari Proyek Pembangunan ruas jalan Pujung – Jasan – Tegal Suci dan seterusnya karena ngaturang ayah piodalan di Pura Taro. Tersiar fitnah yang menyatakan bahwa Cokorda Putu tidak mau mengawasi pembangnan jalan. Beliau dipanggil ke Puri Gianyar untuk diminta tanggung – jawabnya. Tuan Kontrolir (tidak disebut namanya) tidak percaya dengan alas an Cokorda Putu, dan menyerahkan kepada Raja Gianyar Dewa Made Raka, untuk diberi hukuman duduk di tempat atau kebengongan beberapa hari.

Menyadari adanya usaha – usaha untuk menyingkirkan dirinya, Cokorda Putu secara ksatria mengundurkan diri dengan hormat sebagai penguasa pada jaman Belanda pada akhir tahun 1917 M.
There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter