Mengenal Usada Bali
Walaupun berkembang pesatnya ilmu kedokteran modern saat ini, ilmu kedokteran tradisional/alternatif/timur masih dipercaya masyarakat dalam menyembuhkan suatu penyakit. Ilmu kedoteran tradisional atau alternatif ini jauh lebih dulu lahir daripada ilmu kedoteran modern. Pemisahan batasan ilmu kedoteran ini semata-mata untuk membatasi antara yang bersifat ilmiah dan non-ilmiah. Dalam ilmu kedoteran modern lebih mengutamakan unsur ilmiah/biologis, sedangkan ilmu kedoteran tradisional lebih menekankan asfek spiritualnya.
lebih lanjut mengenai USADHA dan belajar menjadi pengusadha silahkan ikuti YOGA USADHA GHANTA
Dengan perkembangan jaman yang dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan, banyak orang sekarang berpaling ke pengobatan tradisional. Ini disebabkan oleh berbagai faktor dan di antaranya adalah faktor ekonomi yang sangat mempengaruhi paradigma ini. Biaya pengobatan yang mahal pada pengobatan modern/medis menjadi alasan utama terjadinya migrasi ini, namun pengobatan medis masih tetap menjadi pilihan pertama. Dan jika dalam pengobatan medis diperlukan biaya yang besar, maka orang akan mulai berpaling ke metode pengobatan tradisional yang saat ini dikenal dengan pengobatan alternatif (alternative medicine).
Kalau kita melihat manusia secara keseluruhan, manusia bukan hanya mahkluk biologis semata, melainkan juga mahkluk sosial, psikologis dan mahkluk spiritual. Batasan sehat bukan semata sehat secara biologis atau kasat mata, tetapi juga sehat secara keseluruhan/holistik. Oleh karena itu, peranan ilmu kedokteran tradisional/alternatif tidak dapat kita tinggalkan begitu saja disamping merupakan warisan budaya dari nenek moyang kita sejak jaman dahulu.
Pengobatan tradisional/alternatif sangat beragam jenisnya di berbagai belahan dunia sesuai dengan kebudayaan dan kepercayaan setempat. Dalam kepercayaan Hindu kita mengenal ilmu kedoteran Ayur weda dan sedangkan di Bali kita mengenal ilmu kedokteran Usadha Bali, dimana Balian sebagai dokternya.
Ajaran Hindu çiwa Siddanta menyatakan bahwa Ida Sang Hyang Widhi atau Batara çiwa yang menciptakan semua yang ada di jagat raya ini, beliau pula yang mengadakan penyakit ( gering, wyadhi ), obat ( tamba, ubad ), dan pengobat (balian) hidup dan mati juga kehendak beliau. Utpatti (lahir), Sthiti (hidup), Pralina (mati). Laku balian yang diwacanakan dalam lontar Bodha Kecapi adalah madewasraya usaha mistik-magis seorang penganut çiwa Tantrik untuk memohon pertolongan dewa agar dapat menjadi balian sejati. Untuk menjadi seorang balian harus berani melaksanakan mati raga di setra pangesengan (tempat pembakaran mayat). Bila orang berhasil mati raga maka ia mendapat anugrah Tuhan. AnugrahNya dapat berupa kesiddian (kekuatan adikodrat).
Kata USADHA tidaklah asing bagi masyarakat di Bali, karena kata usada sering dipergunakan dalam percakapan sehari-hari dalam kaitan dengan mengobati orang sakit. usadha berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu ausadha yang berarti tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat, atau dibuat dari tumbuh-tumbuhan. Kata usada berasal dari kata ausadhi (bhs. Jawa kuno) yang berarti tumbuhtumbuhan yang mengandung khasiat obat-obatan (Nala, 1992:1).
Tetapi batasan usadha di Bali lebih luas, usadha adalah semua tata cara untuk menyembuhkan penyakit, cara pengobatan, pencegahan, memperkirakan jenis penyakit/diagnosa, perjalanan penyakit dan pemulihannya. Kalau dilihat secara analogi, hampir sama dengan pengobatan modern.
Usada adalah pengetahuan pengobatan tradisional Bali, sebagai sumber konsep untuk memecahkan masalah di bidang kesehatan. Dengan menguasai konsep usada tersebut dan memanfaatkannya dalam kerangka konseptual di bidang pencegahan, pengobatan, rehabilitasi serta penelitian berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Menurut Sukantra (1992:124) menyatakan usada adalah ilmu pengobatan tradisional. Masyarakat di Bali masih percaya bahwa pengobatan dengan usada banyak maanfaatnya untuk menyembuhkan orang sakit. Pengobatan tradisional Bali (usada) yang dikenalkan oleh para leluhur merupakan ilmu pengetahuan penyembuhan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu Bali/ Siwasidhanta. Sukantra (1992) menyatakan, usada adalah ilmu pengobatan tradisional Bali, yang sumber ajarannya terdapat pada lontar.
Lontar tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu lontar tutur dan lontar usadha. Di dalam lontar tutur (tatwa) berisi tentang ajaran aksara gaib atau wijaksara. Ajaran anatomi, phisiologi, falsafah sehat-sakit, padewasaan mengobati orang sakit, sesana balian, tatenger sakit. Sedangkan di dalam Lontar Usada berisi tentang cara memeriksa pasien, memperkirakan penyakit (diagnosa), meramu obat (farmasi), mengobati (terapi), memperkirakan jalannya penyakit (prognosis), upacara yang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pengobatannya.
Balian, Dokternya Usadha Bali
Dalam dunia kedokteran modern, kita mengenal dokter sebagai pelaksana praktisi ini sedangkan dalam usadha Bali, dokternya dikenal dengan istilah Balian, tapakan atau jero dasaran. Balian, waidhya, pengobat ( battra = pengobat tradisional ), dukun, atau tabib.
BALIAN adalah pengobat tradisional Bali yakni, orang yang mempunyai kemampuan untuk mengobati orang sakit. Jadi balian merupakan orang yang mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan penyakit seseorang. Balian adalah pengobat tradisional Bali yakni, orang yang mempunyai kemampuan untuk mengobati orang sakit.
Dharma sesana Balian dapat disamakan dengan etika balian, sesana berarti tingkah laku, kewajiban. Sedangkan etika, yang berasal dari kata ethos (yunani) berati ilmu pengetahuan tentang asas moral. Dharma sesana didalam bahasa Indonesia dapat disejajarkan dengan tata susila, yakni dasar kebaikan yang menjadi pedoman dalam kehidupan manusia, kewajiban yang harus dipenuhi selaku anggota masyarakat.
Manusia harus melakukan dharma sesana jika ingin kehidupannya mencapai kebahagiaan. Dia harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik dengan buana alit maupun dengan buana agung. Didalam setiap agama pedoman dharma sesana ini pasti ada karena ajaran yang baik selalu bersifat universal. Manusia apapun pekerjaannya apalagi sebagai balian bila ingin hidup sejahtera harus berpijak pada patokan yang pasti yaitu dharma sesana. Balian yang bekerja menghadapi manusia, memerlukan dharma sesana yang baku, yang dapat diikuti dan ditaati oleh semua balian sebagai pedoman dalam melaksanakan profesinya.
Dharma sesana balian adalah sebagai berikut :
- Semua rahasia dari orang yang sakit harus disimpan, tidal boleh disebarluaskan atau dibicarakan dengan orang lain.
- Hidup para balian harus suci dan bersih, terlepas dari sifat loba, sombong dan asusila. Didalam lontar tutur bhagawan çiwa sempurna ditegaskan bahwa, seorang balian tidak boleh berlaku sombong, harus bertingkah laku yang baik sesuai dengan dharma, serta semua nafsu hendaknya ditahan didalam hati.
- Seorang balian tidak boleh was-was, ragu-ragu, apalagi malu-malu dalam hati harus teguh dan mantap serta penuh keyakinan pada apa yang dikerjakan. Tidak goyah terhadap segala hambatan, rintangan, gangguan, dan godaan yang datang dari dalam diri sendiri, yang mengakibatkan gagalnya usaha yang sedang ditempuh. Tidak akan mundur sebelum berhasil mendapatkan apa yang sedang dihayati, apa yang diinginkan yaitu kesembuhan dari orang yang sakit.
- Seorang balian tidak boleh pamrih. Semua pengobatan berlangsung dengan tulus ikhlas tanpa pamrih. Sebab semua balian yang benar-benar balian di Bali tahu akan akibat dari kelobaan akan sesantun dan materi lainnya. Para balian harus tahu akan hak dan kewajibannya, rendah hati tidak sombong, membatasi diri terhadap apa yang dapat dilakukannya, menghormati kehidupan manusia, karena didalam raga sarira atau tubuh manusia, bersemayam Sang Hyang Atma, Sang Hyang Bayu Pramana karena beliu dapat mengutuk balian yang melanggar dharma sesana.Dan bila terkutuk kesaktian atau kesidiannya dalam hal mengobati orang sakit dapat menurun dan luntur. Dan yang lebih parah lagi ia akan menerima kutuk dari Sang Hyang Budha Kecapi sehingga hidupnya akan menderita, termasuk anak cucunya. Ketahuilah adanya tata cara menjadi balian jangan disalah artikan atau disalahgunakan, memang sangat berbahaya menjadi balian. Barang siapa berkehendak menjadi balian sakti mawisesa, tidak dikalahkan oleh kesaktian mantra dapat menjalankan semua pengobatan, dapat mengobati segala penyakit dan tenung. Maka, hendaklah selalu astiti bhakti ring Ida Batara Tiga, khususnya ring Ida Batara Dalem, Desa dan Puseh. Sebagai jalan untuk memohon kesaktiannya, Ida I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, yang merupakan pepatih bersama saudara-saudaranya yang lain. Ida I ratu Nyoman sakti Pengadangan adalah dewan balian sejagat, wajib dibuat pelinggih penyawangan biasa dalam bentuk kamar suci, dibuatkan daksina linggih, ditempatkan pada pelangkiran.
Balian juga beragam jenis dan klasifikasinya yang diuraikan sebagai berikut.
Kemampuan untuk mengobati ini diperoleh dengan berbagai cara yaitu :
Jenis Balian Berdasarkan Tujuannya
- Balian Penengen (baik) adalah balian yang tujuannya mengobati orang yang sakit sehingga menjadi sembuh. Balian ini sering pula disebut Balian Ngardi Ayu (dukun kebaikan). Balian ini pada umumnya bersifat ramah, terbuka, penuh wibawa dan suka menolong. Siapapun akan ditolongnya tidak membedakan apakah dia orang baik atau orang jahat, orang yang miskin atau kaya semua dilayani sesuai dengan penyakit yang dideritanya.
- Balian Pengiwa (jahat) adalah balian yang tujuannya membuat orang yang sehat menjadi sakit dan orang yang sakit bertambah menjadi sakit, bahkan sampai meninggal. Itulah sebabnya balian tipe ini sering disebut balian aji wegig, dukun yang menjalankan kekuatan membencanai orang lain, berbuat jahil, usil, terhadap orang lain. Balian jenis ini amat sukar dilacak, pekerjaannya penuh rahasia, tertutup dan misterius. Sering pula balian ini mengganggu balian penengen pada waktu pengobati orang sakit sehingga tidak sembuh-sembuh, jahil dan usil. Merupakan sisi lain dari aji wegig ini mendatangkan hujan pada waktu orang sedang melakukan upacara, menahan hujan (nerang) pada waktu orang bercocok tanam, serta menguji kesaktian dengan balian lainnya adalah kegemaran dari balian pengiwa ini. Disamping itu balian ini juga mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan, terutama orang yang kena aji wegignya sendiri, atau diri orang lain.
Jenis balian dapat dilihat berdasarkan pengetahuan yang diperoleh,
berdasarkan tata cara memproleh keahlian dan cara mengobati suatu penyakit (berdasarkan lontar Boda Kecapi, ), misalnya:
- Balian kapican adalah balian yang mendapat keahlian karena memperoleh suatu pica atau benda bertuah dan berkhasiat yang dapat dipergunakan untuk menyembuhkan orang sakit. Mungkin benda-benda tersebut didapat dari pawisik/pirasat baik berupa mimpi atau petunjuk yang lainnya. Balian kapican adalah orang yang mendapat benda bertuah yang dapat dipergunakan untuk mengobati orang yang sakit. Benda bertuah ini disebut Pica. Dengan mempergunakan pica yang didapatkan balian tersebut mampu untuk mendiagnosis, menyembuhkan penyakit dan memperkirakan berat penyakit yang dideritanya. Pica ini dapat berupa batu permata, lempengan logam, keris, cincin, kalung, tulang dan benda lainnya. Pica ini diperoleh baik melalui mimpi, petunjuk misterius atau cara lainnya. Dengan mempergunakan pica ini, dia mampu menyembuhkan orang yang sakit sejak itu mereka disebut Balian Kapican, dukun yang mendapat pica atau kapican oleh suatu kekuatan gaib.
- Balian katakson (tetakson) adalah balian yang mendapat keahlian melalui taksu, roh atau kekuatan gaib yang memiliki kecerdasan, mukzijat ke dalam dirinya. Taksu adalah kekuatan gaib yang masuk kedalam diri seseorang dan mempengaruhi orang tersebut, baik cara berpikir, berbicara maupun tingkah lakukanya. Karena kemasukan taksu inilah orang tersebut mampu untuk mengobati orang yang sakit. Dengan ciri-ciri pada umumnya sebagai berikut: Balian ini pada umumnya keadaan terpaksa ngiring pekayunan (menuruti kehedak gaib) kalau tidak mau menuruti kehendak gaib ini maka si Balian akan jatuh sakit, dan lain sebagainya. Saat mengobati orang sakit, si Balian ini tidak menyadari apa yang telah dilakukannya. Memiliki kesidian/taksu biasanya tidak begitu lama, terutama yang tindak egonya masih tinggi, maka Balian ini harus memegang pantangannya dengan baik agar bisa bertahan lama. Balian jenis ini balian yang mendapatkan keahlian melalui taksu.
- Balian usada adalah seseorang dengan sadar belajar tentang ilmu pengobatan, baik melalui guru waktra, belajar pada balian, maupun belajar sendiri melalui lontar usada dan belajar dengan benar cara mendiagnosis ataupun osmosis pasien. Adapun yang termasuk balian golongan ini adalah tidak terbatas hanya mempergunakan ramuan obat dari tumbuhan saja, tetapi termasuk balian lung (patah tulang), Kacekel / limpun (pijat), Apun (lulur), Wuut (urut), manak(melahirkan) dan sebagainya, yang keahliannya diperoleh melalui proses belajar (aguron-guron). Mereka mempelajari masalah penyakit yang disebabkan baik oleh sekala (natural) maupun niskala (supernatural). Karena untuk menjadi balian tipe ini melalui proses belajar, maka orang barat menyebut balian jenis ini dengan julukan Dokter Bali. Mengenai proses seseorang menjadi balian usada dapat dibaca dalam lontar budha kecapi, usada kalimosadha dan usada sari. Setelah tamat mempelajari Katikelaning Genta Pinata Pitu dan sastra sanga maka dianggap siswa telah bersih jiwa dan raganya. Siswa ini telah hilang kawahnya yakni keletehan serta kotoran dan keburukan yang ada didalam dirinya telah musnah. Sekarang dia telah dianggap telah siap untuk diberi pelajaran membaca lontar usada.
- Balian Campuran, Suatu Balian yang memakai semua cara didalam mengobati si sakit dan keahliannyapun didapat dengan berbagai cara baik dari ketakson, dari benda-benda gaib, dari usada dan sebagainya, yang intinya bisa menyembuhkan si sakit menjadi sehat. Balian Campuran pada umumnya campuran antara balian katakson maupun balian kapican yang mempelajari usada. Dengan demikian balian katakson maupun kapican kemampuannya tidak hanya mengandalkan taksu atau pica, tetapi telah bertambah dengan memberikan ramuan obat-obatan berdasarkan lontar usada. Balian tipe ini dapat disebut balian katakson usada atau balian kapican usada. Balian jenis ini juga dikenal dengan istilah balian ngiring pekayunan atau menjadi tapakan Widhi atau tapakan dewa. Pada umumnya mereka menjadi balian bukanlah atas kemauannya sendiri, tetapi ditunjuk oleh kekuatan gaib. Bila menolak akan tertimpa penyakit, kapongor, atau menjadi gila, pikiran selalu kalut, semua hasil usaha gagal. Hanya dengan mengikuti perintah gaib dia akan kembali normal. Balian seperti ini paling banyak berkembang dan tumbuh subur serta mendapat pasaran. Padahal, keampuhan pengobatannya tidaklah berlangsung lama. Tidak langgeng, hanya bersifat sementara.
Sedangkan pengelompokan balian berdasarkan sifat kekuatan
yang dimiliki terdiri atas balian lanang (maskulin, sifat kejantanan), balian wadon (feminim) dan balian kedi (netral, bersifat kebancian). Balian ini tidak berdasarkan jenis kelamin dari balian tetapi berdasakan sifat kekuatannya. Balian perempuan bisa saja disebut sebagai balian lanang apabila memiliki sifat kekuatan yang bersifat maskulin.
Menurut lontar Bodha kecapi, usada ratuning usada, usada bang dan tutur Bhuwana Mahbah, untuk menjadi seorang balian harus melewati suatu proses pembelajaran dari gurunya (aguron-guron) dan rangkaian upacara/didiksa yang disebut aguru waktra. Calon balian harus menguasai beberapa ilmu usadha seperti genta pinarah pitu, sastra sanga, Bodha Kecapi dan kalimosada.
Genta pinaruh pitu adalah kemampuan untuk membangkitkan tujuh buah kekuatan yang berasal dari energi tujuh chakra dan kundalini. Sedangkan sastra sanga adalah sembilan sastra/pelajaran yang harus dikuasai, meliputi: darsana agama, tattwa purusha pradana, tattwa bhuwana mahbah, tattwa siwatma, tattwa triguna, dewa nawasanga, wijaksara/bijaksara, kanda pat dan rwa bhineda. Tetapi menurut beberapa lontar (bodha kecapi, cukil daki, gering agung, kalimosada), yang dimaksud sastra sanga adalah sembilan buah aksara suci yang terdiri atas tri aksara, dwiaksara, ekaaksra, windu, ardhacandra dan nada.
Semua tanda dan gejala, nama penyakit dan pengobatannya tercantum pada lontar-lontar usadha meliputi: usadha rare, usdha cukil daki, usada manak, usada kurantobolong, usada kacacar, usada pamugpugan, usada kamatus, usada tiwang, usada kuda, usada sari kurantobolong, usada buduh, usadha budhakacapi dan usada ila.
Lontar Bodha Kecapi dan kalimosada adalah dua buah lontar usadha yang paling pokok yang harus dikuasai oleh seorang balian usadha karena didalamnya termuat tentang aguru waktra, kode etik balian dan guru, tattwa pengobatan, asal mula penyakit, berbagai jenis obat, aksara suci, sang hyang tiga suwari, tata cara menegakkan diagnosis dan prognosis dan berbagai pengetahuan lainnya.
Seperti halnya seorang dokter dalam dunia medis yang harus tamat pendidikan dahulu dan disumpah sebelum mengemban tugas, seorang balian pun sama harus menguasai semua hal tersebut diatas dan sudah melakukan upacara aguru waktra. Karena jika melanggar atau menjadi balian/mengobati penyakit tanpa didasari penguasaan ilmu usadha dan guru waktra, maka akan menerima hukuman secara niskala dan hidupnya sengsara sampai keturunannya. Oleh karena itu, berhati-hatilah menjadi seorang balian jangan sekedar mengobati semata mencari uang maupun status sosial.
Konsep sehat sakit menurut Usadha
Manusia disebut sehat, apabila semua sistem dan unsur pembentuk tubuh (panca maha bhuta) yang berhubungan dengan aksara panca brahma (Sang, Bang, Tang, Ang, Ing) serta cairan tubuhnya berada dalam keadaan seimbang dan dapat berfungsi dengan baik. Sistem tubuh dikendalikan oleh suatu cairan humoral. Cairan humoral ini terdiri dari tiga unsur yang disebut dengan tri dosha (vatta=unsur udara, pitta=unsur api, dan kapha=unsur air).
Tiga unsur cairan tri dosha (Unsur udara, unsur api, dan unsur air) dalam pratek pengobatan oleh balian dan menurut agama Hindu di Bali (Siwasidhanta), Ida Sang Hyang Widhi atau Bhatara Siwa (Tuhan) yang menciptakan semua yang ada di jagad raya ini. Beliau pula yang mengadakan penyakit dan obat. Dalam beberapa hasil wawancara dengan balian dan sesuai dengan yang tertera dalam lontar (Usada Ola Sari, Usada Separa, Usada Sari, Usada Cemeng Sari) disebutkan siapa yang membuat penyakit dan siapa yang dapat menyembuhkannya. Penyakit itu tunggal dengan obatnya, apabila salah cara mengobati akan menjadi penyakit dan apabila benar cara mengobati akan menjadi sembuh (sehat). Dalam usadha, penyakit ada tiga jenis, yakni penyakit panes (panas), nyem (dingin), dan sebaa (panas-dingin). Demikian pula tentang obatnya. Ada obat yang berkasihat anget (hangat), tis (sejuk), dan dumelada (sedang). Untuk melaksanakan semua aktifitas ini adalah Brahma, Wisnu, dan Iswara. Disebut juga dengan Sang Hyang Tri Purusa atau Tri Murti atau Tri Sakti wujud Beliau adalah api, air dan udara. Penyakit panes dan obat yang berkasihat anget, menjadi wewenang Bhatara Brahma. Bhatara Wisnu bertugas untuk mengadakan penyakit nyem dan obat yang berkasihat tis. Bhatara Iswara mengadakan penyaki sebaa dan obat yang berkasihat dumelada.
Selain tersebut diatas, sistem pembagian penyakit dalam usadha juga dikelompokkan berdasarkan Ayur Weda yang didasarkan atas penyebabnya, meliputi:
- Adhyatmika, adalah penyakit yang penyebabnya berasal dari dirinya sendiri seperti penyakit keturunan, penyakit kongenital/dalam kandungan, dan ketidakseimbangan pada unsur tri dosha.
- Adhidaiwika, penyakit yang penyebabnya berasal dari pengaruh lingkungan luar, seperti pengaruh musim, gangguan niskala/supranatural (bebai, gering agung) dan pengaruh sekala.
- Adhibautika, yaitu penyakit yang disebabkan oleh benda tajam, gigitan binatang, kecelakaan sehingga menimbulkan luka.
Sistem pemeriksaan dan pengobatan
Dalam melakukan suatu pemeriksaan dan mendiagnosa penyakit, balian menyimpulkan berdasarkan hasil wawancara/anamnesis, hasil pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik seperti melihat aura tubuh, sinar mata, menggunakan kekuatan dasa aksara, chakra, kanda pat dan tenung. Sedangkan pada balian kapican, yang menjadi alat pemeriksaan adalah benda bertuah yang diperoleh sebagai pica.
Sistem pengobatan/penatalaksanaan suatu penyakit dalam usadha terdiri atas berbagai pendekatan, meliputi pengobatan tradisional (tamba) seperti loloh, boreh dan minyak/lengis yang didasarkan atas lontar taru pramana; penggunaan banten-bantenan yang disesuaikan dengan tenung dan lontar; dan penggunaan rerajahan aksara suci.
Selain pengobatan yang bersifat kuratif, usadha juga mengenal sistem pengobatan preventif/pencegahan yaitu mencegah kekuatan jahat akibat penyakit yang dibuat orang lain, leak/desti dan racun/cetik. Sarana yang digunakan dapat berupa mempasupati benda keramat yang dapat sebagai bekal seperti batu permata, rerajahan dan tumbal. Hal mengenai tentang rerajahan, tamba, tenung dan lain sebagainya akan dibahas lebih lanjut dalam artikel lainnya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pada dasarnya ada tiga jenis penyakit yang disebut dengan istilah Tri Dosa yaitu Pitta (panas), Kapha (nyem) dan Vayu (sebaa - antara panas dan dingin)
Demikian pula obatnya ada tiga macam, yaitu ; ada obat yang bersifat hangat, tis dan dumelade.
Dan ternyata ketiga penyakit dan obatnya bersumber dari Batara çiwa yang memberikan wewenang kepada Batara Brahma, Wisnu dan Iswara.
Demikian pula obatnya ada tiga macam, yaitu ; ada obat yang bersifat hangat, tis dan dumelade.
Dan ternyata ketiga penyakit dan obatnya bersumber dari Batara çiwa yang memberikan wewenang kepada Batara Brahma, Wisnu dan Iswara.
- Penyakit panas dan obatnya yang bersifat hangat menjadi tugas dan kewenangan Batara Brahma.
- Batara Wisnu bertugas untuk mengadakan penyakit nyem dan obat yang berkasiat tis.
- Batara Iswara mengadakan penyakit sebaa dan bahan obatnya yang bersifat dumelada.
Didunia perbalianan yang selama ini terkesan menutup diri atau sengaja ditutupi agar terkesan seram dan menakutkan atau agar menyisakan keterpesonaan, keraguan dan terkadang keheranan. Sering seperti dipaksa berkenyit, lantaran rasa ingin tahu tak juga menemukan jawaban atas berbagai keanehan dan kedahsyatan yang tengah berlangsung.
Saran
- Menjadi seorang balian hendaklah haruslah bermurah hati dan memberi informasi bersifat pencerahan sebagai rasa ingin tahu pasien bisa terpuaskan.
- Menjadi seorang balian harus memiliki sifat welas asih dan tanpa pamrih dan jangan membeda-bedakan dari statusnya.
- Kepada para guru dan penekun usada bali yang gemar menulis diharapkan lebih banyak mencetak buku-buku usada agar masyarakat awam lebih mudah mengenal usada bali, dalam hal ini bisa belajar melalui KLINIK JALA SIDDHI
Demikianlah selayang pandang mengenai sistem pengobatan tradisional Bali usadha Bali yang telah diturunkan oleh nenek moyang kita sampai sekarang masih merupakan suatu pendekatan pengobatan alternatif yang tidak bisa kita tinggalkan karena merupakan primbon-arti.blogspot.com yang mesti kita lestarikan. Manusia tidak seperti mesin yang jika salah satu komponen yang rusak/sakit bisa diperbaiki/diganti begitu saja, namun manusia adalah ciptaan Hyang Widhi yang juga merupakan mahkluk spiritual. Oleh karena itu, pendekatan pengobatan secara holistik harus menjadi pertimbangan bagi semua praktisi pengobatan, baik medis maupun non medis.
Posting Komentar
Posting Komentar